Selasa, 05 Mei 2009

[daarut-tauhiid] FW: Bruno Guiderdoni, Astrafisikawan Muallaf dari Perancis



FYI

________________________________

From: Abdul Rahman Riza [mailto:abdulrahmanriza@gmail.com]
Sent: Tuesday, May 05, 2009 12:11 PM.
Subject: Bruno Guiderdoni, Astrafisikawan Muallaf dari Perancis

Membaca Alam - membaca AyatBruno Guiderdoni adalah salah seorang
intelektual Prancis Muslim yang terkenal, seorang astrofisikawan
terkemuka yang masuk Islam kurang lebih lima belas tahun yang lalu. Dia
belajar fisika dan astrofisika di Universitas Paris dan memperoleh gelar
doktornya di sana pada 1986.

Kini (2004), dia merupakan ilmuwan yang bekerja pada Badan Antariksa
Eropa yang menangani dua satelit untuk penelitian ilmiah, yaitu Herschel
dan Planck, yang akan diorbitkan pada 2007, untuk mengamati fluktuasi
suhu pada radiasi latar kosmologi dalam frekuensi inframerah-jauh dan
gelombang submilimeter. Penelitian ilmiah Dr. Guiderdoni terfokus pada
persoalan lahirnya dan evousi galaksi-galaksi.
Berikut adalah wawancara Philip Clayton dengan Bruno Guiderdoni, yang
dikutip -- seizin kronik, mizan -- dari Buku Membaca Alam Membaca Ayat
(mizan, 2004).

Philip Clayton: Pengaruh-pengaruh religius apa saja yang anda terima
dimasa kanak-kanak, dan bagaimana akhirnya Anda memilih Islam ?

Guiderdoni: Ayah dan ibu saya beragama Kristen, tetapi saya tidak
dibesarkan dalam suatu agama tertentu. Sata saya mempelajari sains, saya
dapati ada sesuatu yang hilang dalam pendekatan saintifik terhadap
dunia. Saat saya mencari jenis pengetahuan lainnya, saya tersadar bahwa
pencarian saya adalah sebuah pencarian religius. Saya tidak tahu kondisi
di Amerika, tetapi di Prancis, pendidikan modern sama sekali
mengesampingkan gagasan tentang Tuhan. Konsekuensinya, anak-anak muda
tidak mampu menjelaskan apa yang mereka rasakan. Setelah banyak membaca
dan melakukan perjalanan, akhirnya saya tersadar bahwa pencarian saya
merupakan pencarian religius. Saya sangat tertarik dengan agama-agama
Timur, khususnya penekanan agama-agama itu terhadap pencarian
pengetahuan. Bagi saya, menjadi penganut Buddha, Tao, atau Hindu adalah
langkah yang terlalu jauh. Menjadi seorang Muslim merupakan jalan tengah
antara Timur dan Barat.. Islam memperkenalkan diri sebagai agama
pertengahan antara agama-agama Barat -- agama Yahudi dan Kristen -- dan
agama-agama Timur. Saya merasa (dengan memeluk Islam) tetap berada pada
aliran yang sama, yang telah diawali oleh agama Yahudi dan Kristen,
tetapi saya pun mendapatkan jalan kepada agama-agama Timur. Saya
menemukan jalan saya dalam Islam, meskipun,`sebagaima na Anda tahu,
Islam kini dirundung banyak masalah , terutama oleh paham fundamentalis
yang menggunakan kekerasan. Tentu saja, ada juga banyak hal berharga
dalam Islam dan banyak kemungkinan untuk sebuah kehidupan spiritual.

Clayton: Jadi, daya tarik Islam adalah karena agama itu merupakan
keterpaduan agama Yahudi dan Kristen , tetapi juga dekat dengan
tradisi-tradisi ketimuran.

Guiderdoni: Benar. Terutama mistisisme Islam , yang disebut sufisme.
Sufisme memberikan penekanan pada realisasi pengetahuan dengan cara yang
sangat simpatik, dalam kerangka paham monoteis, dengan konsep teologis
yang sangat akrab dengan kita. Dalam Islam, pandangan tentang manusia,
dunia, dan penciptaan, sangat mirip dengan Yahudi dan Kristen. Akhirnya,
tujuan kehidupan religius adalah pengetahuan. Hal yang sangat penting
adalah, baik pencarian sains maupun pencarian religius saya sama-sama
merupakan pencarian pengetahuan.

Clayton: Bisakah Anda berbicara sedikit mengenai apa yang tidak Anda
dapatkan dari sekadar pencarian pengetahuan saintifik?

Guiderdoni: Pada abad ke-19, sains berharap bisa menjawab semua
pertanyaan. Sains modern sangat berhasil dalam menjawab
pertanyaan-pertanya an tentang bagaimana mekanisme segala hal. Namun,
hal itu mulai tidak memuaskan pertanyaan,"Mengapa segala sesuatu berlaku
seperti ini ?" Harapan di abad ke-19 itu bukanlah pada sains yang
sesungguhnya, melainkan pada ideologi . Kini, sains lebih
menitikberatkan pada tujuan utamanya, yakni penjelajahan alam semesta.
Sains modern hanya sedikit berbicara di tataran fisolofis. Pada abad
yang lalu, segala usaha untuk mendefinisikan sifat-dasar kebenaraaan-
ilmiah terbukti gagal total. Dalam sains, kita memiliki metode yang
sangat efisien untuk meningkatkan pengetahuan kita tentang alam semesta.
Namun, kita tidak mampu mengatakan bahwa suatu teori benar, atau mungkin
benar, atau salah, atau mungkin salah. Karya Karl Popper sangat penting
dari sudut pandang ini.

Jawaban atas pertanyaan-pertanya an ilmiah kita memunculkan
pertanyaan-pertanya an lainnya. Sains adalah suatu kisah yang tiada
habisnya dan sangat mengasyikkan. Sayangnya, kita umat manusia dibatasi
oleh waktu, dan kita menginginkan jawaban pasti atas pertanyaan-pertanya
an lainnya. Pencarian terhadap jawaban semacam itu adalah alami, bahkan
meskipun jika pencarian ini tidak bersifat ilmiah, melainkan religius.
Itulah sebabnya mengapa saya amat tidak puas dengan kegiatan ilmiah yang
saya lakukan.

Clayton: Adakah sesuatu dalam keterbatasan pengetahuan yang telah
ditegaskan oleh para ilmuwan sendiri ratusan tahun lalu, yang memberi
sumbangsih bagi pemahaman Anda atas perlunya sebuah cara lain (di luar
sains)? Umpamanya, ketidakpastian tentang tingkatan kuantum yang digagas
Heisenberg.

Guiderdoni: Di jalan inlelektual saya ada dua langkah penting, dua
telaah penting. Yang pertama adalah filsafat sains, terutama karya
Popper yang saya baca saat berusia dua puluh tahun. Langkah penting
lainnya adalah perdebatan mengenai sifat-dasar dan kesempurnaan mengenai
mekanika kuantum. Di Prancis terjadi banyak perdebatan sepuluh atau dua
puluh tahun lalu. Bernard d'Espagnat memberi kuliah di universitas
tempat saya belajar lima belas tahun silam. Saya terkesan oleh
kecermelangan dan kecerdasannya, dan terutama oleh anlisisnya mengenai
keterbatasan mekanika kuantum dan oleh gagasan bahwa kenyataan tak
pernah benar-benar dapat diungkap penyelidikan ilmiah. Sesungguhanya
realitas selalu "terselubungi". Saya rasa saya perlu mencoba cara lain
untuk memperoleh pengetahuan tentang realitas.

Clayton: Sejak menganut agama Islam, bagaiman Anda memandang hubungan
antara tradisi sains dan religius? Apakah Anda melihatnya komplementer,
integral, atau sebagai wilayah yang sangat berbeda?

Guiderdoni: Menurut saya, keduanya komplementer. Seperti yang saya
katakan pada Anda, Islam sangat menekankan pentingnya ilmu dalam
kehidupan secara umum dan dalam kehidupan religius secara khusus. Akar
dari dosa adalah kebodohan, atau kegelapan."Carilah ilmu dari buaian
hingga ke liang lahat," kata Rasulullah. Zhulm adalah istilah bahasa
Arab untuk dosa dan kegelapan. Sangatlah mungkin bagi ita untuk keluar
dari dosa dengan cahaya ilmu. Maka, mencari ilmu penting adanya, segala
macam ilmu: ilmu dunia dan ilmu akhirat.

Mungkin orang menganggap pengetahuan sains sebagai pengatahuan dunia,
dan pengetahuan akhirat adalah pengetahuan religius.. Pada kenyatannya,
perbedaan itu tidak begitu jelas. Dalam tradisi Islam, ilmu yang dicari
adalah ilmu yang yang berguna untuk kemanusiaan secara umum. Pencarian
ilmu tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai etis. Seperti halnya segala
sesuatu di dunia, sains punya satu tujuan, yaitu Tuhan. Kita tidak bisa
memahami pencarian pengetahuan secara terpisah dari upaya perbaikan
diri.

Clayton: Jadi, karya Anda sebagai seorang ilmuan tidak sepenuhnya
terpisah dari ketaatan Anda sebagai seoarang Muslim. Itukah yang Anda
maksud?

Guiderdoni: Ya. Tidak ada pertentangan antara sains dan agama. Tidak
mungkin ada kasus Galileo dalam Islam. Islam terbuka bagi segala macam
ilmu. Jadi, sebagai seorang Muslim, saya merasa sangat nyaman dengan
aktivitas keilmuan saya, karena saya dapat menafsirkan karya riset saya
sebagai pencarian ilmu untuk dunia ini, juga sebagai penjelajahan
kekayaan dan keindahan ciptaan Tuhan.

Clayton: Kedengarannya seolah-olah dalam Islam Anda menemukan suatu
kebutuhan untuk menyatukan karya Anda sebagai seorang ilmuan dengan amal
Anda sebagai Muslim.

Guiderdoni: Benar. Sebagai seorang Muslim, saya cenderung menyatukan
seluruh aktivitas ke dalam satu jalan tunggal, satu jalan hidup dan
berfikir. Karena Tuhan adalah Esa, manusia pun harus menjadi utuh.
Pemisahan dalam bentuk apapun antara aktivitas profesional dan pencarian
religius bukanlah hal yang baik.

Kita tidak harus memisahkan aktivitas keilmuan dengan aktivitas
religius. Tidak benar bahwa ilmu dan iman tidak berhubungan satu sama
lain, bahwa keduanya sepenuhnya merupakan jalan berbeda dalam mendekati
kenyataan. Pandangan ini merupakan salah satu cacat dari beberapa
pendekatan terhadap agama dalam peradaban Barat, khususnya setelah Kant.

Namun, saya pun harus menekankan bahwa pengetahuan sains tidaklah
seperti pengetahuan religius.. Pada setiap saat, kita harus menyadari
sifat-dasar dari aktivitas yang sedang kita lakukan; kita tidak
mengerjakan doa seperti kita mengerjakan penelitian. Pemaduan aktivitas
kita adalah penting, tetapi kita pun membutuhkan pembedaan. Kita harus
teliti dalam hal ini.

Clayton: Jadi, pemisahan Kantian antara dunia alam dengan dunia tanggung
jawab moral dan kebebasan yang telah memengaruhi banyak pemikiran agam
Kristen dan Yahudi pada dua atau tiga abad yang lalu, tidak diterima
oleh Islam?

Guiderdoni: Tidak, karena setiap perbuatan manusia memiliki makna
etis.Agama meliputi kehidupan sehari-hari . Ada waktu-waktu ritual yang
eksplisit; shalat lima kali sehari, umpamanya. Namun, di luar
waktu-waktu itu, seluruh waktu kehidupan merupakan kesempatan untuk
beribadah, dalam bentuk penjelajahan dunia. Dan penjelajahan dunia
seperti apa pun akan memajukan pengetahuan. Karena penjelajahan dunia
merupakn jalan mempelajari ciptaan Tuhan, aktivitas ini juga bernilai
ibadah.

Clayton: Bagi Islam, sebagaimana bagi agama Yahudi dan Kristen, alam
semesta tidak hanya memiliki waktu yang linear, tapi juga sebuah telos
('tujuan',bahasa Yunani-peny. ) tertentu, tujuan yang ditetapkan Tuhan..
Bagaimana gagasan tujuan tersebut berdampingan dengan ilmu fisika dan
astrofisika kontemporer?

Guiderdoni: Dalam Al-Quran , banyak ayat yang menekankan tujuan
Penciptaan Tuhan. Tujuan itu meluas hingga pada detail kehidupan
sehari-hari. Tidak ada yang diciptakan secara kebetulan. Segalanya
dibuat dengan satu tujuan. Segala sesuatu merupakan tanda-tanda Tuhan:
ayat. Kata tersebut merupakan salah satu kata penting dalam tradisi
Islam; yang artinya bahwa segala yang ada di dunia, segala yang tampak
oleh kita, sesungguhnya membawa pelajaran dari Tuhan. Maka, sekali lagi,
sangatlah mudah untuk mengkaji sains modern dalam paradigma finalitas
ini. Saya terheran-heran dengan perbedaan antara keberhasilan
reduksionisme sebagai alat dan sebagai rancangan metodologis, dan
kegagalannya sebagai rancangan filosofis. Eksplorasi kita terhadap
detail fisika kosmos kini mengarah kepada sesuatu yang dapat dengan
mudah dibaca sebagai finalitas. Semua"kebetulan" yang "ditafsirkan"
dengan prinsip antropik dapat dibaca dengan mudah sebagai finalitas di
dunia. Seorang Muslim tentunya tidak perlu bersusah payah untuk membaca
hal itu. Yang mendapat masalah adalah orang-orang yang tak beriman,
karena mereka memahami dunia ini sebagai sebuah bangunan raksasa yang
berdiri di atas sejumlah sangat kecil pilar yang tertala-cermat (finely
tuned): nilai-nilai konstanta fisika. Itulah yang menjadi masalah bagi
mereka.

Clayton: Argumen apa yang Anda pakai sebagai seorang fisikawan, tentang
keberadaan rancangan dan tujuan dalam alam semesta ini?

Guiderdoni: Telah banyak muncul karya tentang prinsip antropik, yang
dirangkum dengan baik dalam buku karangan John Barrow, The Antropic
Cosmological Principle. Secara historis, keluasan jagat raya telah
digunakan sebagai arguman untuk menentang agama.Alasannya, jika jagat
semesta demikian luas , manusia menjadi tidak ada artinya dan konsep
adanya agama yang diwahyukan di planet kecil tempat kita tinggal pun
tidak punya makna. Namun, kini kita tahu bahwa usia dan ukuran alam
semesta yang bisa diamati berhubungan erat dengan kehadiran kita di
bumi. Kita tidak dapat muncul di sebuah jagat raya yang memiliki usia
dan ukuran yang berbeda (dari jagat raya yang kita huni sekarang). Usia
alam semesta yang sangat tua diperlukan untuk pengayaan elemen berat,
juga penting bagi pembentukan planet dan kemunculan kehidupan.
Ukuran semesta Merupakn konsekuensi usianya. Kita memerlukan ukuran
semesta seperti ukuran semesta kita ini dan waktu selama usia semesta
kita ini, agar kita (manusia) dapat muncul dibumi.

Clayton: Beberapa orang memberikan argumen-argumen fisika untuk
mempertahankan apa yang biasa disebut prinsip antropik kuat. Apakah Anda
bersimpati kepada pandangan yang menyatakan bahwa kemunculan kehidupan
cerdas adalah sebuah keniscayaan tersebut dirancang di alam semesta
sejak awal?

Guiderdoni: Ya, saya sepakat. Menurut saya, hal itu merupakan
konsekuensi tak terhindarkan dari kerja-kerja terbaru dalam kosmologi
modern. Semua"kebetulan" pada konstanta-konstanta fisika membuat
kompleksitas yang amat besar menjadi mungkin. Sebagai orang beriman,
saya menganut prinsip antropik kuat; segalanya telah dirancang dengan
cara tertentu untuk memungkinkan keberadaan manusia.

Clayton: Bolehkah saya menanyakan sifat-dasar prinsip tersebut? Ada
orang bilang bahwa itu merupakan penjelasan metafisis. Ada yang bilang
itu benar-benar merupakan kesimpulan fisika, bahwa prinsip itu bisa kita
peroleh dari fisika, tanpa mesti beralih ke meta fisika.

Guiderdoni: Untuk saat ini, saya katakan bahwa itu bukan suatu prinsip
fisika. Itu adalah sesuatu yang berakar dalam sains, tetapi merupakan
prinsip metafisika. Memang ini merupakan arus balik menuju metafisika
yang mengejutkan, karena banyak filosof menyatakan bahwa kita telah
membunuh metafisika sejak kemunculan filsafat Kantian pada akhir abad
ke-18. Kini, metafisika dimunculkan kembali saat tidak diharapkan , oleh
sains itu sendiri.

Menurut saya, prinsip antropik tidak bisa dianggap sebagai prinsip
fisika karena prinsip fisika harus bisa diprediksikan. Saya tidak tahu
apakah telah muncul prediksi dari prinsip antropik. Namun, tentu saja
kita tidak bisa menghilangkannya hanya karena prinsip ini punya makna
metafisis.

Clayton: Dalam sains dasawarsa lalu, sebagaimana yang Anda gambarkan,
kesimpulan-kesimpul an metafisis dipengaruhi oleh karya-karya bidang
astrofisika, bahkan mungkin bisa diuji melalui cara-cara tertentu. Riset
fisika sebenarnya bisa memberi bukti untuk beberapa tinjauan metafisis.
Apakah saya mendiskripsikan pendirian Anda itu dengan benar?

Guiderdoni: Ya Anda benar. Kecenderungan dalam Islam selalu ke arah
penyatuan. Maka, pernyataan bahwa metafisika bisa disingkirkan
sepenuhnya dari sebarang bidang aktivitas atau pengetahuan manusia
benar-benar tidak konsisten dengan pemikiran Islam. Dari sudut pandang
sains modern, yang, setidak-tidaknya pada abad-abad lalu, berusaha
meniadakan metafisika, kembalinya metafisika merupakan sebuah kejutan.
Pemikiran Islam menekankan hubungan erat antara pendiskripsian jagat
raya dan akar-akarnya dalam prinsip-prinsip metafisika dan spiritual.
Keberhasilan reduksionisme sebagai sebuah metodologi keilmuan dan
kegagalannya sebagai sebuah rancangan filsafat, menjadi dorongan kuat
bagi pencarian jenis ilmu lain, cara lain untuk melihat kebenaran
tunggal. Menurut saya, seluruh pemikiran Islam pun mengarah pada
kesimpulan bahwa hanya ada satu kebenaran. Untuk mencapainya, kita
memiliki banyak cara. Salah satunya adalah sains.. Baik kesuksesan
maupun kegagalannya membesarkan hati. Kegagalannya, berupa ketiadaan
jawaban-jawaban radikal, mungkin menjadi pendorong untuk beranjak kepada
cara lain dalam memperoleh kebenaran. Mungkin jalan religius memiliki
keistimewaan, dalam hal tertentu. Menurut saya, filsafat modern tidak
menekankan pada pencarian kebenaran. Itu ditandai dengan lenyapnya
metafisika. Jadi, mungkin agama adalah satu-satunya jalan yang tersisa
bagi para ilmuan untuk mencoba memperoleh kebenaran.

Clayton: Jadi, mungkin bisa dikatakan seperti ini: bahwa sebagai seorang
ilmuan, saya takjub dengan improbabilitas bahwa saya -- sebagai orang
yang mengetahui -- harus ada di sini. Saat saya tatap alam semesta,
tampaklah ia seolah-olah tertala-cermat, sehingga kehidupan dapat
berkembang. Kemudian, saya mengetahui prinsip antropik dalam fisika,
atau pentingnya posisi pengamat dalam bidang fisika kuantum, sehingga
saya berfikir pasti ada tujuan tertentu bagi kita. Saya berpaling dari
agama untuk mencari tahu apakah tujuan itu dan apakah tanggung jawab
moral saya di hadapan Tuhan. Demikiankah gagasan Anda ?

Guiderdoni: Tepat sekali. Saya tidak menyukai penafsiran dualistik
sains, khususnya mengenai mekanika kuantum. Saya menyukai realitas; saya
adalah seoraang realis. Kita menduga bahwa ada realitas tersembunyi,
sebuah "realitas terselubung", sebagaimana dikatakan d'Espagnat. Kita
mencoba untuk lebih dekat pada realitas ini melalui sains dan kita
berhasil dalam beberapa hal. Namun, kita merasa bahwa kita membutuhkan
suatu langkah kualitatif yang akan menggiring kita pada pertanyaan
mengenai makna segala sesuatu. Menurut saya, kita hanya bisa memperoleh
jawaban melalui pendekatan religius. Dan inilah sebabnya mengapa saya
memandang dua aktivitas itu benar-benar komplementer..

Clayton: Islam,seperti halnya agama-agama Barat, mengajarkan bahwa umat
manusia diciptakan bertanggung jawab secara moral, bebas, dan mampu
berhubungan dengan Tuhan. Bagaimana pengertian manusia sebagai pribadi
ini dapat dikatakan sesuai dengan teori sains mutakhir?

Guiderdoni: Ini adalah pertanyaan yang berkaitan; manusia digambarkan
dalam Al-Quran sebagai wakil Tuhan di bumi. Jadi, ia tidak berada di
atas ciptaan. Mungkin dikatakan bahwa pada peradaban Barat, khususnya
pandangan -- dunia Cartesian, hanya manusialah yang mempunyai jiwa; maka
ia bisa berbuat apapun yang diinginkannya di dunia ini. Dalam Islam,
manusia tidak berada di atas penciptaan, tetapi berada di pusatnya. Dan
kita harus mengatur ciptaan tersebut, atas nam Tuhan, seperti penjaga
kebun yang baik.. Kita bertanggung jawab atas ciptaan dan tidak bisa
mengubahnya semau kita. Manusia berada di bumi ini sebagai konsekuensi
dari sejumlah krisis luar biasa dalam perkembangan alam semesta: krisis
dalam pembentukan galaksi, pembentukan spektrum-spektrum bintang,
evolusi bintang dan seterusnya, hingga pembentukan planet-planet dan
munculnya kehidupan, serta seluruh periode perkembangan hidup dan
sebagainya. Sains mengajarkan bahwa kita berada di puncak bangunan
kosmis raksasa, yang berusia 10 milyar tahun. Islam membantu saya merasa
nyaman, karena penekanannya terhadap ilmu dan nilai-nilai etika.
Pengetahuan tidak bisa di capai secara terpisah dari pencarian
nilai-nilai etika. Nilai etika yang sesungguhnya adalah tanggung jawab.
Jadi, pandangan ilmiah ini, yang mengatakan bahwa manusia merupakan
akibat dari apa yang dinamakan "kebetulan-kebetulan" dan krisis- krisis
yang luar biasa banyaknya itu, seharusnya menuntun kita pada pandangan
religius yang memandang manusia memiliki rasa tanggung jawab yang besar
di muka bumi.

Selain itu, hal yang sangat menarik adalah kemunculan manusia dalam
kosmologi. Prinsip kosmologis menyatakan bahwa tempat yang "jauh" tidak
ada bedanya dengan "di sini"; tidak ada posisi istimewa dalam jagat
raya. Namun, hal ini membawa kemungkinan penjelajahan sejarah alam
semesta. Karena kenyataan bahwa "yang jauh" sama dengan " di sini", maka
sejarah alam semesta bisa di telusuri dengan mengamati benda-benda pada
pergeseran merah (redshift) yang tinggi. Ini berarti pula bahwa jarak
yang jauh memberi gambaran dari masa yang sangat lampau, karena cahaya
berjalan pada kecepatan terbatas. Kita bisa merekonstruksi masa lalu
alam semesta dan masa lau kita sendiri, sampai pada saat-saat pertama
setelah terjanya Ledakan Besar. Jadi, kita berada pada posisi pusat;
kita ada di pusat semesta yang bisa diamati. Dalam beberapa hal, kosmos
kita sangatlah mirip dengan kosmos Abad pertengahan yang menempatkan
manusia di pusat semesta. Tentu saja, kita tahu bahwa dunia ini tak
terbatas. Namun, dunia yang bisa diamati adalah sebuah gelembung di
keluasan alam semesta. Kita berada di posisi pusat seperti ini dalam
upaya membangun pengetahuan kita mengenai dunia.

Dengan kata lain, kita berada di sebuah lokasi yang sesuai untuk
mengamati semesta karena bidang galaksi kita, umpamanya, memiliki sebuah
sudut pandang bagus terhadap bidang Supergugus Lokal(Local Super
Cluster). Kita tidak berada dalam sebuah awan molekular dan seterusnya.
Semesta yang mengelilingi kita, Galaksi Bima Sakti, agak tembus cahaya.
Dan kita bisa mengakses masa yang sangat lampau. Jika kita hidup di
galaksi lain, atau dalam sebuah awan molekular, semesta di sekeliling
kita akan benar-benar buram, kecuali bagi radiasi cahaya inframerah dan
gelombang radio. Pasti ada lebih banyak halangan untuk mengungkap
semesta ini.

Ada banyak kemiripan dalam cara kita memandang dunia dengan cara Abad
Pertengahan memandang dunia ini.. Bagi para pemikir Abad Pertengahan,
batas jagat raya adalah bola langit(atau lebih tepatnya adalah Langit
Kristal [Crystalline Sphere]), karena penemuan presesi ekuinoks (the
precession of the equinoxes). Ini merupakan pembatasan yang amat tajam,
pemisahan antara jagat raya di satu sisi dan Empyreum (lokus Singgasana
Tuhan, 'Arsy) pada sisi yang lain. Inilah batas maksimal bagi
penciptaan. Dan kita pun memiliki batas ini, karena batas semesta yang
bisa kita amati pun berbentuk sebuah bulatan. Pada permukaan bulatan
itu, kita mendapatkan T=0 dan kita tidak bisa melihat lebih jauh. Lebih
jauh lagi adalah masa lalu yang sudah terlalu lampau.. Itulah saat
ledakan besar terjadi; yang merupakan misteri bagi kosmologi modern.
Kita tahu bahwa dunia ini tidak terbatas dan penuh dengan bintang dan
galaksi, tetapi kita punya pandangan yang dinamis terhadap jagat raya,
kaitan yang erat antara menatap jarak yang jauh dan menggali masa lalu.
Ketika kita melihat jauh, kita mencoba menggali asal mula keberadaan
kita tetap sebagaimana Dante Alighieri menggambarkan secara alegoris
dirinya mengarungi ruang angkasa untuk melihat wajah Tuhan. Ada banyak
kemiripan lainnya antara pandangan Abad Pertengahan dengan sains modern
mengenai jagat raya.

Clayton: Saya ingin tahu, bagaimana pengaruh pengetahuan kita mengenai
evolusi kehidupan terhadap pandangan religius terhadap individu. Menurut
biologi evolusioner, kita sangat mirip dengan mahluk primata tingkat
tinggi lainnya. Sebagian besar materi genetis kita sama dengan mereka.
Apakah hal itu menimbulkan ketegangan pada keyakinan religius mengenai
keunikan sosok individu sebagai wakil Tuhan ?

Guiderdoni: Mungkin akan ada semacam tegangan jika Anda membaca Al-Quran
secara harfiah. Namun,hal itu akan hilang jika kita mengkaji
ayat-ayatnya secara terbuka. Penciptaan manusia digambarkan oleh
Al-Quran sebagai berikut: Manusia diciptakan Tuhan dari dua unsur. Ia
tercipta dari tanah liat (thin) dan ruh Tuhan (Ruh). Proses penciptaan
ini dulu ditafsirkan sebagai penciptaan yang terjadi seketika. Namun,
tak satupun petunjuk dalam ayat-ayat suci itu yang mengharuskan kita
tiba pada kesimpulan ini, karena segala sesuatu yang di deskripsikan
oleh (teori) evolusi bisa jadi terkait dengan bagian dari evolusi kosmik
sejak awal, dari nukleosintesis pada bintang-bintang dan seterusnya, dan
fakta bahwa unsur-unsur kita,"tanah liat", ada pada bintang-bintang 5
milyar tahun lalu. Bagian tanah liat ini membuat kita sangat dekat
dengan dunia ini, sangat dekat dengan hewan.

Kita pun mempunyai bagian lainnya, yakni ruh Tuhan.. Ruh ini merupakan
anugrah Tuhan, dan itu bukan satu-satunya alasan. Aristoteles mengatakan
bahwa manusia adalah hewan yang berpikir, tetapi pikiran bukan
satu-satunya perbedaan. Berbeda dengan hewan, manusia memiliki kapasitas
untuk mengenal Tuhan, untuk menyadari nama-nama-Nya dan sifat-sifat-
Nya. Dalam tradisi Islam, manusia adalah satu-satunya makhluk di dunia
ini yang memiliki kemampuan untuk menyadari seluruh asma Tuhan, seluruh
sifat-sifat- Nya. Inilah anugrah dari Ruh Tuhan dalam diri kita. Dalam
Islam, tak ada hal-hal yang menyebabkan penentangan terhadap kemungkinan
bahwa bentuk dan sifat-sifat manusia yang sama dengan hewan (unsur
hewaniah) merupakan hasil dari proses evolusi yang panjang.

Al-Quran tidak menceritakan sejarah dunia. Ia adalah kitab yang khas,
sebuah kitab yang mengiring perhatian manusia kepada fakta-fakta
signifikan. Ini bukanlah sebuah buku teks ilmiah. Bagian-bagian dari
Al-Quran sangat puitis dan misterius, dan ayat-ayatnya bisa di baca
dengan berbagai cara. Selama Abad Pertengahan, Al-Quran sering di baca
secara harfiah, sangat mirip dengan yang di lakukan orang-orang Yahudi
atau Kristen. Namun, ayat-ayat itu selalu terbuka untuk ditafsirkan dan
di baca kembali.

Al-Quran menyatakan bahwa ada masa ketika manusia belum diciptakan.
Manusia diciptakan untuk Tuhan, tetapi jagat raya di ciptakan untuk
manusia, untuk menjadi tempat (lokus) pengetahuan kita mengenai Tuhan.
Penciptaan manusia mungkin berlangsung dalam waktu yang sangat lama,
tetapi hitungan waktu tidak benar-benar signifikan dari sudut pandang
spiritual.. Yang penting adalah apa yang sedang terjadi sekarang dan
kemampuan kita untuk memahami tindakan Tuhan di jagat raya.

Clayton: Jadi, kisah-kisah tentang bagaimana segala sesuatu terjadi dan
bahwa manusia berbeda dari hewan tidak begitu penting dalam Islam, jika
dibandingkan dalam agama Kristen? Permasalahan yang penting adalah
bagaimana pemahaman manusia saat ini di hadapan Tuhan, dan bagaimana ia
hidup dan berperilaku. Apakah demikian?

Guiderdoni: Ya, saya pikir begitu. Dalam Islam, ada penekanan bagi
realisasi spiritual. Realisasi spiritual ini juga sama pentingnya dalam
ajaran Buddha dan Hindu. Sebagai orang Barat, kita terbiasa menangani
banyak masalah, yang sebagian tidak ada kaitannya dengan kita. Meskipun
kita mencapai kesuksesan dalam penjelajahan jagat raya, tujuan
penciptaan diri kita bukanlah penemuan jagat raya tersebut. Kita tidak
memiliki deskripsi yang luar biasa mengenai sejarah jagat raya. Namun,
terlepas dari penemuan-penemuan ini, hal yang penting justru terlupakan:
realisasi spiritual manusia. Karenanya, kita butuh lebih banyak
pengetahuan daripada yang bisa diberikan oleh sains. Kita di Barat biasa
berpikir bahwa kita hanya bisa mengetahui apa yang bisa kita rumuskan
menjadi konsep. Agama-agama Timur, termasuk Islam, yang merupakan agama
Timur dari sudut pandang ini, mengajarkan bahwa kita bisa mengetahui
leih banyak daripada yang bisa kita konsepsikan. Tentu saja, kita
(bangsa Barat) sangat piawai memakai nalar kita. Namun, kita pun punya
jenis kecerdasan lainnya. Kita mempunyai apa yang disebut oleh filosof
Abad Pertengahan sebagai "intelek", yakni kemampuan untuk merenungkan
kebenaran. Jadi, jika kita ingin mencari tahu asal-usul keberadaan kita,
kita bisa memperoleh bermacam-macam jawaban. Kita mendapatkan jawaban
berdasarkan kosmologi modern, kita pun punya pendekatan spiritual dan
mistis.

Jawaban yang lengkap hanya bisa di temukan di akhirat, yang menurut
tradisi Islam juga merupakan dunia pengetahuan. Di bumi, kita di batasi
oleh hukum alam dan kita hanya bisa mendapat jawaban parsial atas
pertanyaan-pertanya an penting. Di akhirat kelak pengetahuan- langsung
akan tersingkap.

Clayton: Dan intuisi spontan dari intellectus pun akan kita dapatkan,
sementara di dunia ini kita hanya memiliki cara-cara terbatas untuk
mengetahui, dengan nalar modern dan analisisnya, bukan dengan sintesis.

Guiderdoni: Tepat sekali. Kita (Bangsa Barat) sangat berhasil dalam
bidang algoritma. Namun, kita lupa bahwa ada jalan lain; kecerdasan
tidak hanya bersifat analitis, tetapi juga memiliki sisi sintesis,
sebagaimana yang tadi Anda katakan. Ia pun berhubungan dengan misteri
kreativitas ilmiah dan penemuan ilmiah. Bagaimanakah sebuah gagasan bisa
terbetik dalam benak seorang ilmuan? Ini merupakan pertanyaan besar.
Kita bisa saja mengajari mahasiswa kita banyak hal mengenai sains,
tetapi kita tidak bisa mengajari mereka bagaimana menemukan, karena kita
benar-benar melupakan sisi kontemplatif dalam pikiran manusia dan
aktivitas manusia secara umum. Dalam agama, kami menemukan kembali
pentingnya jalan kontemplasi.

Clayton: Bisakah amal dan ketaatan religius membuat kita lebih kreatif
dan menambahkan bagi sisi analitis suatu cara berpikir yang lebih
holistik?

Guiderdoni: Menurut saya, itu mungkin saja. Kita mempunyai contoh
orang-orang suci yang sangat kreatif, bukan hanya dalam Islam, tentu
saja, melainkan di semua agama. Kami punya kesan bahwa beberapa jenis
amal bisa membuka cakrawala berpikir atau membantu pikiran menghilangkan
hambatan yang berhubungan dengan hawa nafsu, dan lain sebagainya.
Mungkin amal seperti inilah yang bisa membuat seseorang lebih kreatif
dan lebih efisien di duni ini. Namun, sekali lagi, itu bukan tujuan
utama amal religius. Tujuan utamanya adalah bukanlah penemuan dunia ini,
melainkan amal di dunia atas nama Tuhan. Melalui hal itu, kita bisa
menemukan Tuhan.

Clayton: Dasar keyakinan Islam adalah Tuhan tidak hanya merupakan Sang
Pencipta, tetapi, dalam makna tertentu, juga Sang Pengatur. Dengan kata
lain, Dialah Pengatur alam semesta. Apakah dalam tradisi Islam pemahaman
mengenai Tuhan semacam ini berubah setelah bersentuhan dengan sains
modern atau tetap tidak terpengaruh? Adakah penentangan terhadap
keyakinan dan aktivitas Tuhan ini, dikarenakan perkembangan pengetahuan
kita atas dunia fisikal ini?

Guiderdoni: Ini pertanyaan yang sangat pelik dan ada beragam jawaban,
sesuai dengan periode sejarah yang kita perhatikan. Kini , tidak
terdapat perdebatan antara sains dan teologi Islam, karena teologi Islam
sudah hampir lenyap. Saat ini kami, Dunia Islam, sedang berada dalam
masa sulit. Ada dua kecenderungan utama dalam pemikiran Islam dewasa
ini: yang pertama bisa disebut kecenderungan rasionalistis, atau
modernisme, yang menerima hasil-hasil sains modern tanpa bersikap
kritis. Kecenderungan ini berupa penerimaan menyeluruh terhadap semua
hasil pemikiran dan teknologi modern, tanpa upaya kritis untuk
mempertanyakan apakah hasil-hasil itu sesuai dengan pemikiran atau
teologi Islam. Kecenderungan kedua adalah perspektif fundamentalis:
segala sesuat yang datang dari peradaban Barat dianggap buruk hanya
karena berasal dari Barat. Kaum fundamentalis ingin membangun sains
Islam yang selaras dengan sains modern. Kaum fundamentalis menganggap
sains modern sebagai sains Barat atau sains Kristen. Ini benar-benar
bertolak belakang dengan tradisi intelek dan spiritual yang luar biasa
dalam Islam. Sayangnya, perdebatan dalam Dunia Islam modern sangat
langka. Harus ada jalan ketiga di antara kedua jalan ekstrem ini dalam
memandang segala hal.

Malangnya, kebanyakan pemikir Muslim lebih tertarik pada masalah sosial
dari pada masalah fundamental, karena negara-negara Islam menghadapi
begitu banyak masalah ekonomi dan sosial. Jadi, kebanyakan refleksi
dalam Islam berpusat pada masalah-masalah tersebut. Namun sesungguhnya,
secara historis -d an karena alasan yang sangat kuat -- kecenderungan
teologi Islam adalah membahas masalah-masalah fundamental terlebih dulu.
Kita tidak bisa mengurusi masalah-masalah sosial atau ekonomi dengan
baik tanpa berefleksi pada masalah-masalah fundamental terlebih dulu.
Inilah kelemahan besar pemikiran Islam modern dan merupakan penyebab
mengapa refleksi Islam modern terhadap masalah sosial dan ekonomi sering
tidak mendalam. Itu pula penyebab mengapa kami tergiring pada situasi
kekerasan sekarang ini. Pada dasarnya, filsafat Islam telah lenyap pada
akhir Abad Pertengahan. Pemikiran Islam mengalami kemunduran kecuali
pada bidang tasawuf. Pada bidang ini refleksi selalu ada, tetapi sedikit
tersembunyi. Tidak mudah menemukan buku yang bagus atau seseorang yang
merenungkan pertanyaan Anda tadi.

Clayton: Apakah Anda memahami kerja yang Anda lakukan sebagai bagian
dari upaya membantu perubahan teologi Islam supaya lebih memikirkan
pertanyaan ini, umpamanya kerja Anda dengan televisi Prancis?

Guiderdoni: Menurut saya, di Eropa kami lebih siap untuk menjawab
pertanyaan-pertanya an semacam ini karena kami memiliki dasar-dasar
intelektual. Kami hidup dengan pertanyaan-pertanya an semacam in.
Mungkin kami lebih siap berpikir lebih tenang, karena kami tidak perlu
menghadapi masalah-masalah ekonomi dan politik yang parah seperti di
hadapi oleh banyak negara Muslim. Karenanya, kami punya kesempatan untuk
berdiskusi. Contohnya, saya sering memberi kuliah tentang soal-soal ini
di masjid-masjid dan menemui begitu banyak kaum muda Muslim yang tumbuh
di Eropa dan telah meneima pendidikan budaya Barat. Mereka menanti
refleksi semacam ini karena hal itu memang diperlukan.

Clayton: Jadi, jika kita berangkat dari anggapan bahwa pemikiran Islam
di wilayah ini berada pada tahap awal dan bahwa jawaban yang muncul
pastilah sangat spekulatif di mata seorang Muslim, apa pendapat pribadi
Anda mengenai hubungan antara Tuhan, aktivitas Tuhan di dunia, dan
deskripsi fisikal realitas?

Guiderdoni: Al-Quran tidak menjelaskan terlalu mendetail soal ini. Tapi,
ada dua ayat yang bagi saya tampaknya sangat relevan. Satu ayat
menyatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia dengan matematis. Al-Quran
mengatakan bahwa "matahari dan rembulan beredar menurut suatu
perhitungan" (QS Al-Rahman[55] :5).Ada "angka-angka' di jagat raya.
Al-Quran menarik perhatian pembacanya pada segala keteraturan di jagat
raya. Ada juga ayat lainnya yang menyatakan bahwa "tiada yang berubah
dalam ciptaan Tuhan". Itu berarti ada keteraturan. Keteraturan yang kita
lihat di alam dikarenakan terdapat tatanan sejak awal dan ini bisa di
identifikasikan, tentu saja, dengan hukum-hukum alam yang di ciptakan
oleh Tuhan. Tuhan membuat hukum-hukum alam menjadi mungkin. Tuhan adalah
pemelihara hukum alam.

Clayton: Mungkinkah ini merupakan sebuah pemahaman tentang tindakan
Tuhan yang dibahasakan dalam istilah-istilah keteraturan alam dan sifat
penciptaan yang seolah memang sengaja di tata?

Guiderdoni: Benar: keteraturan dan tatanan yang terus berlangsung. Ada
ayat lain yang sangat indah. Ayat itu menyatakan bahwa kita tak akan
mampu menemukan "celah" dalam ciptaan Tuhan. Tak ada yang melenceng.
Segalanya serba-teratur dan tertata.. Sebab, Tuhan sendiri adalah
tatanan. Tuhan adalah keindahan. Dan keindahan yang kita lihat dalam
jagat raya adalah bayangan keindahan Tuhan. Ini yang pertama. Hal kedua,
yang tak mengejutkan, bahwa keteraturan ini secara mendasar bersifat
intelektual. Mereka di bentuk oleh sebuah kecerdasan yang juga
menciptakan kecerdasan kita. Oleh karena itu, tak mengherankan apabila
kita mampu menjelajahi jagat raya, karena jagat raya bukanlah sebuah
negeri asing; ia tak berbeda dari kita. Kita dan alam semesta di
ciptakan oleh Kecerdasan yang sama.

Clayton: Dapatkah cara berpikir seperti ini membawa kita pada sebuah
pandangan bahwa Tuhan mengendalikan alam semesta tidak dalam bentuk
tindakan-tindakan langsung, tetapi dalam bentuk penciptaan awal berupa
suatu tatanan yang kemudian membentuk sifat-sifat dunia di masa
berikutnya? Atau perlukah menjaga konsep tentang tindakan Tuhan yang
terus-menerus ?

Guiderdoni: Dalam teologi Islam, ada doktrin yang disebut pembaharuan
penciptaan pada setiap saat. Alasannya adalah bahwa keteraturan di dunia
tidak hanya sekadar ada; mereka tak bisa berjalan jika Tuhan tidak
memperbarui mereka setiap saat.. Gagasan ini juga terdapat dalam
filsafat Barat dengan nama "oksionalisme". Teologi Islam menggunakan
gagasan fisika atomistik, sehingga tentu saja cukup mirip dengan cara
pandang kita sekarang terhadap jagat raya, yang juga bersifat atomistik.
Namun, teologi klasik Asy'ariyyah, yang berkembang selama abad ke-19 dan
ke-10 Masehi, menyatakan bahwa Tuhan menciptakan atom-atom dan
aksiden-aksiden setiap saat. Dengan demikian, atom tak memiliki
kemampuan untuk berbuat terhadap atom lain karena atom-atom tak cukup
mengada. Kausalitas sepenuhnya diadakan oleh Tuhan. Ada sebuah contoh
klasik yang diberikan oleh Imam Al-Ghazali, salah seorang pemikir agung
Islam. Ia mengatakan bahwa api pada dasarnya tak memiliki kemampuan
untuk membakar selembar kertas. Jika kita mendekatkan api pada secarik
kertas, kita melihat kertas itu terbakar, tetapi ini bukan karena kita
mendekatkan api pada kertas itu. Ini adalah kehendak Tuhan karena api
tak memiliki kapasitas dalam dirinya untuk membakar. Ini merupakan
sebuah pernyataan yang kuat dan sangat bertentangan dengan cara kita
memandang kausalitas di dunia. Kita bisa menerima bahwa Tuhan
menciptakan dunia dengan kausalitas, dengan hukum-hukum, tetapi kita
merasa bahwa setelah momen penciptaan, Tuhan membiarkan hukum-hukum itu
berjalan sendiri secara mekanistis. Teologi Islam klasik menyatakan
bahwa pada akhirnya perdebatan tentang kausalitas amatlah rumit dan
secara esensial bersifat metafisis. Siapakah yang membuat hukum alam?
Apakah hukum-hukum alam terletak pada materi? Mengapa harus ada hukum
alam? Newton mengatakan bahwa hukum gravitasi di mungkinkan karena Tuhan
ada dan memelihara hukum gravitasi agar tetap ada sepanjang waktu.
Akhirnya, saya pikir teologi Islam juga sama. Persoalan-persoalan
kausalitas dan kekekalan hukum-hukum fisika adalah pertanyaan-pertanya
an utama yang tak terpecahkan oleh filsafat kita. Orang Barat cenderung
membayangkan hukum alam sebagai sebuah deskripsi bersifat perkiraan atas
segelintir keteraturan di dunia. Dalam cara pandang ini, materi akan
didominasi oleh sebab dan kebetulan, dan kita berusaha menjelaskannya
dengan meraba-raba. Namun, dalam cara pandang teologi Islam, hukum-hukum
alam adalah "isi" alam semesta. Keteraturan, simetri, dan hukum-hukum
kekekalan, itu semua hanya penjelasan kita, cara pikir kita tentang
"materi". Ini karena materi diciptakan oleh intelek. Ia di buat dengan
simetri dan matematika.

Clayton: Alangkah menakjubkan. Kini, izinkan saya beralih ke pertanyaan
terakhir, sebuah pertanyaan pribadi. Dengan cara bagaimanakah keyakinan
agama Anda memotivasi kerja ilmiah Anda dan apakah riset ilmiah atau
astrofisika mengilhami keyakinan religius Anda?

Guiderdoni: Barangkali, langkah pertama dalam sebuah perjalanan
spiritual akan terkecewakan oleh sejumlah pertanyaan yang tak terjawab
dan kita mencoba untuk mencari pengetahuan dengan cara lain ; contohnya
dengan bemuhibah ke negeri-negeri Timur, meninggalkan segala kehidupan
modern dan menyepi di biara atau padepokan. Namun, itu merupakan
pengingkaran kenyataan. Latihan religius yang saya tempuh telah
mengajari saya bahwa kita harus menerima realitas apa adanya, sesuai
dengan batas-batas kita. Namun, kita harus juga menerima segala
keindahan dan kekayaannya. Sains memiliki banyak batasan, tetapi juga
memiliki keindahan dan daya tarik yang luar biasa. Inilah alasan mengapa
saya terus menggelutinya dan berharap dapat mengembangkan diri di masa
depan. Namun, saya melihat kedua aktivitas ini mengarah pada satu
realitas yang sama. [amanag-land]


=================================================
IMPORTANT - This electronic communication and any attachments may contain confidential and/or legally privileged information, and may only be used by the authorized recipients. If you receive this electronic communication in error, please delete all copies and advise the sender immediately. Any unauthorized dissemination, distribution or copying of this electronic communication or any attachments is strictly prohibited.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Give Back

Yahoo! for Good

Get inspired

by a good cause.

Y! Toolbar

Get it Free!

easy 1-click access

to your groups.

Yahoo! Groups

Start a group

in 3 easy steps.

Connect with others.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: