Selasa, 21 Desember 2010

[daarut-tauhiid] Fwd: [...] KEBAHAGIAAN...

*KEBAHAGIAAN*
(Sebuah Renungan, menjelang Hari Ibu 22 Desember )*
*


Dulu, ketika menjelang akhir-akhir semester, ada teman yang akan menikah. Di
tengah persiapan akan menghadiri walihamannya di luar kota, kami menginap di
rumah salah seorang teman agar bisa berangkat bersama. Malam hari sebelum
tidur, kami sempat ngobrol sebentar.

Teman: Enak ya jadi Mbak A, bahagia sekali jalan hidupnya.

Saya: mengapa begitu?

Teman: Karena sebelum lulus kuliah, sudah ada laki-laki yang meminangnya.
Jadi lulus kuliah sudah tidak lagi memikirkan pekerjaan dan langsung menjadi
istri sholihah dan calon ibu.

Saya: ….

Sampai saat ini, percakapan di atas terus terngiang di benak saya. Benarkah
sebatas itu kadar kebahagiaan seorang perempuan? Bukankah bahagia letaknya
di dalam hati dan tak ada satu orang pun yang bisa menakar kualitas kadar
kebahagiaan itu sendiri? Lalu, bahagia seperti apakah yang didambakan oleh
para perempuan khususnya muslimah?

Beberapa tahun kemudian, perempuan Mbak A yang disebut 'bahagia' tadi sudah
memperoleh beberapa anak yang lucu dan sehat. Ya….seharusnya dia memang
bahagia. Tapi memandang wajahnya, saya jadi harus bertanya pada diri
sendiri, bahagiakah dirinya?

Wajah yang semakin kusam tak terawat, senyum yang tak seramah dulu dan sikap
yang tidak lagi bersahabat seperti dulu, entah apa yang terjadi dengan
dirinya. Beberapa coretan miliknya yang saya temukan di internet,
menyuarakan sesuatu: cinta, sendiri, dan kesepian. Entah apa pula maknanya.

Pikiran saya pun melayang pada beberapa tahun silam tentang pandangan 'iri'
beberapa teman akan nasib dirinya yang menikah lebih cepat daripada
teman-teman lainnya. Saya pun terpekur, berpikir, dan merenung tentang makna
bahagia dan kebahagiaan itu sendiri. Di manakah 'ia' yang bernama bahagia
itu berada?

Saya pun menoleh pada seorang teman lain yang hampir tiap tahun melahirkan.
Saat ini putra dan putrinya berjumlah 6 orang dengan usia di awal kepala
tiga. Uniknya, saya selalu saja 'pangling' setiap bertemu dengannya terlebih
seusai melahirkan. Saya selalu takjub dengan nur di wajahnya yang cerah
berbinar ketika bertemu teman dan sahabat. Terlepas ada 6 anak yang harus
dirawat dan dididiknya, ia terlihat cerah dan ceria. Inikah bahagia?

Dua kisah nyata di atas adalah sebuah perjalanan hidup tentang perempuan
menikah. Ada juga seorang teman yang masih lajang, sering bersuara agak
sinis tentang kebahagiaan perempuan dalam pernikahan. Bahkan ketika akhirnya
saya menikah di usia yang sudah tidak lagi dianggap muda bagi seorang
perempuan, dia pun bertanya, "Bahagiakah saya?"

Saya pun tercenung. Ya…bahagiakah saya? Saya pun harus melihat ke dalam diri
dan kembali mencari definisi bahagia, paling tidak secara sederhana bagi
diri saya sendiri. Ketika saya belum menikah atau masih single, saya merasa
bahagia. Saya tidak merasa ada yang kurang dalam diri. Sesekali suara
sumbang memang ada mengingat masyarakat masih sulit menerima usia kepala
tiga yang masih sendiri. Tapi itu tidak mengusik kebahagiaan saya. Saya
tetap mempunyai hari-hari indah bernama bahagia.

Ketika saya kemudian menikah, bahagiakah saya? Ya, tentu saja. Saya tak akan
pernah mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu apabila saya tak
menemukan kebahagiaan di sana. Apakah menikah mengurangi kebahagiaan masa
lajang saya? Begitu teman saya itu terus bertanya. Saya kembali tercenung.
Kondisi lajang tidak mengurangi rasa bahagia saya, pun ketika menikah rasa
itu tetap ada. Jadi apakah bahagia itu terutama bagi perempuan?

Saya pun belajar bahwa bahagia adalah suatu kondisi ikhlas dalam hati apapun
situasinya. Ikhlas di sini adalah rasa menerima terhadap takdir Allah baik
ataupun buruk. Baik dan buruk itu hanya definisi manusia, Allah saja Yang
Mahatahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Kondisi lajang dan menikah itu
bila diterima dengan sabar dan syukur akan menjadi sumber kebahagiaan yang
penuh dalam diri.

Ketika masih lajang atau sendiri, saya tak pernah merasa sendirian. Apalagi
setelah menikah, pasangan hidup membuat dunia saya makin berwarna. Lajang
dan menikah, masing-masing mempunyai kontribusi untuk memberi makna bahagia
dalam hidup saya. Setiap detik usia baik ketika masih lajang dulu atau sudah
menikah saat ini, tak pernah mengurangi rasa syukur saya atas rasa bahagia
ini. Sedangkan kesabaran, itu adalah dua sisi mata uang bersanding dengan
kesyukuran.

Bila dulu saya bersabar (dan tetap bisa bersyukur) dengan kondisi lajang
saya, saat ini saya pun dalam kondisi yang sama. Saya pun bersyukur (dan
terus mempertebal kesabaran itu) atas anugrah-Nya berupa seorang partner
berjuang meniti ridha-Nya. Apabila sebuah pernikahan tanpa adanya rasa sabar
dan syukur, tentulah seseorang tak akan pernah tahu yang namanya bahagia.
Dua hal inilah bekal hidup seorang mukmin mengarungi kehidupan hingga nanti
saatnya tiba kita kembali pulang.

Wallahu a'lam. [sumber: Ria Fariana/voa-islam.com]


--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: