Selasa, 01 Maret 2011

[daarut-tauhiid] "Being a Muslim is not fun anymore!"

--forwarded article begins--


"Being a Muslim is not fun anymore!"


perkiraan sumber artikel: <icmi-na@googlegroups.com>

di-copy-paste dari:
http://ummutasya.multiply.com/journal/item/38/Being_a_Muslim_is_not_fun_anymore


Sehabis shalat Jum'at, seperti biasanya seorang brother dari Shura
Council menyampaikan beberapa pengumuman. Saya ambil tas yang saya
sandarkan di dekat tembok. Saya sudah bersiap-siap pergi ketika saya
dengar suara sister Tricia di belakang saya: "Dewi, can I talk to you
for a second?". Saya berpaling. Saya lihat mata Tricia yang besar
dan tanpa dosa – "doe eyes" kata orang sini – berkabut. "Sure,
sister," kata saya tanpa pikir panjang. Saya mengikuti dia ke pojok
mushalla. Ketika akhirnya semua sister sudah meninggalkan musholla,
saya memandang Tricia.

"So! What's going on?" Tricia menghela nafas. Dia tidak segera
menjawab pertanyaan saya. Dengan suara rendah dia bilang: "It's
Jonathan." Jonathan adalah nama suaminya. Tricia dan suaminya adalah
African-American reverts. Jonathan sudah lima tahun menjadi Muslim.
Tricia mengikuti jejak suaminya setahun lebih lambat. Tahun ini empat
tahun sudah Tricia menjadi Muslim.

Tricia memulai ceritanya dengan tersendat-sendat. Jonathan yang
sekarang bukan Jonathan yang dulu. "Is that good or bad?", tanya
saya. Tricia mengangkat tangannya, membuat isyarat "stop", menyuruh
saya untuk bersabar. Tidak ada satu haripun yang terlewat tanpa issue
agama. Rasanya Tricia jadi serba salah. Kemarin Jonathan agak kecewa
karena Tricia pergi ke salon untuk merapikan alis matanya. Muslimah
itu tidak seharusnya mencukur alis, kata Jonathan. Hari sebelumnya di
rumah mereka ada diskusi tentang cat kuku. Cat kuku itu sebaiknya
tidak usah dipakai, karena air wudhu tidak bisa menyentuh kuku.
Akibatnya wudu jadi tidak sah. Jonathan tahu bahwa Tricia sangat
memperhatikan penampilannya. Memang Tricia selalu tampil rapi dan
cantik. Tapi Jonathan, dengan gaya menyakinkan, mengutip hadith yang
dia pelajari dari seorang brother. Begitulah Dewi, setiap hari dia
selalu mengajarkan hadith baru, kata Tricia dengan suara datar. Dan
hampir semuanya berkaitan dengan larangan, dengan sesuatu yang haram.
Tertawa keras-keras? Haram. Gambar makhluk hidup? Haram. Musik?
Haram. Akhir-akhir ini Jonathan menganjurkan dengan sangat agar
Tricia tidak menonton TV ataupun mendengarkan musik. "I love music.
I am from New Orleans. My dad used to play in a band," kata Tricia.
Jonathan bilang perempuan itu tidak boleh memakai parfum di luar
rumah. Jonathan bahkan menganjurkan agar Tricia tidak memakai
deodorant, karena kebanyakan deodorant itu mengandung parfum. Ewww,
can you imagine? No deodorant? In Florida? Saya ngotot, Dewi. Saya
tanya ke dia: "Haven't you heard of unscented deodorant?" Masakpun
sekarang jadi repot. Semuanya harus halal. Saya tidak keberatan
memasak dan makan daging zabiha saja. Tapi masak sih saya harus
membaca semua ingredients di segala macam boks makanan yang saya beli
di super market. Tricia terdiam sejenak. "Dewi, ingat nggak, dulu
Jonathan pernah melarang saya pergi ke masjid," katanya. Tentu saja
saya ingat. Ketika Tricia mengadu kepada "head sister" yang
mengorganisasi kegiatan para sister, Sister Aqeela kelihatan agak
gusar. "That ain't Islam," katanya dengan logat African-American,
"that's HISLAM – his Islam. Ada dua hadith yang jelas tidak
memperbolehkan orang untuk melarang perempuan pergi ke masjid. Don't
stop the maid servants of Allah from going to the mosques of Allah
(Imam Malik). Yang satu lagi bunyinya begini:

"When the wife of one of you asks about going to the mosque, do not
stop her" (Bukhari). Your husband has to stop relying on those
foreign brothers who mix up their culture with Islam. Suruhlah dia
cari buku di library masjid. Masjid kita ini kan punya banyak buku
tentang segala macam hal." Saya ingat, memang waktu itu Jonathan
banyak bergaul dengan brother dari satu negara. Brother ini percaya
bahwa perempuan itu tidak seharusnya menghadiri masjid karena mereka
hanya akan menjadi sumber fitnah saja.

Setahun terakhir ini Jonathan rajin sekali ke masjid, tutur Tricia.
Dia selalu berusaha untuk melakukan shalat wajib sesering mungkin di
masjid. Dalam satu hari, paling tidak dia ke masjid tiga kali –
shalat fajr, dhuhr dan isha. Tricia bertanya ke dia, kenapa harus ke
masjid, kenapa tidak cukup di rumah saja. Dia bilang, karena dia
ingin mencari ridha Allah dan memperoleh ganjaran yang lebih banyak.
Lagipula dengan shalat di masjid dia mempunyai kesempatan untuk
menjalin ukhuwah dengan brother yang lain. Dengan hati-hati saya
bilang bahwa mestinya Tricia bangga mempunyai suami yang ingin
menjalankan Islam dengan sebaik mungkin. Tricia menatap saya dengan
pandangan sedih. "But what about me? I want to spend time with him.
We both work. We have no children. I don't mind to see him going to
the masjid every now and then. But every single night? And then
staying at the masjid to chit-chat with the brothers?" Saya terdiam,
merasa seperti terjepit. Saya mengerti posisi Jonathan. Dia ingin
menjalankan Islam dengan sebaik-baiknya, walaupun mungkin sumber
ajarannya tidak selalu akurat. Di pihak lain saya juga mengerti
perasaan Tricia. Dia merasa bahwa dalam jangka waktu yang sangat
pendek, Jonathan berubah total.

Dia bukan lagi Jonathan yang dulu dinikahi Tricia. "I miss the old
Jonathan," kata Tricia. Dia lucu, suka musik, suka berdansa dengan
saya, dan tidak selalu bicara tentang agama.

Di mobil, dalam perjalanan pulang, saya ingat anak-anak dari keluarga
Muslim -- born Muslim -- yang juga melewati situasi yang mirip dengan
kehidupan Tricia. Perjalanan spiritual orang tua kadang-kadang dengan
perlahan-lahan atau dengan tiba-tiba merubah cara pandang dan
kehidupan keluarga mereka. Anak-anak tidak diperbolehkan lagi nonton
TV, main computer game, main piano, pergi ke sleep over atau
menghadiri birthday party. Hal-hal yang semula dianggap wajar, bisa
dalam sekejap menjadi haram. Seorang anak protes, karena tidak
diperbolehkan membaca Harry Potter lagi. "The story is about sorcery.
Sorcery is haram," kata ibunya. Dengan bahasa anak baru gede yang
ketus, si anak protes. "How come Harry Potter was not haram a month
ago, and it is haram now?" Ibunya bilang bahwa setiap hari semua
orang, termasuk si ibu, belajar sesuatu yang baru. Saya tidak tahu
apa yang terjadi di balik tembok keluarga itu. Yang jelas, setiap
kali anak-anak keluarga itu pergi ke tempat orang lain, begitu orang
tua mereka pergi, mereka tidak mau beranjak dari depan TV. Mereka
menikmati acara TV dengan rakus, ibaratnya orang kelaparan menyantap
makanan sesudah beberapa hari tidak makan. Akan tetapi kalau orang
tuanya masih ada di dekat mereka, mereka tidak bakal berani memandang
TV dengan terang-terangan. Mereka berbicara dengan anak-anak lain,
tapi dengan diam-diam mereka melirik TV. Apakah mereka takut dimarahi
orang tua mereka ? Saya sedih karena salah satu anak dari keluarga itu
pernah berbisik-bisik ke saya: "I don't like being a Muslim. Being a
Muslim is not fun anymore!"

Apakah gerangan yang salah?, pikir saya. Jonathan dan ayah serta ibu
keluarga Muslim itu punya tujuan yang sangat baik, yaitu melaksanakan
Islam secara keseluruhan dan konsisten. Apakah mungkin metodenya yang
salah? Saya ingat seorang brother -- pekerjaannya adalah life coach
-- yang pernah memperingatkan orang tua yang menghadiri ceramahnya .
Don't take away something without replacing it with something else.
Dia bercerita tentang seorang sister yang menggantikan birthday party
dengan "bismillah party." Anak yang akan berulang tahun menghafalkan
berbagai surah pendek dari Juz Amma selama setahun. Ketika ulang
tahunnya datang, keluarganya mengadakan "bisimillah party." Si anak
diminta mengucapkan berbagai surah di luar kepala di depan teman-teman
ciliknya.

Ingatan saya menerawang ke Tricia lagi. Kadang-kadang saya berpikir
bahwa Tricia merasa "overwhelmed" dengan cara Jonathan mempraktekkan
Islam karena dosis ajaran Islam yang diberikan oleh Jonathan terlalu
banyak. Jangka waktunyapun telalu pendek. Padahal Islam diturunkan
secara berangsur-angsur dalam periode yang cukup lama. Barangkali
saya dan beberapa teman lain yang banyak bergaul dengan Muslimah dan
Muslim baru juga salah. Saya, dan teman-teman yang lain, cenderung
senang melihat Muslim dan Muslimah baru yang belajar dan mempraktekan
ajaran Islam dalam jangka waktu yang sangat singkat. Allahu Akbar!
Masha Allah! Tidak terpikir oleh kami bahwa mungkin sekali-sekali
kita perlu juga bilang: "Whoa! Slow down! Take one step at a time!"
Setelah bergaul dengan reverts, saya lihat banyak di antara mereka
yang mempunyai kecenderungan untuk "gung ho" (saya lihat definisi
"gung ho" adalah "extremely enthusiastic and dedicated.").
Kecenderungan ini lebih kental di kalangan mereka yang baru masuk
Islam. Problemnya orang jadi seperti yo-yo yang terayun dari satu
ekstrim (jaman sebelum Islam yang penuh keserba-bolehan) ke ekstrim
lainnya (interpretasi Islam yang kadang-kadang kaku). Akibatnya,
lama-lama mereka jadi capek sendiri. Sesudah beberapa waktu Islamnya
jadi turun wattnya. Ibaratnya lampu, penghayatan agama mereka jadi
redup. Pasangan suami-istri revert punya masalah yang berbeda.
Belum tentu mereka punya cara pandang yang sama tentang sesuatu hal,
termasuk kerangka waktu yang tepat untuk mempraktekkan ajaran Islam.

Berbagai pikiran ini berkecamuk di kepala saya ketika dua tahun
kemudian Tricia dan Jonathan memutuskan untuk bercerai. "I want to
remarry some day," tulis Tricia di e-mail yang dikirim ke pada saya.
"But probably I won't marry another Muslim brother." Saya baca lagi
e-mail Tricia. Pandangan saya tersangkut pada kata "probably."
Berarti pintu belum seratus persen tertutup. Siapa tahu, barangkali
suatu hari Tricia akan bertemu Muslim brother yang saleh, mengambil
jalan tengah dalam mempraktekkan Islam, dan fun loving. I know they
are out there.


di ambil dari sumber: <icmi-na@googlegroups.com>

Alaikumsalam saudaraku,

Pengalaman yang sangat memberi pencerahan bagi aktifis dakwah di AS ini.
Artinya fikih dakwah harus ada sebagai penyangga keberhasilan dakwah di negara
dengan budaya berbeda dengan negara mayoritas Islam

Wassalam
duta
--forwarded article ends--


------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: