Brengsek (5)
Orang-orang Amerika adalah pemilik gereja paling banyak di dunia. Tetapi
mereka, termasuk orang yang paling jauh perasaan keagamaannya terhadap
kesucian agama itu sendiri. Dari dulu sampai sekarang, gereja terkenal
sebagai tempat ibadah agama Kristen. Tetapi bagi Amerika, agama bukan lagi
dominasi kesucian, namun sudah menjadi domain syahwat manusia. Ya sebuah
pemandangan yang sama sekali tidak pernah kita temui dalam Islam.
Perjalanan Sayyid Quthb kali ini meretas tentang hubungan gereja dan pemuda
di Amerika. Ia menuliskan kisah ini masih di Majalah *Ar Risalah* tertanggal
9 November tahun 1951.
Sulit rasanya untuk dinalar bagaimana sebuah tempat ibadah dalam suatu agama
memiliki fungsi ganda lagi bertolak belakang: menjaga kesucian dan
meruntuhkannya di saat bersamaan. "Bermaksiat" di tempat Ibadah adalah hal
yang lumrah dilakukan pendeta untuk menarik kuantitas jama'ah, alasannya
bisa menjadi tidak masuk akal, yakni agar Kristen memiliki daya pikat dan
tidak lantas pusing ditinggalkan pemeluknya. *"Bahkan mayoritas pengunjung
Gereja menanggapinya sebagai tradisi yang vital untuk menghabiskan memuaskan
nafsu primitif manusia,*" begitu bahasa Sayyid Quthb.
Sepanjang tinggal di Amerika, Sayyid Quthb melihat bahwa kebanyakan gereja
di Amerika mempunyai perkumpulan yang terdiri dari pria dan wanita. Hal ini
didasari karena pengurus tiap gereja ingin menampung anggota
sebanyak-banyaknya. Amerika memang Negara unik, Kristen lantas "memperparah"
untuk memperunik cerita itu. Di Amerika memang terjadi sebuah persaingan
antara masing-masing gereja dari berbagai aliran. Mereka berlomba dengan
berbagai cara, guna menarik perhatian masa ke aliran masing-masing gereja.
Bahkan itu dilakukan dengan memakai gadis-gadis cantik yang pandai menyanyi,
menari, penuh daya pikat atau setidaknya memasang selebaran dan membubuhkan
beraneka warna cahaya di pintu-pintu gereja.
Sayyid Quthb sendiri kebetulan pernah mendapati kejadian lucu itu. Di
kampusnya, terpampang sebuah pengumuman tentang pesta gereja yang diletakkan
di ruang pertemuan para mahasiswa. Maklumat itu betul-betul diperhatikan
Sayyid Quthb karena berbunyi:
*"(Datanglah, red.) Pada minggu pertama bulan oktober, jam 6 sore dengan
hidangan ringan, permainan menarik, teka-teki, berbagai perlombaan serta
hiburan."*
Perihal pengumuman itu, Sayyid Quthb langsung mengomentari,
*"Ini tidaklah mengherankan, karena pengurus gereja tidak merasa bahwa
pekerjaannya tidak beda dengan seorang Direktur Panggung Sandiwara atau
pengurus tempat perdagangan. Yang terpenting bagi mereka adalah kesuksesan
(mengeruk jama'ah, red.), sedang cara tidaklah begitu dipikirkan."*
Hal itu pernah dibuktikan saat Sayyid Quthb sendiri saat berada di Kota
Griley, Colorado. Saat itu, pemuda soleh ini berkesempatan untuk menghampiri
sebuah gereja. Setelah kebaktian gereja berakhir, nyanyian-nyanyian gereja
kemudian mengalun. Turut ikut serta para pemuda-pemudi bersama anggota
perkumpulan lainnya. Padahal di waktu bersamaan, sebagian yang lain masih
bersembahyang di gereja, bayangkan. Sayyid Quthb pun keluar melalui pintu
samping menuju ruang dansa yang persis bersebelahan dengan tempat jama'ah
tengah bersembahyang. Dua pemandangan kontras ini hanya dihubungkan dengan
sebuah pintu.
Ruang dansa gereja itu sendiri diterangi dengan cahaya-cahaya kemilauan.
Lampu berwarna merah, kuning, biru, serta putih pun menyelimuti suasana
gereja silih berganti. Persis ruangan disko. Tidak berapa lama, pendeta
memutar irama lagu-lagu romantis. Sang pendeta juga mendorong para pemuda
dan pemudi yang masih setia berdiam diri untuk turun berdansa menikmati
alunan nada. Karena merasa keterangan lampu mampu merusak suasana yang cukup
romantis itu, maka sang pendeta pun nekat memadamkannya.
*Walhasil*, cahaya remang-remang pun akhirnya menyulap wajah sebuah gereja
menjadi sebuah café dansa khas Amerika. Dan untuk menggenapi aroma temaram
itu, sebuah lagu Amerika ternama berjudul, "*But Baby, it's cold
outside"*(Tapi Sayang, udara diluar dingin, red.) pun mengalun
menemani keheningan
malam.
Awal kenapa lagu ini yang dipilih, Sayyid Quthb memiliki cerita tersendiri.
Lagu yang ngetrend di Amerika tahun 50-an itu berisi tentang gambaran
psikologi muda-mudi Amerika pada umumnya. Berisi dialog antara sepsang
kekasih yang baru saja kembali dari acara mereka. Dikisahkan bahwa sang
pemuda menahan gadisnya untuk tetap di rumahnya, namun sang gadis menolak.
Alasan gadis itu cukup masuk akal: malam kian larut sedang ibunya menunggu
dirumah. Walhasil untuk meluluhkan hati sang kekasih, sang pemuda pun
menjawab: *tetapi sayang, udara diluar dingin.*
Lantas apa hubungannya antara lagu ini dengan sebuah gereja? Lagu ini
memiliki pesan menyeluruh kepada seluruh pemuda. Pesan itu adalah untuk
berlama-lamaan dahulu di gereja karena cuaca dingin tidak memungkinkan tiap
pemuda mengantar kekasihnya pulang ke rumah. Sebuah tafsiran menjijikkan
menjurus konyol yang menjadi cara terakhir yang dilakukan antek-antek kafir
Amerika dalam menarik jama'ahnya. Ironis.
Kita kembali lagi ke sang pendeta. Kini wajahnya sumringah. Ia gembira bahwa
misinya telah berhasil. Muda-mudi itu semakin betah di gereja. Lantas sang
pendeta pun meninggalkan ruangan untuk kembali ke rumah. Ya meninggalkan
sekumpulan pasangan yang tidak lagi bisa membedakan mana café dan mana
tempat ibadah. Mana sebuah kesucian yang diberikan Tuhan untuk tidak
mengotorinya dengan hedonitas dan mana arti syahwat libido mereka.
Kisah lain kini datang dari seorang pendeta yang berbicara kepada teman
Sayyid Quthb dari Irak. Masih dalam tulisannya di Majalah *Ar Risalah*,
dalam bab *"Pendeta dan Laki-Laki Brengsek*", Sayyid Quthb menjelaskan kisah
ini dengan sangat gamblang.
Awalnya ini dimulai dari rasa penasaran teman Sayyid Quthb itu perihal
seorang kawannya bernama Mary yang saat itu tidak terlihat di gereja.
Mendengar pertanyaan dari rekan Sayyid Quthb itu, guratan muka sang pendeta
menampilkan kesedihan. Ia merasa iba bukan karena perkara jumlah jama'ah
yang datang ke gerejanya berkurang menjadi satu karena keabsenan Mary. Namun
situasinya betul-betul diluar sangkaan kita semua. Pendeta itu malah
menjelaskan bahwa tidaklah penting baginya ketika semua wanita tidak hadir,
asalkan seorang Mary bisa hadir. Benak teman Sayyid Quthb ini pun diliputi
rasa aneh menyaksikan jawaban sang pendeta.
Ia lantas balik bertanya mengapa sang pendeta berfikiran seperti itu, dan
sang pendeta itu pun menjawab, *"Mary demikian menarik. Mayoritas pemuda
sendiri menghadiri gereja karena dia (pesona Mary, red.)*". Bayangkan betapa
rusaknya moral seorang pendeta yang rela menukar kesucian seorang wanita
demi kuantitas masa pengunjung. Barangkali, baginya, derajat kehadiran Mary
lebih tinggi dari Yesus.
Cerita lain pun datang dari serorang pemuda Arab yang tengah meniti studi di
Amerika. Pemuda itu bernama Abul Atahiah. Seperti pemuda Amerika pada
umumnya, Abul Atahiah memiliki seorang kekasih. Abul kerap berkisah tentang
gadisnya. Ia mengaku sering mengalah dan berusaha melepaskan sang kekasih
untuk menyanyi di gereja. Bagi pemuda Amerika itu, waktu bersenda bersama
sang kekasih adalah titik puncak kebahagiaan pasangan muda-mudi Amerika dan
tidak boleh diganggu acara apapun, termasuk agama.
*Walhasil,* kekasih Abul kerap terlambat datang ke gereja. Bapak pendeta pun
menuding Abul Atahiah adalah orang yang menyebabkan sang gadis terlambat
menghadiri sembahyang. Menariknya, sang pendeta hanya akan berkata seperti
itu jika sang gadis datang sendiri ke gereja tanpa kehadiran Abul. Tetapi
jika, gadis itu berhasil menarik Abul Atahiah untuk mau ke gereja, maka
meski ia terlambat, hal itu tidak menjadi masalah bagi bapak pendeta.
Dari segala kejadian diatas, akhirnya para pendeta itu mengutarakan isi
hatinya kepada Sayyid Quthb. Secara jujur, mereka mengakui bahwa
sesungguhnya tidak dapat lagi menarik pemuda ke gereja kecuali dengan
cara-cara seperti di atas. Rasa-rasanya, mereka sudah kehabisan akal dan
cara untuk membumikan agama Kristen di Amerika. Para pemuda pun tidak pernah
menanyakan ke dalam diri mereka sendiri apakah tujuan mereka pergi ke gereja
murni untuk ibadah atau hanya karena perempuan.
*"(Mereka) sekedar bepergian itulah tujuannya. Itulah situasi yang sangat
dikenal oleh siapapun yang hidup di Amerika,"*cetus Sayyid Quthb.
*Ikhwahfillah* tentu kejadian diatas sama sekali tidak pernah terfikirkan
dalam agama kita, yaitu Islam. Kita sama sekali tidak habis fikir jika
seorang ustadz menarik para pemuda ke mesjid lewat tampilan seorang
perempuan. Kecuali ustadz itu memang sudah sinting dan bergeser tapal
imannya.
Kita juga tidak pernah melihat bahwa masjid dijadikan tempat jamaah
laki-laki dan wanita berdansa sementara ada seorang imam sedang mendirikan
shalat jama'ah di hadapannya. Kecuali mereka adalah jama'ah aliran sesat
yang telah menghalalkan segala cara demi pemuasan nafsu mereka. Inilah
fitrah dari ajaran kekafiran yang telah menyimpang dari awalnya. Tidakkah
mereka terfikir bahwa mereka hanyalah menambal sulam ajaran agamanya, karena
Allah sendiri tidak mengakui status keimanan mereka akibat kekeliruannya
memandang agama.
Sayyid Quthb pun akhirnya sadar. Ia merasa prihatin terhadap masyarakat
Mesir yang menjadikan Amerika sebagai standar nomor satu dalam kehidupan.
Yang menjadikan gereja Kristen Amerika sebagai kiblat keagamaan, karena apa
yang dilihatnya jauh dari bayangan bangsa Mesir.
*"Akan tetapi saat saya kembali ke Mesir, maka saya dapati orang yang
berbicara atau menulis tentang gereja di Amerika, sedang ia belum pernah
melihat Amerika sesaat pun dan tentang peranannya dalam perbaikan sosial dan
kesialannya dalam menyucikan hati dan mendidik roh,*" ujar Sayyid Quthb.
Ya gereja-gereja Amerika yang tidak lebih dari sebuah tempat mesum dan
seorang pendeta yang tidak lebih dari seorang laki-laki brengsek. Maka itu,
ini sudah seharusnya ditanamankan oleh tiap aktivis muslim untuk tidak
tergelincir karena fitnah wanita yang biasa dijadikan medium orang-orang
kafir menghancurkan agama kita.
*"Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang beriman, padahal orang-orang yang
bertakwa lebih mulia daripada mereka di hari Kiamat. Dan, Allah memberi
rezeki kepada orang-orang yang kehendaki-Nya tanpa batas.*" (Al Baqarah:
212). (pz/bersambung)
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar