Jumat, 24 Juni 2011

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3420

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (9 Messages)

Messages

1.

Berpikir Sebelum Bertindak

Posted by: "Ikhwan Sopa" ikhwan.sopa@gmail.com   ikhwansopa

Thu Jun 23, 2011 8:14 am (PDT)



<http://1.bp.blogspot.com/-h0S5BAR7cSk/TgNVcrb3AUI/AAAAAAAACDU/V-OtuU7ikhI/s1600/target.jpg>

*"Acting without thinking is shooting without aiming."*
-Chuck Gallozzi-

*"Menyesal itu datangnya belakangan."*
-Ibunda saya Chairunnisa'-

*"Puncak dari pengetahuan dan keahlian kita adalah ketika kita melakukan
sesuatu dengan tidak tahu bahwa kita tahu. Untuk begitu, kita perlu latihan
dulu."*
-Ikhwan Sopa-

*"Kita perlu tegas sebelum bergegas."*
-Ikhwan Sopa

Dear all, siang tadi saya sempat mensharing tulisan ini:

http://blog.qacomm.com/2011/06/anda-pasti-pernah-mengalami-ini-lesprit.html

Pernahkah Anda pergi ke mall dengan tujuan membeli kaos dan pulang membawa
panci?
Pernahkah Anda menyesali sesuatu yang Anda katakan beberapa waktu setelah ia
terlontar?
Pernahkah Anda membeli alat olah raga dan kemudian malah tak pernah Anda
gunakan?

Contoh-contoh di atas dan kejadian yang sejenis dapat terjadi ketika kita
memutuskan sesuatu dalam rangka menenteramkan sebentuk emosi yang tiba-tiba
muncul akibat terpicu oleh stimulus dari luar diri.

Dari sesuatu yang kita lihat, dengar, baca, sentuh, dan sebagainya yang
memicu stimulus lanjutan di dalam diri kita, yang menciptakan respon dalam
bentuk-bentuk emosi yang kurang nyaman dan mendorong kita untuk melakukan
sebuah tindakan.

Dan tindakan yang akhirnya kita lakukan itu, sangat bisa jadi bukanlah
tindakan yang *terbaik *untuk jangka panjang melainkan hanya terbaik pada
saat itu. Atau lebih parah lagi, tindakan itu malah bukan tindakan terbaik
bagi kita, atau yang paling parah malah menjadi tindalah *terburuk *bagi
diri kita sendiri.

Dari uraian di atas, kita memahami bahwa titik kritis dari kejadian semacam
ini adalah munculnya *emosi tidak nyaman* (positif atau negatif) yang
akhirnya mengendalikan pikiran dan tindakan.

*"Pikiran menciptakan perasaan, perasaan mengarahkan pikiran."*

Bagaimana struktur dari kejadian semacam ini?

*Pertama*, sebuah kejadian memasuki kehidupan kita.

*Kedua*, kejadian itu memicu lintasan pikiran dalam bentuk kalimat dan
kata-kata yang berseliweran di kepala kita.

*Ketiga*, pikiran itu memicu emosi, dan kita merasakan bahwa emosi itu tidak
nyaman dan menuntut pemuasan. Uniknya, emosi itu *tidak semata-mata* muncul
karena kejadian yang terjadi saat itu, melainkan juga muncul karena disadari
atau tidak disadari telah memicu ingatan kita tentang kejadian di masa lalu
atau di masa kecil yang strukturnya kurang lebih sama.

*Keempat*, kita memutuskan *pilihan*.

*Kelima*, kita melakukan *tindakan*.

Tindakan itulah yang kita sesali kemudian.

Titik kritis dari kejadian seperti contoh di atas justru ada pada
*pilihan*tentang tindakan dan bukan pada tindakan itu sendiri.

Tindakan adalah sesuatu yang menghubungkan *diri kita* dengan *dunia luar*.
Sebagai manusia yang normal, kita pasti menginginkan umpan balik dari dunia
luar yang menenteramkan dan membahagiakan diri kita. Ketika umpan balik dari
dunia luar itu bekerja sebaliknya, kita merasa tidak tenteram dan mungkin
tidak berbahagia.

Saat bertindak, kekuatan kontrol kita sebenarnya *sedang melemah* sebab
energi kita cenderung sedang kita kerahkan sepenuhnya untuk bertindak.

Pilihan adalah sesuatu yang menghubungkan *diri kita* dengan *diri
kita*sendiri. Pilihan adalah sepenuhnya fenomena
*internal*.

Saat dihadapkan pada pilihan, kita sebenarnya sedang berada *di puncak
kekuatan* kontrol kita jika secara *sadar* kita mengerahkan seluruh energi
kita untuk memilih.

Secara umum, di titik itu kita ditawari dengan dua pilihan, yaitu pilihan
yang memuaskan diri kita dalam *jangka pendek* atau saat itu juga, atau yang
menguntungkan kita di masa depan dan dalam *jangka panjang*.

Bagaimana kita melatih respon yang lebih baik saat berhadapan dengan
pilihan? Dengan latihan *W.A.I.T* atau What Am I Thinking.

Kita butuh memberi *jeda *sejenak kepada diri kita, saat kita menyadari
munculnya emosi yang kurang nyaman. Emosi adalah sinyal di pojok layar yang
memberi tanda tentang masuknya "*email informasi*" ke dalam diri kita. Kita
perlu membaca "email" itu terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk
bertindak.

Emosi kita bukanlah musuh kita, namun demikian kita perlu mendidiknya agar
menjadi bagian dari pasukan diri yang berdaya dan memberdayakan.

Di titik "*ada sms masuk*" itu, inilah yang perlu kita pikirkan.

1. Nyaris pasti, "email" atau "sms" yang masuk itu adalah perintah dari diri
kita yang berbunyi, "*bacalah*!".

2. Lalu ketika "email" atau "sms" itu kita baca, isinya nyaris pasti adalah
perintah lanjutan dari diri kita yang berbunyi, "*bertanyalah*!".

3. Tentu saja, kita perlu menindaklanjuti *perintah *itu dengan *mengajukan
pertanyaan*.

Kita pun bertanya, "Apa yang saya *putuskan *untuk *menindaklanjuti *perasaan
ini?"

*"Antara stimulus dan respon ada jeda. Di dalam jeda itu tumbuhlah kedewasaan,
kesadaran, dan kebjaksanaan."*

Ciri dari orang yang makin dewasa, makin sadar, dan makin bijaksana, adalah
kesediaannya untuk bertahan *lebih lama* di titik jeda ini. Bertahan lebih
lama dalam rangka melakukan berbagai *renungan *dan *refleksi*. Dan di
antara yang terpenting dilakukan di titik jeda ini, adalah dengan terus
bertanya semakin dalam. Pertanyaan terdalam adalah pertanyaan yang paling
mendasar. Apa pertanyaan itu?

Pertanyaan yang paling tepat yang dapat kita ajukan, adalah pertanyaan yang
mempertanyakan *akurasi *dari tindakan yang akan kita lakukan setelah
memilih.

Jika kita terjebak pada "bertindak tanpa berpikir" sebenarnya kita bukan
tidak berpikir sama sekali, karena hal itu sama sekali *tidak mungkin
terjadi*. Bertindak tanpa berpikir adalah bertindak dengan hanya berpikir
sedikit, yaitu hanya menjawap pertanyaan tentang apa yang perlu diputuskan
dan ditindaklanjuti, dan kemudian langsung mengambil tindakan. Kita sering
mengumpamakan ini dengan "sumbu pendek".

Bertindak dengan berpikir artinya berpikir secara berlapis hingga ke tingkat
pemikiran yang mendasar. Untuk menuju ke sana, kita perlu bertanya juga.

Sebagai *makhluk intelektual* - disadari atau tidak disadari - kita selalu
bertindak berdasarkan alasan (intention) yang selalu kita butuhkan dalam
rangka *menjaga *agar pikiran kita tetap sehat dan tetap kuat, yaitu agar
segala sesuatu menjadi *masuk akal alias make sense* bagi kita. Alasan itu
adalah *motivasi* atau *motif* kita untuk bertindak.

4. Maka, pertanyaan yang perlu kita ajukan berikutnya adalah,

Apakah saya akan bertindak dalam rangka memenuhi:

- *Keinginan?*
* *Sebab saya ingin memuaskan emosi yang tidak nyaman ini, yang penting
tidak seperti ini rasanya. Saya ingin mendapatkannya. Mereka harus ingin
memberikannya. Atau,

- *Keperluan*?
Sebab saya perlu mengklarifikasi dan memvalidasi emosi tidak nyaman ini dari
dunia luar dengan mendapatkan sesuatu yang memberi nilai tambah bagi
kehidupan saya, atau mendapatkan sinyal tentang pengertian dan pemahaman
orang lain tentang apa yang saya rasakan. Atau,

- *Kebutuhan*?
Sebab semua ini adalah tentang hidup dan mati saya, atau tentang eksistensi
saya, atau tentang baik dan buruknya kehidupan saya. Saya harus mendapatkan
itu. Mereka benar-benar harus tahu. Tanpa ini hidup dan eksistensi saya
terancam.

Setelah menjawab pertanyaan itu, insya Allah tindakan kita cenderung *ekologis
*dan *menguntungkan *kehidupan kita sendiri dan kehidupan orang lain yang
terlibatkan oleh tindakan kita.

*"Idealisme perasaan adalah tentang kehalusannya. Melatih kehalusan perasaan
adalah dengan membiasakan rasanya. Idealisme pikiran adalah tentang
ketajamannya. Melatih ketajaman pikiran adalah dengan mengasah kemampuannya
dalam memilih dan memilah."*
-Kata Pengantar, "Manajemen Pikiran Dan Perasaan"-

Sedikit memanjangkan waktu jeda dengan merasakan dan menstimulasi pikiran,
akan menguntungkan diri kita. Ketika kita sudah makin terampil tentang hal
ini, kita akan menjadi pribadi *intuitif yang positif*.

*Note: Tentang "kecerdasan motif" di atas, dapat dibaca lebih lanjut dalam
buku saya "Manajemen Pikiran Dan Perasaan."*

Semoga bermanfaat.

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
Founder, Penulis
"Manajemen Pikiran Dan
Perasaan<http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Katalog&op=tampilbuku&bid=118>
"
"Manajemen Pertanyaan"
2.

(sharing) ETOS KERJA

Posted by: "yudhi" yudhi_sipdeh@yahoo.com   yudhi_sipdeh

Thu Jun 23, 2011 7:53 pm (PDT)





Sekedar sharing buat nambah semangat....
Khususnya buat saya pribadi...dan juga teman-teman semua :-)

disaat zaman yang begitu kompleks...dengan ekonomi yang cenderung statis berputar pada elit politik, penguasa dan orang kaya borju dan penimbun harta yang tak pernah terpuaskan.

Yuuk mari SEMANGAT...kerja ..kerja..mari kita kerja!

Kerja apa saja sing penting halalan toyiban :-)

=====================================

ETOS SEORANG MUSLIM (ANTARA KERJA DAN MENCARI ILMU)

Oleh
Ustadz Abu Ahmad Zaenal Abidin

Apabila kita mencermati kehidupan para ulama dan imam sunnah, mereka telah memberikan contoh dan teladan sangat mulia dalam menyeimbangkan antara kepentingan mencari ilmu dan kerja mencari nafkah. Bahkan para nabi dan rasul berusaha dan berkarya untuk menopang kelangsungan dalam penyebaran risalah dan dakwah. Nabi Zakaria menjadi tukang kayu, Nabi Idris menjahit pakaian dan Nabi Daud membuat baju perang, sehingga bekerja untuk bisa hidup mandiri merupakan sunnah para utusan Allah. Maka, berusaha untuk mencari nafkah, baik dengan berniaga, bertani dan berternak tidak berarti menjatuhkan martabat dan tidak bertentangan dengan sikap tawakkal. [1]

Inilah yang difahami para utusan Allah dan para ulama salaf, sehingga mereka tergolong orang-orang yang rajin bekerja dan ulet dalam berusaha. Meski begitu, mereka juga gigih dan tangguh dalam menuntut ilmu dan menyebarkan agama. Tidak mengapa seseorang yang bekerja di bidang dakwah dan urusan kaum muslimlin lalu mendapat imbalan dari pekerjaan tersebut, karena Umar bin Khaththab ketika menjadi Khalifah mencukupi kebutuhan hidup keluarganya dari baitul mal.

Ibnu Sa'ad meriwayatkan, ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, setiap pagi pergi ke pasar memanggul beberapa helai pakaian untuk dijual. Beliau bertemu dengan Umar dan Ubaidah bin Jarrah. Maka mereka berkata: "Bagaimana engkau berdagang, sementara engkau menjadi pemimpin kaum muslimin?!" Maka beliau menjawab: "Dari mana aku menghidupi keluargaku?" Mereka menjawab: "Kalau begitu, kami akan memberikan jatah untukmu setiap hari separuh kambing dari harta baitul mal". [2]

Cobalah renungkan kehidupan para utusan Allah dan para ulama salaf; kegiatan mereka dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mengais rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya. Oleh karena itu, kita harus bisa meneladani mereka, baik dalam menuntut ilmu maupun dalam mencari nafkah. Tidak malas bekerja, dengan alasan tidak bisa menuntut ilmu. Apapun bentuk usaha seorang muslim, yang penting halal dan diperoleh dengan cara yang benar; maka harus ditekuni dan dijalani dengan penuh suka cita, tidak perlu gengsi dan rendah diri. Tidak perlu malu terhadap profesinya yang dianggap oleh kebanyakan orang sebagai profesi yang hina dan tidak bermartabat. Karena mulia dan tidaknya sebuah usaha atau profesi, tidak bergantung pada bergengsi atau tidaknya menurut pandangan manusia; misalnya, seperti bekerja di perusahan asing yang ternama, atau posisi jabatan kelas tinggi, atau menduduki tempat yang banyak sabetannya. Namun, kemuliaan sebuah usaha sangat ditentukan oleh kehalalan dan benarnya jenis usaha di hadapan Allah serta terpuji menurut syari'at.

Adanya paradigma yang salah dalam memandang sebuah usaha dan profesi, menyebabkan banyak manusia mengambil jalan pintas dalam memilih jenis pekerjaan, tidak lagi memperhitungkan halal haram, yang penting bisa bekerja mendapatkan duit berlimpah. Banyak di antara mereka yang kemudian terjerumus ke dalam usaha kotor yang sangat dimurkai Allah. Tidak jarang pula, di antara mereka saling bersitegang dalam kompetisi bisnis yang tidak sehat, saling menjatuhkan satu sama lain. Sehingga tujuan pokok dalam berusaha tidak terwujudkan, yaitu usaha untuk menopang hidup agar bisa tenang. Di sisi lain, terdapat sejumlah orang yang hidup bermalas-malasan dan enggan berusaha. Alasan yang dikemukakan karena sibuk mencari ilmu. Atau karena beranggapan bahwa semua bentuk usaha tidak terlepas dari syubhat yang bisa merusak sikap zuhud dan tawakkal. Padahal siapapun yang menyangka bekerja untuk mencari nafkah bisa merusak tawakkal, pasti kebutuhan sehari-hari akan dipasok melalui infaq, sedekah, hadiah, berbagai bentuk patungan dan pemberian dari orang lain; bahkan terkadang mereka juga tidak segan-segan mencela orang mampu yang tidak mau membantunya. [3]

Sungguh sangat naïf bila kita melihat orang yang faham agama dan berakhlak mulia, namun mempunyai kebiasaan meminta-minta, suka mengeluh, menjadi beban orang lain, bermalas-malasan serta menghadapi kenyataan hidup dengan berpangku tangan. Benarlah yang dikatakan Umar bin Al Khaththab: "Sungguh terkadang aku kagum terhadap seseorang. Namun, setelah aku tanyakan apakah dia memiliki pekerjaan? Kalau mereka menjawab "Tidak" maka orang tersebut jatuh harga dirinya di hadapanku". [4]

Sungguh tidak masuk akal, seseorang yang tidak pernah beranjak dari masjid untuk berdzikir dan i'tikaf, sementara keluarganya terlantar dan kebutuhan hidup dipasok orang lain. Manakah tanggung jawabnya sebagai orang yang faham agama, kalau ternyata kebutuhan hidup terkumpul dari patungan teman dekat dan para tetangga? Jawaban apa yang kita berikan di akhirat kelak, bila ternyata kewajiban rumah tangga kita yang menunaikan orang lain, baik orang tua, mertua, teman dekat atau sanak kerabat, padahal kita masih mempunyai kekuatan untuk bekerja? Maka Imam Syafi'i berkata: "Tidak halal harta sedekah bagi orang yang masih mempunyai kekuatan untuk bekerja". [5]

Sudahkah kita berkaca dengan pandangan skeptis di atas, sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa sikap dan tindakan seperti itu sebagai kesalahan dan pengingkaran terhadap tanggung jawab? Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

&#1605;&#1614;&#1575; &#1605;&#1616;&#1606;&#1618; &#1593;&#1614;&#1576;&#1618;&#1583;&#1613; &#1610;&#1614;&#1587;&#1618;&#1578;&#1614;&#1585;&#1618;&#1593;&#1616;&#1610; &#1575;&#1604;&#1604;&#1614;&#1617;&#1607;&#1615; &#1593;&#1614;&#1576;&#1618;&#1583;&#1611;&#1575; &#1585;&#1614;&#1593;&#1616;&#1610;&#1614;&#1617;&#1577;&#1611; &#1610;&#1614;&#1605;&#1615;&#1608;&#1578;&#1615; &#1581;&#1616;&#1610;&#1606;&#1614; &#1610;&#1614;&#1605;&#1615;&#1608;&#1578;&#1615; &#1608;&#1614;&#1607;&#1615;&#1608;&#1614; &#1594;&#1614;&#1575;&#1588;&#1612;&#1617; &#1604;&#1614;&#1607;&#1614;&#1575; &#1573;&#1616;&#1604;&#1614;&#1617;&#1575; &#1581;&#1614;&#1585;&#1614;&#1617;&#1605;&#1614; &#1575;&#1604;&#1604;&#1614;&#1617;&#1607;&#1615; &#1593;&#1614;&#1604;&#1614;&#1610;&#1618;&#1607;&#1616; &#1575;&#1604;&#1618;&#1580;&#1614;&#1606;&#1614;&#1617;&#1577;&#1614;

Tidaklah seorang hamba diberi tanggung jawab kepemimpinan Allah, kemudian pada saat ia meninggal, ia curang terhadap yang dipimpinnya, melainkan Allah mengharamkan baginya Surga. [HR Bukhari dan Muslim]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondanrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Lihat Fathul Bari (4/l358) dan Al Minhaj Syarah Sahih Muslim (15/133).
[2]. Lihat Fathul Bari (4/357).
[3]. Tahdzib Syarah Thahawiyah, hlm. 301.
[4]. Talbisul Iblis, Ibnul Jauzi, hlm. 301 dan Faraidul Kalam Min Khulafail Kiram, Asyur Al Hamudah, hlm. 111.
[5]. Talbisul Iblis, Ibnul Jauzi, hlm. 380.

3a.

Hari Jadi Ibu-ku

Posted by: "Jojo_Wahyudi@manulife.com" Jojo_Wahyudi@manulife.com

Thu Jun 23, 2011 7:55 pm (PDT)




Kubuka pagi dengan
"Assalaamualaikum duhai Ibu-ku.
Ibu di mana aku di lahirkan oleh Ibu kandungku.
Apa kabar Ibu ?
Di usiamu yang tak lagi muda,
para anak2 yg memijakkan kaki di atasmu tak jua sadar,
bahwa kau sdh lah renta,
tetapi kami tetap memaksamu berdandan,
bersolek bak perawan.
Kami tancapkan kuku-kuku tajam pencakar langit di tubuhmu,
kami polusikan wajahmu dengan asap kendaraan yg menyemut.
Kami penuhi dahimu dgn tumpukan masalah.
Kami sumbat nadi sungaimu dgn sampah.
Kami balur pori-porimu dgn limbah beracun.
Kami isi malam-malammu dengan hingar-bingar kemaksiatan.

Kini diusiamu ke-484,
kau tetap tegar menerima perlakuan anak2mu.
Tak pernah protes dgn kelakuan kami.
Tak pernah menjewer kami dengan kekuatan yg tersembunyi di balik
kelembutanmu.
Tak seperti Aceh, Yogya atau daerah lainnya
yg sdh sering menjewer kuping anak2nya dengan tsunami atau merapi.
Kau adalah Ibu yg tak pernah dendam,
yg lebih sering memaafkan walau tanpa perkataan.

Ibu..... semoga kau tak galau
Dengan kerutan dan guratan tajam di kulitmu,
semoga bisa menyadarkan kami,
dengan mingisi malam-malammu dgn sujud pada Sang Khalik
untuk selalu ber-doa pada Yang Maha Kuasa.
Agar Dia tetap menjaga Ibu dan kami anak2mu.

Ibu........ kami hanya bisa berucap sepatah kata
"Selamat ulang tahun Ibu-ku. Jayalah selalu Ibu Kota-ku"

Salam dari,

anakmu di lantai 11 sebuah gedung di atasmu
- warga Jakarta yg kini menetap di Bojong Bogor

==========================================================
Please consider the environment before printing this email.

This message is confidential and may also be privileged. If you are not
the intended recipient, please notify me by return e-mail and delete this
message from your system. If you are not the intended recipient, any use by
you of this message is strictly prohibited. We reserve our right to pursue
any available legal action based on the prevailing laws due to any misuse
of this e-mail or information contained herein.

4.

Selamat Ulang Tahun Kota Jakarta

Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id   bujangkumbang

Thu Jun 23, 2011 8:05 pm (PDT)



Beli tomat ke Purwakarta.Ke Purwakarta jangan lupa beli semur dan laksa. Selamat ulang tahun kota Jakarta.Semoga makin makmur dan sentosa

5a.

Re: Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehkah?

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Jun 24, 2011 12:11 am (PDT)



Oh gitu ya. OK,moga sukses bisnisnya!:D

Tabik,

Nursalam AR

On 6/22/11, Mimin <minehaway@gmail.com> wrote:
> 2011/6/9 Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>
>
>> hehe..lucu juga,Min. Oh,itulah kenapa situs www.minehaway.com ga
>> dipake lagi ya?:).
>>
>> Btw, terima kasih komentarnya.
>>
> Sama-sama.Maaf baru baca.Soalnya email yg ini gak masuk bb.
> Karena minehawa.com diserbu spam, kewalahan sy bersihinnya.
> Mau upgrade plugin antispam, tapi sudah gak muat memorinya.
> Musti delete-delete.
> Sementara Mimin juga pusing bikin min-shop.com, jadi terbengkalai hehe...
>
>
> --
> Write what you think!
> http://minesweet.blogspot.com
> http://id-networkers.com <http://minehaway.com/min-shop/>
>

--
www.nursalam.wordpress.com

6a.

Re: [Catcil] Kenapa Cina Tangerang Disebut Cina Benteng?

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Jun 24, 2011 12:13 am (PDT)



Maaf, baru bisa jawab sekarang, Fiyan.

Iya, silakan. Terima kasih ya atas idenya. Memang sudah lama pingin
tulis tentang budaya palang pintu,kembang goyang dll yang terkait
dengan budaya Betawi. Tapi belum ada waktu untuk riset datanya:).

Terima kasih.

Tabik,

Nursalam AR

On 6/15/11, bujang kumbang <bujangkumbang@yahoo.co.id> wrote:
> save dulu ah.ya Bang?
> komennya belakangan ya Bang
> sekalian mau hafal seluk beluk Budaya Betawi
> pokoknya setiap tulisan abang ada yang berbau Betawi pasti aye save
> buat nambah wawasan dan referensi
> thanks all
>
> nb:
> boleh request nggak bang bisa tulis tentang palang pintu, kembang goyang dan
> mak comblang dalam budaya betawi. maklum aye benar2 buta kalo soal budaya
> Betawi. terima kasih atas tulisan-tulisannya selama ini tentang budaya
> Betawi.sukses sll buat abang...amin
>
> --- Pada Rab, 15/6/11, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com> menulis:
>
> Dari: Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>
> Judul: [sekolah-kehidupan] [Catcil] Kenapa Cina Tangerang Disebut Cina
> Benteng?
> Kepada: "sekolah kehidupan" <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
> Tanggal: Rabu, 15 Juni, 2011, 11:13 AM
>
> Kenapa Cina Tangerang Disebut Cina Benteng?
>
> Oleh Nursalam AR
>
> Pertanyaan itu muncul di benak saya berawal dari pertanyaan seorang
> penumpang KRL (Kereta Rel Listrik) jalur Serpong yang bertanya,"Kenapa
> ya di tiket kereta Serpong Ekspress tertulis 'Benteng Ekspress'?
>
> Selidik punya selidik, 'Benteng' tak lain adalah nama lain yang sangat
> historis bagi kota Tangerang. Dan kawasan Serpong adalah bagian dari
> wilayah Tangerang.
>
> Lalu kenapa orang Cina yang berdomisili di Tangerang disebut Cina Benteng?
>
> Cina Benteng adalah sebuah komunitas Cina tersendiri yang berbeda
> dengan Cina Glodok yang kulitnya lebih putih dan lebih makmur secara
> ekonomi. Cina Benteng cenderung dikenal sebagai komunitas Cina
> berkulit gelap atau hitam yang tingkat ekonominya lebih rendah dan
> posisi kekuatan sosial ekonomi dan politik lebih marjinal. Tercermin
> dari kasus penggusuran yang dilakukan pemerintah kota Tangerang
> terhadap pemukiman tradisional mereka yang bernilai historis dan telah
> didiami sejak ratusan tahun lalu.
>
> Untuk menjawab pertanyaan di atas, mari kita kembali kepada azimat
> Bung Karno yakni JAS MERAH - Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah.
>
> Menurut sejarahnya, orang Cina atau Tionghoa – sebutan resmi sejak
> jaman Soekarno – yang pertamakali membuka hutan di kawasan Tangerang
> yang sekarang menjadi kota Tangerang.
>
> Istilah Benteng sebagai padanan kota Tangerang berawal dari
> didirikannya sebuah benteng (fort) oleh VOC (Vereenigde Oostindische
> Compagnie) -- sebuah perusahaan dagang asal Belanda yang lebih dikenal
> sebagai Kompeni -- pada 1685 setelah terjadi perjanjian damai antara
> Banten-VOC pada 1682. Letaknya di sebelah timur Sungai Cisadane.
>
> Tujuan didirikannya benteng yang kemudian oleh penduduk setempat lebih
> dikenal sebagai Benteng Makassar, sebab para serdadu penjaganya
> kebanyakan orang Bone (yang dianggap sama dengan Makassar oleh
> penduduk setempat), anak buah Aru Palakka, untuk mencegah direbutnya
> kembali Tangerang dari tangan VOC.
>
> Nama Tangerang sendiri berasal dari kata Sunda, Tanggeran, artinya
> `segala sesuatu yang didirikan dengan kokoh' (naon-naon anu
> ditangtungkeun kalawan ajeg). Benteng Makassar sekarang sudah tidak
> ada, digusur oleh Plaza Tangerang.
>
> Dalam perjanjian damai 1682 itu ditetapkan wilayah yang terletak di
> antara kota Batavia hingga sebelah timur Cisadane merupakan milik VOC.
> Untuk mengolah kawasan yang masih berupa hutan belukar itu, VOC
> memberikan hak milik kepada orang-orang yang pertama-tama membuka
> lahan. Yang datang membuka lahan kebanyakan orang Tionghoa yang
> mempunyai keterampilan bertani dan mengolah tanah. Sebagian lahan
> dijadikan kebun sayur-mayur, namun sebagian besar dijadikan perkebunan
> tebu yang hasilnya untuk memasok kebutuhan gula di pasaran Eropa.
>
> Orang Tionghoa inilah yang merupakan penduduk pertama lahan yang masih
> kosong tersebut. Setelah orang Tionghoa, orang orang yang berasal
> daerah lain di Nusantara turut meramaikan daerah ini dengan
> kehadirannya. Laki-laki Tionghoa totok yang datang ke Nusantara
> kemudian menikah dengan orang-orang dari berbagai daerah itu, sehingga
> lahirlah Tionghoa Peranakan.
>
> Orang Tionghoa dari kawasan Ommelanden (luar tembok Batavia) ini
> sebenarnya tidak disebut Cina Benteng, namun Cina Ilir (Utara) bagi
> penduduk di utara Tangerang (termasuk Kampung Melayu, Tanjung Burung,
> Mauk dll) dan Cina Udik (Selatan) bagi penduduk Tionghoa di selatan
> Tangerang (termasuk Curug, Legok, Panongan dll).
>
> Dalam bahasa Melayu, bahasa yang berlaku di kawasan ini, Ilir artinya
> Utara, Udik artinya Selatan, Kulon adalah Barat, dan Wetan itu Timur.
> Mereka yang tinggal dari Ilir atau Udik mengatakan "hendak ke Benteng"
> bila ingin ke Tangerang.
>
> Versi lain dapat dilihat di Wikipedia di
> http://id.wikipedia.org/wiki/Tangerang#Asal-usul_Tangerang_disebut_juga_sebagai_Kota_.22Benteng.22
>
>
> --
> www.nursalam.wordpress.com
>
>
> ------------------------------------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

--
www.nursalam.wordpress.com

7a.

Re: [Catcil] Curhat Itu Racun atau Obat?

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Jun 24, 2011 12:16 am (PDT)



Mas Rama, apa kabar?:)

Hehe..tampaknya kalo Mas Rama sih karena terlalu banyak jadi tempat
curhat nih jadi susah untuk curhat:D. Sebetulnya curcol boleh
kok,Mas,biar lega,hehe...

Tabik,

Nursalam AR

On 6/17/11, Ramaditya Adikara <ramavgm@gmail.com> wrote:
> Wah Mas Nursalam, meski saya orangnya terbuka kadang suka bingung
> kalau disuruh curhat. Entah karena kebanyakan hal jadi bingung
> nyortir, atau keseringan dicurhatin orang, atau malah nggak punya
> sense of curhat nih. :)
>
> Nice article!
>
> On 6/17/11, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com> wrote:
>> Curhat mah boleh,ga dilarang. Asal yang sedang-sedang
>> saja,hehe...Ingat lagu dangdut nih.
>>
>> Ayo, Mbak Mimin, curhat di sini pun boleh. Sekadar pelepas gundah di
>> dada, sekaligus menghangatkan kembali milis yang "dingin" ini.Haiah:D.
>>
>> Terima kasih atas komentarnya.
>>
>> tabik,
>>
>> Nursalam AR
>>
>> On 6/17/11, minehaway@gmail.com <minehaway@gmail.com> wrote:
>>> Like this
>>> Absolutely right
>>> Two thumbs up
>>> Hmmm....apalagi yah, jadi speechless.
>>>
>>> Ahya...sy inget kalimat teman di milis sebelah "too much curhat will kill
>>> you"
>>> Padahal sy juga sering menyisipkan curhat2 di tulisan, mendadak pengin
>>> curhat ama teman chatting meski ga deket.
>>>
>>> Biasanya merasa lega setelah curhat di mana-mana.Palagi curhat sama
>>> Allah.Dahsyat rasanya.
>>> Sent from my BlackBerry®
>>> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>>>
>>> ------------------------------------
>>>
>>> Yahoo! Groups Links
>>>
>>>
>>>
>>>
>>
>>
>> --
>> www.nursalam.wordpress.com
>>
>
>
> --
> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian Blind Blogger"
>
> - Eko Ramaditya Adikara
> http://www.ramaditya.com
>

--
www.nursalam.wordpress.com

7b.

Re: [Catcil] Curhat Itu Racun atau Obat?

Posted by: "Ramaditya Adikara" ramavgm@gmail.com

Fri Jun 24, 2011 1:01 am (PDT)



Alhamdulillah kabar baik Mas. Buat saya tidak ada masalah buat curhat
apa pun bentuknya. Tapi mungkin kendala saya (hehehe ini kendala atau
bukan ya) ya itu tadi, agak bingung kalau disuruh cerita. :)

On 6/24/11, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com> wrote:
> Mas Rama, apa kabar?:)
>
> Hehe..tampaknya kalo Mas Rama sih karena terlalu banyak jadi tempat
> curhat nih jadi susah untuk curhat:D. Sebetulnya curcol boleh
> kok,Mas,biar lega,hehe...
>
> Tabik,
>
> Nursalam AR
>
> On 6/17/11, Ramaditya Adikara <ramavgm@gmail.com> wrote:
>> Wah Mas Nursalam, meski saya orangnya terbuka kadang suka bingung
>> kalau disuruh curhat. Entah karena kebanyakan hal jadi bingung
>> nyortir, atau keseringan dicurhatin orang, atau malah nggak punya
>> sense of curhat nih. :)
>>
>> Nice article!
>>
>> On 6/17/11, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com> wrote:
>>> Curhat mah boleh,ga dilarang. Asal yang sedang-sedang
>>> saja,hehe...Ingat lagu dangdut nih.
>>>
>>> Ayo, Mbak Mimin, curhat di sini pun boleh. Sekadar pelepas gundah di
>>> dada, sekaligus menghangatkan kembali milis yang "dingin" ini.Haiah:D.
>>>
>>> Terima kasih atas komentarnya.
>>>
>>> tabik,
>>>
>>> Nursalam AR
>>>
>>> On 6/17/11, minehaway@gmail.com <minehaway@gmail.com> wrote:
>>>> Like this
>>>> Absolutely right
>>>> Two thumbs up
>>>> Hmmm....apalagi yah, jadi speechless.
>>>>
>>>> Ahya...sy inget kalimat teman di milis sebelah "too much curhat will
>>>> kill
>>>> you"
>>>> Padahal sy juga sering menyisipkan curhat2 di tulisan, mendadak pengin
>>>> curhat ama teman chatting meski ga deket.
>>>>
>>>> Biasanya merasa lega setelah curhat di mana-mana.Palagi curhat sama
>>>> Allah.Dahsyat rasanya.
>>>> Sent from my BlackBerry®
>>>> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>>>>
>>>> ------------------------------------
>>>>
>>>> Yahoo! Groups Links
>>>>
>>>>
>>>>
>>>>
>>>
>>>
>>> --
>>> www.nursalam.wordpress.com
>>>
>>
>>
>> --
>> "Ramaditya Skywalker: The Indonesian Blind Blogger"
>>
>> - Eko Ramaditya Adikara
>> http://www.ramaditya.com
>>
>
>
> --
> www.nursalam.wordpress.com
>

--
"Ramaditya Skywalker: The Indonesian Blind Blogger"

- Eko Ramaditya Adikara
http://www.ramaditya.com

8a.

Re: Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca yaa!

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Fri Jun 24, 2011 12:20 am (PDT)



Mas Raka, coba kirim ke majalah Kompas. Biasanya rubrik puisi ada di
hari Ahad. Untuk info media lain, terutama koran daerah, coba search
di Google.Jika ingin berguru, di sini banyak penyair seperti Mbak Lia
Octavia, Kang Epri Tsaqib, Jeng Nia Robie, Achi TM dan Divin Nahb.
Mereka sudah pada punya buku kumpulan puisi sendiri lho.

Oh ya, kalau mau terbitkan sendiri, di milis ini banyak kok penerbit
Indie. Ada Kang Dani Ardiansyah dengan Indie Publishing
(www.indie-publishing.com) atau Mbak Retno dengan Halaman Moeka
Publishing (www.halamanmoeka.com). *promo*

happy writing,

Nursalam AR

On 6/9/11, rakaiqbal@yahoo.com <rakaiqbal@yahoo.com> wrote:
> Hebat...selamat ya...!!!!
> Sekali lg hebat...!!!!
> Kalo sy suka sekali menulis puisi...dimn ya kira2 tempat untuk mengirimkan
> puisi sy agar bs di publikasikan?
>
> Salam,
>
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT
>
> -----Original Message-----
> From: Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com>
> Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> Date: Thu, 9 Jun 2011 11:29:58
> To: <sekolah-kehidupan@yahoogroups.com>
> Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> Subject: Re: [sekolah-kehidupan] Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca
> yaa!
>
> Selamat ya, Fiyan! Sharing dong cover majalahnya:). Moga kian sukses
> berkibar di dunia penulisan dan tetaplah rendah hati namun berisi^_^.
>
> tabik,
>
> Nursalam AR
>
> On 6/7/11, bujang kumbang <bujangkumbang@yahoo.co.id> wrote:
>>
>>
>> Cerpen ini dimuat di Majalah CAHAYA NABAWIY EDISI No.95 Th.IX Rajab 1432
>> H/Juni 2011.
>>
>> Beredar
>> di Jogjakarta, Malang, Bondowoso, Purwodadi, Probolinggo, Serang,
>> Banjarmasin, Banyuwangi, Bangkalan, Kalimantan Selatan, Jember, Solo,
>> Tuban Pasuruan, dll.
>>
>>
>>
>> Rumah Tandus
>> Fiyan Arjun
>>
>> Rasyid
>> termangu di teras rumahnya. Mata kecilnya masih nanar ke luar jalan
>> sepetak. Tatapannya masih kosong. Entah apa yang dipikirkan oleh anak
>> seusianya tak seorang pun tahu, apalagi orang rumah. Hanya anak usia 10
>> tahun itu saja yang tahu. Apa yang sedang mengelayuti benaknya saat itu.
>> Hanya ia seorang.
>>
>> Ia masih tetap pada posisinya. Termangu, di
>> teras rumahnya. Walau saat itu hujan rintik-rintik sudah mulai berirama
>> di atap rumahnya. Tik...tik…tik…tik…tik…
>>
>> "Ayo, acungi telunjuk
>> siapa yang di rumahnya punya al-qur'an?" ujar Kak Awwam, guru ngaji
>> kampung bertanya kepada murid-muridnya di teras rumahnya yang luas. Dan
>> dari jumlah 9 muridnya itu salah satunya adalah Rasyid. Ia sudah 5 bulan
>> mengaji.
>>
>> Kak Awwam, begitu Rasyid memanggil guru ngajinya dengan sapaan seperti
>> itu
>> maupun teman-teman sepengajiannya.
>>
>> "Saya,
>> Kak! Saya di rumah punya dua!" sahut Sukri salah satu muridnya bertubuh
>> bongsor yang akhirnya berani angkat bicara juga. Menjawab pertanyaan
>> guru ngajinya itu sambil mengacungi jari telujuknya yang bulat.
>>
>> "Soleha juga, Kak! Tapi punya Abi!" timpal Soleha, yang selalu bekudung
>> putih itu menimpali Sukri.
>>
>> "Ghofar juga punya, kok, Kak!"
>>
>> "Iya, Rohim juga punya tapi satu, Kak."
>>
>> "Iya, siapa lagi?" lanjutnya menanyakan kembali kepada murid-murid yang
>> menggemaskan itu.
>>
>> "Iya! Shabrina juga punya kok di rumah malah masih bagus!"
>>
>> Kak Awwam hanya tersenyum sesaat saat mendengar jawaban polos Shabrina,
>> muridnya yang sering bertanya itu.
>>
>> "Ihsan
>> juga punya, Kak! Walau yang punya bukan Ihsan tapi Kak Santi. Ihsan
>> sering kok lihat Kak Santi bawa Al-Qur'an ke sekolah."
>>
>> "Kalau
>> kami berdua Kak punya satu-satu. Itu juga baru dibeli sama Ummi di toko
>> buku. Itu kalau nanti Asma dan Aska sudah khatam," koor serentak kembar
>> indentik Asma dan Aska tak mau kalah.
>>
>> Semua pun serempak berucap
>> menjawab pertanyaan guru ngajinya yang masih sangat muda. Bertampang
>> cute. Berkumis tanggung. Serta beraksesori kacamata minus yang berdiri
>> di cuping hidungnya itu.
>>
>> Sebagai guru ngaji di kampung Kak Awwam
>> harus peduli dan mengetahui perkembangan anak-anak didiknya. Dan juga
>> memberikan perhatian serta pengarahan sesuai usia murid-muridnya itu.
>> Apalagi ia sangat sayang dengan anak-anak. Pun itu semua ia jalani
>> hampir satu tahun lebih. Walau pun ia mengajar tanpa bayaran dari
>> murid-muridnya. Ia ikhlas menjalaninya. Apalagi ia jebolan ponpes modern
>> ternama di luar Jawa. Kalau pun ada sebagian orangtua dari
>> murid-muridnya membayar ia pun tak segan-segan menolaknya. Bukan! Bukan!
>> Bukan, menolak rezeki tapi ia ingin mengamalkan ilmu yang sudah
>> didapatinya dari pondok. Apalagi ia sudah senang ketika anak-anak kecil
>> yang ada di kampungnya itu sudah bisa mengenal Alif lepeng, Ba bengkok,
>> Ta, titiknya dua di atas dan Tsa, titiknya tiga di atas serta Nun,
>> titiknya satu di atas. Lagi-lagi ia sudah sangat senang. Itulah
>> tujuannya ia mondok dari ponpes—yang para jebolannya sudah banyak
>> menjadi para mubaligh ternama serta pejabat itu.
>>
>> Namun dari
>> sekian murid-murid yang ia ajarkan mengaji hanya ada satu murid yang tak
>> mau menjawab pertanyaannya itu. Tak lain Rasyid. Terlebih pada saat itu
>> (pertanyaan yang dilontarkannya) ia hanya berdiam diri. Tak satu pun
>> ucapan yang keluar dari mulut kecilnya.
>>
>> Rasyid tak mau
>> ikut-ikutan teman-teman sepengajiannya, menjawab apa yang dilontarkan
>> oleh guru ngajinya itu. Ia lebih baik diam. Pasif. Tak bicara.
>>
>> "Lho,
>> kok Rasyid diam. Memangnya ada apa?" tanya guru mengajinya itu.
>> "Rasyid, sakit?" lanjut guru ngajinya yang masih berusia 27 tahun
>> bertanya kembali.
>>
>> "Ah, nggak kok, Kak!" tukas Rasyid singkat.
>>
>> "Terus kenapa nggak menjawab pertanyaan, Kakak?"
>>
>> Yang ditanya hanya diam. Tak tahu harus bicara apa.
>>
>> "Baiklah
>> sekarang Kakak tanya lagi di rumah Rasyid punya al-qur'an tidak?"
>> Dengan bijak laki-laki muda yang sering menjuarai MTQ itu bertanya
>> kembali sekali lagi kepada muridnya itu.
>>
>> Rasyid, bimbang untuk
>> menjawabnya. Akhirnya jalan untuk menghindari cecaran pertanyaan itu
>> yang terus-menerus mengarah kepadanya ia pun buka suara juga. Walau ada
>> rasa sungkan menghinggap dalam dirinya.
>>
>> "Ra-Rasyid di rumah tidak
>> punya al-qur'an, Kak!" ucapnya perlahan-lahan agar teman-teman
>> sepengajiannya itu tidak mendengar jawabannya. Tapi namanya anak-anak
>> tetap saja selalu memerhatikan temannya jika terlihat ada yang ganjil
>> atau hal-hal yang tak biasa. Dan itu ada di Rasyid. Murid yang masuk
>> mengajinya paling akhir.
>>
>> "Ha-ha-ha-ha-ha. Masa sih orang Islam tidak punya al-qur'an."
>>
>> Begitulah
>> riuh suara teman-teman sepengajiannya menertawainya ketika mengetahui
>> Rasyid berkata demikian. Di rumahnya ia tidak memiliki al-qur'an,
>> mukjizat dari kanjeng Rasulullah itu. Semua teman-teman sepengajiannya
>> masih mentertawainya.
>>
>> "Sudah! Sudah kok malah ditertawai. Baik sekarang kita baca do'a selesai
>> mengaji. Ayo, kamu Sukri pimpin doanya..."
>>
>> Akhirnya
>> Kak Awwam menyudahi pertanyaan itu dengan menyuruh Sukri membaca doa
>> usai mengaji. Walau mata minusnya masih tertuju ke arah muridnya itu,
>> Rasyid. Khawatir ada sesuatu yang disembunyikan oleh muridnya itu.
>>
>> Dan
>> itu jugalah yang menjadi alasan Rasyid termangu di teras rumahnya. Ia
>> tak mau menjadi bahan tertawaan teman-teman sepengajiannya itu kembali.
>> Menggema kembali di gendang telinganya. Ia lebih baik berhenti mengaji.
>> Mengundurkan dari pengajian yang sudah ia ikuti selama 5 bulan lewat.
>> Walau pun ia sebentar lagi akan khatam juz' amma. Surat At-Thariq,
>> begitu bacaan terakhirnya. Karena ia malu ketika nanti kembali ditanya
>> oleh Kak Awwam, guru mengajinya itu apakah memiliki al-qur-an atau tidak
>> di rumah. Jalan pintasnya ia pun berpikir untuk memilih keluar dari
>> pengajiannya tanpa sepengetahuan Ayahnya.
>>
>> Sebenarnya saat itu ia
>> memang berkata tidak jujur. Ia menutupi kebenaran yang ada bahwa di
>> rumahnya ternyata memiliki al-qur'an. Bukan hanya satu tapi lima buah.
>> Baik yang besar maupun yang ukuran kecil—yang bisa dibawa-bawa. Tapi ia
>> tak mengatakan hal itu sebenarnya. Entah kenapa anak usia 10 tahun itu
>> tak mau berkata semestinya. Jujur. Namun hanya ia sendiri yang tahu.
>> **
>> Begitulah
>> Rasyid. Ia memang murid yang berbeda dari teman-teman sepengajiannya.
>> Walau usianya baru menginjak 10 tahun dan duduk dibangku kelas 5 SD tapi
>> cara berpikirnya amat sangat diluar dugaan. Dan tidak lumrah sesuai
>> usianya. Ia begitu kritis dan juga keingintahuannya sangat besar.
>> Apalagi otaknya yang cukup cemerlang di sekolahnya. Ia seringkali
>> menjadi juara kelas selama tiga tahun berturut-turut.
>>
>> Itulah yang
>> dirasakan oleh Ayahnya. Pak Zubair, begitu nama Ayahnya bila disapa.
>> Apalagi Ayahnya itu pun sering kali mendapatkan surat dari pihak sekolah
>> agar Rasyid anaknya itu diberi izin untuk mengikuti ajang cerdas cermat
>> tingkat SD. Entah, Ayahnya pun tak tahu anaknya itu menuruni siapa.
>> Tetapi ketika Ayahnya balik melihat ke belakang nasab keturunan dari
>> orangtuanya yang telah tiada. Ternyata Rasyid menuruni kakeknya—yang
>> memang miliki kecerdasan diatas rata-rata. Ber-IQ tinggi. Kakeknya dulu
>> seorang guru Madrasah Tsanawiyah di kampung.
>>
>> Itu pun yang
>> dirasakan Ayahnya saat itu. Tanpa sepengetahuan Rasyid, guru ngajinya
>> itu pun berkunjung ke rumah dan menemui Ayahnya. Kebenaran saat itu ada
>> di rumah dan sedang libur kerja. Pun dengan Rasyid sedang keluar bermain
>> dengan teman-temannya. Ia tak tahu kalau guru ngajinya itu bertandang
>> ke rumahnya.
>>
>> Saat senja mulai menua di ufuk barat barulah guru
>> ngaji Rasyid itu menemui Ayahnya. Namun guru ngaji jebolan ponpes modern
>> itu tak lama berpijak di rumah yang cukup asri itu.
>>
>> Namun disaat
>> yang sama seusai pulang bermain bersama teman-temannya itu Rasyid pun
>> dipanggil oleh Ayahnya. Ayahnya seorang abdi pemerintah itu. Sekel.
>> Sekretaris Kelurahan. Walau hanya berselang beberapa menit dari
>> kepulangan guru ngajinya dari rumah. Tanpa banyak kata Ayahnya pun
>> memberitahukan apa yang sudah dikatakan oleh guru ngajinya itu selama
>> Rasyid tak ada di rumah. Padahal hal itu terjadi tiga hari yang lalu
>> bersamaan ia tak mengaji. Ia membohongi Ayahnya dengan alasan mengaji
>> tapi kenyataan malah main bersama teman-temannya. Sebenarnya ia sudah
>> sedikit demi sedikit untuk mulai melupakan hal itu. Karena baginya lebik
>> baik dilupakan ketimbang diingat selalu dan itu akan membuat ia semakin
>> malu pada dirinya, agamanya maupun TuhanNya padahal ia hanyalah seorang
>> anak bau kencur. Belum akil baligh.
>>
>> "Tadi guru ngaji kamu
>> kemari. Ia bilang kamu sudah tiga hari tidak mengaji. Dan bukan itu saja
>> kamu berkata tidak jujur. Kamu bilang di rumah kita ini tidak punya
>> sama sekali al-qur'an. Padahal kenyataanya ada. Bahkan sampai 5 buah
>> yang sering Bapak belikan buat kamu maupun Abang Ramdan, kakak kamu
>> maupun Ibu kamu. Tapi kenapa kamu bilang tidak ada," tegur Ayahnya di
>> ruang tamu.
>>
>> Rasyid yang ditanya seperti itu hanya diam. Tak bicara.
>>
>> "Kok
>> diam?! Tidak boleh kalau orangtua bicara lalu kamu diam saja. Ayolah
>> bicara yang sebenarnya. Ayah tidak akan memarahi kamu kok jika kamu
>> berkata sejujurnya," ulang Ayahnya memberikan kebijakan.
>>
>> "Baiklah Ayah akan diam saja jika kamu masih bersikeras tak mau bicara
>> jujur
>> kepada Ayah. Apa yang terjadi sebenarnya."
>>
>> Dan beberapa jam kemudian suasana pun hening di ruang tamu.
>>
>> Tapi itu hanya sementara akhirnya Rasyid angkat bicara juga.
>>
>> "Memang
>> benar Rasyid sudah tidak mengaji tiga hari. Dan bicara tidak jujur
>> seperti itu, Yah. Rasyid bilang bahwa di rumah kita tidak punya
>> al-qur'an. Walau sebenarnya punya. Tapi buat apa bila kita punya tapi
>> kita sebagai orang Islam tak pernah menyentuhnya bahkan membacanya.
>> Bukankah berarti kita sama saja tidak memilikinya. Tidak mempunyai,"
>> jawab Rasyid polos. Entah darimana ia mendapatkan jawaban seperti itu
>> yang tidak wajar untuk seusianya. Entahlah! Namun itulah dunia anak-anak
>> seusianya. Tak seorang pun pantas untuk mencegah apalagi ikut
>> mencampurinya
>>
>> Ayahnya sejenak diam. Apa yang dikatakan anakya itu
>> ada benarnya juga. Betapa ia malu pada dirinya, agamaNya maupun anaknya
>> ketika ia mendengar jawaban polos dari anak usia 10 tahun itu. Kalau ia
>> boleh memilih ingin mencium kening anaknya itu yang sudah membuka mata
>> hatinya. Memang benar apa yang dikatakan anaknya itu. Al-qur'an memang
>> ada di rumahnya. Bahkan ada yang pernah ia dapatkan dari rekannya
>> sepulang dari umrah kedua kalinya. Tapi sayang hanya dibuat pajangan
>> serta simbol saja. Padahal jika ia mau mengingat kembali ketika saat
>> menghadiri pengajian di masjid terdekat dari rumahnya. Ia bisa
>> mengetahuinya lebih dalam lagi ketika saat itu ada seorang ustadz
>> memberikan siraman rohani.
>>
>> "Perumpamaan orang Mu'min yang membaca
>> Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya
>> lezat; orang Mu'min yang tak suka membaca Al Quran, adalah seperti buah
>> korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya; orang munafiq
>> yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit
>> rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran, tak ubahnya
>> seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali."
>>
>> "Kepada
>> kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan, membaca Al Quran
>> secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap sesamanya, akan
>> turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya
>> rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat
>> mereka"
>>
>> Entah, saat itu ia tertidur atau tidak. Saat ustadz itu
>> sedang membahas keutamaan al-qur'an tak seorang pun yang tahu. Tapi
>> dengan perantara Rasyid anaknya itu, ia kini kembali dibukakan mata
>> hatinya tentang keutamaan al-qur'an. Apalagi ia tak ingin rumah yang
>> sudah dibangunnya—dengan jerih payahnya sendiri secara halal menjadi
>> tandus. Kering kerontang seperti pohon tak pernah diterpa hujan. Pun
>> dengan istananya, ia ingin mendapatkan kesejukan dari lantunan ayat-ayat
>> suci yang digemakan dari mulutnya, istrinya maupun Ramdan dan Rasyid
>> sebagai anak-anaknya.[]
>
>
> --
> www.nursalam.wordpress.com
>
>
> ------------------------------------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
> ------------------------------------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

--
www.nursalam.wordpress.com

Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Parenting Zone

Family and home

Tips for mom

Yahoo! Groups

Cat Zone

Connect w/ others

who love cats.

Sitebuilder

Build a web site

quickly & easily

with Sitebuilder.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: