Minggu, 28 Agustus 2011

[daarut-tauhiid] Jatuh Bangun Jilbabku

 

Jatuh Bangun Jilbabku








Oleh Eva Khofiyana


Pernah
sekali waktu aku bertanya di dalam hati, "Kenapa ya teman-temanku pakai
jilbab kok dilepas lagi?" Aku mengelus dada dan mencoba menjawab
pertanyaan diriku.
Pernah sekali waktu aku bertanya di dalam hati, "Kenapa ya
teman-temanku pakai jilbab kok dilepas lagi?" Aku mengelus dada dan
mencoba menjawab pertanyaan diriku.
Bermacam-macam perkiraan yang terlintas di pikiran. Pakai jilbab nggak update, risih, panas, ribet. Mungkin seperti itulah alasan teman-temanku yang tak terlihat lagi pakai jilbab.
Di sekolah jilbab masih melekat di tubuh mereka. Aurat mereka tak
terlihat. Terlihat anggun memang. Tapi entah kenapa setelah mereka
keluar dari kewajiban sekolah untuk memakai jilbab, jilbab yang sungguh
mulia ini dilepas begitu saja. Mereka dengan santai keluar rumah tanpa
jilbab yang menutupi aurat mereka.
Aku melihat dari jendela teman bermainku dulu yang baru mengenakan
jilbab, tiba-tiba keluar tanpa jilbab. Di jalan aku bertemu dengan teman
sekolahku, dia pun sama dengan teman bermainku. Ada apa dengan mereka?
Tidak hanya teman baikku saja yang seperti itu, tapi kebanyakan wanita
di sekelilingku. Kenapa mereka begitu menyepelekan jilbab? Padahal
terpampang jelas di Al-Quran maupun hadis. Apakah mereka tahu itu?
Aku pernah berbincang-bincang dengan teman-teman di kelas dan mereka
kebanyakan tahu. "Kata orangtuaku kalau pakai jilbab jangan berlebihan,
masa renang aja pakai kerudung," kata teman baikku ketika dia duduk
bersama denganku. Aku hanya diam saja. Aku masih belum berani untuk
meluruskan perkataan temanku itu. Aku takut dikatakan sok pintar oleh
temanku. Nyaliku kecil aku hanya bisa berdoa di dalam hati. Ya Allah
cukupkan hamba-hambamu ini ilmu.
Melihat keadaan teman-temanku itu, aku mulai berkaca dan
sedikit-sedikit mengingat pengalamanku saat memulai mengenakan jilbab.
Dulu sewaktu masuk jenjang SMP, ayahku menyuruhku memakai jilbab. Tapi
apa yang keluar dari mulutku, kata "tidak" kulontarkan di saat ayahku
sangat berharap aku memakai jilbab. Mengingat hal itu rasanya ingin
sekali aku menangis. Kenapa dulu aku menolak permintaan ayahku. Waktu
itu aku kan sudah baligh dan wajib memakai jilbab. Penolakanku didukung
oleh ibuku. Kata ibuku aku masih kecil belum siap pakai jilbab.
"Sudahlah Pak jangan terlalu memaksa. Anak ini belum siap," kata ibu
karena ayah tidak bisa menjelaskan secara detil kenapa beliau menyuruhku
memakai jilbab dan aku menunduk takut karena ayah memperlihatkan
kekecewaannya seraya berlalu meninggalkan aku dan ibu. Maafkan aku ayah.
Aku telah membuat ayah kecewa.
Sejak dulu memakai jilbab belum pernah terpikirkan sampai ayah
memintaku untuk memakainya pun hal itu tidak terpikirkan. Aku masih
menganggap jilbab itu ribet, panas, dan segala macam kesan negatif
tentang jilbab. Memang sewaktu aku mengaji di kampung kalau pakai jilbab
aku selalu ribut sendiri. Menceng sini lah, ketusuk jarumlah. Sehingga
membuat ibuku berpikiran bahwa aku belum siap memakai jilbab dan menolak
permintaan ayah.
Menginjak kelas dua SMP, ayahku sering membelikanku majalah religi.
Tak lama berselang ayahku membelikanku majalah pemuda Islam dan
kebetulan rubriknya khusu membahas tentang jilbab. Bahasan yang ringan
dan mudah dimengerti, aku pun semakin tertarik dan semakin yakin bahwa
aku harus memakai jilbab. Semakin sering ayahku membelikanku majalah
tersebut, semakin terdorong semangatku untuk menggali ilmu agama.
Saat duduk kelas tiga SMP aku belum memakai jilbab. Tadinya aku sudah
berniat untuk mulai memakai jilbab tapi karena aku sudah kelas 3 SMP
dan sebentar lagi lulus, maka ibu menyarankan agar aku memakai jilbab
pada waktu masuk SMA. Ya sudah aku mengikuti saran ibuku lagi. Tapi
niatanku untuk memakai jilbab tetap harus kurealisasikan.
Aku mencoba keluar rumah dengan memakai jilbab. Pada awal mulanya aku
agak canggung memakai jilbab. Tapi, aku coba membujuk diriku sendiri
untuk tetap terus mengenakan pakaian mulia ini. Lama kelamaan aku mulai
terbiasa keluar rumah memakai jilbab. Aku merasa aman dengan memakai
jilbab ini. Aku jadi tidak sabar menunggu datangnya waktu aku masuk
bangku SMA. Karena di waktu itulah aku mulai menyempurnakan kewajibanku
sebagai seorang muslimah yang sudah baligh.
Walaupun aku sudah memakai jilbab jika keluar rumah. Belum lengkap
rasanya kalau sekolah tidak memakai jilbab. Perasaan tidak aman masih
menyeruak di hatiku setelah aku tahu memakai jilbab adalah suatu
kewajiban.
Tiga tahun sudah aku menjalani hari-hariku di SMP negeri tanpa jilbab. Sebelum aku tahu seluk beluk jilbab aku cuek sekali
dengan penampilan. Aku masih pakai baju ketat yang menampakkan lekuk
tubuh. Hal itu terkadang mengundang pikiran negatif orang lain. Setiap
berjalan selalu digoda oleh anak laki-laki di jalan. Mungkin ini sering
dialami oleh banyak wanita yang belum memakai jilbab. Sekarang setelah
aku tahu tentang jilbab, aku langsung membuang jauh-jauh pikiran negatif
tentang jilbab. Bismillaahir rahmaanir raahim aku berniat pakai jilbab.
Memasuki jenjang SMA niatanku untuk memakai jilbab secara sempurna
terealisasikan. Ternyata yang memakai jilbab di sekolahku banyak juga.
Aku senang sekali melihat teman-teman satu sekolah yang memakai jilbab.
Waktu pertama kali aku masuk SMA aku tidak begitu peduli dengan
teman-teman yang terkadang mempermainkan jilbab karena dulu aku juga
masih belia sehingga untuk mengingatkan temanku masih terganjal dengan
kurangnya ilmu. Oleh karena itu, aku terus berusaha menambah ilmu
agamaku.
Ketika mengikuti salat jamaah di mushola sekolah, aku melirik kakak
kelas yang sedang berwudhu. "Kerudungnya kok besar sekali." Aku
memandangi kakak itu sampai ia selesai berwudhu. Rasa penasaranku
terusik kembali. Aku buka kembali majalah Elfata dan majalah milik ayah
kubaca berulang-ulang sampai mudeng. Ternyata jilbabku belum
syar'i. Aku melihat diriku di kaca. Aku harus bagaimana. Apa aku harus
merubah penampilanku? Ya, aku harus memakai jilbab yang syar'i yaitu
jilbab yang sesuai dengan apa yang tercantum dalam Al-Quran dan
as-sunnah. Aku menata kembali jilbabku dan sedikit demi sedikit tapi
pasti kuperbaiki jilbabku sejalan dengan bertambahnya usia dewasaku.
Tiga tahun sudah aku memakai jilbab. Dan dalam waktu tiga tahun itu,
tidak semua perubahan positif pada diriku diterima oleh orang-orang di
sekelilingku. Sering sekali ibuku memojokkanku untuk berpakaian seperti
layaknya teman-teman sekolah maupun teman-teman bermainku. "Nduk, kalau
pakai kerudung jangan besar-besar dong. Kalau pakai kerudung biasa-biasa
saja seperti teman-temanmu yang lain." Berulang kali ibuku berkata
seperti itu dan berulang kali aku menjelaskan kepada ibuku. Terkadang
aku dibantu ayahku untuk menjelaskan hal itu kepada ibuku. Tapi tetap
saja ibuku berkata seperti itu jika aku keluar rumah memakai jilbab yang
lumayan lebar.
Tidak hanya ibuku saja yang memandang diriku aneh dan kaku. Teman
bermainku pun juga memandang diriku aneh. Memang aku mengalami perubahan
baik sikap maupun penampilanku tiga tahun semenjak duduk di bangku SMA
ini.
Sampai aku menulis kisah ini aku merasa masih belum percaya diri
memakai jilbab yang syar'i, dengan adanya berita-berita tentang teroris
yang membuat ibuku bertambah sering memojokkanku. "Itu lihat nduk di TV
wanita-wanita kerudungnya besar-besar kayak kamu. Makanya kalau pakai
kerudung jangan besar-besar nanti dianggap negatif sama orang lain lho."
Aku hanya bisa diam mendengar hal itu. Ingin sekali rasanya aku
memberontak kepada ibu. Tapi kutahan, aku tidak mau membuat ibuku sedih.
Aku biarkan saja ibuku berkata seperti itu karena aku merasa sudah
tidak bisa meluluhkan hati ibu. Aku hanya bisa berdoa, berdoa, dan
berdoa semoga Allah membuka hati ibu untuk menerima perubahan aku ini.
Keyakinanku akan jilbab tertimpa masalah lagi. Semakin ciut rasa
percaya diriku sesaat setelah melihat teman-temanku berpakaian ala zaman
sekarang dan melihat teman seorganisasiku memakai jilbab yang semakin
lama semakin kecil. Aku coba dongkrak rasa percaya diriku. Aku yakin
jilbab ini juga tidak kalah keren dengan mode zaman sekarang. Rasa
percaya diriku sedikit bertambah melihat temanku yang berani mengambil
keputusan untuk memakai jilbab lebar. Malahan dia lebih lebar dari
jilbabku. Temanku ini juga sering menyemangatiku "keep istiqomah".
Ini mengartikan bahwa aku harus tetap di jalan ini. Menjadi muslimah
yang selalu istiqomah. Semoga Allah membalas kebaikan temanku ini.
Banyak sekali godaan dan rayuan setan yang mendesakku untuk
menanggalkan pakaian mulia ini. Godaan yang pernah membuatku berpikiran
untuk menanggalkan jilbab. Semua perubahan positif tidak selalu
diterima dengan lapang. Banyak tantangan yang harus dihadapi.
ke-istiqomah-an yang selalu naik turun. Terkadang pakai jilbab kecil,
jlbab berwarna-warni maupun baju ketat. Ya Allah aku menyesal mengingat
hal ini. Tapi Allah itu tidak pernah jauh dari umatnya yang mempunyai
niat baik. Aku tahu itu dan aku yakin itu karena aku mengalaminya.
Subhanallah jilbab ini adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul. Jilbab
itu 'iffah (kemuliaan). Jilbab itu kesucian. Jilbab itu pelindung.
Jilbab itu taqwa. Jilbab itu iman. Jilbab itu haya' (rasa malu). Jilbab
itu ghirah (perasaan cemburu). Tak kan ada rasa sesal maupun kecewa
sedikit pun memakai jilbab ini. Kesetiaan pada jilbablah yang harus
kulekatkan di hati.
Aku bersyukur mempunyai orangtua yang masih memberikan kebebasan
bagiku untuk mengambil keputusan dalam memilih jalan hidup ini. Meskipun
ayahku tidak menjelaskan secara langsung.
Alhamdulillah melalui media majalah maupun artikel aku mendapatkan
suatu pelajaran penting yang sebelumnya tak pernah terpikirkan. Walau
terganjal dengan sikap ibuku yang masih belum menerima sepenuhnya
perubahan aku ini.
Tetapi aku tetap setia. Sampai sekarang aku berpikir takkan pernah
usai, takkan bosan dan takkan pernah lelah untuk membahas masalah jilbab
syar'i menurut Al Quran dan hadis lewat media apa pun, karena hal ini
meski ringan dan selalu sama pembahasannya, merealisasikan tetap masih
sulit. Semua media dakwah sering mengangkat masalah jilbab, tapi tak
banyak orang hanya setengah-setengah dalam memahami makna jilbab secara
benar.
Ingat, pahami, dan ikatkan pada hati cinta Allah terhadap makhluk
bernama wanita lewat ayat QS. Al-Ahzab: 59 dan QS. An-Nuur ayat 31. ayat
ini akan selalu mengitari kehidupan wanita sampai kapan pun;
1. "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min:"Hendaklah mereka menjulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang." (QS. Al-Ahzab: 59).
2. "Katakanlah kepada wanita yang beriman.Hendaklah mereka
menahan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka dan janganlah
mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari
mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan
janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka atau
ayah mereka atau ayah suami mereka (mertua) atau putra-putra mereka
atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara mereka (kakak dan
adiknya) atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-putra
saudara perempuan mereka (keponakan) atau wanita-wanita Islam atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti aurat wanita..." (QS. An-Nuur ayat 31).
Teman-temanku yang masih menyepelekan jilbab, semoga Allah memberikan
jalan untuk kalian. Jalan menuju kebenaran agar mereka tidak lagi
menyepelekan jilbab. "Keep Istiqomah".
Penulis: Eva Khofiyana

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE
A bad score is 596. A good idea is checking yours at freecreditscore.com.
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: