Senin, 09 Januari 2012

[daarut-tauhiid] 4 Pesan Sufistik Laskar Pelangi

 

Salam

Kawan-kawan,  kesan tentang Laskar Pelangi:  

4 Pesan Sufistik Laskar Pelangi

Siapa yang tidak kenal  dengan novel Laskar Pelangi? Terlebih setelah diangkat menjadi film terlaris (2008) yang menyabet banyak
penghargaan, dan akhir Desember ini pun serial Laskar Pelangi akan
hadir mewarnai dunia televisi. Namun, siapa sangka kalau novel ini
sarat kearifan sufistik.   Nyatanya,  4  poin berikut sangat
menginspirasi kesalehan sufistik:
 
Pengabdian untuk Pendidikan yang tercermin dari sosok Bu Muslimah dan Pak Harfan.  Mereka mengabdi nyaris tanpa imbalan, berjuang menjadi guru teladan yang sesungguhnya, yakni yang bukan hanya pandai mentransfer ilmu tapi secara pribadi
menjadi sahabat dan pembimbing spiritual bagi para muridnya.
 
Moralitas utuh saling-niscayanya kewajiban ritual dan pengabdian sosial. Sekali waktu Bu Mus berkata, "Shalatlah tepat waktu, biar dapat pahala lebih
banyak."  Di lain waktu Bu Mus menyitir perkataan khalifah Umar bin
Khatab, "Barangsiapa yang kami tunjuk sebagai amir (pemimpin) dan kami
telah tetapkan gajinya untuk itu, maka apa pun yang diterima selain
gajinya itu adalah penipuan."  Dengan begitu Bu Mus sedang menanamkan
kesalehan pribadi  sekaligus sosial.  Sementara itu  Pak Harfan
mengajarkan,  bahwa hidup bisa demikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama...
 
Moralitas Inklusif. Salah seorang dari 10 murid Bu Mus adalah A Kiong, anak A liong
seorang Kong Hu Cu sejati yang miskin. Meski A Kiong mendekati "idiot", Bu Mus dengan penuh kesabaran dan ketulusan terus mengajari anak ini,
tanpa membeda-bedakannya dengan anak-anak didiknya yang lain.
 
Prestasi dan Rendah Hati. Sekolah Muhammadiyyah itu, biarpun reyot telah menginspiraskan
keteguhan hati dan keinginan kuat menggapai cita-cita, namun pada saat
bersamaan juga kerendahan hati.  Lintang, salah seorang yang paling
jenius dari 10 Murid dilukiskan sebagai sosok anak jenius yang membuat
Bu Mus kewalahan, tapi dia tetap rendah hati dan senang membantu
teman-temannya  yang jauh ketinggalan di belakangnya.
 
Ketika melukiskan karakter orang cerdas, pengarang novel ini seperti
mengukuhkan adanya korelasi antara kecerdasan sejati dan rendah hati:
"Orang Cerdas memahami konsekwensi setiap jawaban dan menemukan bahwa di balik sebuah jawaban tersembunyi beberapa pertanyaan baru. Pertanyaan baru terebut memiliki pasangan sejumlah jawaban yang kembali akan
membawa pertanyaan baru dalam deretan eksponental. Sehingga mereka yang benar-benar cerdas kebanyakan rendah hati, sebab mereka gamang pada
akibat dari sebuah jawaban..."(h.111-112)      
 
Melihat
pesan-pesan di atas, wajarlah bila kemudian novel ini dinilai penuh
nuansa sufistik. Dalam penelitiannya Sufistik Piety on Media, Julia D.
Howell dari Griffith University (2008) menyebut novel ini sebagai
"sepenuhnya menginspirasi kesalehan sufistik". (CR)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: