Senin, 25 Mei 2009

[daarut-tauhiid] Permisalan Ilmu dengan Hujan (Ghoits)



Permisalan Ilmu dengan Hujan (Ghoits)

disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu 'ala Rosulillah wa 'ala alihi wa
shohbihi ajma'in.

Dari Abu Musa, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai
ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang
baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan
rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah
yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka
dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang,
sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia
dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi
tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi'an (tanah yang
tidak bisa menampung dan menyerap air). Inilah permisalan orang yang
memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku
untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada
orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap
wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk
membawanya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab "Orang yang
berilmu dan mengajarkan ilmu". An Nawawi membawakan hadits ini dalam
Shahih Muslim pada Bab "Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengannya".

Ilmu dan Petunjuk Dimisalkan dengan Ghoits (Hujan)
Ilmu yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah ilmu syar'i (ilmu agama).
Ilmu tersebut dimisalkan dengan ghoits yaitu hujan yang bermanfaat, tidak
rintik dan tidak pula terlalu deras. Ghoits dalam Al Qur'an dan As Sunnah
sering digunakan untuk hujan yang bermanfaat berbeda dengan al maa' dan al
mathr yang sama-sama bermakna hujan. Adapun al mathr, kebanyakan digunakan
untuk hujan yang turun dari langit, namun untuk hujan yang mendatangkan
bahaya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta'ala,

"Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang
menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu." (QS. Asy Syu'ara:
173)

Sedangkan mengenai ghoits, Allah Ta'ala berfirman,

"Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia diberi hujan
(dengan cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur." (QS. Yusuf: 49) (
Asbaabu Ats Tsabat 'ala Tholabul 'Ilmi, 1/2)

Ilmu, Sebab Hidupnya Hati
Ibnul Qoyyim –rahimahullah- mengatakan,
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakan ilmu (wahyu) yang beliau
bawa dengan hujan karena ilmu dan hujan adalah sebab adanya kehidupan.
Hujan adalah sebab hidupnya jasad. Sedangkan Ilmu adalah sebab hidupnya
hati. Hati sendiri dimisalkan dengan lembah. Sebagaimana hal ini terdapat
pada firman Allah Ta'ala,

"Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di
lembah-lembah menurut ukurannya." (QS. Ar Ro'du: 17)." (Zaadul Muhajir,
hal. 37)

Berbagai Macam Tanah
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan ada
tiga jenis tanah.
Tanah pertama adalah tanah yang baik yang dapat menyerap air sehingga
tumbuhlah tanaman dan rerumputan.
Tanah kedua adalah tanah yang disebut ajadib. Tanah ini hanya bisa
menampung air sehingga dapat dimanfaatkan orang lain (untuk minum, memberi
minum pada hewan ternak dan dapat mengairi tanah pertanian), namun tanah
ajadib ini tidak bisa menyerap air.
Kemudian tanah jenis terakhir adalah tanah yang disebut qii'an. Tanah ini
tidak bisa menampung dan menyerap air. Sehingga tanah ini tidak bisa
menumbuhkan tanaman. (Lihat Syarh Muslim, 15/46-47 dan Muro'atul Mafaatih,
1/247-248)

Manusia Bertingkat-Tingkat dalam Mengambil Faedah Ilmu
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan,
"Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi
petunjuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang
bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada
tiga macam, begitu pula manusia.

Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah
tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan
tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan
ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.
Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia
pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun
mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain.
Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi
yang lainnya.

Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya
sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga
dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat
mengambil manfaat darinya.
Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan
tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus
dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam
ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan.
Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga
yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya; dia
datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari
manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat
darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di
atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula
menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain.
Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak
hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar,
ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu
tersebut agar bermanfaat bagi orang lain." (Syarh Muslim, 15/47-48)
Qurtubhi dan selainnya –rahimahumullah- mengatakan,

"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil permisalan terhadap ajaran
agama yang beliau bawa dengan al ghoits yang turun ketika sangat
dibutuhkan (ketika tanah dalam keadaan tandus, pen). Begitu pula keadaan
manusia sebelum diutusnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana
tanah dapat menghidupkan daerah yang tandus, begitu pula dengan ilmu agama
(ilmu syar'i) dapat menghidupkan hati yang mati. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menyerupakan orang yang mendengar wahyu dengan berbagai
macam tanah yang mendapat air hujan.
Di antara manusia ada yang berilmu, gemar mengamalkam ilmunya dan
mengajarkan ilmunya. Orang seperti ini sebagaimana halnya tanah yang subur
yang dia bisa memanfaatkan untuk dirinya yaitu untuk minum dan yang
lainnya juga bisa memanfaatkannya. Juga ada sebagian manusia lainnya yang
mengumpulkan banyak ilmu di masanya, namun dia jarang melakukan amalan
nafilah (sunnah) atau juga tidak memahami secara mendalam ilmu yang dia
miliki, akan tetapi dia mengajarkan ilmu yang dia kumpulkan tersebut pada
yang lainnya. Orang kedua ini seperti tanah yang dapat menampung air, lalu
dapat dimanfaatkan oleh manusia. Orang semacam ini termasuk dalam sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Semoga Allah membaguskan seseorang
yang mendengar sabdaku, kemudian dia menyampaikannya sebagaimana dia
mendengarnya". Ada pula orang jenis lain yang mendengar ilmu, namun dia
tidak menghafalkannya, tidak mengamalkannya dan tidak pula menyampaikannya
kepada orang lain. Inilah orang yang dimisalkan dengan tanah tandus yang
tidak bisa menampung atau seringkali membahayakan lainnya.Hadits ini
adalah permisalan untuk dua kelompok yang dipuji karena keduanya memiliki
kesamaan (yaitu memberi manfaat bagi orang lain, pen). Sedangkan kelompok
ketiga adalah kelompok yang tercela yang tidak dapat mendatangkan manfaat.
Wallahu a'lam." (Fathul Bari, 1/177)

Siapakah Manusia yang Disebutkan dalam Hadits Ini?

Manusia jenis pertama adalah penerus para Rasul 'alaihimush sholaatu wa
salaam. Mereka inilah yang menegakkan agama ini dengan ilmu, 'amal dan
dakwah (mengajak kepada ajaran Allah dan Rasul-Nya). Merekalah pengikut
para nabi yang sebenarnya. Mereka inilah yang diibaratkan dengan tanah
yang baik, hatinya senantiasa bersih. Tanah seperti ini dapat menumbuhkan
tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Dia dapat memperoleh manfaat, begitu
juga manusia dapat memperoleh manfaat darinya.
Orang-orang seperti inilah yang menggabungkan ilmu dalam agama dan
kekuatan dalam berdakwah. Merekalah yang disebut pewaris para Nabi
sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah Ta'ala,

"Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai
perbuatan-perbuatan yang besar dan al basho-ir." (QS. Shaad: 45).

Yang dimaksud al basho-ir adalah mengetahui kebenaran. Dan dengan
kekuatan, ilmu tersebut dapat disampaikan dan didakwahkan pada yang
lainnya.
Manusia jenis pertama ini memiliki kekuatan hafalan, pemahaman yang bagus
dalam masalah agama, dan memiliki kemampuan dalam tafsir. Kemampuan inilah
yang membuat tumbuh banyak rerumputan di tanah tersebut. Sehingga hal ini
yang membuat mereka lebih utama dari manusia jenis kedua.

Manusia jenis kedua adalah hufaazh (para penghafal hadits) dan dia
menyampaikan apa yang didengar. Kemudian orang lain mendatangi manusia
jenis ini dan mereka mengambil faedah darinya. Mereka termasuk dalam sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,

"Semoga Allah memberi nikmat kepada orang yang mendengar sabdaku, kemudian
dia menghafalkannya dan menyampaikannya pada yang lain. Betapa banyak
orang yang menyampaikan hadits, namun dia tidak memahaminya. Terkadang
pula orang yang menyampaikan hadits menyampaikan kepada orang yang lebih
paham darinya." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Ath Thobroni. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Manusia jenis kedua ini termasuk kalangan yang menghafal hadits, namun
mereka kurang dalam mengambil faedah darinya. Bahkan orang lain yang
mengambil ilmu dari mereka kadang lebih paham.

Siapakah contoh dari kedua jenis manusia di atas?
Cobalah kita bandingkan berapa banyak hafalan Abu Hurairah dengan Ibnu
Abbas? Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits
dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau menyampaikan hadits-hadits
tersebut sebagaimana yang dia dengar. Beliau terus belajar siang dan
malam. Jika dibandingkan dengan Ibnu 'Abbas, hadits yang diriwayatkan oleh
Ibnu 'Abbas tidaklah lebih dari 20 hadits. Namun lihatlah keluasan ilmu
yang Ibnu 'Abbas miliki dalam masalah tafsir dan menggali faedah-faedah
ilmu, sungguh sangat luas dan mendalam sekali.
Setelah Abu Hurairah dan Ibnu Abbas, para ulama juga terbagi menjadi dua.
Kelompok pertama adalah hufaazh (yang banyak meriwayatkan hadits).
Kelompok kedua adalah yang banyak menggali faedah, hukum dan memiliki
pemahaman mendalam terhadap hadits.
Yang termasuk kelompok pertama adalah Abu Zur'ah, Abu Hatim, Bundar,
Muhammad bin Basyar, 'Amr An Naqid, 'Abdur Rozaq, Muhammad bin Ja'far,
Sa'id bin Abi 'Arubah. Mereka inilah yang banyak meriwayatkan hadits,
namun sedikit dalam menggali faedah dan hukum dari hadits yang mereka
bawa.
Kelompok kedua adalah seperti Imam Malik, Imam Syafi'i, Al Awza'iy, Ishaq,
Imam Ahmad bin Hambal, Al Bukhari, Abu Daud, dan Muhammad bin Nashr Al
Maruzi. Mereka inilah orang-orang yang banyak mengambil faedah dan
memiliki pemahaman mendalam terhadap sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam.
Kedua kelompok ini adalah manusia yang paling berbahagia dengan wahyu
Allah dan sabda Rasul-Nya. Mereka adalah orang menerima dan menoleh pada
kedua hal tersebut. Namun di antara keduanya memiliki perbedaan yaitu yang
satu memiliki pemahaman lebih mendalam dari yang lainnya. Akan tetapi,
keduanya sama-sama memberikan manfaat pada orang lain.
Manusia jenis ketiga adalah bukan termasuk yang pertama dan kedua yaitu
mereka yang tidak mau menerima petunjuk Allah dan tidak mau menoleh pada
wahyu. Mereka inilah yang disebutkan dalam firman Allah,

"Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau
memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)." (QS. Al Furqon:
44)

(Lihat Zaadul Muhajir, hal. 38 dan Shahih Al Wabilush Shayib, hal.
111-115)

Penutup
An Nawawi –rahimahullah- mengatakan,

"Dalam hadits ini, terdapat beberapa pelajaran di antaranya adalah
permisalan petunjuk dan ilmu. Juga di dalamnya adalah terdapat pelajaran
mengenai keutamaan ilmu dan orang yang mengajarkan ilmu serta dorongan
untuk memiliki ilmu syar'i dan mendakwahkannya. Dalam hadits ini juga
terdapat celaan terhadap orang yang menjauhi dari ilmu syar'i. Wallahu
a'lam." (Syarh Muslim, 15/48)

Inilah penjelasan singkat mengenai hadits Matsalu Maa Ba'atsaniyallahu ….
Sungguh, jika seseorang betul-betul merenungkannya tentu dia akan
termotivasi untuk mempelajari ilmu syar'i (ilmu agama), mempelajari aqidah
yang benar dan ajaran nabi yang shahih, juga dia akan termotivasi untuk
menjaga dan menghafalkan ilmu tersebut. Juga agar dia mendapatkan
keutamaan lebih dan tentu saja hal ini lebih urgent, yaitu hendaknya
seseorang berusaha memahami apa yang dia ilmui sehingga dapat bermanfaat
untuk dirinya sendiri. Setelah itu, hendaklah setiap muslim dapat menjadi
insan yang selalu bermanfaat kepada orang lain. Dari Jabir, Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang
lain." (Al Jaami' Ash Shogir, no. 11608)

Manfaat yang dapat diberikan adalah dengan mendakwahkan ilmu, baik melalui
hafalan yang dimiliki atau ditambah lagi dengan pemahaman mendalam
terhadap ilmu tersebut. Sungguh sangat banyak cara untuk belajar dan
berdakwah saat ini, bisa melalui berbagai macam media seperti media cetak
atau pun dunia maya (dunia internet). Namun janganlah seseorang menjadi
orang yang tercela karena enggan mempelajari ilmu syar'i, enggan
mengamalkan dan enggan mendakwahkannya.
Semoga Allah memberikan kita keistiqomahan dalam mencari ilmu diin ini.
Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib dan
amalan sholeh.

Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu 'ala
Nabiyyina Muhammadin wa 'ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Rujukan:
Asbaabu ats tsabat 'ala tholabul 'ilmi, Qismul 'Ilmi wad Da'wah, Syaikh
Sholeh Alu Syaikh, Asy Syamilah
Fathul Bari Syarh Shohih Al Bukhariy, Ahmad bin 'Ali bin Hajar Abul Fadhl
Al 'Asqolaniy Asy Syafi'iy. Darul Ma'rifah, Beirut
Muro'atul Mafaatih, Abul Hasan 'Ubaidullah bin Muhammad bin Abdus Salam
bin Khon bin Muhammad bin Amanullah bin Hisaamuddin Ar Rohmani Al
Mubarakfuri, Idoratul Buhuts wal 'Ilmiyyah wad Da'wah wal Ifta'
Shahih Al Wabilush Shayib min Al Kalimith Thoyib li Ibnu Qoyyim Al
Jauziyah, Salim bin 'Ied Al Hilaliy, Dar Ibnul Jauziy.
Syarh Muslim, Abu Zakaria Yahya bi Syarf An Nawawi, Dar Ihya' At Turots Al
'Arobiy, Beirut
Zaadul Muhajir (Ar Risalah At Taabukiyah), Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, A
Maktabah At Tijariyah

----------------------------------------------------------
ABN AMRO Bank N.V. is a subsidiary undertaking of The Royal Bank of Scotland Group plc. This message (including any attachments) is confidential and may be privileged. If you have received it by mistake please notify the sender by return e-mail and delete this message from your system. Any unauthorised use or dissemination of this message in whole or in part is strictly prohibited. Please note that e-mails are susceptible to change. ABN AMRO Bank N.V, which has its seat at Amsterdam, the Netherlands, and is registered in the Commercial Register under number 33002587, including its group companies, shall not be liable for the improper or incomplete transmission of the information contained in this communication nor for any delay in its receipt or damage to your system. ABN AMRO Bank N.V. (or its group companies) does not guarantee that the integrity of this communication has been maintained nor that this communication is free of viruses, interceptions or interference.
----------------------------------------------------------

__________________________________________________________
This email has been scanned by the MessageLabs Email Security System.
For more information please visit http://www.messagelabs.com/email
__________________________________________________________

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: