Menikah Buka Sekedar BerCinta
=============
"Rumahku surgaku", ujar Rasulullah singkat saat salah seorang sahabat
bertanya mengenai rumah tangga beliau. Sebuah ungkapan yang tiada
terhingga nilainya, dan tidak dapat diukur dengan parameter apapun.
Sebuah idealisme yang menjadi impian semua keluarga. Tapi untuk
mewujudkannya pada sebuah rumah tangga (keluarga) ternyata tidaklah
mudah. Tidak seperti yang dibayangkan ketika awal perkenalan atau
sebelum pernikahan. Butuh proses, butuh kesabaran, butuh perjuangan,
bahkan pengorbanan juga ilmu!
Saat ini, persoalan dalam keluarga membuat banyak pasangan suami
istri dalam masyarakat kita menjadi gamang. Baik yang datang dari dalam
maupun dari luar. Wajar, karena itulah hakikat hidup. Bukan hidup
namanya jika tanpa masalah. Justru masalah yang membuat manusia bisa
merasakan kesejatian hidup, menjadikan hidup lebih berwarna dan tidak
polos seperti kertas putih yang membosankan. Namun jangan sampai
masalah-masalah itu mengendalikan diri kita hingga kita kehilangan
hakikat hidup.
Lihatlah sepanjang tahun lalu, tahun 2004, begitu banyak pasangan
yang mengajukan perceraian ke pengadilan agama dengan berbagai macam
alasan. Memang yang lebih banyak terangkat adalah kisah rumah tangga
para selebritis yang tak henti menghiasi layar kaca tentang rusaknya
hubungan rumah tangga mereka. Tapi sesungguhnya itu hanya puncak sebuah
gunung es. Karena masyarakat awam pun tak sedikit yang rumah tangganya
bermasalah, bahkan mereka yang mendapat sebutan aktivis dakwah.
Begitu banyak buku-buku pernikahan yang beredar di pasaran, bahkan
sebagian menjadi best seller. Tak hanya buku-buku non fiksi, bahkan para
fiksionis pun lebih senang mengangkat tema–tema merah jambu karena
lebih disukai pasar. Isinya kebanyakan bersifat provokatif kepada
orang-orang yang belum menikah agar segera menikah. Namun sayangnya
hampir semua buku-buku itu isinya terlalu melangit.
Maksudnya lebih banyak menceritakan pernikahan (kehidupan rumah
tangga) pada satu sisi yang indah dan menyenangkan. Sementara sisi
"gelap" pernikahan jarang sekali yang mengangkat. Tentang kehidupan
setelah pernikahan, tentang biaya-biaya berumah tangga, dan hal-hal lain
yang tentu tidak sepele dalam rumah tangga.
Isitrahatlah sejenak dari bermimpi tentang pernikahan. Jika mimpi itu
hanya berisi bagaimana mengatasi rasa gugup saat akad nikah. Atau
tumpukan kado dan amplop warna-warni menghiasi 'bed of roses'. Atau
kalau hanya mengharap salam indah dan atau jawaban salam dari kekasih.
Apalagi membayangi bisa menatap, berbicara dan menghabiskan waktu
bersama belahan hati tercinta.
Pernikahan tidak cuma sampai di situ, sobat. Ada banyak pekerjaan dan
tugas yang menanti. Bukan sekedar merapihkan rumah kembali dari
sampah-sampah pesta pernikahan, karena itu mungkin sudah dikerjakan oleh
panitia. Bukan menata letak perabotan rumah tangga, bukan juga kembali
ke kantor atau beraktifitas rutin karena masa cuti habis.
Tapi ada hal yang lebih penting, menyadari sepenuhnya hakikat dan
makna pernikahan. Bahwa pernikahan bukan seperti 'rumah kost' atau
'hotel'. Di mana penghuninya datang dan pergi tanpa jelas kapan kembali.
Tapi lebih dari itu, pernikahan merupakan tempat dua jiwa yang
menyelaraskan warna-warni dalam diri dua insan untuk menciptakan warna
yang satu: warna keluarga.
Di tengah masyarakat yang kian sakit memaknai pernikahan, semoga kita
tetap memiliki sudut pandang terbaik tentangnya. Betapa banyak orang
yang menikah secara lahir, tapi tidak secara batin dan pikiran. Tidak
sedikit yang terjebak mempersepsikan pernikahan sebatas cerita roman
picisan dan aktifitas fisik. Hingga wajar jika banyak remaja yang belum
menikah saat mendengar kata menikah adalah kesenangan dan kenikmatan.
Hal itu ditunjang oleh buku-buku pernikahan yang isinya ngomporin.
Sementara sesungguhnya yang harus dilakoni adalah tanggung jawab dan pengorbanan.
Memang pernikahan berarti memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap
kita yang hanya sebelah. Tempat untuk berbagi dan mencurahkan seluruh
jiwa. Tapi jangan lupa bahwa siapapun pasangan hidup kita, ia adalah
manusia biasa. Seseorang yang alur dan warna hidup sebelumnya berbeda
dengan kita. Seberapa jauh sekalipun kita merasa mengenalnya, tetapakan
banyak 'kejutan' yang tak pernah kita duga sebelumnya.
Upaya adaptasi dan komunikasi bakal jadi ujian yang cuma bisa
dihadapi dengan senjata kesabaran. Pasangan kita, yang kita cintai
adalah manusia biasa. Dan ciri khas makhluk bernama manusia adalah
memiliki kekurangan dan kelemahan diri. Memahami diri sendiri sebagai
manusia sama pentingnya dengan memahami orang lain sebagai manusia.
Pemahaman ini penting untuk dijaga, karena cepat atau lambat kita akan
menemukan kekurangan atau kebiasaan buruk pasangan kita.
Oleh karena itu, bagi yang belum menikah, jangan terlalu banyak
menghabiskan waktu dengan memilih pasangan hidup saja. Apalagi
parameternya tak jauh dari penampilan, fisik, encernya otak, anak orang
kaya, pekerjaan mapan, penghasilan besar, berkepribadian (mobil pribadi,
rumah pribidi), berwibawa (wi…bawa mobil, wi…bawa handphone, wi…bawa
laptop), dan sebagainya.
Tapi, pernahkah kita berpikir untuk membantu seseorang yang ingin
mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik hari demi hari bersama
diri kita?
Lebih dari itu, pernikahan dalam konteks dakwah merupakan tangga
selanjutnya dari perjalanan panjang dakwah membangun peradaban ideal dan
tegaknya kalimat Allah. Namun tujuan mulia pernikahan akan menjadi
sulit direalisasikan jika tidak memahami bahwa pernikahan dihuni oleh
dua jiwa. Setiap jiwa punya warna tersendiri, dan pernikahan adalah
penyelarasan warna-warna itu. Karenanya merupakan sebuah tugas untuk
bersama-sama mengenali warna dan karakter pasangan kita. Belajar untuk
memahami apa saja yang ada dalam dirinya. Menerima dan menikmati
kelebihan yang dianugerahkan padanya. Pun membantu membuang karat-karat
yang mengotori jiwa dan pikirannya.
Menikah berarti mengerjakan sebuah proyek besar dengan misi yang
sangat agung: melahirkan generasi yang bakal meneruskan perjuangan.
Pernahkan terpikir betapa tidak mudahnya misi itu? Berawal dari
keribetan kehamilan, perjuangan hidup mati saat melahirkan, sampai
kurang tidur menjaga si kecil? Ketika bertambah usia, kadang ia lucu
menggemaskan tapi tak jarang membuat kesal. Dan seterusnya hingga ia
beranjak dewasa, belajar berargumentasi atau mempertentangkan idealisme
yang orangtuanya tanamkan. Sungguh, tantangan yang sulit dibayangkan
jika belum mengalaminya sendiri…
Menikah berarti berubahnya status sebagai individu menjadi
sosial(keluarga). Keluarga merupakan lingkungan awal membangun
peradaban. Dan tentu sulit membangun peradaban jika kondisi 'dalam
negeri' masih tidak beres. Maka butuh keterampilan untuk memanajemen
rumah tangga, menjaga kesehatan rumah dan penghuninya, mengatur
keuangan, memenuhi kebutuhan gizi, menata rumah, dan masih banyak lagi
keterampilan yang mungkin tak pernah terpikirkan…
Ini bukan cerita tentang sisi "gelap" pernikahan Tapi seperti
briefing singkat yang menyemangati para petualang yang bakal memasuki
hutan belantara yang masih perawan.
Yang berhasil, bukan mereka yang
hanya bermodal semangat. Tapi mereka yang punya bekal ilmu, siap mental
dan tawakkal kepadaNYA. Karena pernikahan bukanlah sebuah keriaan
sesaat, namun ia adalah nafas panjang dan kekuatan yang terhimpun untuk
menapaki sebuah jalan panjang dengan segala tribulasinya.
Pernikahan adalah penyatuan dua jiwa yang kokoh untuk menghapuskan
pemisahan. Kesatuan agung yang menggabungkan kesatuan-kesatuan yang
terpisah dalam dua ruh. Ia adalah permulaan lagu kehidupan dan tindakan
pertama dalam drama manusia ideal. Di sinilah permulaan vibrasi magis
itu yang membawa para pencinta dari dunia yang penuh beban dan ukuran
menuju dunia mimpi dan ilham. Ia adalah penyatuan dari dua bunga yang
harum semerbak, campuran dari keharuman itu menciptakan jiwa ketiga.
Wallahu'alam bisshowab
------------sumber : ayonikah.net
===============
**SURYATI**
Gd. Pascasarjana FEUI
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Lt. 2
Kampus UI
Depok
Telp : 78849152-53
Fax : 78849154
Pin BB : 27782D20
Email : y4t12002@yahoo.com, suryati06@ui.ac.id
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar