Kamis, 18 Agustus 2011

[daarut-tauhiid] Mengapa Yang Dihancurkan Yahudi Pertama Kali Adalah Wanita? (1)

 

Mengapa Yang Dihancurkan Yahudi Pertama Kali Adalah Wanita? (1)

<http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/cetak/mengapa-yang-dihancurkan-yahudi-pertama-kali-adalah-wanita-1>

*"Seorang anak yang rusak masih bisa menjadi baik asal ia pernah
mendapatkan pengasuhan seorang ibu yang baik. Sebaliknya, seorang ibu yang
rusak akhlaknya, hanya akan melahirkan generasi yang rusak pula akhlaknya.
Itulah mengapa yang dihancurkan pertama kali oleh Yahudi adalah wanita."*

Ucapan diatas dilontarkan oleh Muhammad Quthb, dalam sebuah ceramahnya
puluhan tahun silam. Muhammad Quthb adalah ulama Mesir yang
*concern*terhadap pendidikan Islam sekaligus pemikir ulung abad 20. Ia
tidak hanya
dikenal sebagai aktivis yang gencar melakukan perlawanan terhadap rezim
Imperialisme Mesir, namun juga cendekiawan yang terkenal luas ilmunya.

Beberapa bukunya pun telah beredar di Timur Tengah dan diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa yang diantaranya adalah *Shubuhāt Hawla al-Islām
(literally "Misconceptions about Islam")*. *Hal nahnu Muslimūn (Are we
Muslims?). Al-Insān bayna al-māddīyah wa-al-Islām. (Man between the Material
World and Islam). Islam and the Crisis of the Modern Worl*d dan masih banyak
lagi. Maka tak heran, lepas dari penjara ia pun mendapatkan gelar Profesor
Kajian Islam di Arab Saudi.

Muhammad Quthb menekankan bagaimana pentingnya peran yang dimiliki seorang
ibu dalam Islam. Ibu tidak saja adalah pihak yang dekat secara emosional
kepada seorang anak, tapi ia juga memiliki pengaruh besar terhadap masa
depan akhlak dari generasi yang dilahirkannya. Menurut Muhammad Quthb anak
yang pada kemudian hari mendapatkan ujian berupa kehancuran moral akan bisa
diatasi, asal sang anak pernah mendapatkan pengasuhan ibu yang solehah.
Pendidikan Islami yang terinternalisasi dengan baik, akan membuat sang anak
lekas bangkit dari keterpurukannya mengingat petuah-petuah rabbani yang
pernah terekam dalam memorinya.

Sebaliknya, ayah yang memiliki istri yang sudah rusak dari awalnya, maka ia
pun hanya akan melahirkan sebuah keturunan yang memiliki kepribadian persis
dengan wanita yang dipinangnya. Sifat alami anak yang banyak mengimitasi
perilaku sang ibu akan membuka peluang transferisasi sifat alami ibu kepada
anaknya. Maka kerusakan anak akan amat tergantung dari kerusakan ibu yang
mendidiknya. Oleh karena itu, dalam bukunya *Ma'rakah At Taqaaliid*,
Muhammad Quthb mengemukakan alasan mengapa Islam mengatur konsep pendidikan
yang terkait dengan arti kehadiran ibu dalam keluarga. Ia menulis:

*"Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan,
mengasuh, dan menyusui. Kalau hanya sekedar begitu, Islam tidak perlu
bersusah payah mendidik, mengajar, menguatkan iman, dan menyediakan jaminan
hidup, jaminan hukum dan segala soal psikologis untuk menguatkan
keberadaannya… Kami katakan mengapa 'mendidik', bukan sekedar melahirkan,
membela dan menyusui yang setiap kucing dan sapi subur pun mampu
melakukannya."*

Nah, konsep inilah yang tidak terjadi di Negara Barat. Barat mengalami
kehancuran total pada sisi masyarakatnya karena bermula dari kehancuran
moral yang menimpa wanitanya. Wanita-wanita Barat hanya dikonsep untuk
mendefinisikan arti kepribadian dalam pengertian yang sangat primitif, yakni
tidak lain konsep pemenuhan biologis semata. Dosen dan pelacur bisa jadi
sama kedudukannya mirip dengan perkataan Sumanto Al Qurtubhy, kader Liberal
didikan Kanada yang berujar, *"Lho, apa bedanya dosen dengan pelacur? Kalau
dosen mencari nafkah dengan kepintarannya, maka pelacur mencari makan dengan
tubuhnya." *

Qurthuby hanyalah *muqollid* (pengikut) dari Sigmund Freud, psikolog
kenamaan asal Austria yang membumikan konsep psikoanalisis. Ia mengatakan
ketika dorongan seksual sudah menggelora dalam diri pria maupun wanita, maka
sudah selayaknya mereka tuntaskan lewat jalan perzinahan, tanpa harus
melalui alur pernikahan. Maka itu Freud menuding orang yang senantiasa
menjaga akhlaknya rentan terserang gangguan psikologis seperti neurosis.

Kini Freud memang telah mati, namun gagasan itu membekas dalam pribadi orang
Barat. Jika anda kerap menyaksikan berita Olahraga, pembawa acara sering
memberitakan bahwa salah seorang pemain sepakbola di Inggris telah memiliki
anak dari pacarnya, ya pacar dan bukan istri. Karena konsep pernikahan sudah
mendebu di benua biru.

Pasca kematian Freud, muncul banyak pengganti yang tidak lebih ekstrem,
salah satunya Lawrence Kohlberg. Ia adalah pengusung metode pendidikan
Karakter. Metode ini sudah gagal di Barat dan sekarang diimpor ke
negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia. Wajah pendidikan Karakter terlihat
manis. Ia mentitah agar para siswa berperilaku jujur dan memegang komitmen.
Namun ia tidak memliki dasar agama, jika seorang remaja memilih untuk hidup
tanpa tuhan, tidak menjadi persoalan dalam pendidikan karakter, asal itu
dapat dipertanggungjawabkan.

**

Begitu pula masalah hubungan seks. Bagi Kohlbergian, kita tidak boleh
menyalahkan seorang anak perempuan yang hamil di luar nikah, sebab masalah
baik atau buruk menjadi *relative*. Pendidikan Karakter pun tidak boleh
menghakiminya, karena anak akan jatuh salah jika ia tidak bisa
mempertanggungjawabkan hubungan seksnya. Jadi jika remaja perempuan hamil
masih bisa terbebas dari "dosa", asal ia siap menjadi ibu. Urusan benar atau
salah tergantung tanggung jawab, bukan agama. Maka tak heran, ketika
Lawrence Kohlberg lebih memilih bunuh diri dengan menyelam di laut yang
dingin pun disambut gembira oleh masyarakat Barat. Alasannya bisa membuat
kita sebagai umat muslim tertawa: Kohlberg telah memilih jalan yang memang
ia kehendaki. Ya terlepas dari dia yang akan masuk neraka jahnam. Sebuah
metode berfikir yang terlalu konyol untuk kita fahami.

Kita kembali lagi ke masalah perempuan. Kehidupan Barat yang bebas sejatinya
diawali dari kehendak dari kalangan wanita untuk hidup bebas dan meredeka
sesukanya. M. Thalib, cendekiawan muslim yang telah menulis puluhan buku
tentang pendidikan Islam juga menekankan bagaimana proyek Zionis dibalik
wacana pembebasan wanita di Barat. Menurutnya kaum Yahudi memiliki peran
kuat dibalik slogan *Liberty**, Egality* dan *Fraiternity* (kebebasan,
persamaan dan persaudaraan) kepada bangsa Perancis.

Hal ini dipropagandakan oleh Zionis dan disebarkan ke penjuru dunia hingga
kita bisa merasakan apa yang disebut Hak Asasi Manusia dan Feminisme pada
saat ini.
Dalam bukunya, "*Pergaulan Bebas, Prostitusi, dan Wanita"*, M. Thalib
menulis,

*"Slogan-slogan inilah yang membuat orang-orang bodoh turut serta
mengulang-ulanginya di seluruh penjuru dunia di kemudian hari, tanpa
berfikir dan memakai akalnya lagi."*

Mungkin terasa ganjil bagi kita, mengapa Yahudi sebagai bangsa yang pongah
begitu takut dengan perempuan? Jawabannya sederhana: membiarkan seorang
wanita tumbuh menjadi solihah adalah alamat "kiamat" bagi mereka. Jika
seorang ibu yang solehah bisa mengasuh 5 anak muslim di keluarganya untuk
tumbuh menjadi generasi mujahid. Kita bisa hitung berapa banyak generasi
yang bisa dihasilkan dari 800 juta perempuan muslim saat ini?

*Seorang sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah, "Siapakah manusia di
muka Bumi ini yang harus diperlakukan dengan cara yang paling baik ?". Rasul
menjawab, "Ibumu". "Setelah itu siapa lagi ya Rasul". Sekali lagi Rasul
menjawab, "Ibumu". Sahabat bertanya kembali, "Kemudian siapa?". Lagi-lagi
Rasul menjawab "Ibumu, baru Ayahmu". [Shahih, Diriwayatkan oleh Imam
Bukhari).* (pz/bersambung)

http://www.eramuslim.com/berita/laporan-khusus/mengapa-yang-dihancurkan-yahudi-pertama-kali-adalah-wanita-1.htm

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: