Kamis, 15 Desember 2011

[daarut-tauhiid] Bedah Buku “Hegemoni Rezim Intelijen’’ Bersama Busro Muqoddas

Bedah Buku "Hegemoni Rezim Intelijen'' Bersama Busro Muqoddas
Diposting Kamis, 15-12-2011 | 11:22:32 WIB

Sabtu,10 Desember 2011, bertempat di Auditorium Muh. Dzaman Universitas
Muhammadiyah Surakarta (UMS), diadakan bedah buku. Dengan judul "Hegemoni
Rezim Intelijen Sisi Gelap Peradilan Kasus Komando Jihad". Dengan
menghadirkan tiga pembicara, Busro Muqoddas, (mantan ketua KPK 2010-2011)
selaku penulis buku Hegemoni Rezim Intelijen, 'Idul fitri dari akademisi
UMS, dan Mahenradata selaku praktisi. Juga dihadiri oleh ketua MUI Solo Dr
Zainal Arifin.

Para peserta yang hadir cukup banyak, terdiri dari kalangan ulama, dosen,
mahasiswa, guru dan umum. Hal ini sangat menarik perhatian, karena para
peserta yang hadir tidak hanya di dalam gedung saja, tapi juga ada yang di
luar gedung. Bahkan hadirin yang tidak mendapatkan tempat duduk rela
berdiri di bagian belakang.

Dalam penjelasannya, Busro mengangkat tema ini karena sebelumnya pernah
menangani kasus- kasus yang menimpa pada kelas akar rumput, pada masa rezim
orde baru. Dengan pengalamannya ini, mencoba untuk membuat desertasi dengan
mengangkat komando jihad. Dia juga mengatakan selama ini belum ada yang
melakukan desertasi dengan tema yang sama.

Lanjut Busro, umat Islam di Indonesia ini dikriminalisasikan oleh sebuah
sistim politik otoriter yang anti musyawarah. Semua kekuatan masyarakat
dikontrol dan disentralisasikan oleh sistem otoriter. "Puncaknya, Pak Harto
dibantu oleh TNI dan POLRI sebagai kekuatan keamanan, Golkar sebagai mesin
politik dan konglomerat sebagai mesin ekonomi," ungkap mantan ketua KPK ini.

Pada waktu rezim orde baru operasi intelijen dilakukan oleh operasi khusus
(opsus) yang dipimpin oleh Ali Murtopo. "Operasi khusus ini terindikasi
kuat dipimpin oleh Ali Murtopo," jelas pria kelahiran Jogja ini . Operasi
intelijen ini membuat politik rekayasa untuk menciptakan organisasi yang
namanya komando jihad. Sasarannya adalah mantan tokoh Darul Islam/ Tentara
Islam Indonesia (DI/TII). yang tujuannya adalah membentuk Negara Islam
Indonesia versi komando jihad yang aktornya adalah Ali Murtopo, jelas Busro.

Dalam episode komando jihad ini, yang menjadi korbannya adalah umat Islam
yang dikriminalisasi. Dalam* lakon* komando jihad ini, Ali Murtopo sebagai
pimpinan operasi, merupakan sandiwara politik yang sempurna 100 persen.
"Pemainnya dalah opsus orde baru, dibakc up oleh keamanan, oleh sistim
peradilan, polisi jaksa hakim" terang Busro. Artinya sistim negara yang
seharusnya tidak dipengaruhi oleh kekuasaan, fakta pada orde baru, jaksa
hakim di pengaruhi oleh kekusaan politik.

Sedangkan Idul fitri menjelaskan, pada orde baru yang diusung adalah
pembangunan bangsa. Sehingga sekitar September 1966 ada pertemuan bisnis
antara pengusaha Inggris dan Amerika. Indonesia kemudian didekte oleh
pengusaha asing untuk menentukan hukum di Indonesia." Disini ada
kepentingan *multinasional corporation* dan *tran nasional corporation*,
kemudian kepentingan inilah yang harus dilindungi. Dan itulah yang
menyebabkan munculnya kasus- kasus yang terjadi pada komando jihad itu,"
ungkap idul fitri. Semuanya ditujukan untuk kepentingan ekonomi pasar bebas
dan kekuatan-kekuatan Islam harus dihabisi.

Jadi, tindakan-tindakan dengan menghalalkan segala cara itu bertujuan demi
kepentingan pertumbuhan ekonomi. Ketika rezim tumbang yang terjadi tetap
sama. "Tetapi yang terjadi, pembangunan sudah selesai terutama setelah
peristiwa runtuhnya komunisme di Eropa Timur, bergeser menjadi isu
demokrasisasi," terang idul fitri.


Demokrasi liberal adalah satu-satunya pemenang, tetapi selanjutnya adalah
perang peradaban. Muculah rekayasa besar-besaran seperti peristiwa 11
September. Rekayasa global ini menjadi dasar untuk melakukan perang
terhadap teroris. "Jadi jangan berharap kalau pengadilan akan benar-benar
adil," ujar Idul. Intervensi terhadap hakim itu berorientasi untuk tugas
idiologi, tambahnya.

Mahendradata, menilai hampir terjadi upaya memasukkan penangkapan kedalam
undang-undang intelijen tanpa surat resmi. Tuduhan yang dipaksakan saat ini
lebih canggih lagi dengan adanya teknologi. Kalau dulu tidak didampingi
oleh pengacara, sekarang dalam penangkapan sudah didampingi oleh pengacara
, yang sudah disiapkan. " Yang saya temukan, adanya upaya stigmatisasi
kepada umat islam, itu adalah cara yang paling efektif," kata Mahendradata.

Stigmatisasi menciptakan sebuah opini publik agar dia membenci sesuatu atau
tunjuk hidung kelompok kegiatan, sehingga masyarakat atau publik
membencinya. Dan saat kebencian itu ada, maka kepolisian tidak ada lagi
permaafan padanya, dan tdk ada lagi kata protes terhadap semua apa yang
dilakukan itu. Contohnya pada zaman orde baru adanya ekstrim kanan (eka)
dan eksrim kiri (eki). Apapun yang dicap sebagai eka dan eki, boleh
dilakukan penangkapan. "Eka dan eki mau di injek-injek atu dipukuli
terserah," jelas Mahendradata.

Jadi di masa sekarang stigmasi itu adalah teroris. Walupun sudah mulai
terbongkar menyatakan stigmasi hanya pada Satu kaum. " Jelas stigmasi itu
hanya pada satu kaum saja," imbuh Mahendradata. Kejadian yang terjadi di
Papua dan Aceh, itu tidak dikatakan sebagai teroris. Karena kejadian di
Aceh dan Papua itu tidak berjenggot dan celananya tidak *cingkrang*. Hal
ini berlanjut dengan program namanya deradikalisasi. *anto An-Najah*

*
http://muslimdaily.net/berita/lokal/bedah-buku-hegemoni-rezim-intelijen-bersama-busro-muqoddas-.html
*


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: