JARGON-JARGON
JAGOAN
Jakarta, Rabu 17 Desember
2008
"Lu asik gue santai - lu usik gue
bantai", "Ngebut benjol", "Senggol - Bacok", "Yang buang sampah di sini (maaf)
Monyet", dan lain-lain, dan lain-lain.
Inilah contoh2 jargon-jargon yang sering
kita temui (baca) di jalanan, baik itu di tembok-tembok, di tiang-tiang dan
bahkan ditempel pada kendaraan. Entah maksud sebenernya dari penulisan atau
penempelan tulisan-tulisan seperti itu apa, saya sendiri bisa menduga-duga,
namun yang jelas tulisan ini sudah menjadi biasa akrab di mata dan telinga kita
semua dari kalangan anak-anak sampai dewasa.
Sama seperti fungsi iklan pada
televisi, dimana iklan ditayangkan terus menerus pada media TV dengan maksud
salah satunya adalah menimbulkan kesadaran bahwa produk mereka ada dipasaran
(positioning)
tujuan akhirnya adalah agar penonton/pemirsa TV akan mencari dan membeli produk
tersebut. Pemuat iklan dan produsen mungkin tidak perduli apakah kita membeli
produk tersebut karena butuh atau karena pengaruh iklannya...yang penting
terjadi penjualan - yang artinya produk laku dipasar dan ujung-ujungnya
keuntungan bagi produsen produk tersebut.
Serupa namun tidak sama peran ini
juga di terjadi pada tulisan-tulisan yang telah disebutkan di atas tanpa satupun
dari kita yang perduli dari akibat yang ditimbulkannya, bahkan ada yang dengan
bangga memamerkannya agar banyak dilihat dan dibaca orang banyak. Kita seakan
sudah biasa melihat dan membaca serta menganggapnya "biasa". Namun pernahkah
kita telaah lebih dalam lagi efek yang bisa ditimbulkan olehnya ? Jawabannya
hampir bisa dipastikan "Tidak".
Saya menyebutnya dengan istilah
"Jargon-jargon Jagoan" karena ada nilai-nilai provokasi atau "menantang" di
dalamnya. Bagaimana tidak, ambil contoh kalimat "Lu asik gue santai, Lu usik gue
bantai" syarat sekali dengan provokasi negatif yang bisa diindikasikan seperti
layaknya jagoan.
Memang maksud dari tulisan ini ingin
mengatakan bahwa, "jika anda baik pada kami maka kami akan baik dengan anda"
seperti itulah kira-kira tujuan tulisan itu. Dengan kata lain jika anda membuat
kesalahan maka tiada kata lain selain bisa dipastikan "kekerasan" sebagai hadiah
bagi anda.
Seperti inikah wajah budaya
masyarakat kita sekarang ? Apakah "kekerasan" sebagai satu-satunya cara
penyelesaian masalah ? Jawaban saya "Tidak".
Sama seperti iklan di TV, image yang
ditimbulkan adalah keseragaman (homogenitas) pendapat sehingga kesannya semua
dari kita setuju dengan tulisan-tulisan itu (baca : Jargon-jargon Jagoan).
Padahal saya yakin (insyaAlloh) masih banyak yang sependapat dengan saya, bahwa
bukan "kekerasan" sebagai satu-satunya solusi.
Kodam Jaya sudah memulainya dengan
tulisan "Damai itu Indah" dan kitapun bisa melakukan hal yang sama dengan
cara-cara yang lebih santun dan bersahabat. Jika masing-masing kita sudah
terbiasa dengan tulisan-tulisan yang santun dan bersahabat, insyaAlloh hati kita
akan lebih lembut, prilaku lebih santun dan dengan sendirinya persoalan dapat
diselesaikan dengan cara yang lebih baik tanpa harus dengan
kekerasan.
heru
------------
Kampanye mengembalik
sesama kita
[Non-text portions of this message have been removed]
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
__,_._,___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar