Sabtu, 08 Desember 2012

[daarut-tauhiid] Akhirnya Allah Mengirim Untukku Suami Terbaik

Akhirnya Allah Mengirim Untukku Suami Terbaik
*
*

*SAYA *tak ingat betul, sejak kapan saya begitu perhatian dengannya,
seorang pria lembut, mengagumkan dan telah membuat hatiku jatuh cinta. Yang
masih saya ingat, ia adalah kakak kelasku ketika masih menjadi mahasiswa di
sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya, Jawa Timur.

Yang jelas, tak seperti layaknya *Anak Baru Gede*(ABG), perjalanan
perkenalan kami tak berlama-lama. Kami segera menikah usai lulus sarjana.
Selain itu, perlu dimaklumi, saya setiap hari memamai jilbab, jadi alangkah
tak pantasnya jika menjalin hubungan dekat dalam waktu lama tanpa ada
ikatan yang halal.

Alkisah, perjalanan kisah asmara kami berjalan baik hingga ke pelaminan.
Sungguh wanita mana yang tidak bahagia menerima saat-saat seperti ini?
Menikah dengan seorang pria idaman, pasti adalah mimpi tiap wanita yang
sehat akalnya.

Sayang, harapan tak semulus dengan kenyataan. Dalam perjalanan biduk rumah
tangga, tabiat buruk suamiku mulai muncul satu-persatu. Tabiat paling utama
adalah melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Entah, kapan taibat buruk itu bermula. Yang jelas, usai pernikahan beberapa
bulan, ia tiba-tiba sering melayangkan bogem nya ke bagian-bagian tubuhku
jika dia sedang marah atau merasa kurang sesuai dengan keinginannya.

"Kamu istri macam apa? plok!" demikian sambil kepalan tangannya itu
mendarat di pelipis saya.

Duh, rasahnya pedih dan sakit. Tak hanya sakit fisik, tapi sakit dari
relung hatiku paling jauh. Ah, tapi mungkin itu memang karena kesalahanku
sebagai seorang istri yang teledor, begitu perasaan hati agar bisa ridho
menerima perlakukan ini.

Hari demi hari, mulai kuperbaiki perjalanan rumah tanggaku, semata agar
kehidupan lebih baik dan aku bisa menjadi istri yang sholehah. Itu saja.

"Pyarr!" Tiba-tiba piring, gelas dan barang-barang melayang. Tak hanya itu,
kali ini bukan lagi bogem yang menghampiriku.

Pria yang pernah kukagumi dan aku kenal sendiri di kampus, bukan melalui
orang lain, kali ini menjambak rambutku dan menyeret ke kamar mandi. Di
sana ia mendorong kepalaku ke dalam baik air. Setelah lama, ia mengangkat
kepalaku dan menenggelamkan lagi.

Rasanya bingung, sedih, sakit, kecewa, semuanya campur jadi satu. "Ya Allah
ya Rabbi, syetan apa yang membuat suamiku seganas ini pada istrinya?"

Begitulah kehidupan rumah tanggaku. Di depan orang kami nampak baik, di
dalam rumah, ia seolah memperlakukan aku layaknya tahanan *Guantanamo Bay*,
penjara kejam yang dibangun Amerika Serikat (AS) untuk memperlakukan
saudara-saudara Muslim pasca 11 September.

Kekerasan dan siksaan (sudah tak bisa dihitung dan tak bisa saya jelaskan
di sini) berjalan hingga kelahiran anak kami yang pertama. Karena sudah
tidak tahan dengan perlakuan kasarnya, singkat cerita, pasca usia anak kami
berjalan beberapa tahun, hubungan kami tak bisa dipertahankan dan berakhi
dengan perceraian. Alhamdulillah, Allah telah menyelamatkanku dari "neraka
kecil" itu.

Barakah Pesantren

Sembari masih membawa status "janda", saya mencoba melamar berbagai tempat.
Semua telah kucoba dan selalu hasilnya nihil. Maklum, bidang yang kugeluti
termasuk kurang umum, yakni bidang seni.

Suatu hari, aku mendapatkan informasi sebuah lembaga pendidikan di bawah
naungan sebuah pesantren di Surabaya. Dengan bismillah, kucoba melamar
sebagai tenaga pendidik bidang kesenian. "Malang tak dapat ditolak untung
tak dapat diraih," demikian kata pepatah. Rupanya, lamaranku di terima.

Betapa senangnya. Pertama, aku gembira karena bisa mengamalkan ilmu, kedua,
gembira bekerja di bawah lembaga yang memiliki akar kuat dalam urusan
agama. Maklum, meski menutup aurat, aku wanita biasa-biasa saja, seorang
dari kampung yang semenjak kecil kurang banyak dididik ilmu agama.

Benar saja, beberapa tahun bergabung dengan lembaga ini, tiap hari dan tiap
saat, rasanya ilmu agamaku bertambah. *Subhanallah*, Maha Suci Engkau ya
Allah!

Sementara aku sibuk menjadi pendidik di Surabaya, anakku kutitipkan pada
neneknya di kampung. Tiap saat, usai gajian, aku pulang mengunjungi anak
dan mengirim keperluan. Begitu perjalannku beberapa tahun.Dan tak terasa,
sudah sekian lama kehidupan ini kujalani. Kira-kira hingga anakku masuk SMP.

Lama menjalani hidup sebagai janda rupanya tak mengganggu pikiranku. Sebab,
setiap kali berfikir soal jodoh atau pria, selalu teringat dalam pikiran
kekejaman mantan suamiku, yang tak lain adalah pria pilihanku sendiri.
Karena itu, tiap terpikir soal pria, secepat itu pula pikiran itu lewat
begitu saja. Hmmm rasanya, berat untuk menikah lagi. Bagaimana jika yang
kuhadapi pria yang sama seperti kemarin? Di depan ia lembut, di belakang
dia seperti algojo. Duh, ngeri!

Meski demikian, setiap malam aku selalu berdoa di hadapan Allah agar diberi
jalan terbaik dalam hidup dan tak ingin diberi cobaan lagi seperti yang
telah lewat.

"Ya Allah cukupkan cobaan ini. Berilah kesabaran, dan gantilah kehidupanku
dengan lebih baik di masa depan."

Suatu hari, di bulan Februari, aku pulang ke kampung menaiki bus.
Perjalanan kurang lebih membutuhkan waktu 5 jam. Setengah jam bus berjalan,
tiba-tiba seseorang duduk di bangku sebelahku yang awalnya kosong.

Seperti layaknya orang dalam perjalanan, ia bertanya ini-itu. Karena kurang
tertarik, saya menjawabnya secara asal dan apa adanya. Namun saya sempat
melihat raut berubah manakala aku menjawab bekerja sebagai seorang pendidik
di lembaga pesantren. Kamipun berpisah tanpa saling mengenal.

Entah, apa yang ada dalam pikiran pria di bus itu. Rupanya, jawaban
terkhirku itu membuat ia rela mencari alamat dan tempat kos ku. Sebagai
wanita baik-baik, aku menghargainya. Meski demikian, aku tetap masih kurang
tertarik berkenalan lebih serius dengan mahluk bernama pria.

Usahanya yang gigih terus-menerus untuk berusaha menemuiku, membuatku harus
menyampaikan sesuatu padanya.

"Saya seorang janda. Banyak di luar sana orang lebih baik yang bisa Anda
dapatkan," begitu kalimatku suatu hari ketika berusaha menemuiku.

Tapi rupanya, kata-kata itu tak membuat dia mundur untuk terus berusaha
ingin menemuiku. Singkat kata, keluarlah pernyataan jujurnya yang
disampaikan padaku.

"Bagiku bukan soal janda. Saya butuh istri dengan latar belakang agama
(Islam) yang baik. Setidaknya, aku menemukan itu padamu," katanya.

Pernyataan ini cukup mengagetkan dan setidaknya membangunkan kesadaranku
selama ini. Ternyata dia serius ingin mencari seorang istri. Sementara aku,
masih terbawa terutama lama, KDRT yang terus menyisahkan luka.

Dengan kerendahan hati, kegalauan ini kusampaikan terus-menerus di hadapan
Allah Subhanahu Wata'ala di kala shalat, agar aku mendapatkan jalan
terbaik, pilihan Allah semata.

Dengan takdirnya, akhirnya Allah mempertemukanku dengan seorang pria baik,
seseorang yang sebelumnya belum pernah mengenal secara dekat dengan wanita,
bahkan dia seorang perjaka.

Allah mengirimku seorang perjaka baik-baik, yang kelembutannya di atas
mantan suamiku, dan ketulusannya bukan main-main telah diberikan kepadaku.
Meski hanya lulusan SMU, tetapi ilmunya di atas orang sarjana yang pernah
kutemui. Seorang yang matang dan dewasa, bertolak belakang dengan mantan
suamiku yang dahulu. Setahun kami menikah, ia ingin bertempat tinggal dekat
pesantren di mana aku mengabdi. Dia yang rajin shalat dan ibadah tak pernah
lalai di acara-acara kajian dan daurah. Kini, kami dikaruniai seorang putri
manis kesayangan kami. Oh ya, *Alhamdulillah*, kami berdua kini juga
tinggal bersama-sama dengan anak pertama. Dan suamiku yang kedua ini juga
sayang pada anaku yang pertama, layaknya anak sendiri. Jadi telah lengkap
sudah kegembiraan ini. *"Hasbunallah wa nikmal wakil, Nikmal maula wa
Nikman Nasir*"(Cukuplah Allah saja yang menjadi Penolong kami dan Allah
adalah sebaik-baik Pelindung).

*Hikmah*

[íóÇÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÁóÇãóäõæÇ ÇÕúÈöÑõæÇ æóÕóÇÈöÑõæÇ æóÑóÇÈöØõæÇ
æóÇÊøóÞõæÇ Çááåó áóÚóáøóßõãú ÊõÝúáöÍõæäó {200

*"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu
dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada
Allah supaya kamu beruntung*." (QS. Ali Imran : 200)

æóáóäóÈúáõæóäøóßõãú ÈöÔóíúÁò ãöäó ÇáúÎóæúÝö æóÇáúÌõæÚö æóäóÞúÕò ãøöäó
ÇúáÃóãúæóÇáö æóÇúáÃóäÝõÓö æóÇáËøóãóÑóÇÊö æóÈóÔøöÑö ÇáÕøóÇÈöÑöíäó

*"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar*." (QS. Al-Baqarah: 155)

Nikmat dan musibah adalah salah satu bekal hidup seorang Muslim dalam
mengarungi kehidupan di dunia. Rasulullah dalam sebuah hadits
mengatakan. *"Sesungguhnya
tidaklah kalian diberi sesuatu (kenikmatan) yang lebih baik dan lebih luas
daripada kesabaran*." [HR. Bukhori (13/94), Muslim (2/601)]

Mudah-mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.*/*Sebagaimana
diceritakan **AL*. *Redaksi menerima tulisan dan kisah serupa agar bisa
memberi inspirasi dan pelajaran bagi yang lain.*

Red: Cholis Akbar

http://www.hidayatullah.com/read/23834/22/07/2012/akhirnya-allah-mengirim-untukku-suami-terbaik.html


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: