Kamis, 27 Januari 2011

[daarut-tauhiid] 15 Petunjuk Memilih Suami (bagian 1)

*15 Petunjuk Memilih Suami (bagian 1)**
*Oleh : Drs. M. Thalib

**

NB.

" Ku persembahkan buat ukhty – ukhtyku yang saat ini sedang dalam masa
penantian

~ Belahan Jiwa ~ J semoga bermanfaat.

01. Beragama Islam
Allah berfirman dalam beberapa ayat berikut:
"*...Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk menguasai orang-orang yang beriman"*
(Q.S. An-Nisaa' : 141)
*
"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu
perempuan-perempuan yang beriman, hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.
Allah lebih mengetahui keimanan mereka. Jika kamu telah mengetahui bahwa
mereka (benar-benar) beriman, janganlah kamu kembalikan mereka kepada
(suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-oarang
kafir itu; dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi
mereka..."*(Q.S.Al-Mumtahanah : 10)
*

"...Mereka tiada henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat)
mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka
sanggup. Barangsiapa yang murtad diantara kamu dari agamanya, lalu dia mati
dalam kekafiran, mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di
akhirat; dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."*(Q.S.
Al-Baqarah : 217)
*
"...Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min lebih baik
daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke syurga dan ampunan dengan izin-Nya..."*(Q.S.
Al-Baqarah : 221)

*Penjelasan:*
Menurut ahli Tafsir, ayat pertama dinyatakan sebagai suatu ketentuan
melarang orang Islam mengangkat orang kafir menjadi pemimpinnya atau
penguasanya. Termasuk dalam pengertian mengangkat orang kafir sebagai
pemimpin atau penguasa adalah menjadikan laki-laki non-muslim sebagai suami
bagi wanita muslim, karena suami memiliki kekuasaan terhadap istrinya.

Ayat kedua menerangkan bahwa kaum muslimin dilarang menyerahkan wanita
muslim kepada laki-laki kafir, termasuk mengawinkan wanita muslim dengan
laki-laki non-muslim.

Ayat ketiga menjelaskan bahwa orang-orang kafir baik yang beragama Yahudi,
Nasrani, maupun yang lain, selalu berusaha untuk menghancurkan agama Islam
dan mengembalikan orang-orang yang beragama Islam kepada kekafiran. Oleh
karena itu, untuk mencegah agar wanita-wanita muslim tidak menjadi sasaran
usaha pemurtadan oleh orang-orang non-muslim, kaum muslimin dilarang
mengawinkan wanita-wanita muslim dengan laki-laki kafir, apapun agamanya.

Ayat keempat melarang kaum muslimin umumnya, dan wali atau orang tua dari
perempuan-perempuan muslim khususnya, untuk mengawinkan para perempuan ini
dengan laki-laki musyrik atau kafir.

Ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada
kaum perempuan muslim agar mereka tidak menjadi obyek bagi musuh-musuh islam
dalam usahanya melemahkan kaum muslimin dan menghancurkan Islam dari
pemerkuaan bumi ini.

Perkawinan merupakan jalan bagi orang-orang kafir untuk memaksakan
kehendaknya dengan leluasa terhadap keluarga agar mengikuti agama mereka.

Hal ini bisa terjadi sebab suami oleh Islam ditempatkan sebagai pemimpin dan
penguasa dalam rumah tangga yang harus ditaati oleh istri. Dengan
kekuasaannya para suami kafir mudah sekali memurtadkan istri dari Islam dan
mengajak anak-anaknya mengikuti agamanya. Dengan cara semacam ini jumlah
kaum muslimin lama-kelamaan akan menjadi berkurang dan kekuatannya menjadi
lemah. Hal semacam ini sudah tentu sangat membahayakan perkembangan umat
Islam dan sekalipun merusak kemurnian ajaran Islam.

Karena kekuasaan dan wewenang untuk memimpin keluarga diberikan kepada
suami, Islam menegaskan adanya larangan bagi kaum muslimin untuk mengawinkan
perempuan-perempuan mereka dengan laki-laki non-muslim atau kafir.

Bilamana ada orang yang beranggapan bahwa tidak semua laki-laki non-muslim
berusaha menghancurkan atau merusak islam, setidak-tidaknya merusak
keislaman wanita muslim yang menjadi istrinya atau anak-anaknya kelak,
anggapan semacam ini SALAH! Dikatakan demikian sebab hal tersebut
bertentangan dengan penegasan Allah bahwa:

1.Orang Yahudi atau Nasrani tidak akan senang kepada orang Islam sebelum
yang bersangkutan dapat dikafirkan. (Q.S. Al-Baqarah : 217)

2.Orang musyrik yang lain juga bersikap semacam hal tersebut di no.1 kepada
orang Islam. (Q.S Al-Baqarah : 105)

3.Orang Islam tidak boleh berkumpul jadi satu dengan orang kafir atau
musyrik. (Q.S. An-Nisaa' : 140)

4.Orang Islam tidak boleh dipimpin oleh orang kafir dalam urusan apapun,
termasuk urusan keluarga. (Q.S. Ali Imran : 118)

Wanita muslim yang kawin dengan lelaki non-muslim, apakah dia Nasrani,
Hindu, budha, Kong Hu Cu, atau yang lain-lain, berarti telah melakukan yang
haram. Dikatakan demikian sebab wanita muslim hanya dihalalkan bersuamikan
seorang laki-laki muslim.

Wanita muslim yang melanggar ketentuan ini berarti telah melakukan
perkawinan yang tidak sah walaupun menurut hukum negara perkawinannya sah.
Hubungan seksual dilakukan dinilai sebagai perbuatan zina. Oleh karena itu,
anak yag dilahirkan dari perkawinan semacam ini adalah anak zina.

Apabila ia bersikeras kawin dengan laki-laki non-muslim dengan mengabaikan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya, yang bersangkutan telah murtad dari agamanya
karena telah mengingkari ketentuan tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

Wanita muslim yang kawin dengan laki-laki non-muslim akan mengalami kerugian
duniawi dan ukhrawi. Di dunia ia akan mengalami kemerosotan aqidah sehingga
kecintaannya kepada agama semakin lemah dan semangatnya untuk dekat dengan
Allah semakin luntur. Kondisi kejiwaan semacam ini pasti akan menimbulkan
kebimbangan dan keraguan dan akhirnya akan menimbulkan perasaan bingung dan
cemas bila menghadapi problem kehidupan yang serius. Adapun kerugian ukhrawi
kelak ialah dia akan menghadapi adzab dan siksa dari Allah sejak masuk ke
liang kubur sampai hari kebangkitan yang kemudian diteruskan dengan adzab
neraka. Kerugian semacam ini sudah pasti merupakan penderitaan mahaberat,
karena yang bersangkutan tidak dapat menyelamatkan diri dari kepungan siksa
dan adzab tersebut.

Setiap muslim atau orang tua atau walinya haruslah lebih dahulu mengecek
keislaman laki-laki yang meminta dirinya atau anak atau perempuan dibawah
perwaliannya sebagai istri.

Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami itu seorang muslim atau bukan,
ia dapat menanyai yang bersamgkutan. Jika kurang puas dengan jawabannya,
mereka dapat menyelidiki keluarganya. Jika ternyata keluarganya non-muslim,
hal ini bukan berarti dirinya juga bukan muslim, sebab boleh jadi dia
sendiri muslim.

Keyakinan yang bersangkutan dapat juga ditanyakan kepada tetangga dekatnya
atau tokoh muslim di tempat tinggalnya atau teman-teman dekatnya yang
sehari-hari mengetahui perilaku yang bersangkutan dalam beragama. Selain
itu, dapat juga ia meneliti keterangan yang tercantum dalam KTP-nya
(Id-Card) atau mengujinya tentang beberapa prinsip mengenai Islam.

Pertanyaan-pertanyaan prinsip itu antara lain tentang rukun islam, rukun
iman, syarat-syarat sholat, shalat-shalat wajib dan jumlah raka'at tiap-tiap
shalat, waktu puasa, rukun puasa, hari raya dalam Islam, dan permulaan
hitungan tahun Islam. Dengan cara-cara di atas kita dapat mengetahui apakah
laki-laki tersebut benar-benar muslim atau bukan.

Jika dia bukan seorang muslim, perempuan tersebut harus menolak lamarannya.
Bila ternyata laki-laki tersebut mau memeluk Islam, hendaklah yang
bersangkutan diuji dulu keislamannya beberapa lama sehingga dapat dibuktikan
apakah dia beragama Islam secara ikhlas atukah hanya berpura-pura. Insya
Allah, dengan cara ini akan dapat menghindarkan perempuan muslim dari
perangkap laki-laki kafir.

Ringkasnya, perempuan muslim tidak boleh bersuamikan laki-laki non-muslim
karena hal itu sudah pasti akan merusak agamanya dan melanggar larangan
Allah. Menjadi istri orang kafir berarti berada di bawah kepemimpinan orang
kafir yang dilarang oleh Islam dan mengingkari hukum Allah. Hal ini berarrti
telah murtad dari agamanya. ***

02. Taat Beragama dan Baik Akhlaqnya
Disebutkan dalam Hadits sebagai berikut:
*
"Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhai agama dan akhlaqnya,
hendaklah kamu nikahkan dia, karena kalo engkau tidak mau menikahkannya,
niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas."*(H.R.
Tirmidzi dan Ahmad)
*
Penjelasan:*
Hadits di atas memerintahkan kepada seluruh kaum muslimin, khususnya para
orang tua atau wali, untuk benar-benar memperhatikan ketaatan beragama dan
akhlaq laki-laki yang akan menjadi suami dari anak atau perempuan di bawah
perwaliannya. bila ada laki-laki yang taat beragama dan baik akhlaqnya namun
tidak mampu membiayai diri untuk kawin, masyarakat muslim diharuskan
memberikan pertolongan kepada yang bersangkutan agar dapat menikah dengan
baik.

Jika masyarakat tidak mau membantu bahkan membiarkannya membujang karena
tidak mendapatkan perempuan yang mau dijadikan istri, mereka akan mengalami
kerugian sendiri. Mungkin sekali lingkungan mereka akan menjadi rusak karena
banyaknya pembujangan. Orang-orang yang membujang boleh jadi terjerumus ke
dalam penyelewengan seksual. Jika hal ini meluas di tengah masyarakat, sudah
tentu malapetaka ini akan membahayakan kesejahteraan mereka.

Dari penjelasan Hadits di atas kita dapat memahami adanya keharusan bagi
setiap perempuan muslim untuk selalu memperhatikan dengan seksama faktor
akhlaq dan ketaatan calon suaminya dalam beragama. Hal ini perlu dilakukan
karena kelak laki-laki ini akan menjadi pemimpin rumah tangganya samppai
saat yang dikehendaki oleh Allah.

Seorang perempuan sering kali lebih memperhatikan kemampuan materi dari
laki-laki yang akan menjadi calon suaminya dan mengabaikan sisi agama dan
tanggung jawabnya dalam merealisasikan kehidupan beragama sehari hari. ia
menganggap bahwa yang lebih penting dalam rumah tangga adalah kemampuan
materi seorang suami sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi
keluarganya. Ia tidak mempedulikan masalah akhlaq dan ketaatan beragama
karena menganggap bahwa kesejahteraan keluarga dapat diperoleh walaupun
mereka tidak taat beragama.

Anggapan semacam ini ternyata hanya membawa malapetaka pada diri mereka
sendiri. Hal ini bisa terjadi sebab suami yang beranggapan bahwa yang
penting adalah pemenuhan kebutuhan harta benda tidak akan mau peduli akan
pemberian pelayanan akhlaq yang menyenangkan terhadap istrinya. Dia merasa
bebas dan merdeka untuk berbuat apa saja selama dapat memenuhi kebutuhan
materi keluarganya. Kenyataan semacam ini dapat kita saksikan di masyarakat
kota-kota besar. Secara materi, mereka berkecukupan tetapi menderita tekanan
mental dan mengalami gangguan psikologis akibat perbuatan sewenang-wenang
suami atau perselingkuhan suami dan lain-lainnya.

Ada lagi orang yang beranggapan bahwa kualitas ketaatan calon suami pada
agama tidaklah penting, karena hal tersebut bisa diperbaiki dan ditingkatkan
secara bertahap setelah yang bersangkutan sah menjadi suami. Dalam
perjalanan rumah tangga nanti istri berusaha untuk memperbaiki, membina dan
meningkatkan keagamaan suami agar menjadi seorang yang shalih.

Hal semacam ini mungkin bisa berhasil, tetapi kemungkinan gagal lebih besar.
Artinya, muslimah yang beranggapan bahwa memperbaiki ketaatan beragama calon
suami sesudah menjadi suaminya merupakan hal yang mudah, perlu
mempertimbangkan lagi pemikirannya. Mereka perlu mengetahui bahwa merubah
orang yang kurang baik menjadi baik bukan suatu pekerjaan yang mudah.
Siapakah yang berani menjamin bahwa laki-laki semacam itu kelak dengan mudah
menjadi laki-laki yang shalih sehingga memenuhi kriteria suami yang taat
pada agama? Bukankah faktor yang bisa memicu suami yang kurang taat beragama
menjadi semakin jauh dari agama umunya lebih besar, terutama sekali dalam
lingkungan masyarakat yang serba materialis pada era modern ini?

Seorang muslimah yang benar-benar lebih mengutamakan keselamatan agamanya
daripada sekedar mengejar keinginan hawa nafsunya, hendaklah menjauhkan diri
dari langkah mencoba-coba yang membahayakan keselamatan agama dirinya dan
anak-anaknya kelak. Jangan sampai terjadi dia yang selama ini sangat taat
beragama menjadi orang yang meninggalkan agama sesudah bersuami, misalnya
meninggalkan sholat, melepas jilbab, melakukan pergaulan bebas dan
lain-lainnya, yang merupakan perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah.

Untuk mencegah agar perempuan muslim tidak terjerumus dalam perangkap
laki-laki yang merugikan kehidupan agama dan rumah tangga mereka kelak,
setiap perempuan muslim atau orang tua atau walinya perlu mengadakan
penelitian seksama terhadap laki-laki yang meminta dirinya atau anak atau
perempuan di bawah perwaliannya menjadi istri. Mereka bisa menempuh cara
antara lain :
1)Menanyakan dan menyelidiki dengan seksama seberapa jauh laki-laki tersebut
beragama dan bagaimana akhlaqnya. Segi-segi yang diselidiki antara lain :

a)ketaatannya menjalankan sholat lima waktu;
b)ketaatannya menjalankan puasa Ramadhan;
c)kepatuhan kepada orang tua;
d)kerukunannya dengan tetangga; dan
e)perilakunya terhadap yang lemah atau miskin.

2)Memperhatikan teman-teman pergaulannya apakah dia bergaul dengan
orang-orang yang taat menjalankan agama atau dengan orang-orang yang suka
berbuat maksiat. Jika yang bersangkutan bergaul dengan orang-orang yang taat
menjalankan agama, besar kemungkinan ia orang yang taat dalam beragama dan
baik akhlaqnya. Sebaliknya, jika teman-teman pergaulannya adalah orang-orang
yang suka mabuk, berjudi, main perempuan, berlaku curang dan lain-lainnya,
orang semacam ini jelas memiliki indikasi sebagai orang yang berakhlaq
rusak.

Mengingat seorang laki-laki yang menjadi suami harus bisa menjadi pemimpin
dan contoh yang baik bagi keluarganya, perempuan muslim atau orang tua atau
walinya tidak boleh menganggap remeh masalah kualitas keagamaan laki-laki
yang menjadi calon suaminya atau calon suami anak atau perempuan di bawah
perwaliannya.

Para perempuan muslim harus benar-benar seksama mencermati masalah kualitas
keagamaan dan akhlaq laki-laki tersebut agar kelak dirinya tidak terjerumus
ke dalam kehidupan rumah tangga yang menyimpang dari ajaran Islam. Insya
Allah, dengan suami yang benar-benar berpegang pada akhlaq yang baik dan
menjalankan agama yang lurus, istri dan anak-anak kelak akan menikmati
suasana rumah tangga yang penuh bahagia dan sejahtera, bagaikan di dalam
syurga.***

03. Menjauhi Kemaksiatan
Allah berfirman dalam QS At-Tahiriim Ayat 6 :
*
"Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah atas
perintah Allah kepada mereka dan selalu taat pada apa yang diperintahkan."*

Disebutkan juga dalam hadits berikut :*
"Tiga golongan yang Allah haramkan masuk syurga yaitu : peminum minuman
keras, orang yang durhaka terhadap ibu bapaknya, dan orang yang berbuat
dayyuts yang menanamkan perbutan dosa kepada keluarganya."*(H.R. Nasa'i)

*Penjelasan :*
Menjauhi kemaksiatan ialah menjauhi perbuatan yang diharamkan oleh agama,
terutama yang tergolong dosa besar, seperti syirik, berjudi, berzina, mabuk,
mencuri dan lain-lainnya.

Ayat di atas menegaskan bahwa kepala keluarga bertanggung jawab untuk
menjauhkan anggota keluarganya dari segala macam dosa. Kepala keluarga yang
membiarkan keluarganya berbuat dosa, apalagi memberi contoh melakukan
perbuatan-perbuatan dosa, berarti menyiapkan diri masuk ke dalam neraka. Hal
semacam ini dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Adapun dalam Hadits di atas dengan tegas Islam melarang kepala keluarga
membiarkan terjadinya perbuatan-perbuatan dosa besar dalam rumah tangganya
(dayyuts). jadi seorang suami atau ayah berdosa membiarkan istri atau
anak-anaknya minum minuman keras, malakukan kumpul kebo, dan melakukan
dosa-dosa lain di dalam rumahnya, apalagi memberi contoh melakukan perbuatan
dosa kepada anggota keluarganya. Semua perbuatan ini dilaknat oleh Allah.

Karena para suami dinyatakan sebagai orang yang paling bertanggung jawab
untuk membersihkan anggota keluarganya dari perbuatan maksiat, dengan
sendirinya dia harus dapat dijadikan contoh sebagai orang yang bersih dari
perbuatan maksiat. Dia harus menjadi orang yang taat menjauhi
larangan-larangan agama, terutama yang tergolong dosa-dosa besar. Bila
seorang suami ternyata suka melakukan perbuatan maksiat, dia tak layak untuk
menjadi kepala keluarga. Dikatakan demikian sebab dia sendiri tidak dapat
memelihara dirinya dari perbuatan yang menjerumuskannya ke dalam neraka,
padahal seorang suami bertanggung jawab untuk menyelamatkan diri dan
keluarganya dari siksa tersebut.

Syarat seorang calon suami harus menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan
maksiat adalah suatu hal yangmutlak menurut ketentuan agama. Oleh karena
itu, para perempuan muslim wajib dengan seksama dan teliti menyelidiki
laki-laki calon suaminya apakah ia seorang yang bersih dari
perbuatan-perbuatan maksiat atau sebaliknya.

Setiap perempuan muslim tidak boleh terpesona hanya karena keluasan
pengetahuan agama calon suaminya. orang yang pengetahuan agamanya baik atau
cukup belum tentu taat dalam beragama. Adakalanya mereka memanfaatkan
pengetahuan agamanya untuk memutarbalikkan yang haram menjadi halal. Ini
perlu diperhatikan karena dampaknya sangat luas dalam kehidupan agama diri
dan anak-anaknya kelak. Mungkin saja perempuan muslim yang tadinya
berjilbab, tekun menjalankan sholat, dan rajin mengkaji Al-Qur'an, berubah
menjadi sebaliknya karena suaminya tidak menyukai ketaatannya kepada agama.
Banyak terjadi di lingkungan masyarakat kita suami melarang istrinya
berjilbab, padahal istrinya benar-benar menyadarai dosanya tidak berjilbab.
Karena tekanan suaminya, akhirnya dia melepaskan jilbabnya.

Orang-orang yang beranggapan bahwa calon pasangan yang suka berbuat maksiat
mungkin sekali bisa diperbaiki kelak sehingga menjadi orang shalih,
barangkali ada benarnya. Akan tetapi, berapa persenkah orang-orang yang
telah menjalaninya berhasil merubah keadaan semacam itu? Bukti-bukti yang
menunujukkan keberhasilan merubah pasangan suka berbuat maksiat menjadi
orang shalih sangatlah kecil. Bahkan yang sering terjadi sebaliknya, orang
yang semula shalih ikut terseret berbuat maksiat.

Untuk mengetahui apakah calon suami suka berbuat maksiat atau membenci
kemaksiatan dapatlah ditempuh cara-cara antara lain:

1.Menanyakan kepada dirinya atau tetangga dekatnya tentyang latar belakang
kehidupannya apakah ia pernah berjudi, minum minuman keras, melakukan
pergaulan sex bebas atau tidk dan bagaimana sikapnya terhadap teman yang
berjudi atau minum minuman keras atau melakukan pergaulan sex bebas.

2.Mengetes pengetahuannya tentang perbuatan-perbuatan yang dipandang dosa
besar dalam Islam.

Para perempuan seharusnya benar-benar memeperoleh keyakinan bahwa calon
suaminya adalah orang yang tidak suka, bahkan sangat benci kepada
kemaksiatan. Ia seharusnya tidak mengabaikan hal ini hanya karena dorongan
cinta dan birahi semata, yang kelak bisa berakibat fatal bagi kehidupan
agama dirinya sendiri dan keluarganya. Mendaqatkan suami yang tidak peduli
dengan perbuatan maksiat sama halnya dengan mendapatkan teman yang
menjerumuskan diri dan keluarganya ke dalam neraka. Hal semacam ini wajib
dihindari jauh sebelumnya sehingga hidupnya tidak menderita di dunia maupun
di akhirat kelak.

Jadi, perempuan muslim sebaiknya benar-benar berpegang pada prinsip yang
termaktub dalam QS At-Tahriim di atas, yaitu memilih suami yang benar-benar
dapat memelihara dirinya dan keluarganya dari siksa neraka. Hal ini berarti
bahwa laki-laki yang menjadi suaminya harus benar-benar orang yang tidak
suka berbuat maksiat dan berjuang melenyapkan kemaksiatan dari
lingkungannya, terutama di keluarganya. ***

04. Kuat Semangat Jihadnya
Allah berfirmaan dalam surat Q.S. Ath-Thuur ayat 21 :
*
"Orang-orang yang beriman dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam
keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada
mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat
dengan apa yang dikerjakannya."*

*Penjelasan :*
Maksud jihad di sini ialah kesungguhan untuk membentengi dan membela
kepentingan Islam dari rongrongan musuh-musuhnya, baik musuh yang sudah ada
sekarang maupun yang akan datang.

Ayat di atas menerangkan bahwa bila orang tua mengutamakan kehidupan agama
dan memperjuangkan dengan gigih sehingga perilakunya benar-benar berdasarkan
pada tuntunan agama Allah, yang bersangkutan pasti akan mendidik
anak-anaknya hidup semacam itu. Orang-orang ini kelak akan Allah pertemukan
menjadi satu keluarga di dalam syurga, sehingga kakek, nenek, anak, cucu dan
cicitnya dapat berkumpul menjadi satu di syurga.

Setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, wajib mempertahankan Islam
dari segala serangan musuh. Bila seorang muslim berdiam diri dalam
menghadapi musuh-musuh Islam yang berusaha melenyapkan Islam, baik yang
dilakukan secara halus maupun kasar, berarti ia tidak peduli dengan jihad
dan tergolong lemah imannya.

Tindakan peduli dengan jihad antara lain menyampaikan dakwah kepada
non-muslim dengan tulisan atau lisan, mengajarkan Islam kepada kaum muslimin
agar lebih menguasai agamanya, menentang rongrongan musuh terhadap Islam,
baik melalui tulisan, lisan maupun fisik.

Adapun tindakan tidak peduli dengan jihad yaitu lebih senang berteman dengan
orang yang suka minum minuman keras, dengan orang yang suka main perempuan,
dengan orang yang suka berjudi dan mengikuti pergaulan bebas atau melakukan
dosa-dosa lainnya. Bahkan dia tidak senang melihat, apalagi bergaul dengan
orang-orang yang tekun beribadah dan suka menegakkan syiar Islam.

Seseorang yang tidak peduli dengan jihad boleh jadi tetap melakukan sholat.
Akan tetapi, ia melakukannya hanya sebagai kebiasaan yang tertanam sejak
kecil di lingkungan keluarganya, bukan sebagai tanggung jawabnya kepada
Allah dan kesungguhannya untuk menegakkan syiar Islam.

Seorang perempuan muslim tidak akan dapat melaksanakan kewajiban
mempertahankan Islam dari segala macam bentuk serangan musuh Islam jika
berumah tangga dengan suami yang tidak peduli dengan keselamatan agamanya.
Semangatnya untuk menjaga syiar Islam mungkin sekali menjadi lemah karena
suaminya tidak mendukung atau bahkan menentangnya.

Seorang muslimah tidak boleh memilih suami dari laki-laki yang tidak
memiliki semangat jihad karena suami semacam ini sudah pasti hanya akan
merugikan kepentingan akhiratnya. Maksudnya, dengan sikap suami yang tidak
peduli dengan jihad, ia akan terjerumus ke neraka karena tidak berjuang
menegakkan syiar Islam dalam kehidupannya di dunia.

Oleh karena itu, sebelum melangkahkan kakinya untuk membentuk rumah tangga
ia perlu melakukan pembuktian dan pengujian terhadap calon suaminya apakah
memiliki semangat jihad atau tidak. Ini perli dilakukan mengingat sangat
pentingnya peranan suami dalam memelihara dan menyalakan semangat jihad,
terutama di lingkungan keluarganya. Cara yang bisa dilakukan antara lain:

1.Menanyakan kepada teman-teman dekatnya apakah ia suka mengikuti kegiatan
dakwah, mengurus masjid, membantu pengajian, dan lain-lain atau tidak.

2.Mengamati dan mencermati keadaan keluarganya apakah mereka suka membantu
kegiatan dakwah atau tidak.

3. Mengetes yang bersangkutan dengan beberapa kasus pelanggaran atau
pelecehan terhadap agama, apakah yang bersangkutan merasa terpanggil untuk
membela agamanya atau tidak. Ia amati bagaimana sikapnya bila mengetahui ada
masjid dibakar oleh orang non-Islam, misalnya apakah dia diam atau marah.

Ringkasnya, para perempuan muslim berkewajiban memilih suami yang memiliki
semangat jihad tinggi. Tujuannya agar keluarganya terbentengi dari berbagai
macam kemaksiatan dan kehidupan keagamaannya benar-benar dapat berjalan
dengan baik dan diridlai oleh Allah. Bilamana kepala rumah tangga memiliki
semangat jihad lemah dan apriori terhadap agama, kemungkinan besar kehidupan
keagamaan keluarganya pun akan menjadi lemah. Hal semacam ini akan merugikan
kehidupan akhirat dirinya dan anak-anaknya. ***
05. Dari Keluarga Yang Shalih
Disebutkan dalam Hadits berikut :
*
Dari Rifa'ah bin Rafi', sesungguhnya Nabi SAW bersabda kepada 'Umar RA :
"Kumpulkan kaummu kepadaku", lalu ia kumpulkan mereka. Setelah mereka tiba
di depan pintu Nabi SAW, 'Umar masuk kepada beliau, lalu ujarnya: "Kaumku
sudah kukumpulkan kepada Tuan". Orang-orang Anshar mendengar kejadian ini,
lalu mereka berkata: "Wahyu telah turun tentang Quraisy". Sesaat kemudian
datanglah orang-orang yang mendengar dan menyaksikan apa yang diucapkan
kepada mereka, lalu Nabi SAW keluar kepada mereka seraya sabdanya: "Apakah
ada orang lain di tengah kalian?" Mereka menyahut: "Ada, di tengah kami ada
teman-teman setia kamu, keponakan-keponakan kami, dan maula-maula (keluarga
dekat) kami". Nabis SAW bersabda: "Teman-teman setia kita,
keponakan-keponakan kita, dan maula-maula kita adalah bagian dari kita
sendiri. Harap kalian dengarkan bahwa orang-orang yang menjadi teman-teman
dekatku diantara kalian adalah orang-orang bertaqwa; jika kalian seperti
mereka, kalian termasuk golongan tersebut; jika tidak, kalian harus
pikirkan, sebab pada hari qiamat kelak orang lain akan datang kepadaku
dengan membawa amal-amal mereka, tetapi kalian datang dengan membawa bekal
lain, lalu kalian ditolak..."*
(H.R. Bukhari, Hadits Hasan)

*Penjelasan :*
Hadits di atas menyebutkan bahwa Nabi SAW tidak berani menjamin seseorang
masuk syurga hanya karena ikatan keluarga dengan Nabi. Beliau menjelaskan
bahwa yang bisa menjamin seseorang masuk syurga adalah amal shalih yang
dilakukan karena Allah. Oleh karena itu, beliau memerintahkan kepada
keluarganya untuk beramal shalih dan tidak membanggakan diri karena ikatan
keluarganya dengan Rasulullah.

Dalam Hadits tersebut Rasulullah menegaskan supaya anggota keluarganya
bertaqwa kepada Allah, sebab dengan taqwa itulah mereka akan berbahagia di
dunia dan di akhirat. Suatu keluarga dikatakan shalih jika mereka bertaqwa
kepada Allah.

Keluarga yang shalih akan selalu berusaha melakukan segala sesuatu dengan
baik sehingga membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Mereka tidak
akan pernah mau sedikit merugikan hak orang lain, apalagi dengan sengaja
menjerumuskan orang ke dalam kesulitan dan penderitaan. Mereka selalu takut
kepada Allah sehingga berusaha menjauhkan segala macam tindakan dan sifat
yang buruk, baik menguntungkan dirinya maupun merugikan. Tegasnya, keluarga
yang shalih selalu menegakkan kebenaran dan menjauhi kebatilan.

Anak-anak dari keluarga yang shalih akan selalu berusaha agar dirinya
berbuat amal shalih dan dapat membantu orang lain melakukan kebajikan bagi
dirinya atau masyarakat. Anak-anak semacam ini tidak pernah berniat untuk
merugikan orang lain, apalagi dengan sengaja menyengsarakannya.

Anggota keluarga yang shalih baik untuk dijadikan teman atau dijadikan suami
bagi perempuan muslim. Laki-laki dari keluarga semacam ini akan dapat
menuntun istri dan anak-anaknya ke jalan yang diridlai oleh Allah dan
menjauhkan mereka dari segala perbuatan yang dimurkai oleh Allah.
Berdampingan dengan suami semacam ini seorang muslimah akan meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat.

Para perempuan muslim tentu sangat mendambakan suaminya benar-benar berasal
dari keluarga yang shalih. Dengan laki-laki semacam ini ia akan terpelihara
dari segala macam perbuatan yang dimurkai oleh Allah karena suami
memimpinnya ke jalan yang diridlai oleh-Nya.

Untuk mendapatkan suami semacam ini perlulah dirinya mengadakan penelitian
dan pengamatan terhadap yang bersangkutan. Ia bisa melakukan cara-cara
antara lain:

1.Mengecek keluarga yang bersangkutan bagaimana shalatnya, puasanya, usaha
mendapatkan rizkinya, kewajiban membayar zakatnya, dan lain-lain.

2.Mengecek lingkungan tempat tinggalnya apakah tetangganya orang-orang yang
shalih ataukah orang-orang yang suka berbuat maksiat dan di kampungnya
terdapat masjid atau tidak.

3.Mengecek lingkungan kerjanya apakah ia bekerja di tempat yang melakukan
usaha secara halal atau haram dan apakah teman-teman kerjanya suka melakukan
perbuatan maksiat atau taat kepada agama.

Dengan melakukan pengecekan dan penelitian seperti di atas seorang muslimah
dapat mengetahui asal-usul calon suaminya. Jika terbukti bahwa yang
bersangkutan berasal dari keluarga dan lingkungan yang shalih, dapat
diharapkan kelak ia akan menjadi suami yang dapat memimpin istrinya menempuh
kehidupan keluarga yang diridlai oleh Allah. Sebaliknya, jika calon suaminya
berasal dari keluarga dan lingkungan yang kurang baik, besar kemungkinan
sulit terbina rumah tangga yang diwarnai oleh suasana sakinah, kasih sayang
dan beriklim akhlaq yang diridlai oleh Allah.

Ringkasnya, unruk menjauhkan diri dari bencana yang tidak diinginkan dalam
kehidupan rumah tangga, setiap perempuan muslim seharusnya memilih calon
suami yang berasal dari keluarga yang melaksanakan perintah agama dengan
baik. Dengan memperoleh suami yang sejak kecilnya hidup di lingkungan
keluarga yang shalih, insya Allah sangat besar kemungkinan dirinya kelak
dapat menikmati suasana kehidupan rumah tangga yang diridlai oleh Allah.***

06. Taat Kepada Orang Tuanya
Disebutkan dalam Hadits berikut:
*
Dari Mu'awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: "Saya datang
kepada Nabi SAW, untuk minta izin kepada beliau guna pergi berjihad, namun
Nabi SAW bertanya: "Apakah kamu masih punya ibu bapak (yang tidak bisa
mengurus dirinya)?". Saya menjawab: "Masih". Beliau bersabda: "Uruslah
mereka, karena syurga ada di bawah telapak kaki mereka"."*(H.R. Thabarani,
Hadits hasan)

Disebutkan pula dalam Hadits berikut:
*
Dari Ibnu 'Umar RA ujarnya: "Rasulullah SAW bersabda: "Berbaktilah kepada
orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada kalian; dan
peliharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan istri-istri
kalian terpelihara".*(H.R. Thabarani, Hadits hasan)
*
Penjelasan :*
Anak yang taat kepada orangtua yaitu anak yang mematuhi perintah orang tua
dan tidak melanggar larangannya selama hal yang diperintahkan atau yang
dilarangnya sesuaidengan syari'at Islam. Anak semacam ini mendapat jaminan
memperoleh keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Hadits pertama menjelaskan bahwa mengurus kepentingan orang tua yang telah
lanjut usia atau sedang sakit lebih utama daripada pergi berperang melawan
musuh-musuh agama.

Ketaatan anak kepada orang tua dalam rangka menjalankan perintah agama
menjadikan mereka ridla. Keridlaan ibu dan bapak kepada anaknya dapat
mengantarkan anaknya masuk syurga kelak di akhirat. Hal ini membuktikan
bahwa ketaatan anak kepada orang tua atau ibu bapak merupakan kunci pokok
bagi keselamatan anak dalam kehidupannya di dunia dan di akhirat. Anak yang
taat kepada orang tua dapat diharapkan akan bisa memimpin keluarganya ke
jalan yang diridlai oleh Allah.

Hadits kedua menerangkan bahwa seorang anak yang berbakti kepada ibu
bapaknya kelak menjadi orang tua yang ditaati oleh anak-anaknya karena dia
telah memberi teladan kepada anak-anaknya secara konkret dalam berbakti
kepada orang tua. Keteladanannya sangat berpengaruh pada anak anaknya.
Sekalipun anak-anaknya tidak menyaksikan secara angsung ayah dan ibunya taat
kepada orang tuanya, perilaku dan tutur katanya yang baik selalu menjadi
kepribadian mereka. Hal semacam ini menjadi bekal diri mereka dalam membina
rumah tangga.

Anak dapat merasakan pancaran batindari orang tua yang taat kepada orang
tuanya sehingga hal tersebut secara psikologis dirasakan oleh anak-anaknya,
kemudian mendorong mereka untuk taat kepada orang tuanya juga. Rahasia
psikologis semacam ini diungkapkan oleh Rasulullah SAW dalam hadits di atas
sebagai bukti bahwa pengaruhperbuatan shalih seorang anak terhadap orang
tuanya akan dapat berpancar pula pada anaknya kelak.

Karena pentingnya seorang muslimah mendapatkan suami yang mengerti tanggung
jawab dan taat kepada orang tuanya, hendaklah perempuan perempuan muslim
memperhatikan hal ini. Para perempuan muslim tidak seharusnya hanya melihat
keadaan fisik dan penampilan lahir seorang laki-laki tanpa mempedulikan
sikap dan perilakunya apakah ia orang yang taat kepada orang tuany ataukah
durhaka kepada mereka.

Bila ternyata calon suaminya orang yang durhaka kepada orang tuanya, tidak
mustahil ia akan berlaku durhaka pula kepada istrinya. Hal ini bisa terjadi
sebab hika terhadap orang tuanya sendiri saja sudah durhaka, sudah tentu ia
menganggap satu hal yang remeh bila memperlakukan istrinya secara tidak
baik. Hati nurani seorang semacam ini sudah tidak baik sehingga kemampuan
untuk menimbang baik buruk suatu perbuatan pun menjadi lemah. Ia hanya
mengejar egonya sendiri sekalipun bertentangan dengan aturan agama atau
bertentangan dengan kepentingan orang lain.

Bila ternyata sikap dan perilakunya sehari-haari sering menyakitkan hati
orang tua atau menyusahkan atau melawan perintah dan larangannya, dapat
diduga bahwa lelaki semacam itu mengalami gangguan mental. Mungkin sekali
yang bersangkutan berada dalam suasana kejiwaan yang memerlukan perawatan
kesehatan mental. Menghadapi orang semacam ini tentu tidak mudah sebab
kepribadiannya biasanya mudah goyah dan cenderung tidak bertanggung jawab.

Setiap perempuan sudah tentu tidak akan menyukai laki-laki yang menjadi
suaminya memiliki mental labil dan tidak mengerti tanggung jawab secara
benar. Sebaliknya, ia mengharapkan laki-laki yang mentalnya sehat dan
memiliki tanggung jawab tinggi dalam menjalani kehidupan sehari-hari,
terutama melaksanakan tanggung jawab terhadap keluarga.

Untuk mengetahui apakah calon suami termasuk orang yang taat kepada orang
tua atau suka menentang dan menyalahi kehendak baiknya, seorang muslimah
dapat menyelidiki dengan menanyakan hal tersebut kepada anggota keluarga
atau kerabat dekat atau tetangga dekatnya.

Mengingat sangat pentingnya perilaku baik seorang suami dan kecintaannya
kepada anggota keluarga, hendaklah para perempuan muslim lebih dahulu
meneliti sikap calon suaminya terhadap orang tuanya. Bila ia termasuk
laki-laki yang taat dan berbakti kepada ibu bapaknya, laki laki semacam ini
baik untuk dujadikan suami. Insya Allah , kelak rumah tangganya akan
berbahagia.***

07. Mandiri dalam Ekonomi
Rasulullah SAW bersabda :
*
"Hai golongan pemuda, barangsiapa di antara kamu ada yang mampu (untuk
membelanjai) kawin, hendaklah ia kawin, karena kawin itu akan lebih menjaga
pandangan dan akan lebih memelihara kemaluan, dan barangsiapa belum mampu
kawin, hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri"*(H.R.
Ahmad, Bukhari dan Muslim)
*
Penjelasan :*
Dalam Hadits di atas Rasulullah SAW berseru kepada para pemuda yang telah
mampu mencari nafkah sendiri sehingga sanggup memikul beban belanja
perkawinan dan berumah tangga, agar segera kawin.

Kita semua menyadari bahwa hidup berumah tangga mengharuskan adanya
pembiayaan. Siapakah yang wajib memikul tanggung jawab ini? Islam menetapkan
bahwa yang bertanggung jawab dalam masalah ini adalah suami. Oleh karena
itu, mereka yang dibenarkan untuk segera kawin atau berumah tangga adalah
yang mandiri membiayai keperluan hidup dirinya dan keluarganya.

Kebutuhan yang cukup mencakup keperluan makan dan minum sehari-hari, tempat
tinggal dan pakaian. Mungkin sekali seami hanya bisa menyediakan tempat
tinggal sewaan. Akan tetapi, selama ia bisa membayar sewanya, dia dianggap
bisa memenuhi kebutuhan tempat tinggal istrinya. Sebaliknya, bilamana
ternyata penghasilan riil suami tidak cukup untuk membiayai kebutuhan
sehari-hari yang minimal sekalipun, padahal dia sudah berusaha keras, dia
dikategorikan tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara cukup.

Prinsip suami bertanggung jawab membiayai keperluan berumah tangga merupakan
suatu ketentuan yang mengharuskan setiap suami atau laki-laki yang hendak
beristri mempunyai penghasilan sendiri. Ia tidak boleh mengharapkan
pemberian orang lain atau subsidi keluarga guna menopang keperluan hidupnya.
Jadi, kemampuan untuk mendapatkan nafkah sendiri menjadi tolok ukur layak
tidaknya seorang laki-laki menjadi suami.

Islam menetapkan bahwa setiap orang wajib memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
bekerja sendiri dan melarang meminta-minta, sekalipun pada keluarganya.
Menadahkan tangan kepada orang lain adalah perbuatan tercela, apalagi bila
dilakukan setiap hari, sudah tentu lebih tercela, baik menurut ajaran agama
maupun menurut pandangan masyarakat.

Sekalipun Islam menganjurkan agar anggota masyarakat yang mampu memberikan
bantuan kepada mereka yang miskin supaya dapat berumah tangga atau
memberikan bantuan kepada mereka yang telah berumah tangga tetapi mengalami
kekurangan, hal ini tidak boleh dijadikan sandaran utama untuk mendapat
bantuan. Demikianlah, sebab orang-orang yang kekurangan tidak hanya satu dua
orang, tetapi banyak. Walaupun masyarakat yang kaya atau mampu mau memberi
bantuan, tentu akan banyak pula yang tidak memperolah bagian jika jumlah
orang yang membutuhkannya jauh lebih banyak.

Oleh karena itu, seorang perempuan muslim yang hendak membina rumah tangga
harus benar-benar memperhatikan calon suaminya apakah telah mendiri dalam
membelanjai kebutuhan hidupnya ataukah masih bergantung pada orang lain.
Sekiranya yang bersangkutan sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan tetapi
tidak cukup untuk kebutuhan dirinya sendiri, laki-laki semacam itu dianggap
orang yang belum mampu membelanjai kebutuhannya. Dia masih butuh bantuan
orang lain.

Untuk mengetahui apakah laki-laki calon suami benar-benar orang yang mampu
mandiri dalam memenuhi nafkah keluarga, dapatlah ditempuh upaya penelitian
dan pembuktian dengan menanyakan secara langsung atau menanyakan kepada
keluarganya dan teman-teman dekatnya atau para tetangganya apakah dia
benar-benar sudah bekerja atau belum. Bilamana ia telah bekerja, perlu juga
ditanyakan apakah penghasilannya layak untuk bersuami istri atau belum.

Bilamana ternyata yang bersangkutan belum mampu untuk membelanjai dirinya
sendiri dari hasil usahanya, apalagi belum bekerja, sebaiknya perempuan yang
hendak menjadi calon istrinya mempertimbagkan pemilihannya dengan baik. Ini
perlu diperhatikan sebab bila kelak ternyata suaminya tidak memiliki
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga, sudah tentu hal
semacam ini dapat menimbulkan malapetaka keluarga.

Para perempuan yang hendak berumah tangga, boleh saja menerima laki-laki
yang masih menganggur atau berpenghasilan tidak cukup untuk hidup berumah
tangga. Menurut syari'at Islam, perkawinannya tetap sah. Akan tetapi,
perbuatan semacam ini jelas bertentangan dengan seruan Rasulullah SAW di
atas. Maksudnya, dari sisi tanggung jawab membina rumah tangga pemilihan
suami pengangguran merupakan suatu tindakan yang tercela walaupun tidak
haram.

Muslimah yang telah rela bersuamikan laki-laki yang belum mandiiri dalam
ekonomi bilamana mengalami penderitaan dan kegagalan membangun rumah tangga
yang penuh ketentraman, kasih sayang dan kesejahteraan, hendaklah tidak
menyalahkan orang lain. Dia harus menanggung resiko sendiri sebab langkah
awal yang dia ambil sudah melanggar anjuran rasulullah, yaitu tidak memilih
suami yang benar-benar memiliki kemampuan materi untuk memikul beban rumah
tangga.

Ada kalaya seorang muslimah rela tidak dibelanjai oleh suaminya, bahkan
bersedia membantu kehidupan suami. Hal semacam ini adalah amal baik istri
kepada suami. Oleh karena itu, selama seorang muslimah rela bersuamikan
seorang laki-laki miskin sedang dia bermaksud memelihara agama dan
kehormatan suaminya, langkahnya dinilai sebagai suatu amal shalih yang
sangat terpuji.

Ringkasnya, perempuan muslim atau orang tua atau walinya hendaklah
benar-benar memperhatikan kemandirian atau kemampuan materiil calon suaminya
atau calon menantu atau calon suami perempuan di bawah perwaliannya.
Kemampuan tersebut haruslah dapat dibuktikan secara konkret sebelum menempuh
perkawinan. Hal ini dimaksudkan agar begitu mereka memasuki dunia rumah
tangga, kebutuhan hidup sehari-harinya dapat tercukupi walaupun minimal.
Dengan cara semacam ini, insya Allah akan terjaga kehormatan diri mereka dan
terjauh pula mereka dari perbuatan meminta-minta bantuan kepada orang
lain.***
(bersambung ke bagian 2) ~InsyaAllah~

http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=771


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: