Sabtu, 08 Desember 2012

[daarut-tauhiid] Sebungkus Plastik Uang Recehan

Sebungkus Plastik Uang Recehan

*SEPERTI* biasa setiap satu bulan sekali Sawitri datang ke tempat praktik
saya. Sawitri rajin memeriksakan kandungannya. Sore itu, seperti biasa pula
dia memakai baju kembang-kembang cokelat, agak kusam dan lusuh. Dia tak
pernah kelihatan berdandan, hanya apa adanya. Saya tidak mempedulikan hal
itu, apalagi berminat menanyakannya, apakah baju itu kesukaannya atau
memang tidak ada pakaian lagi untuk dipakainya.

Istri Sukarman itu sedang mengandung anak kedua. Usia kehamilannya cukup
bulan. Anak pertamanya lahir premature dan persalinannya dibantu oleh dukun
bayi. Seharusnya bayi itu segera dirawat di rumah sakit. Tapi, karena tidak
punya biaya, maka Sawitri dan suaminya hanya pasrah. Akhirnya, bayi itu
meninggal dunia.

Saya berminat sekali menolong keluarga miskin ini. "Ya Allah, semoga
niatku terkabulkan dan Engkau memberi jalan yang terbaik bagi mereka,"
gumamku.

Sukarman adalah suami yang bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dia
rajin bekerja untuk mencari nafkah. Sehari-harinya Sukarman berjualan
cilok. (makanan terbuat dari tepung kanji berbentuk bulat yang ditusuk
dengan lidi, red). Dia berjalan kaki dari satu kampung ke kampung yang
lain. Dulu, Sukarman bercita-cita ingin sekolah sampai sarjana, tapi kandas
karena orang tuanya tak sanggup membiayai sekolahnya.

Sukarman juga sopan dan santun. Selain itu, dia pun taat beribadah. Walau
termasuk keluarga miskin, tapi Sukarman tidak mau berpangku tangan. Sifat
terpuji itulah yang melekat pada dirinya.

Suatu hari, Sukarman memanggil saya. Dia minta agar saya mau membantu
persalinan istrinya. Ya, Sawitri sudah waktunya melahirkan. Saya segera
bergegas menuju ke rumahnya.

Saat itu cuaca buruk. Hujan deras yang mengguyur sejak ashar belum
berhenti. Namun saya tak mempedulikannya. Saya ingin membantu persalinan
Sawitri.

Saya terus berdoa, "Ya Allah, mudahkanlah urusan ini. Tolonglah hamba-Mu
yang dalam kesulitan. Ya Allah, semoga Sawitri dan bayinya lahir normal dan
selamat, tak ada hambatan dan risiko apa pun. Ya Allah, Engkau Mahatahu.
Engkau Maha Berkehendak."

Sore menjelang malam. Hujan masih mengguyur. Hanya sesekali saja suara
petir masih menggelegar. Saya tak berhenti melangkah. Kaki saya begitu
kotor karena cipratan air yang jatuh ke tanah dan mengenai rok panjangku.

Ternyata tempat tinggal Sawitri cukup jauh. Rumahnya di pinggir sawah dan
agak jauh dari tetangga. Suara kodok ramai bersahutan, menyambut hujan dan
gelapnya malam.

Akhirnya, saya pun tiba di rumah Sawitri. Sangat memprihatinkan. Rumahnya
gubuk. Di sana-sini ada air yang menetes dari atap genting yang bocor.
Meskipun demikian, saya masih melihat usaha dari si tuan rumah yang selalu
berusaha membereskannya, sehingga sedikit tampak rapi. Mungkin itu karena
sentuhan tangan Sawitri.

Saya memeriksa Sawitri sangat berhati-hati.

"Sawitri, bersabarlah dan bersiaplah. Yakinlah, Allah pasti menolong,"
saran saya pada Sawitri.

Sawitri mengangguk dan tersenyum lugu. Matanya sayu, dan terlihat begitu
pasrah dengan keadaannya.

*Alhamdulillah, *satu jam telah berlalu. Sawitri sudah melahirkan bayinya
dengan normal dan selamat. Bayi perempuan mirip ibunya itu berat badannya
2.600 gram dan panjangnya 48 centi meter.

Sawitri dan Sukarman terlihat bahagia menyambut kedatangan si jabang bayi.

"Terimakasih Bu Bidan, atas bantuannya," ujar Sukarman sambil tersenyum, di
wajahnya masih tampak raut kebahagiaan.

"Sukarman, Sawitri, bersyukurlah pada Allah. Dialah yang menolong kita.
Kalian berdua sekarang sudah diamanahi seorang bayi yang cantik, semoga
kalian bisa merawatnya dengan baik," pesan saya padanya.

Saat saya hendak pulang, saya masih berpesan, "Sawitri, besok dan lima hari
kedepan, saya akan selalu datang sampai kamu sehat dan puput pusar. Jangan
cemas dan khawatir."

Setelah sepekan berlalu, tali pusar bayinya sudah lepas. Sebagai tanda
syukur, Sukarman membagikan bungkusan nasi kuning kepada anak-anak tetangga
terdekatnya. "Silahkan Bu Bidan dicicipi!" ujar Sukarman sambil memberi
saya sepiring nasi kuning.

Sebelum saya pulang, mereka memberi bungkusan plastik.

"Bu Bidan, terimalah pemberian kami ini. Jumlahnya sedikit, tapi kami mohon
Ibu jangan kecewa dan kapok. Juga bila ada kekurangan kami mohon maaf.
Insya Allah, nanti akan kami bayar," Sukarman menjelaskan dengan penuh
perasaaan.

Saya tertegun sambil menetap mereka berdua. Bungkusan itu lalu saya buka.
Isinya ternyata uang recehan.

"Sukarman, Sawitri, saya berterimakasih apa yang kalian berikan. Kalian
berdua memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi. Saya juga bangga atas
kerja keras dan pengorbanan kalian. Semoga Allah senantiasa memberi rezeki
kepada kalian yang cukup, halal dan baik. Masih banyak kebutuhan yang
kalian perlukan. Silahkan uang ini kalian pakai untuk kebutuhan si jabang
bayi."

Sukarman dan Sawitri tertunduk.

Ya Allah, dengan izin-Mu bayi itu lahir ke dunia. Dan dengan kehendak-Mu
juga saya akhirnya diberi kesempatan membantu mereka. Terima kasih ya Allah.


*/*Seperti yang diceritakan bidan Tati Rahayu Kusumahati kepada Dadang
Kusmayadi*
Rep: Dadang Kusmayadi
Red: Cholis Akbar

http://www.hidayatullah.com/read/25864/15/11/2012/sebungkus-plastik-uang-recehan--.html


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: