Rabu, 29 April 2009

[daarut-tauhiid] Terbitnya Matahari dari Arah Barat – Salah Satu Tanda Hari Kiamat Besar

Terbitnya Matahari dari Arah Barat [ØõáõæÚõ ÇáÔóøãúÓö ãöäú ãóÛúÑöÈöåóÇ] –
Salah Satu Tanda Hari Kiamat Besar….

Abu Al-Jauzaa' :, 28 April 2009

Terbitnya matahari dari arah barat termasuk salah satu tanda hari kiamat
besar yang telah tetap berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Beberapa Dalil yang Menjadi Dasar Terjadinya Peristiwa Tersebut
1. Dalil dari Al-Qur'an.
Allah ta'ala berfirman :
íóæúãó íóÃúÊöí ÈóÚúÖõ ÂíóÇÊö ÑóÈöøßó áÇ íóäúÝóÚõ äóÝúÓðÇ ÅöíãóÇäõåóÇ áóãú
Êóßõäú ÂãóäóÊú ãöäú ÞóÈúáõ Ãóæú ßóÓóÈóÊú Ýöí ÅöíãóÇäöåóÇ ÎóíúÑðÇ
"Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi
iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya" [QS. Al-An'am :
158].
Beberapa hadits shahih menunjukkan bahwasannya yang dimaksudkan dengan
'sebagian tanda-tanda (ayat)' yang disebutkan dalam ayat di atas adalah
terbitnya matahari dari arah barat. Hal itu merupakan perkataan kebanyakan
mufassiriin (ahli tafsir).[1]
Telah berkata Ath-Thabariy – setelah menyebutkan perkataan mufassiriin
tentang ayat ini - :
æÃæáì ÇáÃÞæÇá ÈÇáÕæÇÈ Ýí Ðáß ãÇ ÊÙÇåÑÊ Èå ÇáÃÎÈÇÑ Úä ÑÓæá Çááå Õáì Çááå
Úáíå æÓáã Ãäå ÞÇá : Ðáß Ííä ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ
"Perkataan yang lebih mendekati kebenaran tentang perkara itu adalah apa
yang datang dengannya khabar dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam, bahwasannya beliau bersabda : 'Hal itu terjadi ketika matahari
terbit dari arah barat".[2]
Asy-Syaukaniy berkata :
ÝÅÐÇ ËÈÊ ÑÝÚ åÐÇ ÇáÊÝÓíÑ ÇáäÈæí ãä æÌå ÕÍíÍ áÇ ÞÇÏÍ Ýíå¡ Ýåæ æÇÌÈ ÇáÊÞÏíã¡
ãÍÊóøã ÇáÃÎÐ Èå
"Apabila telah tetap akan marfu'-nya tafsir nabawiy ini dari jalan yang
shahih tanpa ada cacat di dalamnya, maka wajib untuk mendahulukan dan
mengambil/menerimanya".[3]
2. Dalil dari As-Sunnah Ash-Shahiihah
Hadits-hadits yang menunjukkan terbitnya matahari dari arah barat sangat
banyak, diantaranya :
a. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu
'anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
áÇ ÊÞæã ÇáÓÇÚÉ ÍÊì ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ¡ ÝÅÐÇ ØáÚÊ¡ ÝÑÂåÇ ÇáäÇÓº ÂãäæÇ
ÃÌãÚæä¡ ÝÐÇß Ííä áÇ íäÝÚ äÝÓðÇ ÅíãÇäõåÇ áã Êßä ÂãäÊ ãä ÞÈá Ãæ ßÓÈÊ Ýí
ÅíãÇäåÇ ÎíÑðÇ
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat.
Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka
berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan
seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan
kebaikan di masa imannya".[4]
b. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu
bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
áÇ ÊÞæã ÇáÓÇÚÉ ÍÊì ÊÞÊÊá ÝÆÊÇä...(ÝÐßÑ ÇáÍÏíË¡ æÝíå : ) ÍÊì ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä
ãÛÑÈåÇ¡ ÝÅÐÇ ØáÚÊ¡ ÝÑÂåÇ ÇáäÇÓº ÂãäæÇ ÃÌãÚæä¡ ÝÐÇß Ííä áÇ íäÝÚ äÝÓðÇ
ÅíãÇäõåÇ áã Êßä ÂãäÊ ãä ÞÈá Ãæ ßÓÈÊ Ýí ÅíãÇäåÇ ÎíÑðÇ
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga berperang dua kelompok besar kaum
manusia….. (yang kemudian di dalamnya disebutkan : ) hingga terbitnya
matahari dari arah barat. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan
manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah
bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau
belum mengusahakan kebaikan di masa imannya". [5]
c. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu,
bahwasannya Rasulullah shallalaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
ÈÇÏöÑæÇ ÈÇáÃÚãÇá ÓÊðøÇ : ØáæÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ
"Bersegeralah melakukan amal-amal ketaatan sebelum datangnya enam perkara
: terbitnya matahari dari arah barat".[6]
d. Muslim meriwayatkan dari Hudzafah bin Usaid radliyallaahu 'anhu,
bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
ÅäåÇ áä ÊÞæã ÍÊì ÊÑæä ÞÈáåÇ ÚÔÑ ÂíÇÊ". ÝÐßÑ ÇáÏÎÇä¡ æÇáÏÌÇá¡ æÇáÏÇÈÉ¡
æØáæÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ¡ æäÒæá ÚíÓì ÇÈä ãÑíã Õáì Çááå Úáíå æÓáã....
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda
sebelumnya, yaitu : Ad-Dajjaal, kabut (ad-dukhaan), ad-daabbah, terbitnya
matahari dari arah barat, turunnya 'Isa bin Maryam shallallaahu 'alaihi wa
sallam….".[7]
e. Al-Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr
radliyallaahu 'anhuma, ia berkata :
ÍÝÙÊõ ãä ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÍÏíËðÇ áã ÃäÓå ÈÚÏ¡ ÓãÚÊõ ÑÓæá Çááå
Õáì Çááå Úáíå æÓáã íÞæá : Åä Ãæá ÇáÂíÇÊ ÎÑæÌðÇ ØáæÚõ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ
"Aku menghapal dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sebuah
hadits yang aku tidak lupa setelahnya. Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Sesungguhnya tanda-tanda (besar
hari kiamat) pertama yang akan muncul adalah terbitnya matahari dari arah
barat".[8]
f. Dari Abu Dzarr radliyallaahu 'anhu : Bahwasannya Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda pada suatu hari :
ÃÊÏÑæä Ãíä ÊÐåÈ åÐå ÇáÔãÓ ¿. ÞÇáæÇ : Çááå æÑÓæáå ÃÚáã. ÞÇá : Åä åÐå ÊÌÑí
ÍÊì ÊäÊåí Åáì ãÓÊÞÑöøåÇ ÊÍÊ ÇáÚÑÔ¡ ÝÊÎÑõø ÓÇÌÏÉð¡ ÝáÇ ÊÒÇá ßÐáß¡ ÍÊì íÞÇá
áåÇ : ÇÑÊÝÚí¡ ÇÑÌÚí ãä ÍíË ÌÆÊ¡ ÝÊÑÌÚ ÝÊÕÈÍ ØÇáÚÉ ãä ãØáÚåÇ¡ Ëã ÊÌÑí ÍÊì
ÊäÊåí Åáì ãÓÊÞÑåÇ ÊÍÊ ÇáÚÑÔ¡ ÝÊÎÑõø ÓÇÌÏÉ¡ æáÇ ÊÒÇá ßÐáß ÍÊì íÞÇá áåÇ :
ÇÑÊÝÚí ÇÑÌÚí ãä ÍíË ÌÆÊ¡ ÝÊÑÌÚ ÝÊÕÈÍ ØÇáÚÉ ãä ãØáÚåÇ¡ Ëã ÊÌÑí áÇ íÓÊäßÑ
ÇáäÇÓ ãäåÇ ÔíÆðÇ¡ ÍÊì ÊäÊåí Åáì ãÓÊÞÑåÇ ÐÇß ÊÍÊ ÇáÚÑÔ¡ ÝíÞÇá áåÇ : ÇÑÊÝÚí¡
ÃÕÈÍí ØÇáÚÉ ãä ãÛÑÈß¡ ÝÊÕÈÍ ØÇáÚÉ ãä ãÛÑÈåÇ. ÝÞÇá ÑÓæá Çááå Õáì Çááå Úáíå
æÓáã : ÃÊÏÑæä ãÊì ÐÇßã ¿. ÐÇß Ííä áÇ íäÝÚ äÝÓðóÇ ÅíãÇäõåÇ áã Êßä ÂãäÊ ãä
ÞÈá Ãæ ßÓÈÊ Ýí ÅíãÇäåÇ ÎíÑðÇ.
"Apakah kalian mengetahui kemana perginya matahari ?". Mereka (para
shahabat) menjawab : "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Beliau
melanjutkan : "Sesungguhnya matahari terus berjalan hingga berhenti di
tempat menetapnya di bawah 'Arsy, lalu tunduk bersujud (kepada Allah).
Maka terus-menerus ia melakukan hal itu hingga dikatakan kepadanya :
'Bangkitlah, dan kembalilah dari tempat kamu datang (yaitu arah timur)'.
Maka ia pun kembali, dan muncul dari tempat terbitnya. Kemudian ia
berjalan hingga berhenti di tempat menetapnya di bawah 'Arsy, lalu tunduk
bersujud (kepada Allah). Maka terus-menerus ia melakukan hal itu hingga
dikatakan kepadanya : 'Bangkitlah, dan kembalilah dari tempat kamu datang
(yaitu arah timur)'. Maka ia pun kembali, dan muncul dari tempat
terbitnya. Kemudian ia berjalan dimana manusia tidak mengingkarinya
sedikitpun. Hingga ia berhenti di tempat menetapnya di bawah 'Arsy.
Dikatakan kepadanya : 'Bangunlah, dan terbitlah dari arah tenggelammu
(arah barat)'. Maka ia pun muncul dari tempat tenggelamnya". Kemudian
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya : "Apakah kalian
mengetahui kapan hal itu terjadi ? Hal itu terjadi ketika keimanan
seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan
kebaikan di masa imannya".[9]
Bantahan kepada Rasyiid Ridlaa atas Penolakannya terhadap Hadits Abu Dzarr
tentang Sujudnya Matahari
Rasyiid Ridlaa membawakan hadits Abu Dzarr di atas, dan mengomentarinya
bahwa matan hadits tersebut mengandung kemusykilan. Ia berkata ketika
mengomentari sanadnya :
åÐÇ ÇáÍÏíË ÑæÇå ÇáÔíÎÇä ãä ØÑÞ Úä ÅÈÑÇåíã Èä íÒíÏ Èä ÔÑíß ÇáÊíãí Úä ÃÈí
ÐÑ¡ æåæ - Úáì ÊæËíÞ ÇáÌãÇÚÉ áå ãÏáöøÓ - º ÞÇá ÇáÅãÇã ÃÍãÏ : (áã íáÞ ÃÈÇ
ÐÑ). ßãÇ ÞÇá ÇáÏÇÑÞØäí : (áã íÓãÚ ãä ÍÝÕÉ¡ æáÇ ãä ÚÇÆÔÉ¡ æáÇ ÃÏÑß
ÒãÇäåãÇ). æßãÇ ÞÇá ÇÈä ÇáãÏíäí : (áã íÓãÚ ãä Úáí¡ æáÇ ÇÈä ÚÈÇÓ). ÐßÑ Ðáß
Ýí ÊåÐíÈ ÇáÊåÐíÈ.
æÞÏ Ñõæöíó ÛíÑ åÐÇ Úä åÄáÇÁ ÈÇáÚäÚäÉ¡ ÝíÍÊãá Ãä íßæä ãóä ÍÏóøËå Úäåã ÛíÑ
ËÞÉ.
ÝÅÐÇ ßÇä Ýí ÈÚÖ ÑæÇíÇÊ ÇáÕÍíÍíä æÇáÓää ãËá åÐå ÇáÚáá¡ æÑÇÁ ÇÍÊãÇá ÏÎæá
ÇáÅÓÑÇÆíáíÇÊ¡ æÎØà ÇáäÞá ÈÇáãÚäì¡ ÝãÇ ÇáÞæá ÝíãÇ ÊÑßå ÇáÔíÎÇä æãÇ ÊÑßå
ÃÕÍÇÈ ÇáÓää ¿!.
"Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim melalui banyak jalan
dari Ibrahim bin Yaziid bin Syariik At-Taimiy, dari Abu Dzarr. Dan ia
(Ibrahim) adalah seorang yang ditetapkan oleh para ulama sebagai seorang
mudallis. Al-Imam Ahmad berkata : "Ia tidak pernah bertemu dengan Abu
Dzarr". Sebagaimana dikatakan juga oleh Ad-Daaruquthni : "Ibrahim tidak
mendengar hadits dari Hafshah dan 'Aisyah. Ia tidak menemui jaman mereka
berdua". Ibnu Madini berkata : "Ibrahim tidak mendengar hadits dari 'Aliy,
dan tidak pula dari Ibnu 'Abbas". Ini semua tertera dalam
Tahdziibut-Tahdziib.
Dan telah diriwayatkan selain hadits ini dari mereka dengan 'an'anah. Oleh
karena itu dimungkinkan orang yang menceritakan hadits kepadanya dari
mereka adalah orang yang tidak tsiqah. Apabila dalam sebagian riwayat
Ash-Shahihain dan Sunan keadaannya seperti 'ilal (cacat) ini, maka
dimungkinkan masuknya kisah Israailiyyaat dan salahnya penukilan yang
dibawakan dengan makna. Lantas, bagaimana keadaannya dengan hadits-hadits
yang tidak diriwayatkan oleh Asy-Syaikhain dan Ashhaabus-Sunan ?".[10]
Inilah yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Muhammad Rasyiid Ridla !!
Apa yang dikatakannya itu adalah perkataan yang sangat membahayakan, dan
merupakan satu bentuk celaan terhadap hadits-hadits shahih dari Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam serta meragukan keshahihannya. Khususnya
yang termuat dalam Shahihain dimana umat telah sepakat menerimanya.
Alangkah baiknya apabila beliau bersikap teliti terhadap sanad hadits ini
dan menyelamatkan matannya dan isykaal yang beliau dakwakan. Juga,
mengikuti apa yang telah dikatakan para ulama sebelum beliau yang
mengimani apa-apa yang telah tetap (tsabit) dari Rasulullahshallallaahu
'alaihi wa sallam, dengan tidak memperberat diri dengan apa-apa yang
mereka tidak punya pengetahuan tentangnya. Bahkan, menerima sabda beliau
shallallaahu 'alaihi wa sallam dengan makna shahih yang dapat dipahami
dengan segera dari hadits tersebut.
Telah berkata Abu Sulaiman Al-Khaththaabiy ketika mengomentari sabda
beliau : "di tempat menetapnya di bawah 'Arsy" :
áÇ ääßÑ Ãä íßæä áåÇ ÇÓÊÞÑÇÑ ÊÍÊ ÚÑÔ¡ ãä ÍíË áÇ äÏÑßå¡ æáÇ äÔÇåÏå¡ æÅäãÇ
ÃÎÈÑäÇ Úä ÛíÈ¡ ÝáÇ äßÐÈ Èå¡ æáÇ äßíöøÝå¡ áÃä ÚáãäÇ áÇ íÍíØ Èå.
"Kami tidak mengingkari bahwasannya matahari mempunyai tempat menetap di
bawah 'Arsy, yang tidak kita temui dan saksikan. Beliau hanya
mengkhabarkan kepada kita perkara ghaib. Kita tidak mendustakannya dan
tidak pula menanyakan bagaimana, karena ilmu kita tidak dapat
menggapainya".
Kemudian Al-Khaththabiy berkata juga mengenai sujudnya matahari di bawah
'Arsy :
æÝí åÐÇ ÅÎÈÇÑ Úä ÓÌæÏ ÇáÔãÓ ÊÍÊ ÇáÚÑÔ¡ ÝáÇ íäßÑ Ãä íßæä Ðáß ÚäÏ ãÍÇÐÇÊåÇ
ÇáÚÑÔ Ýí ãÓíÑåÇ¡ æÇáÊÕÑÝ áãÇ ÓÎÑÊ áå¡ æÃãÇ Þæáå ÚÒ æÌá : (ÍóÊóøì ÅöÐóÇ
ÈóáóÛó ãóÛúÑöÈó ÇáÔóøãúÓö æóÌóÏó ÊóÛúÑõÈõ Ýöíú Úóíúäòö ÍóãöÆóÉòö) [ÇáßåÝ :
86]º Ýåæ äåÇíÉ ãÏÑß ÇáÈÕÑ ÅíÇåÇ ÍÇáÉ ÇáÛÑæÈ¡ æãÕíÑåÇ ÊÍÊ ÇáÚÑÔ ááÓÌæÏ
ÅäãÇ åæ ÈÚÏ ÇáÛÑæÈ.
"Dalam riwayat ini, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam memberitahukan
sujudnya matahari di bawah 'Arsy; maka hal ini tidak mustahil ketika dalam
perjalanannya itu berada di tempat yang lurus dengan 'Arsy, dan
melaksanakan apa yang diciptakan untuknya. Adapun firman Allah 'azza wa
jalla : "Hinga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia
melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam" (QS.
Al-Kahfi : 86). Maka ini hanyalah batas terakhir kemampuan pandangan mata
terhadapnya pada waktu tenggelam. Sedangkan keberadaannya di bawah 'Arsy
untuk bersujud setelah ia terbenam".[11]
An-Nawawiy berkata :
æÃãÇ ÓÌæÏ ÇáÔãÓº Ýåæ ÈÊãííÒ æÅÏÑÇß íÎáÞå Çááå ÊÚÇáì ÝíåÇ
"Adapun sujudnya matahari adalah menurut pengetahuan yang diciptakan Allah
untuknya".[12]
Ibnu Katsir berkata :
íÓÌÏ áÚÙãÊå ßá ÔíÁò ØæÚðÇ æßÑåðÇ¡ æÓÌæÏ ßá ÔíÁò ããÇ íÎÊÕõø Èå
"Segala sesuatu sujud untuk mengagungkan Allah dalam keadaan taat dan
benci/terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu termasuk satu kekhususan".[13]
Ibnu Hajar berkata :
æÙÇåÑ ÇáÍÏíË Ãä ÇáãÑÇÏ ÈÇáÇÓÊÞÑÇÑ æÞæÚå Ýí ßá íæã æáíáÉ ÚäÏ ÓÌæÏåÇ¡ æãÞÇÈá
ÇáÇÓÊÞÑÇÑ ÇáãÓíÑ ÇáÏÇÆã. ÇáãÚÈÑ Úäå ÈÇáÌÑí¡ æÇááå ÃÚáã.
"Menurut dhahir hadits ini bahwasannya yang maksud menetap adalah
terhentinya setiap hari dan setiap malam ketika bersujud. Dan kebalikan
dari menetap adalah berjalan terus-menerus. Wallaahu a'lam".[14]
Pembicaraan kita di sini bukanlah mengenai menetapnya matahari dan tidak
pula tentang sujudnya. Namun, saya (Yusuf Al-Wabiil) hendak menjelaskan
Abu Dzarr radliyallaahu 'anhu bahwasannya tidak ada isykal dalam matannya
sebagaimana diduga oleh Rasyid Ridla rahimahullah. Para ulama telah
menerima hadits ini dan sekaligus menerangkan maknanya.
Adapun anggapan adanya cacat dalam sanad hadits ini, maka beliau (Rasyid
Ridla) telah keliru, karena hadits ini adalah muttashil (bersambung)
sanadnya dengan riwayat dari perawi tsiqah. Perkataan beliau tentang
tadlis Ibrahim bin Yaziid At-Taimiy yang dikatakan tidak bertemu dengan
Abu Dzarr, Hafshah, dan 'Aisyah, serta bahwasannya ia tidak mendapati
jaman Hafshah dan 'Aisyah radliyallaahu 'anhuma ; maka dijawab sebagai
berikut:
1. Bahwasannya sanad hadits itu bukan berasal dari riwayat Ibrahim
bin Yaziid At-Taimiy dari Abu Dzarr, namun – sebagaimana dalam Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim – dari riwayat Ibrahim bin Yaziid At-Taimiy,
dari bapaknya, dari Abu Dzarr.
Bapaknya Ibrahim adalah Yaziid bin Syariik At-Taimiy. Ia meriwayatkan dari
'Umar, 'Aliy, Abu Dzarr, Ibnu Mas'ud, dan selainnya dari kalangan shahabat
radliyallaahu 'anhum. Dan yang meriwayatkan hadits dari adalah anaknya –
Ibrahim - , Ibrahim An-Nakha'iy, dan yang selain keduanya. Ia di-tsiqah
-kan oleh Ibnu Ma'in, Ibnu Hibban, Ibnu Sa'd, dan Ibnu Hajar. Al-Jama'ah
meriwayatkan hadits darinya. Berkata Abu Musa Al-Madiniy : "Dikatakan
bahwa ia menemui masa Jahiliyyah".[15]
2. Bahwasannya Ibrahim bin Yaziid telah menjelaskan sima'
(pendengaran)-nya dari bapaknya, Yazid, sebagaimana ada dalam riwayat
Muslim. Ia (Muslim) berkata : "Telah menceritakan kepada kami Yunus, dari
Ibrahim bin Yaziid At-Taimiy, ia mendengar – sebatas yang aku ketahui –
dari bapaknya, dari Abu Dzarr".[16]
Orang yang tsiqah apabila ia menjelaskan penyimakannya, maka diterima
riwayatnya sebagaimana ditetapkan dalam Mushthalahul-Hadiits.[17]
Tidak Diterimanya Iman dan Taubat Setelah Matahari Terbit dari Arah Barat
Apabila matahari terbit dari arah barat, maka saat itu tidak diterima
keimanan seseorang yang belum beriman sebelumnya, sebagaimana juga tidak
diterima taubatnya orang-orang yang berbuat maksiat. Hal itu dikarenakan
terbitnya matahari dari arah barat merupakan satu tanda (hari kiamat) yang
sangat besar, yang dapat dilihat oleh seluruh manusia di waktu itu. Maka
tersingkaplah semua hakekat bagi mereka, dan mereka menyaksikan berbagai
hal mengerikan yang menjadikan leher mereka tunduk membenarkan ayat-ayat
Allah. Hukum mereka pada waktu itu adalah seperti hukum orang yang
tertimpa adzab Allah ta'ala, sebagaimana firman-Nya 'azza wa jalla :
ÝóáóãóøÇ ÑóÃóæúÇ ÈóÃúÓóäóÇ ÞóÇáõæÇ ÂãóäóøÇ ÈöÇááóøåö æóÍúÏóåõ æóßóÝóÑúäóÇ
ÈöãóÇ ßõäóøÇ Èöåö ãõÔúÑößöíäó * Ýóáóãú íóßõ íóäúÝóÚõåõãú ÅöíãóÇäõåõãú
áóãóøÇ ÑóÃóæúÇ ÈóÃúÓóäóÇ ÓõäóøÉó Çááóøåö ÇáóøÊöí ÞóÏú ÎóáóÊú Ýöí ÚöÈóÇÏöåö
æóÎóÓöÑó åõäóÇáößó ÇáúßóÇÝöÑõæäó
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: "Kami beriman
hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah
kami persekutukan dengan Allah. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka
tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunah Allah yang telah
berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang
kafir" [QS. Al-Mukmin : 84-85].
Telah berkata Al-Qurthubi :
ÞÇá ÇáÚáãÇÁ : æÅäãÇ áÇ íäÝÚ äÝÓðÇ ÅíãÇäõåÇ ÚäÏ ØáæÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ áÃäå
ÎáÕ Åáì ÞáæÈåã ãä ÇáÝÒÚ ãÇ ÊÎãÏ ãÚå ßá ÔåæÉ ãä ÔåæÇÊ ÇáäÝÓ¡ æÊÝÊÑ ßá ÞæÉ
ãä Þæì ÇáÈÏä¡ ÝíÕíÑ ÇáäÇÓ ßáåã - áÅíÞÇäåã ÈÐäæ ÇáÞíÇãÉ - Ýí ÍÇá ãóä ÍÖÑå
Çáãæʺ Ýí ÇäÞØÇÚ ÇáÏæÇÚí Åáì ÃäæÇÚ ÇáãÚÇÕí Úäåã¡ æÈØáÇäåÇ ãä ÃÈÏÇäåã¡ Ýãä
ÊÇÈ Ýí ãËá åÐå ÇáÍÇẠáã ÊÞÈá ÊæÈÊåº ßãÇ áÇ ÊÞÈá ÊæÈÉ ãóä ÍÖÑå ÇáãæÊ
"Para ulama berkata : Keimanan seseorang tidaklah bermanfaat ketika
matahari telah terbit dari arah barat (bagi orang yang belum beriman
sebelumnya), karena pada satu itu perasaan takut menghunjam sangat dalam
pada hati sehingga mematikan segala syahwat jiwa, serta seluruh kekuataan
tubuh menjadi lemah. Seluruh manusia saat itu menjadi – karena yakin
kiamat telah dekat – seperti keadaan orang yang datang kematian (
sakaratul-maut) padanya dalam hal terputusnya segala ajakan untuk berbuat
maksiat dan sia-sianya apa yang ada pada tubuh/diri mereka. Barangsiapa
yang bertaubat dalam keadaan seperti ini (ketika matahari terbit dari arah
barat), maka tidak diterima taubatnya sebagaimana tidak diterimanya taubat
orang yang sakaratul-maut".[18]
Ibnu Katsir berkata :
ÅÐÇ ÃäÔà ÇáßÇÝÑ ÅíãÇäðÇ íæãÆÐ áÇ íÞÈá ãäå¡ ÝÃãÇ ãóä ßÇä ãÄãäðÇ ÞÈá Ðáߺ
ÝÅä ßÇä ãÕáÍðÇ Ýí Úãáåº Ýåæ ÈÎíÑ ÚÙíã¡ æÅä ßÇä ãÎáØðÇ ÝÃÍÏË ÊæÈɺ ÍíäÆÐ áã
ÊÞÈá ãäå ÊæÈÉ
"Apabila orang kafir baru mulai beriman pada hari itu, maka tidak
diterima. Adapun orang-orang yang telah beriman sebelumnya, apabila ia
melakukan amal shalih, maka ia berada dalam kebaikan yang sangat besar.
Adapun jika ia seorang yang senang bergelimang dengan kemaksiatan, dan
baru bertaubat setelah itu; maka taubatnya tidak diterima".[19]
Dan inilah penjelasan yang datang dari Al-Qur'an Al-Kariim dan
hadits-hadits yang shahih. Allah ta'ala berfirman :
íóæúãó íóÃúÊöí ÈóÚúÖõ ÂíóÇÊö ÑóÈöøßó áÇ íóäúÝóÚõ äóÝúÓðÇ ÅöíãóÇäõåóÇ áóãú
Êóßõäú ÂãóäóÊú ãöäú ÞóÈúáõ Ãóæú ßóÓóÈóÊú Ýöí ÅöíãóÇäöåóÇ ÎóíúÑðÇ
"Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi
iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya" [QS. Al-An'am :
158].
Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
áÇ ÊäÞØÚ ÇáåÌÑÉ ãÇ ÊÞÈáÊ ÇáÊæÈÉ¡ æáÇ ÊÒÇá ÇáÊæÈÉ ãÞÈæáÉ ÍÊì ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä
ÇáãÛÑÈ¡ ÝÅÐÇ ØáÚʺ ØõÈöÚó Úáì ßá ÞáÈ ÈãÇ Ýíå¡ æßÝí ÇáäÇÓ ÇáÚãá
"Hijrah tidak terputus selama taubat masih diterima. Dan taubat akan
senantiasa diterima hingga terbitnya matahari dari arah barat. Apabila
telah terbit (dari arah barat), ditutuplah setiap hati dengan apa yang ada
di dalamnya, dan cukuplah manusia amal (yang telah dilakukannya)".[20]
Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
Åä Çááå ÚÒ æÌá ÌÚá ÇáãÛÑÈ ÈÇÈðÇ ÚÑÖå ãÓíÑÉ ÓÈÚíä ÚÇãðÇ ááÊæÈÉ¡ áÇ íÛáÞ ÍÊì
ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä ÞÈáå¡ æÐáß Þæá Çááå ÊÈÇÑß æÊÚóáì : (íóæúãó íóÃúÊöí ÈóÚúÖõ
ÂíóÇÊö ÑóÈöøßó áÇ íóäúÝóÚõ äóÝúÓðÇ ÅöíãóÇäõåóÇ áóãú Êóßõäú ÂãóäóÊú)
"Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla menjadikan arah barat sebagai satu
pintu yang luasnya seperti perjalanan tujuh puluh tahun untuk bertaubat.
Ia tidak akan tertutup hingga matahari terbit dari arahnya. Dan itulah
makna firman Allah tabaaraka wa ta'ala : 'Pada hari datangnya sebagian
tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya
sendiri yang belum beriman".[21]
Sebagian ulama[22] berpendapat bahwa yang tidak diterima taubatnya adalah
orang-orang kafir yang hidup pada saat matahari terbit dari arah barat.
Adapun ketika jaman telah berganti, dan lalailah/lupalah manusia akan hal
itu, maka iman orang yang kafir dan taubat orang yang berbuat maksiat
diterima.
Al-Qurthubi menjelaskan :
ÞÇá Õáì Çááå Úáíå æÓáã : (Åä Çááå íÞÈá ÊæÈÉ ÇáÚÈÏ ãÇ áã íÛÑÛÑ)º Ãí : ÊÈáÛ
ÑæÍå ÑÃÓ ÍáÞå¡ æÐáß æÞÊ ÇáãÚÇíäÉ ÇáÐí íÑì Ýíå ãÞÚÏå ãä ÇáÌäÉ æãÞÚÏå ãä
ÇáäÇÑ¡ ÝÇáãÔÇåÏ áØáæÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ ãËáå¡ æÚáì åÐÇ íäÈÛí Ãä Êßæä ÊæÈÉ ßá
ãóä ÔÇåÏ Ðáß Ãæ ßÇä ßÇáÔÇåÏ áå ãÑÏæÏÉð ãÇ ÚÇÔº áÃä Úáãå ÈÇááå ÊÚÇáì æäÈíå
Õáì Çááå Úáíå æÓáã æÈæÚÏå ÞÏ ÕÇÑ ÖÑæÑÉ¡ ÝÅä ÇãÊÏÊ ÃíÇã ÇáÏäíÇ Åáì Ãä íäÓì
ÇáäÇÓ ãä åÐÇ ÇáÃãÑ ÇáÚÙíã ãÇ ßÇä¡ æáÇ íÊÍÏËæä Úäå ÅáÇ ÞáíáðÇ¡ ÝíÕíÑ
ÇáÎÈÑÚäå ÎÇÕøÇ¡ æíäÞØÚ ÇáÊæÇÊÑ Úäå¡ Ýãä ÃÓáã Ýí Ðáß ÇáæÞÊ Ãæ ÊÇÈ¡ ÞõÈöáó
ãäå¡ æÇááå ÃÚáã.
"Telah bersabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam : 'Sesungguhnya
Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawa ada di
kerongkongannya".[23] Yaitu pada waktu yang sangat menentukan ketika
seseorang melihat tempat yang kelak akan dihuninya yang berupa surga atau
neraka. Maka orang yang menyaksikan terbitnya matahari dari barat adalah
seperti orang yang sedang menghadapi sakaratul-maut. Karena itu taubat
orang yang menyaksikan matahari terbit dari barat atau orang yang
keadaannya seperti itu adalah tertolak, kalau toh ia masih hidup. Karena
pengetahuan akan Allah, Nabi-Nya, janji, serta ancaman-Nya pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Tetapi apabila hari-hari
kehidupan masih terus berlangsung hingga manusia melupakan peristiwa besar
itu dan sudah tidak membicarakan lagi melainkan hanya sedikit saja, dan
berita mengenai masalah ini sudah menjadi berita khusus, tidak menjadi
bahasan umum; maka pada waktu itu orang yang masuk Islam atau bertaubat
masih diterima".[24]
Hal itu dikuatkan lagi dengan riwayat :
Åä ÇáÔãÓ æÇáÞãÑ íßÓíÇä ÈÚÏ Ðáß ÇáÖæÁ æÇáäæÑ¡ Ëã íØáÚÇä Úáì ÇáäÇÓ æíÛÑÈÇä
"Sesungguhnya matahari dan bulan akan bersinar lagi setelah itu, dan
kemudian terbit dan terbenam pada manusia seperti biasanya".
Dan diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr, dari Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam :
íÈÞì ÇáäÇÓ ÈÚÏ ØáæÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ ÚÔÑíä æãÆÉ ÓäÉ
"Manusia tinggal di bumi setelah terbitnya matahari dari arah barat selama
120 tahun".
Diriwayatkan dari 'Imraan bin Hushain bahwa ia berkata :
ÅäãÇ áã ÊÞÈá æÞÊ ÇáØáæÚ ÍÊì Êßæä ÕíÍɺ Ýíåáß ÝíåÇ ßËíÑ ãä ÇáäÇÓ¡ Ýãóä ÃÓáã
Ãæ ÊÇÈ Ýí Ðáß ÇáæÞÊ Ëã åáß¡ áã ÊÞÈá ÊæÈÊå¡ æãä ÊÇÈ ÈÚÏ Ðáß¡ ÞÈáÊ ÊæÈÊå
"Sesungguhnya tidaklah diterima taubat pada saat terbitnya matahari hingga
ada suara yang keras. Lalu banyak orang yang mati. Barangsiapa yang masuk
Islam atau bertaubat pada waktu tersebut kemudian ia mati; maka tidak
diterima tobatnya darinya. Namun barangsiapa yang bertaubat setelah waktu
itu, diterima taubatnya".[25]
Jawaban dari beberapa hal tersebut di atas adalah sebagai berikut :
Sesungguhnya nash-nash menunjukkan bahwa taubat itu tidak diterima lagi
setelah terbitnya matahari dari arah barat. Orang-orang kafir yang baru
berikrar masuk Islam setelah itu juga tidak diterima ikrarnya. Nash-nash
tersebut juga tidak membedakan antara orang yang menyaksikan tanda-tanda
hari kiamat (terbitnya matahari dari barat) dan yang tidak menyaksikannya.

Pendapat ini diperkuat dengan dengan riwayat Ath-Thabariy dari 'Aisyah
radliyallaahu 'anhaa, ia berkata :
ÅÐÇ ÎÑÌ Ãæá ÇáÂíÇʺ ØõÑöÍÊ ÇáÃÞáÇã¡ æÍõÈöÓÊ ÇáÍÝÙÉ¡ æÔåÏÊ ÇáÃÌÓÇã Úáì
ÇáÃÚãÇá
"Apabila telah keluar tanda-tanda hari kiamat yang pertama, maka pena-pena
(pencatat amal) dilemparkan, para (malaikat) penjaga ditahan, dan jasad
manusia dijadikan saksi atas segala amalnya".[26]
Dan yang dimaksud dengan tanda-tanda (hari kiamat) yang pertama di sini
adalah terbitnya matahari dari arah barat. Adapun tanda-tanda yang muncul
sebelum terbitnya matahari dari arah barat, maka hadits-hadits menunjukkan
masih diterimanya taubat dan ikrar keislaman pada waktu itu.
Ibnu Jarir Ath-Thabariy juga meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud
radliyallaahu 'anhu, ia berkata :
ÇáÊæÈÉ ãÈÓæØÉñ ãÇ áã ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ
"Taubat itu masih dibentangkan selama matahari belum terbit dari arah
barat".[27]
Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa radliyallaahu 'anhu, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
Åä Çááå íÈÓØ íÏå ÈÇááíá áíÊæÈ ãÓíÁ ÇáäåÇÑ¡ æíÈÓØ íÏå ÈÇáäåÇÑ áíÊæÈ ãÓíÁ
Çááíá¡ ÍÊì ÊØáÚ ÇáÔãÓ ãä ãÛÑÈåÇ
"Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk
mengampuni orang-orang yang bersalah di waktu siang, dan membentangkan
tangan-Nya di waktu siang untuk mengampuni orang-orang yang bersalah di
waktu malam; hingga terbitnya matahari dari arah barat".[28]
Menurut hadits tersebut Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
menetapkan batas akhir diterimanya taubat itu adalah ketika matahari
terbit dari arah barat.
Ibnu Hajar menyebutkan banyak atsar dan hadits yang menunjukkan terus
ditutupnya pintu taubat (setelah terbitnya matahari dari arah barat)
hingga hari kiamat, yang kemudian berkata :
ÝåÐå ÂËÇÑ íÔÏ ÈÚÖåÇ ÈÚÖðÇ ãÊÝÞÉ Úáì Ãä ÇáÔãÓ ÅÐÇ ØáÚÊ ãä ÇáãÛÑȺ ÃÛáÞ ÈÇÈ
ÇáÊæÈÉ¡ æáã íÝÊÍ ÈÚÏ Ðáß¡ æÃä Ðáß áÇ íÎÊÕ Èíæã ÇáØáæÚ¡ Èá íãÊÏõø Åáì íæã
ÇáÞíÇãÉ
"Atsar-atsar ini saling menguatkan satu dengan yang lainnya yang secara
kesepakatan menyatakan bahwa matahari apabila telah terbit dari arah
barat, maka tertutup pintu taubat dan tidak akan terbuka setelah itu. Hal
itu tidak dikhususkan dengan hanya pada hari terbitnya saja, melainkan
terus berlanjut hingga hari kiamat".[29]
Adapun pendalilan Al-Qurthubiy dapat dijawab sebagai berikut :
Tentang hadits 'Abdullah bin 'Amr, Al-Haafidh Ibnu Hajar berkata : "Tidak
tsabit riwayat ini secara marfu'".
Sedangkan hadits 'Imraan bin Hushain, tidak ada asalnya (laa ashla lahu).
[30]
Hadits : "Sesungguhnya matahari dan bulan akan bersinar lagi…" ; maka
Al-Qurthubiy tidak menyebutkan sanadnya. Kalaupun toh dianggap shahih,
maka kembalinya matahari dan bulan seperti semua tidak menunjukkan bahwa
pintu taubat dibuka kembali untuk kali yang lain.
Al-Haafidh menyebutkan bahwa ia tetap berpegang pada nash yang jelas dalam
perbedaan pendapat ini, yaitu hadits 'Abdullah bin 'Amr yang menyebutkan
terbitnya matahari dari barat, yang di dalamnya terdapat ucapan Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam :
Ýãä íæãÆÐ Åáì íæã ÇáÞíÇãÉ (áÇ íóäúÝóÚõ äóÝúÓðÇ ÅöíãóÇäõåóÇ áóãú Êóßõäú
ÂãóäóÊú ãöäú ÞóÈúáõ )....ÇáÂíÉ.
"Maka sejak hari itu hingga hari kiamat : 'tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu'".[31]
[Ditulis oleh Abul-Jauzaa' dari Asyraatus-Saa'ah karya Yusuf bin 'Abdillah
Al-Wabiil, MA, hal. 391-402]


[1] Lihat Tafsir Ath-Thabariy (8/96-102), Tafsir Ibni Katsir
(3/366-371), Tafsir Al-Qurthubi (7/145), dan Ittihaaful-Jamaa'ah
(2/315-316).
[2] Tafsir Ath-Thabariy (8/103).
[3] Tafsir Asy-Syaukaniy (2/182).
[4] Shahih Al-Bukhariy, Kitaabur-Riqaaq (11/352 – bersama Al-Fath) dan
Shahih Muslim, Kitaabul-Iimaan, Baab Az-Zamani Alladzii laa Yuqbalu
fiihil-Iiman (2/194 – bersama Syarh An-Nawawiy).
[5] Shahih Al-Bukhariy, Kitaabul-Fitan (13/81-82 – bersama Al-Fath).
[6] Shahih Muslim, Baab Fii Baqiyyatin min Ahaadiitsid-Dajjaal (18/87
– bersama Syarh An-Nawawiy).
[7] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan wa Asyraathis-Saa'ah (18/27-28 –
bersama Syarh An-Nawawiy).
[8] Musnad Ahmad (11/110-111 no. 6881) tahqiq Ahmad Syaakir, dan
Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Dzikrid-Dajjaal (18/77-78 – bersama
Syarh An-Nawawiy).
[9] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Bayaaniz-Zamani Alladzii Laa
Yuqbalu fiihil-Iimaan (2/195-196 – bersama Syarh An-Nawawiy). Diriwayatkan
juga oleh Al-Bukhari secara ringkas dalam Shahih-nya, Kitaabut-Tafsiir,
Baab : Wasy-Syamsu tajrii li-mustaqarril-lahaa (8/541 – bersama Al-Fath),
dan Kitaabut-Tauhiid, Baab Wa Kaana 'Arsyuhu 'alal-Maa', Wahuwa
Rabbul-'Arsyil-'Adhiim (13/404 – bersama Al-Fath).
[10] Tafsir Al-Manaar (8/211-212) karangan Muhammad Rasyiid Ridlaa,
Cet. 2 dengan offset, Daarul-Ma'rifah, Beirut, Libanon.
[11] Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy (15/95-96), tahqiq Syu'aib
Al-Arna'uth.
[12] Syarhun-Nawawiy li-Shahih Muslim (2/197).
[13] Tafsir Ibni Katsir (5/398).
[14] Fathul-Baariy (8/542).
[15] Lihat Tahdziibut-Tahdziib (11/337).
[16] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Bayaaniz-Zamani Alladzii Laa
Yuqbalu fiihil-Iimaan (2/195 – bersama Syarh An-Nawawiy 2/195).
[17] Lihat Taisiru Musthalahil-Hadiits, hal. 83.
[18] At-Tadzkirah (hal. 706) dan Tafsir Al-Qurthubiy (7/146).
[19] Tafsir Ibni Katsir (3/371).
[20] Musnad Al-Imam Ahmad (3/133-134, no. 1671), tahqiq Ahmad Syaakir,
dan ia berkata : "Isnadnya hasan".
Ibnu Katsir berkata : Isnad ini jayyid lagi kuat" [An-Nihaayah/Al-Fitan
wal-Malaahim (1/170)].
Al-Haitsami berkata : "Rijalnya Ahmad adalah tsiqah" [Majma'uz-Zawaaid,
(5/251)].
[21] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Baab Maa Jaa-a fii
Fadllit-Taubah wal-Istighfaar (9/517-518 – bersama Tuhfatul-Ahwadziy).
At-Tirmidzi berkata : "Hadits ini hasan shahih".
Ibnu Katsir berkata : "Dishahihkan oleh An-Nasa'iy" [Tafsir Ibni Katsir
(3/369)].
[22] Lihat At-Tadzkirah oleh Al-Qurthubiy (hal. 706) dan Tafsir
Al-Alusiy (8/63).
[23] Musnad Al-Imam Ahmad (9/17-18 no. 6160), tahqiq Ahmad Syaakir. Ia
berkata : "Isnadnya hasan".
Makna yugharhir adalah ketika ruh telah sampai di kerongkongan.
Lihat An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits (3/360) dan Syarh Musnad Ahmad
(9/18).
[24] Tafsir Al-Qurthubiy (7/146-147) dan At-Tadzkirah (hal. 706).
[25] At-Tadzkirah (hal. 705-706).
[26] Tafsir Ath-Thabariy (8/103).
Ibnu Hajar berkata : "Sanadnya shahih. Dan ia adalah riwayat mauquf, namun
dihukumi marfu' [Fathul-Baariy (11/355)].
[27] Tafsir Ath-Thabariy (8/101).
Ibnu Hajar berkata : "Sanadnya jayyid" [Fathul-Bariy (11/355)].
[28] Shahih Muslim, Kitaabut-Taubah, Bab Qabuulit-Taubah mindz-Dzunuub
wa in Takarraradz-Dzunuub wat-Taubah (17/79 – bersama Syarh An-Nawawiy).
[29] Fathul-Bariy (11/354-355).
[30] Fathul-Bariy (11/354).
[31] Fathul-Bariy (13/88). Al-Haafidh menyebutkan bahwasannya hadits
tersebut diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dan Al-Haakim, namun ketika saya
(Yusuf Al-Wabil) mencari dalam Al-Mustadrak tidak menemukannya.
Terbitnya Matahari dari Arah Barat – Salah Satu Tanda Hari Kiamat Besar

Terbitnya matahari dari arah barat termasuk salah satu tanda hari kiamat
besar yang telah tetap berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Beberapa Dalil yang Menjadi Dasar Terjadinya Peristiwa Tersebut

1. Dalil dari Al-Qur'an
Allah ta'ala berfirman :
"Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi
iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya" [QS. Al-An'am :
158].

Beberapa hadits shahih menunjukkan bahwasannya yang dimaksudkan dengan
'sebagian tanda-tanda (ayat)' yang disebutkan dalam ayat di atas adalah
terbitnya matahari dari arah barat. Hal itu merupakan perkataan kebanyakan
mufassiriin (ahli tafsir).[1]

Telah berkata Ath-Thabariy – setelah menyebutkan perkataan mufassiriin
tentang ayat ini - :
"Perkataan yang lebih mendekati kebenaran tentang perkara itu adalah apa
yang datang dengannya khabar dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa
sallam, bahwasannya beliau bersabda : 'Hal itu terjadi ketika matahari
terbit dari arah barat".[2]

Asy-Syaukaniy berkata :
"Apabila telah tetap akan marfu'-nya tafsir nabawiy ini dari jalan yang
shahih tanpa ada cacat di dalamnya, maka wajib untuk mendahulukan dan
mengambil/menerimanya".[3]

2. Dalil dari As-Sunnah Ash-Shahiihah
Hadits-hadits yang menunjukkan terbitnya matahari dari arah barat sangat
banyak, diantaranya :

a. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu
'anhu bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga matahari terbit dari arah barat.
Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan manusia melihatnya, maka
berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah bermanfaat keimanan
seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan
kebaikan di masa imannya".[4]

b. Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu
bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga berperang dua kelompok besar kaum
manusia….. (yang kemudian di dalamnya disebutkan : ) hingga terbitnya
matahari dari arah barat. Apabila ia telah terbit (dari arah barat) dan
manusia melihatnya, maka berimanlah mereka semua. Pada hari itu tidaklah
bermanfaat keimanan seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau
belum mengusahakan kebaikan di masa imannya". [5]

c. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu,
bahwasannya Rasulullah shallalaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
"Bersegeralah melakukan amal-amal ketaatan sebelum datangnya enam perkara
: terbitnya matahari dari arah barat".[6]

d. Muslim meriwayatkan dari Hudzafah bin Usaid radliyallaahu 'anhu,
bahwasannya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda :
"Tidaklah tegak hari kiamat hingga kalian melihat sepuluh tanda-tanda
sebelumnya, yaitu : Ad-Dajjaal, kabut (ad-dukhaan), ad-daabbah, terbitnya
matahari dari arah barat, turunnya 'Isa bin Maryam shallallaahu 'alaihi wa
sallam….".[7]

e. Al-Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr
radliyallaahu 'anhuma, ia berkata :
"Aku menghapal dari Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam sebuah
hadits yang aku tidak lupa setelahnya. Aku pernah mendengar Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Sesungguhnya tanda-tanda (besar
hari kiamat) pertama yang akan muncul adalah terbitnya matahari dari arah
barat".[8]

f. Dari Abu Dzarr radliyallaahu 'anhu : Bahwasannya Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda pada suatu hari :
"Apakah kalian mengetahui kemana perginya matahari ?". Mereka (para
shahabat) menjawab : "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui". Beliau
melanjutkan : "Sesungguhnya matahari terus berjalan hingga berhenti di
tempat menetapnya di bawah 'Arsy, lalu tunduk bersujud (kepada Allah).
Maka terus-menerus ia melakukan hal itu hingga dikatakan kepadanya :
'Bangkitlah, dan kembalilah dari tempat kamu datang (yaitu arah timur)'.
Maka ia pun kembali, dan muncul dari tempat terbitnya. Kemudian ia
berjalan hingga berhenti di tempat menetapnya di bawah 'Arsy, lalu tunduk
bersujud (kepada Allah). Maka terus-menerus ia melakukan hal itu hingga
dikatakan kepadanya : 'Bangkitlah, dan kembalilah dari tempat kamu datang
(yaitu arah timur)'. Maka ia pun kembali, dan muncul dari tempat
terbitnya. Kemudian ia berjalan dimana manusia tidak mengingkarinya
sedikitpun. Hingga ia berhenti di tempat menetapnya di bawah 'Arsy.
Dikatakan kepadanya : 'Bangunlah, dan terbitlah dari arah tenggelammu
(arah barat)'. Maka ia pun muncul dari tempat tenggelamnya". Kemudian
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bertanya : "Apakah kalian
mengetahui kapan hal itu terjadi ? Hal itu terjadi ketika keimanan
seseorang yang tidak beriman sebelum hari itu atau belum mengusahakan
kebaikan di masa imannya".[9]

Telah berkata Abu Sulaiman Al-Khaththaabiy ketika mengomentari sabda
beliau : "di tempat menetapnya di bawah 'Arsy" :
"Kami tidak mengingkari bahwasannya matahari mempunyai tempat menetap di
bawah 'Arsy, yang tidak kita temui dan saksikan. Beliau hanya
mengkhabarkan kepada kita perkara ghaib. Kita tidak mendustakannya dan
tidak pula menanyakan bagaimana, karena ilmu kita tidak dapat
menggapainya".

Kemudian Al-Khaththabiy berkata juga mengenai sujudnya matahari di bawah
'Arsy :
"Dalam riwayat ini, beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam memberitahukan
sujudnya matahari di bawah 'Arsy; maka hal ini tidak mustahil ketika dalam
perjalanannya itu berada di tempat yang lurus dengan 'Arsy, dan
melaksanakan apa yang diciptakan untuknya. Adapun firman Allah 'azza wa
jalla : "Hinga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia
melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam" (QS.
Al-Kahfi : 86). Maka ini hanyalah batas terakhir kemampuan pandangan mata
terhadapnya pada waktu tenggelam. Sedangkan keberadaannya di bawah 'Arsy
untuk bersujud setelah ia terbenam".[11]

An-Nawawiy berkata :
"Adapun sujudnya matahari adalah menurut pengetahuan yang diciptakan Allah
untuknya".[12]

Ibnu Katsir berkata :
"Segala sesuatu sujud untuk mengagungkan Allah dalam keadaan taat dan
benci/terpaksa. Dan sujudnya segala sesuatu termasuk satu kekhususan".[13]


Tidak Diterimanya Iman dan Taubat Setelah Matahari Terbit dari Arah Barat

Apabila matahari terbit dari arah barat, maka saat itu tidak diterima
keimanan seseorang yang belum beriman sebelumnya, sebagaimana juga tidak
diterima taubatnya orang-orang yang berbuat maksiat. Hal itu dikarenakan
terbitnya matahari dari arah barat merupakan satu tanda (hari kiamat) yang
sangat besar, yang dapat dilihat oleh seluruh manusia di waktu itu. Maka
tersingkaplah semua hakekat bagi mereka, dan mereka menyaksikan berbagai
hal mengerikan yang menjadikan leher mereka tunduk membenarkan ayat-ayat
Allah. Hukum mereka pada waktu itu adalah seperti hukum orang yang
tertimpa adzab Allah ta'ala, sebagaimana firman-Nya 'azza wa jalla :

"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: "Kami beriman
hanya kepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah
kami persekutukan dengan Allah. Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka
tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sunah Allah yang telah
berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang
kafir" [QS. Al-Mukmin : 84-85].

Telah berkata Al-Qurthubi :
"Para ulama berkata : Keimanan seseorang tidaklah bermanfaat ketika
matahari telah terbit dari arah barat (bagi orang yang belum beriman
sebelumnya), karena pada satu itu perasaan takut menghunjam sangat dalam
pada hati sehingga mematikan segala syahwat jiwa, serta seluruh kekuataan
tubuh menjadi lemah. Seluruh manusia saat itu menjadi – karena yakin
kiamat telah dekat – seperti keadaan orang yang datang kematian
(sakaratul-maut) padanya dalam hal terputusnya segala ajakan untuk berbuat
maksiat dan sia-sianya apa yang ada pada tubuh/diri mereka. Barangsiapa
yang bertaubat dalam keadaan seperti ini (ketika matahari terbit dari arah
barat), maka tidak diterima taubatnya sebagaimana tidak diterimanya taubat
orang yang sakaratul-maut".[18]

Ibnu Katsir berkata :
"Apabila orang kafir baru mulai beriman pada hari itu, maka tidak
diterima. Adapun orang-orang yang telah beriman sebelumnya, apabila ia
melakukan amal shalih, maka ia berada dalam kebaikan yang sangat besar.
Adapun jika ia seorang yang senang bergelimang dengan kemaksiatan, dan
baru bertaubat setelah itu; maka taubatnya tidak diterima".[19]

Dan inilah penjelasan yang datang dari Al-Qur'an Al-Kariim dan
hadits-hadits yang shahih. Allah ta'ala berfirman :
"Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi
iman seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya" [QS. Al-An'am :
158].

Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Hijrah tidak terputus selama taubat masih diterima. Dan taubat akan
senantiasa diterima hingga terbitnya matahari dari arah barat. Apabila
telah terbit (dari arah barat), ditutuplah setiap hati dengan apa yang ada
di dalamnya, dan cukuplah manusia amal (yang telah dilakukannya)".[20]

Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :
"Sesungguhnya Allah 'azza wa jalla menjadikan arah barat sebagai satu
pintu yang luasnya seperti perjalanan tujuh puluh tahun untuk bertaubat.
Ia tidak akan tertutup hingga matahari terbit dari arahnya. Dan itulah
makna firman Allah tabaaraka wa ta'ala : 'Pada hari datangnya sebagian
tanda-tanda Tuhanmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya
sendiri yang belum beriman".[21]

Sebagian ulama[22] berpendapat bahwa yang tidak diterima taubatnya adalah
orang-orang kafir yang hidup pada saat matahari terbit dari arah barat.
Adapun ketika jaman telah berganti, dan lalailah/lupalah manusia akan hal
itu, maka iman orang yang kafir dan taubat orang yang berbuat maksiat
diterima.

Al-Qurthubi menjelaskan :
"Telah bersabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam : 'Sesungguhnya
Allah akan menerima taubat seorang hamba selama nyawa ada di
kerongkongannya".[23] Yaitu pada waktu yang sangat menentukan ketika
seseorang melihat tempat yang kelak akan dihuninya yang berupa surga atau
neraka. Maka orang yang menyaksikan terbitnya matahari dari barat adalah
seperti orang yang sedang menghadapi sakaratul-maut. Karena itu taubat
orang yang menyaksikan matahari terbit dari barat atau orang yang
keadaannya seperti itu adalah tertolak, kalau toh ia masih hidup. Karena
pengetahuan akan Allah, Nabi-Nya, janji, serta ancaman-Nya pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tidak dapat ditawar lagi. Tetapi apabila hari-hari
kehidupan masih terus berlangsung hingga manusia melupakan peristiwa besar
itu dan sudah tidak membicarakan lagi melainkan hanya sedikit saja, dan
berita mengenai masalah ini sudah menjadi berita khusus, tidak menjadi
bahasan umum; maka pada waktu itu orang yang masuk Islam atau bertaubat
masih diterima".[24]

Hal itu dikuatkan lagi dengan riwayat :
"Sesungguhnya matahari dan bulan akan bersinar lagi setelah itu, dan
kemudian terbit dan terbenam pada manusia seperti biasanya".

Dan diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr, dari Nabi shallallaahu 'alaihi
wa sallam :
"Manusia tinggal di bumi setelah terbitnya matahari dari arah barat selama
120 tahun".


Jawaban dari beberapa hal tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Sesungguhnya nash-nash menunjukkan bahwa taubat itu tidak diterima lagi
setelah terbitnya matahari dari arah barat. Orang-orang kafir yang baru
berikrar masuk Islam setelah itu juga tidak diterima ikrarnya. Nash-nash
tersebut juga tidak membedakan antara orang yang menyaksikan tanda-tanda
hari kiamat (terbitnya matahari dari barat) dan yang tidak menyaksikannya.


Pendapat ini diperkuat dengan dengan riwayat Ath-Thabariy dari 'Aisyah
radliyallaahu 'anhaa, ia berkata :
"Apabila telah keluar tanda-tanda hari kiamat yang pertama, maka pena-pena
(pencatat amal) dilemparkan, para (malaikat) penjaga ditahan, dan jasad
manusia dijadikan saksi atas segala amalnya".[26]

Dan yang dimaksud dengan tanda-tanda (hari kiamat) yang pertama di sini
adalah terbitnya matahari dari arah barat. Adapun tanda-tanda yang muncul
sebelum terbitnya matahari dari arah barat, maka hadits-hadits menunjukkan
masih diterimanya taubat dan ikrar keislaman pada waktu itu.

Ibnu Jarir Ath-Thabariy juga meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud
radliyallaahu 'anhu, ia berkata :
"Taubat itu masih dibentangkan selama matahari belum terbit dari arah
barat".[27]

Al-Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Musa radliyallaahu 'anhu, ia berkata
: Telah bersabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
"Sesungguhnya Allah membentangkan tangan-Nya di waktu malam untuk
mengampuni orang-orang yang bersalah di waktu siang, dan membentangkan
tangan-Nya di waktu siang untuk mengampuni orang-orang yang bersalah di
waktu malam; hingga terbitnya matahari dari arah barat".[28]

Menurut hadits tersebut Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
menetapkan batas akhir diterimanya taubat itu adalah ketika matahari
terbit dari arah barat.

Ibnu Hajar menyebutkan banyak atsar dan hadits yang menunjukkan terus
ditutupnya pintu taubat (setelah terbitnya matahari dari arah barat)
hingga hari kiamat, yang kemudian berkata :
"Atsar-atsar ini saling menguatkan satu dengan yang lainnya yang secara
kesepakatan menyatakan bahwa matahari apabila telah terbit dari arah
barat, maka tertutup pintu taubat dan tidak akan terbuka setelah itu. Hal
itu tidak dikhususkan dengan hanya pada hari terbitnya saja, melainkan
terus berlanjut hingga hari kiamat".[29]

Adapun pendalilan Al-Qurthubiy dapat dijawab sebagai berikut :

Tentang hadits 'Abdullah bin 'Amr, Al-Haafidh Ibnu Hajar berkata : "Tidak
tsabit riwayat ini secara marfu'".

Sedangkan hadits 'Imraan bin Hushain, tidak ada asalnya (laa ashla
lahu).[30]

Hadits : "Sesungguhnya matahari dan bulan akan bersinar lagi…" ; maka
Al-Qurthubiy tidak menyebutkan sanadnya. Kalaupun toh dianggap shahih,
maka kembalinya matahari dan bulan seperti semua tidak menunjukkan bahwa
pintu taubat dibuka kembali untuk kali yang lain.

Al-Haafidh menyebutkan bahwa ia tetap berpegang pada nash yang jelas dalam
perbedaan pendapat ini, yaitu hadits 'Abdullah bin 'Amr yang menyebutkan
terbitnya matahari dari barat, yang di dalamnya terdapat ucapan Nabi
shallallaahu 'alaihi wa sallam :

"Maka sejak hari itu hingga hari kiamat : 'tidaklah bermanfaat lagi iman
seseorang bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu'".[31]

[Ditulis oleh Abul-Jauzaa' dari Asyraatus-Saa'ah karya Yusuf bin 'Abdillah
Al-Wabiil, MA, hal. 391-402]

--------------------------------------------------------------------------------
[1] Lihat Tafsir Ath-Thabariy (8/96-102), Tafsir Ibni Katsir
(3/366-371), Tafsir Al-Qurthubi (7/145), dan Ittihaaful-Jamaa'ah
(2/315-316).
[2] Tafsir Ath-Thabariy (8/103).
[3] Tafsir Asy-Syaukaniy (2/182).
[4] Shahih Al-Bukhariy, Kitaabur-Riqaaq (11/352 – bersama Al-Fath) dan
Shahih Muslim, Kitaabul-Iimaan, Baab Az-Zamani Alladzii laa Yuqbalu
fiihil-Iiman (2/194 – bersama Syarh An-Nawawiy).
[5] Shahih Al-Bukhariy, Kitaabul-Fitan (13/81-82 – bersama Al-Fath).
[6] Shahih Muslim, Baab Fii Baqiyyatin min Ahaadiitsid-Dajjaal (18/87
– bersama Syarh An-Nawawiy).
[7] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan wa Asyraathis-Saa'ah (18/27-28 –
bersama Syarh An-Nawawiy).
[8] Musnad Ahmad (11/110-111 no. 6881) tahqiq Ahmad Syaakir, dan
Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Dzikrid-Dajjaal (18/77-78 – bersama
Syarh An-Nawawiy).
[9] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Bayaaniz-Zamani Alladzii Laa
Yuqbalu fiihil-Iimaan (2/195-196 – bersama Syarh An-Nawawiy). Diriwayatkan
juga oleh Al-Bukhari secara ringkas dalam Shahih-nya, Kitaabut-Tafsiir,
Baab : Wasy-Syamsu tajrii li-mustaqarril-lahaa (8/541 – bersama Al-Fath),
dan Kitaabut-Tauhiid, Baab Wa Kaana 'Arsyuhu 'alal-Maa', Wahuwa
Rabbul-'Arsyil-'Adhiim (13/404 – bersama Al-Fath).
[10] Tafsir Al-Manaar (8/211-212) karangan Muhammad Rasyiid Ridlaa,
Cet. 2 dengan offset, Daarul-Ma'rifah, Beirut, Libanon.
[11] Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghawiy (15/95-96), tahqiq Syu'aib
Al-Arna'uth.
[12] Syarhun-Nawawiy li-Shahih Muslim (2/197).
[13] Tafsir Ibni Katsir (5/398).
[14] Fathul-Baariy (8/542).
[15] Lihat Tahdziibut-Tahdziib (11/337).
[16] Shahih Muslim, Kitaabul-Fitan, Baab Bayaaniz-Zamani Alladzii Laa
Yuqbalu fiihil-Iimaan (2/195 – bersama Syarh An-Nawawiy 2/195).
[17] Lihat Taisiru Musthalahil-Hadiits, hal. 83.
[18] At-Tadzkirah (hal. 706) dan Tafsir Al-Qurthubiy (7/146).
[19] Tafsir Ibni Katsir (3/371).
[20] Musnad Al-Imam Ahmad (3/133-134, no. 1671), tahqiq Ahmad Syaakir,
dan ia berkata : "Isnadnya hasan".
Ibnu Katsir berkata : Isnad ini jayyid lagi kuat" [An-Nihaayah/Al-Fitan
wal-Malaahim (1/170)].
Al-Haitsami berkata : "Rijalnya Ahmad adalah tsiqah" [Majma'uz-Zawaaid,
(5/251)].
[21] Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Baab Maa Jaa-a fii
Fadllit-Taubah wal-Istighfaar (9/517-518 – bersama Tuhfatul-Ahwadziy).
At-Tirmidzi berkata : "Hadits ini hasan shahih".
Ibnu Katsir berkata : "Dishahihkan oleh An-Nasa'iy" [Tafsir Ibni Katsir
(3/369)].
[22] Lihat At-Tadzkirah oleh Al-Qurthubiy (hal. 706) dan Tafsir
Al-Alusiy (8/63).
[23] Musnad Al-Imam Ahmad (9/17-18 no. 6160), tahqiq Ahmad Syaakir. Ia
berkata : "Isnadnya hasan".
Makna yugharhir adalah ketika ruh telah sampai di kerongkongan.
Lihat An-Nihaayah fii Ghariibil-Hadiits (3/360) dan Syarh Musnad Ahmad
(9/18).
[24] Tafsir Al-Qurthubiy (7/146-147) dan At-Tadzkirah (hal. 706).
[25] At-Tadzkirah (hal. 705-706).
[26] Tafsir Ath-Thabariy (8/103).
Ibnu Hajar berkata : "Sanadnya shahih. Dan ia adalah riwayat mauquf, namun
dihukumi marfu' [Fathul-Baariy (11/355)].
[27] Tafsir Ath-Thabariy (8/101).
Ibnu Hajar berkata : "Sanadnya jayyid" [Fathul-Bariy (11/355)].
[28] Shahih Muslim, Kitaabut-Taubah, Bab Qabuulit-Taubah mindz-Dzunuub
wa in Takarraradz-Dzunuub wat-Taubah (17/79 – bersama Syarh An-Nawawiy).
[29] Fathul-Bariy (11/354-355).
[30] Fathul-Bariy (11/354).
[31] Fathul-Bariy (13/88). Al-Haafidh menyebutkan bahwasannya hadits
tersebut diriwayatkan oleh Ath-Thabaraniy dan Al-Haakim, namun ketika saya
(Yusuf Al-Wabil) mencari dalam Al-Mustadrak tidak menemukannya.

______________________________________________________________________
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email
______________________________________________________________________


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
mailto:daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
mailto:daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: