Rabu, 18 April 2012

[daarut-tauhiid] Pembebasan Bani Israil Dari Imperium Egypt | Pelajaran Politik Dari Sejarah Bani Israil

 

Pembebasan Bani Israil
Dari Imperium Egypt | Pelajaran Politik Dari Sejarah Bani Israil
 
Israil adalah
sebuah kata majemuk, tersusun dari kata Isra dan El. Isra yang berarti hamba,
dan El atau Eli yang bermakna ilah. Sehingga Israil bermakna "hamba Allah"
seperti nama dalam bahasa Arab "Abdullah". Bani Israil sebagaimana dikatakan
Ibnu Katsir adalah turunan Nabiyullah Ya'qub 'Alaihis Salam. Beliaulah yang
dijuluki dengan nama Israil (hamba Allah). Sehingga ketika Ibnu Katsir
menafsirkan ayat Allah Ta'ala:
 
"Wahai Bani Israil,
ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan tepatilah janjimu
kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi janji-Ku kepada kalian dan hanya
kepada-Ku-lah kalian harus takut." (Al Baqarah: 40)
 
Beliau berkata: "Allah
memerintahkan kepada Bani Israil untuk masuk kepada Islam, mengikuti Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan memberikan semangat kepada mereka
dengan menyebut nama bapak mereka, Israil, yaitu Nabiyullah Ya'qub 'Alaihis
Salam. Seakan-akan Allah berkata: 'Wahai turunan seorang yang shalih yang taat
kepada Allah, jadilah kalian seperti bapak kalian dalam mengikuti kebenaran'.
Seperti ketika engkau mengatakan kepada seseorang: 'Wahai anak orang yang
dermawan, jadilah engkau dermawan'. Atau seperti engkau berkata: 'Wahai anak
orang yang pemberani, lawanlah mereka'. Atau engkau berkata kepada seseorang:
'Wahai anak seorang ulama, carilah ilmu' dan seterusnya." (Tafsir Ibnu Katsir
juz 1 hal. 88)
 
Inilah Bani Israil yang akan kita
ambil pelajaran-pelajaran dari kisah mereka. Mereka sesungguhnya suatu bangsa
yang banyak mendapatkan kenikmatan dan keistimewaan dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala, namun karena perbuatan mereka dan kekufuran mereka, Allah cabut semua
kenikmatan itu dan kemudian Allah laknat menjadi bangsa yang keras hatinya,
yang terjajah dan tertindas, dan tidak memiliki negara sepanjang masa.
 
KENIKMATAN YANG ALLAH
TA'ALA BERIKAN TERHADAP BANI ISRAIL
 
Allah Subhanahu wa Ta'ala
mengajak Bani Israil untuk kembali kepada tauhid dan mengikuti Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan mengingatkan mereka pada bapak mereka
Ya'qub dan kepada kenikmatan-kenikmatan yang telah Allah Subhanahu wata'ala
berikan kepada mereka. Di antara kenikmatan-kenikmatan yang Allah Subhanahu
wata'ala berikan kepada Bani Israil adalah diangkatnya para Nabi dari kalangan
mereka mulai dari Nabi Ya'qub sampai Isa 'Alaihis Salam.
 
Demikian pula diistimewakan Bani
Israil dengan diberikannya kepada mereka makanan-makanan surga seperti manna
dan salwa, yang tidak diberikan kepada bangsa selain mereka. Juga Allah
istimewakan mereka dengan dipancarkannya 12 mata air -sesuai dengan jumlah suku
mereka- dari sebuah batu. Dan yang lebih penting lagi diturunkannya kitab-kitab
Allah kepada mereka sehingga mereka dikenal dengan Ahlul Kitab. Allah ingatkan
mereka dengan kenikmatan-kenikmatan tersebut agar bersyukur kepada-Nya dan
mengikuti Nabi-Nya yang terakhir Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam:
 
"Wahai Bani Israil,
ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian dan tepatilah janjimu
kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi janji-Ku kepada kalian." (Al Baqarah: 40)
 
Janji mereka kepada Allah
Subhanahu wata'ala adalah: Bahwa mereka telah mengetahui akan datangnya seorang
Nabi yang menyeluruh, Nabi yang agung, yang akan ditaati oleh seluruh bangsa.
Jika mereka mengikutinya dan menaatinya, maka Allah Subhanahu wata'ala berjanji
untuk memasukkan mereka ke dalam surga, mengampuni dosa-dosanya dan memberikan
pahala bagi mereka dua kali lipat. Janji Allah Subhanahu wata'ala ini tertera
dalam kitab-kitab mereka yang mereka baca seperti Kitab Taurat dan Injil.
 
Maka mereka berkata: "Jika datang
Nabi tersebut kami akan menjadi pengikutnya." Bahkan mereka mengancam
orang-orang musyrikin Arab dengan ancaman: "Kalau datang kepada kami Nabi yang
dijanjikan, kami akan memerangi kalian bersama Nabi tersebut."
 
"Dan setelah datang
kepada mereka Al Qur'an dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka,
padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat
kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang
telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka laknat Allah-lah atas
orang-orang yang ingkar itu." (Al Baqarah: 89)
 
Inilah janji yang Allah tagih
dari mereka. Sekarang telah datang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,
Nabi yang agung, Nabi untuk seluruh bangsa. Tapi apakah mereka mau beriman
kepadanya? Ternyata mereka menolak dan mengingkarinya sebagaimana Allah
kisahkan dalam lanjutan ayat tadi:
 
"… ketika datang
apa yang mereka ketahui (yakni Nabi tersebut), mereka mengingkarinya (kafir
kepadanya) … ." (Al Baqarah: 89)
 
Hingga Allah Subhanahu wata'ala
katakan kepada mereka di akhir ayat tersebut:
 
"… maka laknat
Allah atas orang-orang kafir." (Al Baqarah: 89)
 
LEPAS DARI IMPERIUM
EGYPT (QIBTI)
 
Termasuk kenikmatan yang Allah
Subhanahu wata'ala berikan kepada mereka adalah dilepaskannya mereka dari
penjajahan Fir'aun dan tentaranya di Mesir. Sejak ditemukannya Nabi Yusuf
'Alaihis Salam oleh kafilah dagang bangsa Qibti yang kemudian beliau dijadikan
budak yang diperjualbelikan, mulailah bangsa Israil dari keluarga Yusuf
'Alaihis Salam dan kerabatnya tinggal di negeri Mesir, meninggalkan tempat
asalnya yaitu Siria. Apalagi ketika beliau diangkat menjadi bendahara kerajaan.
 
Jumlah mereka ketika itu sekitar
tujuh puluh orang, dan jumlah ini terus menerus bertambah. Namun setelah
rentang waktu yang panjang dan jauh dari masa kenabian Yusuf 'Alaihis Salam
serta dilupakannya ilmu beliau, bangsa Qibti kembali menganggap bahwa Bani
Israil adalah turunan budak yang hina. Mulailah Fir'aun- Fir'aun yang melampaui
batas dan lalim muncul, menindas dan menjajah seluruh keturunan Bani Israil.
 
Perlu pembaca ketahui bahwa
Fir'aun atau Pharaoh adalah nama julukan bagi seluruh penguasa Qibti (Egypt),
sebagaimana Kaisar bagi seluruh penguasa Romawi, Kisra untuk seluruh penguasa
bangsa Persia dan Najasyi bagi seluruh penguasa Habasyah.  Adapun nama Fir'aun di masa Musa 'Alaihis
Salam adalah Qabus (sebagaimana dalam riwayat Ahli Kitab). Sedangkan menurut
beberapa Ahli Tafsir bahwa nama sebenarnya adalah Al Walid bin Mush'ab bin
Rayyan dari suku Amlaq atau Amaliqah bin Lawudz dari turunan Sam bin Nuh
'Alaihis Salam. (Al Jami' li Ahkamil Qur'an 1/326)
 
Disebutkan oleh Abu Ja'far Ibnu
Jarir At Thabari dari Ibnu Ishaq bahwa waktu itu Fir'aun menyiksa mereka dengan
menjadikan mereka budak-budak pekerja (kerja paksa). Ia membagi mereka dalam
tugas-tugas yang rendah, sebagian mereka menjadi buruh-buruh bangunan, sebagian
lain menjadi buruh-buruh tani dan seterusnya. Sedangkan yang tidak bekerja
dipaksa membayar upeti. Inilah yang dimaksud oleh Allah: "Mereka menimpakan kepada kalian sejelek-jelek adzab." (Al Baqarah: 49) (Tafsir Ath Thabari 1/310)
 
Kemudian Fir'aun sang taghut
tersebut bermimpi melihat sebuah sinar dari Baitul Maqdis ke Mesir kemudian
membakar bangsa Qibti dan menyelamatkan Bani Israil. Maka para ahli takwil
kerajaan mengatakan kepadanya bahwa kerajaannya akan hancur dengan datangnya
seorang lakii-laki dari Bani Israil. Maka segeralah ia memerintahkan untuk
membunuh semua anak laki-laki dari Bani Israil dan membiarkan para wanitanya.
Dengan ini bertambah dahsyatlah kesengsaraan Bani Israil. (Lihat Tafsir Ibnu
Katsir 1/96)
 
Ibnu Abi Hatim berkata:
"Sesungguhnya Fir'aun menguasai mereka 400 tahun lamanya. Kemudian para dukun kerajaan
berkata kepadanya: 'Akan lahir seorang laki-laki di Mesir yang kamu akan binasa
di tangannya'. Maka Fir'aun mengutus tentaranya pada seluruh penduduk Mesir
untuk mendatangi wanita-wanita hamil. Jika lahir bayi laki-laki, maka dibawa ke
Fir'aun dan kemudian disembelihnya." (Tafsirul Qur'anil Adhim juz 1/106)
 
Sesungguhnya itu adalah
tanda-tanda akan diselamatkannya Bani Israil dari Imperium Egypt dengan
didatangkannya seorang dari Bani Israil sebagai Nabi dan Utusan Allah Subhanahu
wata'ala. Namun iblis melalui anak buahnya dari para dukun-dukun kerajaan
membisikkan kepada Fir'aun untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir dari
Bani Israil.
 
Di saat seperti inilah lahir dari
keluarga Bani Israil Nabiyullah Musa 'Alaihis Salam. Sebelum tentara Fir'aun
mendapatkan bayi tersebut, Allah Subhanahu wata'ala mengilhamkan kepada Ibu
Musa 'Alaihis Salam untuk menghanyutkan bayi Musa 'Alaihis Salam di sebuah
sungai, sehingga terdampar di kebun istana Fir'aun. Bayi ini kemudian
dipelihara oleh Asiah, istri Fir'aun sendiri. Inilah takdir Allah dalam
menyelamatkan Nabi-Nya, hingga beliau dibesarkan di istana tersebut.
 
Ketika Musa 'Alaihis Salam telah
dewasa, terjadilah -dengan takdir Allah- perkelahian antara beliau dan seorang
pemuda dari bangsa Qibti yang berakhir dengan terbunuhnya pemuda tersebut.
Peristiwa itu menyebabkan Musa 'Alaihis Salam melarikan diri ke daerah Madyan
hingga bertemu dengan Nabiyullah Syu'aib Alaihis salam. Melalui beliaulah,
Allah Subhanahu wata'ala mengajari Musa 'Alaihis Salam agama tauhid, agama yang
mengajarkan manusia untuk beribadah dan memperbudak dirinya hanya kepada Allah,
dan sekaligus melepaskan manusia dari segala bentuk perbudakan makhluk.
 
Sekembalinya Musa 'Alaihis Salam
dari Madyan, tepatnya di lembah Thuwa yang suci, ia dipanggil oleh Allah
Subhanahu wata'ala dan di ajak bicara secara langsung. Allah Subhanahu wata'ala
memilihnya sebagai Rasul utusan-Nya. Beliau diperintahkan untuk beribadah dan
mendirikan shalat, serta diberikan kepadanya beberapa mukjizat. Kemudian Allah
Subhanahu wata'ala perintahkan kepadanya untuk mendatangi Fir'aun dan
mengajaknya beribadah kepada Allah Subhanahu wata'ala saja.
 
Allah Subhanahu wata'ala
berfirman kepada Musa 'Alaihis Salam:
 
Sesungguhnya Aku
inilah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada
di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa
yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk
mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan
(waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.
Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak
beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan
kamu jadi binasa". Apakah itu yang di tangan kananmu, hai Musa? Berkata
Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya". Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, hai Musa!" Lalu
dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang
merayap dengan cepat. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami
akan mengembalikannya kepada keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke
ketiakmu niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai
mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari
tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar, Pergilah kepada Firaun;
sesungguhnya ia telah melampaui batas". (Thaha: 12-24)
 
Musa 'Alaihis Salam berangkat
dengan perintah dari Allah Subhanahu wata'ala tersebut kepada Fir'aun dengan
misi pembebasan, seperti apa yang diajarkan oleh Allah dalam ayat-Nya sebagai
berikut:
 
"Allah berfirman:
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah: 'Sesungguhnya
kami berdua adalah utusan Rabb-mu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami
dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu
dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Rabb-mu. Dan keselamatan itu
dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.' " (Thaha: 46 – 47)
 
Dengan aqidah yang ditanamkan
kepada Bani Israil, Nabiyullah Musa 'Alaihis Salam berharap mereka mengerti
bahwa Fir'aun tidaklah memiliki apa-apa di hadapan Allah. Allah-lah
satu-satunya Dzat yang memiliki kekuasaan mutlak. Yang memiliki seluruh alam,
memiliki langit dan bumi, memiliki surga dan neraka.
 
Dakwah Nabi Musa 'Alaihis Salam
bukanlah dakwah politik. Beliau tidak mengajak Bani Israil untuk merebut
kekuasaan atau menggulingkan Fir'aun. Dakwah beliau adalah "dakwah tauhid"
yaitu mengajak Fir'aun dan seluruh bangsa Qibti serta Bani Israil untuk beriman
kepada Allah dan tidak boleh beribadah kepada manusia atau meminta untuk
diibadahi.
 
Fir'aun yang merasa sebagai tuhan
penguasa yang paling tinggi terkejut dengan dakwah ini. Maka dia bertanya pada
Musa 'Alaihis Salam sebagaimana Allah kisahkan:
 
"Berkata Fir'aun:
'Kalau begitu, siapakah Rabb-mu berdua, hai Musa?' " (Thaha: 49)
 
Musa 'Alaihis Salam menjawab:
 
"Musa berkata:
'Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk
kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' " (Thaha: 50)
 
Namun Fir'aun menuduh Musa
'Alaihis Salam akan menggulingkan kekuasaannya dan mengusir dia dan bangsa
Qibti dari negerinya. Dia berkata sebagaimana Allah kisahkan dalam surat yang
sama:
 
"Berkata Fir'aun:
'Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami (ini)
dengan sihirmu, hai Musa?' " (Thaha: 57)
 
Fir'aun menganggap mu'jizat yang
dibawa Musa 'Alaihis Salam adalah sihir. Maka dia menantang untuk bertanding
dengan para tukang sihir kerajaan, yang tentu saja berakhir dengan kemenangan
mu'jizat Musa 'Alaihis Salam. Bahkan tukang-tukang sihir tersebut mengerti
kalau yang dibawa oleh Musa 'Alaihis Salam bukanlah sihir, melainkan mu'jizat
yang datang dari Allah. Dengan serentak mereka pun beriman pada Allah, Rabb-nya
Musa dan Harun 'Alaihimas sallam:
 
"Lalu tukang-tukang
sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: 'Kami telah percaya
kepada Rabb-nya Harun dan Musa.' " (Thaha: 70)
 
Fir'aun pun murka. Lalu ia
mengancam tukang-tukang sihir itu dengan siksaan yang pedih. Dia berkata
sebagaimana Allah kisahkan dalam ayat selanjutnya:
 
"Berkata Fir'aun:
'Apakah kamu beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi ijin kepadamu
sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian.
Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kamu sekalian dengan
bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu
sekalian pada pangkal pohon kurma dan sesungguhnya kamu akan mengetahui siapa
di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya.' " (Thaha: 71)
 
Lihatlah, Fir'aun menantang Allah
Subhanahu wata'ala ketika Musa 'Alaihis Salam mengancam dengan adzab Allah yang
pedih dengan berkata: "Siapakah di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal
siksaannya?". Inilah thaghut yang sesungguhnya, yang menantang Allah dan
Rasul-Nya, yang menghalangi manusia dari jalan yang lurus. Inilah makna thagha
dalam ayat di atas:
 
"Pergilah kepada
Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas." (Thaha: 43)
 
Kemudian Allah Subhanahu wata'ala
memerintahkan Musa 'Alaihis Salam untuk membawa Bani Israil pada malam hari
keluar dari Mesir dan lepas dari perbudakan Fir'aun.
 
"Dan sesungguhnya
telah Kami wahyukan kepada Musa: 'Pergilah kamu dengan hamba-hamba-Ku (Bani
Israil) di malam hari, maka buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu,
kamu tidak usah khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (tenggelam)."
(Thaha: 77)
 
Pada malam itu juga berangkatlah Musa
'Alaihis Salam membawa Bani Israil yang berjumlah 670 ribu orang untuk keluar
dari Mesir, lepas dari penindasan Fir'aun. Allah Subhanahu wata'ala membuatkan
untuk mereka jalan kering dengan membelah lautan, hingga ketika Fir'aun
mengejarnya dan tepat di tengah lautan tersebut, Allah Subhanahu wata'ala
tenggelamkan mereka, maka binasalah Fir'aun dan tentaranya.
 
"Maka Fir'aun
dengan bala tentaranya mengejar mereka, lalu mereka ditutup oleh laut yang
menenggelamkan mereka." (Thaha: 78)
 
Inilah kenikmatan besar yang
Allah Subhanahu wata'ala berikan kepada Bani Israil. Bangsa Israil yang
sebelumnya merupakan bangsa yang tertindas, sebagai budak- budak bangsa Qibti
(Egypt) di Mesir, dengan datangnya Nabi Musa 'Alaihis Salam, mereka mendapatkan
kemerdekaannya dan kebebasan dari perbudakan.
 
Allah Subhanahu wata'ala selalu
ingatkan kenikmatan ini kepada Bani Israil dan turunannya agar mereka
bersyukur, karena walaupun keturunannya tidak merasakan siksaan Fir'aun,
kenikmatan itu mengenai mereka juga. Sebab jika Allah Subhanahu wata'ala tidak
selamatkan Bani Israil dari Fir'aun dan tentaranya, tentu keturunannya akan
tetap sebagai budak-budak yang tertindas hingga hari ini. Allah Subhanahu
wata'ala berfirman:
 
"Dan ingatlah
ketika Kami selamatkan kalian dari Fir'aun dan pengikut-pengikutnya, mereka
menimpakan siksaan kepada kalian yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak
laki-laki kalian dan membiarkan hidup anak perempuan kalian. Dan pada yang
demikian itu terdapat cobaan yang berat dari Rabb kalian." (Al Baqarah: 49)
 
PEMBANGKANGAN BANI
ISRAIL
 
Bani Israil yang mendapatkan
banyak keutamaan dari Allah Subhanahu wata'ala, ternyata bukanlah suatu bangsa
yang pandai bersyukur. Bangsa ini terkenal sombong dan merasa sebagai anak emas
yang diistimewakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka berkata sebagaimana
Allah kisahkan:
 
"Berkata
orang-orang Yahudi dan Nashrani: [Kami adalah anak-anak Allah dan kekasihnya]."
(Al Maidah: 18)
 
Cukuplah kisah mereka dengan Nabi
Musa 'Alaihis Salam sebagai contoh betapa jeleknya perangai mereka terhadap
Nabinya. Mereka diselamatkan oleh Allah Subhanahu wata'ala melalui dakwah Nabi
Musa 'Alaihis Salam dari penjajahan bangsa Qibti. Namun begitu rapuhnya iman
mereka sehingga sedikit saja mereka mendapat cobaan, mereka segera menyalahkan
Nabi Musa 'Alaihis Salam.
 
Pada malam ketika Musa 'Alaihis
Salam dan Bani Israil berangkat meninggalkan Mesir, Fir'aun mengejarnya dengan
tentara Qibti yang berjumlah 600.000 orang. Sesampai di pantai, seseorang dari
Bani Israil yang bernama Yusya' bin Nun berkata: "Musa mana janji Tuhanmu,
wahai Musa!" Nabi Musa 'Alaihis Salam menunjuk ke laut. Tetapi ketika kuda
Yusya' menyentuh lautan, lautan itu tetap tidak berubah menjadi kering. Maka
dia kembali pada Musa 'Alaihis Salam dan bertanya kepadanya: "Mana janji
Tuhanmu, wahai Musa?" Musa 'Alaihis Salam menjawab: "Demi Allah, aku tidak
berdusta dan tidak pula didustai." Sambil menunjuk ke laut.
 
Dalam keadaan yang sangat
genting, yaitu ketika mereka terkepung, di depan mereka lautan sedangkan di
belakang mereka tentara Fir'aun, mereka mengeluh kepada Musa 'Alaihis Salam dan
menganggap bahwa Musa-lah penyebabnya. Seraya mengatakan bahwa mereka pasti
dibinasakan oleh Fir'aun.
 
"Maka setelah kedua
golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: [Sesungguhnya
kita benar-benar akan tersusul]." (Asy Syu'ara: 61)
 
Dalam Al Bidayah Wan Nihayah
dikatakan bahwa mereka sampai-sampai berkata: "Kami tinggal di Mesir (yakni di
bawah penindasan Fir'aun) lebih baik daripada kami binasa di lautan ini." (Al
Bidayah 1/258)
 
Dalam keadaan seperti ini, Musa
'Alaihis Salam berdoa kepada Allah Subhanahu wata'ala dan Allah Subhanahu
wata'ala memberikan jalan keluar dengan membelah lautan untuk mereka. Allah
Subhanahu wata'ala memanjakan mereka dengan memberikan dua belas jalan kering
di lautan.
 
Bani Israil terus mengeluh.
Ketika mereka melewati jalan itu, mereka mengatakan bahwa saudara-saudara
mereka di jalan yang lain pasti telah binasa dibantai oleh Fir'aun. Maka Allah
Subhanahu wata'ala pun menjadikan dinding-dinding lautan yang memisahkan mereka
menjadi transparan. Mereka dapat melihat saudara-saudara mereka di jalan lain
dengan jelas, bahkan dapat mendengar suara mereka, sehingga mereka yakin bahwa
saudara-saudara mereka selamat. (Ma'alimut Tanzil juz 1 hal. 80)
 
Setelah Allah Subhanahu wata'ala
menyelamatkan mereka dan membinasakan musuhnya, Bani israil masih tidak
percaya. Mereka masih tetap yakin bahwa Fir'aun tidak akan mati dan terus
mengejar mereka. Hingga Allah Subhanahu wata'ala memerintahkan laut untuk
melemparkan jasad Fir'aun ke daratan agar Bani israil melihatnya. Inilah makna
ayat:
 
"Dan (ingatlah),
ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan
(Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan." (Al
Baqarah: 50)
 
Berkata Imam Qurthubi ketika
menafsirkan ucapan Allah Subhanahu wata'ala, "Dan kalian melihatnya": Dikatakan
bahwa Fir'aun terapung-apung di atas air dan Bani Israil menyaksikan mereka
tenggelam, sedangkan diri mereka dalam keadaan selamat. Yang demikian ini
merupakan kenikmatan yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
 
Dikatakan pula bahwa bangkai
mereka terdampar di pantai sedangkan Bani Israil menyaksikannya. Inipun
merupakan kenikmatan di atas kenikmatan.
Namun dikatakan pula bahwa
kata-kata, "Kalian melihat" yakni bermakna: Kalian dapat menyaksikan kejadian
tersebut dan kalian mendapatkan pelajaran, karena mereka tidak sempat ketika
itu untuk berhenti dan menyaksikan dengan mata-mata mereka karena mereka sedang
sibuk melarikan diri.
 
Pendapat lain menyatakan maknanya
bahwa: Kalian dalam keadaan dapat melihatnya kalau kalian mau melihat.
Sebagaimana salah seorang berkata, "perkara ini adalah perkara yang bisa
kau dengar dan kau lihat". Yakni kalau mau melihat, kalau mau mendengar
sesungguhnya engkau bisa."

Demikian pendapat-pendapat para
ahli tafsir. Namun pendapat pertama lebih dekat dengan keadaan Bani Israil,
karena mereka sesungguhnya bukan kaum yang bisa mengambil pelajaran.
Sebagaimana ketika Bani Israil berhasil melewati lautan, Allah Subhanahu
wata'ala telah menyelamatkan mereka dan menenggelamkan musuh mereka, mereka
masih menggugat Musa 'Alaihis Salam dengan berkata: "Ya Musa, sesungguhnya
hati-hati kami belum tenang bahwa Fir'aun telah tenggelam." Hingga Allah
Subhanahu wata'ala memerintahkan lautan untuk melemparkan jasadnya ke pantai
dan disaksikan oleh mereka.
 
Disebutkan oleh Abu Bakar ibnu
Syaibah dari Qais ibnu Ubad bahwa Bani Israil berkata: "Fir'aun tidak mati dan
dia tidak mati selama-lamanya." Belum sempat pendustaan itu terdengar oleh
Nabi-nya, Musa 'Alaihis Salam, laut telah melemparkan bangkai Fir'aun seperti
banteng merah ke daratan, dan peristiwa ini disaksikan oleh Bani Israil.
Selesai ucapan Qurthubi. (Lihat Al Jami' li Ahkamil Qur'an 1/335)
 
Setelah mereka yakin kebinasaan
Fir'aun dan tentaranya, mereka mengutus orang untuk kembali ke Mesir guna
mengambil harta-harta peninggalan mereka. Inilah makna ayat Allah Subhanahu
wata'ala:
 
"Demikianlah halnya
dan Kami anugerahkan semuanya itu (harta peninggalan Fir'aun) kepada Bani
Israil." (Asy Syu'ara: 59)
 
Tetapi apakah Bani Israil
bersyukur? Bani Israil tetap Bani Israil. Mereka bukan kaum yang pandai
bersyukur. Mereka adalah orang-orang yang lemah keyakinannya dan rapuh imannya.
Mereka dibawa oleh Musa 'Alaihis Salam kembali ke tempat nenek moyang mereka Ya'qub
'Alaihis Salam di Syam. Namun di perjalanan mereka melihat suatu kaum dari
bangsa Qibti menyembah berhala. Maka mereka pun meminta kepada Musa 'Alaihis
Salam agar diberikan kepada mereka berhala sebagaimana mereka punya berhala.
 
Lihatlah Bani Israil yang telah
selamat dari penindasan bangsa Qibti secara fisik, ternyata mental mereka masih
terjajah. Mereka masih menganggap Fir'aun adalah penguasa yang paling kuat dan
tidak akan mati. Kemudian sekarang mereka menganggap bangsa Qibti adalah bangsa
yang hebat dan apa yang datang dari mereka pasti hebat pula. Sampai-sampai
mereka menganggap bahwa penyembahan berhala yang dilakukan oleh bangsa Qibti
adalah sesuatu yang perlu ditiru dan diikuti.
 
Nabi Musa 'Alaihis Salam marah
besar dan berkata kepada mereka: "Apakah tuhan selain Allah yang kalian
inginkan, padahal Allah telah mengutamakan kalian di atas seluruh alam (yakni
alam di jaman itu) ?"

"Dan Kami
seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai
kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata:
'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini
adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan).' " (Al A'raf: 138)
 
Di dalam perjalanannya, mereka
diperintahkan untuk berjalan memasuki Baitul Maqdis, negeri yang suci tempat
asal nenek moyang mereka sendiri. Akan tetapi negeri tersebut dikuasaai oleh
penguasa-penguasa yang jahat (Jabbarin) dan untuk memasukinya, mereka harus
mengusir Jabbarin terlebih dahulu dengan peperangan.
 
Namun Bani Israil sebagaimana
biasanya membantah perintah Nabinya, mereka berkata: "Apakah engkau menghendaki
agar kami menjadi daging santapan mereka? Kalau engkau membiarkan kami di
tangan Fir'aun, niscaya lebih baik bagi kami."
 
Maka Allah ceritakan tentang
mereka dalam ayat-Nya:
 
Hai kaumku,
masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi
orang-orang yang merugi. Mereka berkata: "Hai Musa, sesungguhnya dalam
negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali
tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar
daripadanya, pasti kami akan memasukinya." Berkatalah dua orang di antara
orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas
keduanya: "Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka
bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman".
Mereka berkata: "Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya
selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama
Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di
sini saja." (Al Maidah: 21-24)
 
Akibatnya Allah Subhanahu
wata'ala cela mereka sebagai orang-orang fasiq. Sebagai balasannya, Allah
Subhanahu wata'ala jadikan mereka mengembara tanpa arah dan tidak memiliki
tempat bermukim selama empat puluh tahun.
 
Dalam pengembaraan yang
sesungguhnya akibat ulah mereka sendiri, Bani Israil kembali menyalahkan
Nabinya. Mereka menganggap semua ini karena Nabi Musa 'Alaihis Salam mengajak
mereka keluar dari Mesir. Mereka mengeluh kehausan, mereka mengeluh kelaparan,
mereka mengeluh kepanasan, dan seterusnya.
 
Nabi Musa 'Alaihis Salam pun
berdoa kepada Allah Subhanahu wata'ala agar Allah Subhanahu wata'ala memaafkan
mereka. Allah Subhanahu wata'ala kemudian mengirimkan awan yang menaungi mereka
dari panas matahari, menurunkan manna yang turun seperti salju menyelimuti
pohon-pohon dan batu-batu, rasanya sangat manis seperti madu.
 
Diriwayatkan bahwa Bani Israil
mengatakan kepada Musa 'Alaihis Salam: "Manisnya manna akan membunuh kami,
wahai Musa. Berdoalah kepada Tuhanmu agar memberi makan untuk kami dengan
daging!" Maka Allah menurunkan kepada mereka salwa, berupa daging burung yang
telah masak dan siap dimakan. Turun seperti awan kemudian menghujani mereka dengan
salwa tersebut, hingga daging- daging burung tersebut berada satu tombak di
atas tanah seluas satu mil. Dengan mudah Bani Israil mengambilnya. (Ma'alimut
Tanzil: 1/87)
 
Demikianlah manna dan salwa turun
mulai terbit fajar hingga terbit matahari. Bani Israil mengambilnya untuk
kebutuhan sehari itu. Inilah yang Allah kisahkan dalam ayat-Nya:
 
"Dan Kami naungi
kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu 'manna' dan 'salwa'. Makanlah dari
makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka
menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri."
(Al Baqarah: 57)
 
Kembali Bani Israil memprotes
Nabinya. Mereka merasa bosan dengan makanan yang itu-itu terus, mereka meminta
sayur mayur, bawang, dan lain-lain.
 
"Dan (ingatlah),
ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam
makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu, agar Dia
mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu: Sayur mayurnya,
ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa
berkata: 'Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang
lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu
minta … .' " (Al Baqarah: 61)
 
Maka Allah Subhanahu wata'ala
marah dan menetapkan bagi mereka kerendahan dan kehinaan. Sebagaimana Allah
katakan dalam lanjutan ayat tersebut.
 
"… lalu ditimpakan
kepada mereka kenistaan dan kehinaan, serta mereka mendapatkan kemurkaan dari
Allah. Yang demikian itu karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan
membunuh para Nabi tanpa kebenaran. Yang demikian karena mereka selalu berbuat
durhaka dan melampaui batas." (Al Baqarah: 61)
 
Ketika Nabi Musa 'Alaihis Salam
dipanggil oleh Allah Subhanahu wata'ala ke bukit Thursina untuk diberi Kitab
Taurat sebagai pegangan dan syari'at bagi Bani Israil, beliau menjanjikan
kepada mereka untuk pergi tidak lebih dari empat puluh malam.
 
Ternyata iman mereka sangatlah
rapuh. Di saat Nabi Musa 'Alaihis Salam meninggalkan mereka, dengan mudah,
mereka diperdaya oleh Samiri. Ia membuat seekor lembu dari perhiasan-perhiasan
mereka dan menjadikannya bersuara. Setelah itu Samiri mengatakan bahwa itulah
tuhannya Musa. Maka sesatlah Bani Israil, mereka menyembah anak sapi tersebut.
Dari 670.000 orang, hanya Harun 'Alaihis Salam dan 12 ribu orang saja yang
tidak mau menyembahnya.
Al Baghawi dalam Ma'alimut Tanzil
menyebutkan bahwa Bani Israil telah mengkhianati janji Musa. Mereka menghitung
malam dan siang sebagai dua malam sehingga setelah lewat dua puluh hari mereka
menganggap telah habis masa yang dijanjikan oleh Musa yaitu 40 malam. Mereka
tidak mau lagi memegang pesan-pesan Nabi Musa 'Alaihis Salam. Mereka mengira
Musa telah mati, kemudian mereka mengikuti ucapan Samiri dan tidak mau
mendengarkan nasihat Nabi Harun. Sebagian besar dari mereka menjadi pengikut
Samiri dan menjadi penyembah anak sapi, bahkan mereka beri'tikaf (tirakat) di
sekiktar anak sapi tersebut kecuali Harun dan pengikutnya (Ma'alimut Tanzil
jilid 1 halaman 82)
 
Sekembali Musa 'Alaihis Salam
dari pertemuannya dengan Allah Subhanahu wata'ala, beliau mendapati kaumnya
seperti itu. Maka beliau pun sangat marah dan meminta mereka untuk bertaubat
kepada Allah Subhanahu wata'ala. Maka mereka bertanya: 'Bagaimana kami
bertaubat?' Maka Allah Subhanahu wata'ala memerintahkan kepada mereka untuk
membunuh diri-diri mereka sebagaimana Allah kisahkan:
 
"Dan (ingatlah),
ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah
menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu
(sesembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan
bunuhlah dirimu. Dan itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang
menjadikan kamu, maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (Al Baqarah: 54)
 
Yakni menurut Imam Al Baghawi
hendaklah orang yang tidak menyembah anak sapi membunuh orang yang menyembah
anak sapi.
 
Maka mereka pun duduk bersila di
depan kemah-kemah mereka. Kemudian dikatakan pada mereka: 'Barangsiapa pindah
dari tempatnya, menjulurkan tangan kepada pembunuhnya atau mencoba menangkis
dengan tangan dan kakinya, maka dia terlaknat.' Sedangkan orang-orang yang
tidak menyelisihi Musa dan Harun diperintahkan untuk membunuh mereka dengan
pedang-pedangnya.
 
Akan tetapi mereka tidak tega
mengayunkan pedang kepada saudaranya, bapaknya, anaknya, kerabatnya, temannya,
ataupun tetangganya, dalam keadaan mereka melihatnya, hingga tidak mungkin bagi
mereka untuk melakukan perintah Allah Subhanahu wata'ala tersebut. Mereka
bertanya pada Musa: 'Apa yang harus kita lakukan?''

Dengan tiba-tiba Allah
mengirimkan pada mereka kabut hitam yang menyelimuti mereka, mendadak cuaca
gelap. Masing-masing tidak bisa melihat siapa yang ada di hadapannya. Maka
muncullah semangat dari 12.000 orang pengikut Musa untuk membunuh orang-orang
yang durhaka yang sudah duduk di halamannya masing- masing. Pembantaian
besar-besaran pun terjadilah sehingga setelah beberapa saat berlangsung, Nabi
Musa dan Harun menangis dan memohon pada Allah Subhanahu wata'ala: 'Wahai Rabb
kami, telah binasa Bani Israil, sisakanlah mereka, sisakanlah mereka!' Allah
Subhanahu wata'ala pun menyingkapkan kembali awan hitam tersebut dan
memerintahkan mereka untuk berhenti membunuh. Maka terlihatlah oleh mereka
puluhan ribu mayat (Lihat Ma'alimut Tanzil 1/84-85)
 
Diriwayatkan dari Ali bin Abi
Thalib radhiallahu 'anhu bahwasanya ia berkata: 'Jumlah mayat mereka yang
terbunuh adalah 70.000 orang. Kejadian ini menyedihkan Nabi Musa 'Alaihis
Salam. Maka Allah Subhanahu wata'ala mewahyukan padanya: "Tidakkah engkau
ridha Aku memasukkan yang membunuh dan terbunuh ke dalam surga? Karena orang
yang terbunuh dari mereka sebagai syahid dan yang tersisa diampuni
dosanya" (Masih dalam sumber yang sama)
 
Inilah makna ayat Allah Subhanahu
wata'ala:
 
"Maka Allah pun
menerima taubat kalian. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Penerima Taubat lagi
Maha Penyayang." (Al Baqarah: 54)
 
Tidak cukup sampai disitu
kedurhakaan Bani Israil kepada Nabi-Nya. Mereka juga meminta untuk mendengar
ucapan Allah Subhanahu wata'ala secara langsung, yaitu ketika Musa memilih 70
orang dari kaumnya yang termasuk orang-orang pilihan. Nabi Musa memerintahkan
pada mereka untuk berpuasa dan mensucikan diri serta pakaiannya, kemudian
mereka dibawa ke bukit Thursina. Di sana mereka berkata: 'Mintakan agar kami
dapat mendengar ucapan Rabb kami!' Musa menjawab: 'Saya akan lakukan.'

Ketika Musa mendekat ke puncak
gunung Thursina, awan hitam turun menutupi gunung sehingga gunung itu
seluruhnya diselimuti awan hitam. Musa berkata kepada mereka: 'Mendekatlah.'
Maka mendekatlah mereka hingga memasuki awan hitam tersebut dan mereka
tersungkur sujud.
 
Ketika Allah mengajak bicara
Musa, terlihatlah cahaya yang memancar ke wajah Nabi Musa dengan sangat
terangnya sehingga tidak ada seorang pun dari manusia yang mampu memandangnya.
 
Allah Subhanahu wata'ala pun
kemudian memperdengarkan suara-Nya kepada Bani Israil. Maka mereka mendengar
ucapan Allah Subhanahu wata'ala yang memberikan perintah dan larangan kepada
Musa.
 
Setelah selesai dialog Musa
dengan Rabb-nya dan disingkapkan kembali awan tersebut. Mereka berkata
sebagaimana Allah Subhanahu wata'ala kisahkan dalam Al Qur'an:
 
"Dan ingatlah
ketika kalian berkata: 'Wahai Musa, kami tidak akan percaya kepadamu hingga
kami melihat Allah secara langsung (dengan mata kepala mereka)… .' " (Al
Baqarah: 55)
 
Maka Allah Subhanahu wata'ala
murka dan bergelegarlah petir menyambar mereka dari langit satu persatu.
Sebagian terhadap sebagian yang lain saling melihat bagaimana api menyambar
mereka dari langit. Inilah yang Allah katakan dalam kelanjutan ayat-Nya:
 
"… maka kalian
disambar halilintar sedangkan kalian menyaksikannya." (Al Baqarah: 55)
 
Nabi Musa menangis sedih melihat
mereka binasa dan berkata kepada Allah Subhanahu wata'ala: "Apa yang akan aku
katakan kepada Bani Israil jika aku datang kepada mereka, sedangkan orang-orang
pilihan mereka telah binasa." Kemudian Nabi Musa berkata seperti Allah
Subhanahu wata'ala kisahkan:
 
"Kalau Kau
kehendaki kau binasakan mereka sebelum ini dan juga aku. Apakah Engkau akan
membinasakan kami karena perbuatan orang-orang bodoh di antara kami?" (Al
A'raf: 155)
 
Akhirnya Allah Subhanahu wata'ala
mengabulkan doa Musa. Dengan kasih sayangnya Allah Subhanahu wata'ala
menghidupkan kembali orang-orang pilihan tersebut agar mereka bersyukur. Inilah
yang dikatakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala:
 
"Dan ingatlah,
ketika Kami berfirman: 'Masuklah kamu ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan
makanlah dari hasil buminya, yang banyak lagi enak di mana yang kamu sukai, dan
masukilah pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakanlah: 'hitthah'
(Bebaskanlah kami dari dosa), niscaya Kami ampuni kesalahan-kesalahanmu dan kelak
Kami akan menambah (pemberian Kami) kepada orang-orang yang berbuat baik.' "
(Al Baqarah: 58)
 
"Lalu orang-orang
yang dhalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan
kepada mereka, sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang dhalim siksa dari
langit, karena mereka berbuat fasiq." (Al Baqarah: 59)
 
Ketika Nabi Musa tidak mau mandi
bersama, seperti layaknya Bani Israil, mereka menuduh Nabi-Nya berpenyakit
kelamin (adar), tuduhan ini betul-betul menyakitkan hati Musa 'Alaihis Salam.
Maka Allah Subhanahu wata'ala berfirman mengingatkan kita agar jangan seperti
mereka:
 
"Hai orang-orang
yang beriman, jangan kalian menjadi seperti orang yang menyakiti hati Musa,
maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah
dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah." (Al Ahzab: 69)
 
Dan terus mereka membantah
Nabi-Nya, mendebatnya, menentangnya, dan seterusnya.
 
Ketika Nabi Harun 'Alaihis Salam
meninggal, mereka menuduh Musa 'Alaihis Salam karena dengki. Mereka meminta
bukti-bukti nyata kalau kurban mereka telah diterima oleh Allah Subhanahu
wata'ala. Mereka meminta bukti-bukti yang nyata kalau dosa-dosa mereka telah
dihapuskan. Mereka merubah-ubah Taurat, berdusta atas nama Allah Subhanahu
wata'ala, menulis dengan tangan-tangan mereka sendiri dan kemudian menyatakan:
'Ini dari Allah.' Karena menginginkan keuntungan dunia. Mereka menghapus hukum
rajam. Mereka menghalalkan riba. Mereka … . Mereka … . Dan seterusnya.
 
Kemudian yang terakhir, mereka
tidak mau menepati janjinya kepada Allah Subhanahu wata'ala untuk mengikuti
Nabi terakhir, Nabi untuk seluruh bangsa, untuk seluruh manusia, Nabi Muhammad
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam dengan merubah semua berita-berita Taurat yang
berkaitan dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam. Maka Allah
Subhanahu wata'ala melaknatnya sampai hari kiamat.
 
PENUTUP
 
Demikianlah Bani Israil yang
dijajah, ditindas dan diperbudak selama 400 tahun oleh bangsa Qibti. Kemudian
Allah Subhanahu wata'ala selamatkan mereka daripadanya, dengan diutusnya Nabi
Musa 'Alaihis Salam membawa dakwah tauhid.
 
Namun terlihat walaupun mereka
telah merdeka secara fisik, mental mereka masih terjajah. Mereka masih menganggap
kebesaran dan kehebatan Fir'aun sehingga mereka tetap belum percaya kalau
Fir'aun dan tentaranya telah binasa di Laut Merah. Mereka mengatakan Fir'aun
tidak akan mati, hingga Allah Subhanahu wata'ala memperlihatkan kepada mereka
bangkai Fir'aun.
 
Juga mereka masih menganggap
bangsa Qibti adalah bangsa yang besar dan mulia. Semua yang datang dari bangsa
Qibti adalah hebat hingga cenderung untuk mengikuti budaya mereka. Bahkan yang
paling parah mereka meminta kepada Musa 'Alaihis Salam agar dijadikan untuk
mereka berhala seperti mereka punya berhala.
 
Mental mereka masih tetap mental
budak, kerdil dan penakut. Sehingga ketika mereka dihadapkan untuk berperang
melawan Jabbarin di Baitul Maqdis, mereka mengatakan: 'Lebih baik kami tetap di
Mesir (di bawah jajahan Fir'aun) daripada kami jadi santapan Jabbarin.'

Demikian pula pikiran mereka
masih terjajah dengan pikiran Fir'aunisme yang mengatakan:
 
"Wahai Hamman,
bangunlah untukku menara yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, yaitu
pintu-pintu langit, supaya aku bisa melihat tuhannya Musa. Dan sesungguhnya aku
yakin Musa berdusta." (Al Qashash: 36-38)
 
Yakni Fir'aun tidak percaya
dengan perkara yang ghaib kecuali kalau melihatnya sendiri dengan mata kepala
mereka. Inilah Fir'aunisme yang masih merasuk di kepala-kepala Bani Israil
sehingga mereka berkata kepada Nabi Musa:
 
"Dan ingatlah
ketika kalian berkata kepada Musa: 'Kami tidak akan percaya kepadamu (wahai
Musa) hingga kami melihat Allah dengan mata kepala kami … ." (Al Baqarah: 55)
 
Lihatlah wahai pembaca! Sering
kali penjajahan membentuk kepribadian suatu bangsa. Maka bagaimana dengan
bangsa kita yang dijajah selama 350 tahun oleh bangsa asing dengan misi
kristenisasinya.
 
Tentunya jika kita ingin merdeka
dengan makna yang sebenarnya, tidak cukup kita hanya mengusir penjajah secara
fisik. Tetapi kita harus memperbaiki kembali mental bangsa kita dan membuang
mental bangsa terjajah atau mental budak yang telah terbentuk.
 
Di antara
contoh mental budak adalah:
1. Ketika berada di bawah dia
menjilat atasan, ketika berada di atas dia menindas dan menginjak-injak yang
ada di bawah kekuasaannya.
2. Bersifat oportunis,
mementingkan keselamatan dan keuntungan pribadi, tidak peduli dengan bangsanya
sendiri, membebek kepada bangsa asing, meniru budaya mereka yang notabenenya
budaya kafir. Ketergantungan pada negara-negara penjajahnya dalam hal ekonomi
dan lain sebagainya.
3. Perasaan takut dan minder
kepada negara-negara eks penjajahnya atau negara Eropa lainnya secara umum.
Ingat penjajahan anak bangsa lebih kejam dari penjajahan bangsa asing.
 
Dan perlu diketahui bahwa tidak
akan terwujud perbaikan mental terjajah menjadi mental seorang yang mulia dan
merdeka kecuali dengan dakwah tauhid yang mengajarkan manusia untuk hanya
beribadah kepada Allah Azza wajalla, hanya mengagungkan Allah Azza wajalla dan
tidak mau diperbudak kecuali oleh Allah Azza wajalla melalui Nabi dan
utusan-Nya dengan bimbingan para ulama pewaris Nabi. Bahkan tidak mau
diperbudak oleh harta dunia ataupun hawa nafsu sendiri sekalipun. Wallahu A'lam
Bish Shawab.
 
DAFTAR PUSTAKA
1. Al Qur'anul Adhim.
2. Al Jami' li Ahkamil Qur'an. Abi Abdillah Al Qurthubi, penerbit Darus Sa'bi.
3. Al Bidayah Wan Nihayah. Abul Fida' Al Hafidh Ibnu Katsir. Penerbit Darul
Kutub Al Ilmiyah. Beirut.
4. Jami'ul Bayan fi Ta'wilil Qur'an. Abu Ja'far At Thabari. Penerbit Darul
Kutub Al Ilmiyah. Beirut. 1412 H / 1992 M.
5. Tafsirul Qur'anil Adhim. Ibnu Katsir. Penerbit Darus Salam. Tanpa Tahun.
6. Tafsirul Qur'anil Adhim. Imam Ibnu Abi Hatim. Penerbit Nizar Musthafa Al
Baz. 1419 H / 1999 M.
7. Ma'alimut Tanzil fit Tafsiri wa Ta'wil. Abu Muhammad Al Baghawi. Penerbit
Darul Fikr. 1405 H / 1985 M.
 
Sumber:
http://sunniy.wordpress.com/ (Majalah Salafy Edisi 38 tahun 1422 H / tahun 2001
M.)

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: