Catatan Ramadhan 3 : Pejuang-Pejuang Kecil
Ragil, gadis kecil empat tahun yang tinggal di seberang
rumah bertanya kepada ibunya, "Maghrib masih berapa jam lagi bu?" sontak ibunya
tertawa geli sekaligus haru mendengar pertanyaan anaknya itu, karena sebenarnya
waktu adzan maghrib tinggal beberapa menit lagi. Entah apa yang ada di benak
gadis kecil itu, yang pasti anak sekecil itu telah melewati berjam-jam waktu
tanpa makan dan minum seperti yang dilakukan orang-orang dewasa yang sudah
memiliki kewajiban berpuasa. Sehingga meski waktu maghrib tinggal beberapa
menit saja, ia membayangkan betapa waktu maghrib masih terlalu lama. Namun ia
tetap bertahan, berjuang menahan lapar dan haus yang dirasanya hingga waktu
maghrib tiba nanti.
Puteri kedua saya, Iqna punya cara tersendiri untuk
menghilangkan rasa haus. Tentu saja bukan dengan cara minum air, baik
terang-terangan atau bersembunyi. Setiap hari di bulan puasa, ia begitu rajin
mengamalkan salah satu yang diajarkan, yakni menjaga wudhu. Dengan alasan "menjaga
wudhu" itulah ia jadi lebih sering ke kamar mandi untuk berwudhu. Tentu saja
saya terharu sekaligus tersenyum-senyum sendiri dengan ulahnya. Beberapa tahun
lalu ketika pertama kali ia belajar puasa satu hari penuh, kebiasaannya setiap
siang hingga menjelang waktu ashar adalah tidur di lantai dengan bertelanjang
dada. Ia menempelkan dada atau punggungnya di lantai yang dingin, itulah
caranya berjuang menjaga puasanya hingga waktu maghrib tiba.
Sulung saya punya cerita lain ketika awal menjalankan
puasa satu hari penuh, ia senang mengumpulkan makanan untuk berbuka meski waktu
maghrib masih jauh. Beberapa makanan sengaja ia masukkan ke dalam lemari es
agar terasa segar pada saat berbuka nanti. Hampir setiap jam ia bertanya, "maghrib
berapa jam lagi?" atau "sekarang jam berapa?" karena ia tahu ketika sudah jam
enam sore itu artinya waktu berbuka. Waktu masih menunjukkan pukul empat sore,
ia sudah mondar-mandir ke dapur untuk
melihat-lihat makanan yang sudah tersedia. Kadang ia tak sabar untuk menyajikan
sendiri makanan berbukanya di meja, meski waktu masih lama ia terus memandangi
makanannya. Pergi keluar sebentar, kembali lagi ke dapur untuk memandangi,
kemudian pergi lagi. Kadang lama sekali ia memandangi makanannya, namun tak
sedikitpun ia memiliki keberanian untuk mencicipi makanannya hingga waktu
maghrib tiba meski saat ia sendirian di dapur. Ia tetap berjuang melawan
keinginan-keinginan yang tak boleh dilakukan sebelum waktunya.
Pernah saya satu angkot dengan seorang anak usia lima
tahun bersama ibunya. Waktu kira-kira pukul tiga sore, anaknya terlihat lemas
di pangkuan ibunya. "Kalau nggak kuat, adek buka puasa saja ya…" suara ibunya
tak dijawab langsung, hingga ibunya mengulanginya. "Adek buka puasa saja ya? Anak
kecil nggak apa-apa kok batal puasa…" Anak lelaki bertubuh gempal itu, masih
sambil menyandarkan kepalanya di pangkuan ibunya menjawab, "Ibu aja yang buka,
Adek mau puasa, adek masih kuat…" ibunya hanya tersenyum sambil mengusap-usap
kepala anaknya itu.
Anak-anak yang baru belajar puasa, atau yang sudah
menjalaninya beberapa tahun selalu punya cerita menarik dalam menjalankannya.
Meski banyak kelucuan dan rasa iba saat memandangi wajah-wajah mereka ketika
berpuasa, namun sesungguhnya mereka tengah memberi pelajaran berharga kepada
kita orang dewasa, tentang sebuah perjuangan. Yang dipahami anak-anak dalam
berpuasa memang baru sebatas tidak makan dan minum di waktu yang telah
ditentukan. Bangun sahur buat mereka adalah perjuangan luar biasa, namun
menahan rasa lapar dan haus jauh lebih luar biasa bagi mereka. Mereka berjuang
untuk membuktikan bahwa mereka mampu bertahan, ada juga yang sekadar tidak ingin
dibilang "anak kecil".
Anak-anak begitu konsisten berjuang sampai waktu maghrib
tiba, tak berani berbuat curang dengan sembunyi-sembunyi makan atau minum,
kemudian berpura-pura puasa di depan orang lain. Sementara saya banyak melihat
orang-orang dewasa seenaknya makan dan minum di siang hari, kemudian sore di
rumah berpura-pura terlihat lemas seperti orang puasa. Anak-anak berjuang terus
bertahan dengan rasa lapar dan hausnya, walau kadang tak tahu sampai kapan ia
harus berpuasa, mereka hanya tahu waktu berbuka saat adzan maghrib tiba atau
ketika orang-orang dewasa berbuka puasa.
Anak-anak hanya berani sebatas memandangi makanan untuk
berbuka, tidak sampai mencicipi atau bahkan menikmatinya. Justru kadang orang
dewasalah yang "menggodanya" untuk menyerah pada perjuangannya. Kalimat "anak
kecil nggak apa-apa kok batal puasa" mungkin bukan cara yang tepat untuk
seorang pejuang kecil yang tengah membuktikan bahwa dirinya mampu. Saya pun
teringat, ketika kecil pernah menemani Bibi berbelanja, kemudian diajak minum
es cendol di siang hari saat puasa. "Sekarang minum saja, terus puasa lagi…" ah
sebuah pembelajaran di masa kecil yang tak pernah terlupakan.
Puasa memang mengajarkan banyak hal, memberikan jutaan
hikmah kepada sesiapa saja yang bersungguh-sungguh menjalaninya. Para pejuang
kecil di sekitar kita, sebenarnya tengah memberi satu pelajaran berharga kepada
kita yang dewasa, tentang arti perjuangan, tentang bagaimana bertahan
menghadapi tantangan meski tak sedikit godaan menyertai. Bahwa seberat apapun
cobaan, selalu akan ada akhirnya dan selalu bisa dijalani jika kita bersungguh-sungguh
dan sabar. Juga tentang keindahan yang kan kita rasakan di ujung kesabaran yang
mampu kita jalani.
Seorang pejuang kecil yang lain menutup hikmah perjuangan
ini dengan kalimat yang manis. "Kakak boleh kok kalau mau puasa setengah hari…"
kata ibunya. Kemudian ia menjawab, "buka puasa bareng-bareng saja waktu maghrib
nanti, pasti lebih nikmat". Hmm, sungguh pejuang kecil yang menyadari nikmatnya
menyelesaikan perjuangan sampai akhir. (Gaw)
Bayu Gawtama
LifeSharer
SOL - School of Life
085219068581 - 087878771961
twitter:
@bayugawtama
@schoolof_life
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar