Rabu, 20 Mei 2009

[daarut-tauhiid] Sebuah Renungan "Belajar dari Penjual Kerupuk"



Tukang Kerupuk

JakartJa, 12 Mei 2009

Oleh Chappy Hakim

Pada tahun 1969, saya mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di
pangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat
bersama dengan lebih kurang 120 orang dan ditampung dalam dua barak panjang
tempat latihan terjun tempur.

Setiap makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, kami
memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau
rantang standar prajurit. Diujung barak tersedia drum berisi sayur, dan
disamping nya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang ibu
setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa saja
yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa kurang
lengkap bila tidak ada kerupuk. Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah
menunggu barang dagangannya.

Setiap pagi, siang dan malam menjelang waktu makan dia meletakkan karung
plastik berisi krupuk dan disamping nya diletakkan pula kardus bekas rinso
untuk uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Nanti setelah selesai waktu
makan dia datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk dan kardus
berisi uang pembayar kerupuk.

Iseng, saya tanyakan, apakah ada yang nggak bayar Bu? Jawabannya cukup
mengagetkan, dia percaya kepada semua siswa latihan terjun, karena dia sudah
bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara demikian.
Hanya meletakkan saja, tidak ditunggu dan nanti setelah semuanya selesai
makan dia baru datang lagi untuk mengambil sisa kerupuk dan uang hasil
jualannya. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Artinya tidak ada
satu pun pembeli kerupuk yang tidak bayar. Setiap orang memang dengan
kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Bila dia harus
bayar dengan uang yang ada kembaliannya, dia bayar dan mengambil sendiri
uang kembaliannya di kotak rinso kosong tersebut.

Demikian seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam
pengalamannya, semua siswa terjun payung yang berlatih disitu dan menginap
dibarak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar.
Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payung nya tidak mengembang dan
akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.

Sampai sekarang, saya selalu berpikir, mengapa orang sebenarnya bisa jujur
dan dapat dipercaya, hanya karena pintu kematian berada didepan wajahnya.
Yang saya pikirkan, bagaimana caranya membuat manusia setiap saat berada
dalam kondisi atau suasana latihan terjun, mungkinkah?

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: