Rabu, 27 Mei 2009

[daarut-tauhiid] PEMBELI ADALAH RAJA ? (Seri Kelembutan Hati)



PEMBELI ADALAH RAJA... ?
 
 
Jakarta, 26 Mei 2009
 
    Beberapa minggu yang
lalu saya mengadakan perjalanan ke luar kota untuk mengunjungi orang tua
- bersilahturahmi sekaligus mengurus sesuatu hal. Seperti biasa, saya
selalu melakukan perjalanan tersebut di malam hari dengan tujuan tiba di sana
pagi hari. Begitu sampai di terminal bus antar kota Kampung Rambutan - beberapa
orang pria (orang-orang biasa menyebutnya calo) menghampiri saya untuk
menanyakan tujuan keberangkatan saya menuju kota mana ? Dengan tegas saya
menjawab, "ke Tasik pake ****man". Hal itu saya rasakan sangat efektif untuk
"mengusir" mereka. Pernah beberapa waktu yang lalu, karena saya tidak bisa
menjawab dengan pasti pertanyaan mereka - saya terus dibuntuti dan rasanya risih
sekali. Benar saja, ketika saya sedang menunggu bis sempat saya memperhatikan
seorang ibu yang ditemani seorang remaja putri setengah berteriak pada seorang
pria agar melepaskan genggaman pada tas seorang ibu yang bersamanya.
Sementara beberapa orang pria masih mengerumuninya sambil setengah berlari
mengimbangi Ibu tersebut menghindar dari mereka.
 
    "Ini apa sih, jangan
main tarik-tarik aja dong", ucap ibu tersebut setengah berteriak sambil menarik
kembali tasnya. "Saya cuma mau bawain bawaan ibu ke bis", kata seorang pria
membela diri sambil melepas pegangannya ke tas tersebut. "Ntar dulu dong mas kan
kita belom nentuin naik bis apa", kata remaja putri membela (kemungkinan
besar) ibunya. "Mba, naik bis itu aja pake AC langsung berangkat masuk tol ga
berenti-berenti", ujar pria lain sambil menunjuk salah satu bis yang dimaksud.
"Ga ah kalo ga berenti-berenti nabrak dong mas", remaja itu menjawab dengan
ketus. "Ah si mba becanda, maksudnya ga naikin penumpang lagi soalnya dah
penuh", kata calo tersebut sambil senyam senyum sementara tangannya menekan bahu
remaja putri tersebut dengan maksud mengarahkan ke bis yang dia maksud.
"Eh...ntar dulu atuh mas jangan maksa",ujar ibunya sambil menepis dorongan calo
tersebut di bahu putrinya. "Neng...urang duduk heula (nak kita duduk dulu)",
ucap ibunya. Akhirnya mereka memutuskan untuk duduk di tempat tunggu sambil
memperhatikan bis yang ada agar bisa memilih salah satu bis yang akan
mengantar mereka ke tempat tujuan. Melihat keadaan itu, satu persatu para
pria calo tersebut meninggalkan mereka meski masih ada satu atau dua orang yang
berusaha mempengaruhi ibu tersebut dan putrinya.
 
    Saya tau persis maksud
mereka adalah agar Ibu dan remaja putri tersebut menaiki bus mereka dan melihat
banyaknya pilihan yang bisa dipilih oleh Ibu tersebut, maka para pria (calo)
tersebut menjadi sangat agresif bahkan sampai-sampai tidak mengindahkan lagi hak
pilih dan kenyamanan kita sebagai pengguna jasa mereka.
 
    Bus saya tiba dan saya
bergegas menaiki tangganya tersebut dan alhamdulillah mendapatkan tempat duduk
paling depan setelah supir bus. Memang sebelumnya saya dapat tempat duduk baris
ke tiga sebelah kiri supir, namun karena ada permintaan sepasang orang tua agar
mereka bisa berdekatan - akhirnya saya pindah ke depan yang merupakan
tempat favorite saya jika melakukan perjalanan jauh. Samping saya seorang
pria berumur sekitar 40-50 tahunan dan di seberang saya duduk seorang pria usia
berkisar 30-40 tahunan beserta putrinya berusia sekitar 10 tahunan. Sejauh itu
alhamdulillah lancar-lancar saja sampai kami akhirnya berangkat, namun tidak
lama setelah itu ada suatu pemandangan yang membuat saya "geleng-geleng"
melihatnya. Pria  yang duduk tepat di seberang saya duduk tertidur dengan
menjulurkan kakinya ke atas sebuah bangun yang terbuat dari serat fiber biasa
digunakan untuk tempat menaruh minuman. Bidang itu tepat sebelah pintu
masuk dari depan pada bus tersebut dimana pada bagian bawah bidang
tersebut terdapat tempat duduk lipat yang diperuntukan untuk kenek bus. Inilah
yang membuat saya tak habis pikir - sebab tepat di bawah kaki pria tersebut
(meskipun tanpa alas kaki) terdapat kepala sang kenek ditambah lagi putrinya
yang tidur di sebelahnya ikut pula menjulurkan kaki tepat menumpuk di
atas kaki pria tersebut. Saya yakin kenek tersebut bukan tidak tahu akan
hal ini karena kalau saja kenek itu berdiri maka akan hampir menyentuh
tumit kaki pria itu. Mungkin kenek itu menerapkan aturan "pembeli adalah raja"
sehingga dia membiarkan hal itu terjadi.
 
    Hal yang hampir serupa
ini juga pernah saya lihat di salah satu tempat makan di salah satu Mal/pusat
perbelanjaan. Para pelayan kedai makanan dengan membawa daftar menu, brosur atau
apalah namanya - memburu dan mengikuti sambil menyodorkan menu masakan/makanan
dari kedainya. Bahkan ada yang berani sampai-sampai menentukan makanan apa yang
harus kita pilih tanpa kita sempat berfikir dan memilih. "Ya udah pak
sama-in aja buat yang lainnya ya..?" begitu kata mereka. Belum lagi rasa tidak
nyaman yang mereka ciptakan karena tiap-tiap penjaja menu tersebut berbicara
menawarkan menunya secara bersamaan. Membuat gaduh tidak jelas karena suara
mereka saling tumpang tindih. Makin keras seseorang berbicara, itu memicu yang
lain untuk makin keras juga suaranya. Makin agresif seseorang menjajakan menu
makanan dari kedainya, maka yang lainpun terprovokasi untuk melakukan hal yang
sama atau bahkan lebih agresif lagi. Saya pernah melihat sampai ada penjaja menu
tersebut yang hampir terjatuh karena terdorong secara tidak sengaja oleh penjaja
yang lain.
 
    Kalo
sudah seperti ini, "Sang Raja" pun akan bingung dan biasanya calon pembeli
tersebut akan duduk diam sampai mereka merasa kondusif untuk memilih;
atau berkata "satu satu dong" atau pergi meninggalkan tempat itu. Kalo saya
pribadi lebih baik memilih datang ke kedainya untuk memesan makanan + minuman
baru mancari tempat duduk untuk menunggu pesanan datang. Memang sih yang
harusnya kita tinggal duduk, pesan, makanan diantar ke meja dan menyantap -
jadi untuk yang ini kita harus rela berkeliling mendatangi kedainya untuk
memesan.
 
    Di
sisi lainnya para penikmat masakan kadang meninggalkan bekas makanannya
dengan sangat "menjijikan". Kotoran sisi makanan berserakan di atas meja sampai
ke kursi dan pastinya lantai dimana meja mereka berada. Belum lagi tumpahan
kuah masakan di meja, tumpahan minuman dan sampah tisue ikut
menciptakan kekumuhan bekas yang lalu ditinggalkannya begitu saja. Meski
memang itu kewajiban mereka untuk membersihkan - namun terkadang kita dinilai
dari bagaimana kita berbuat.
 
    Sudah saling tumapang
tindihkah peran yang kita mainkan atau sudah terlalu menghayati peran tersebut
hingga menggangu bahkan menyusahkan orang lain...?
 
"Semulia-mulia manusia ialah
siapa yang mempunyai adab, merendahkan diri ketika berkedudukan tinggi,
memaafkan ketika berdaya membalas dan bersikap adil ketika kuat" -
Khalifah Abdul Malik bin Marwan

 
 
 
 
 
-----------------------------------

Kampanye mengembalikan Kelembutan Hati atas
sesama kita
 

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: