Kamis, 27 Desember 2012

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3676

1 New Message

Digest #3676
1
Menggairahkan Kembali Sastra Pesantren by "Yons Achmad" freelance_corp

Message

Wed Dec 26, 2012 10:42 pm (PST) . Posted by:

"Yons Achmad" freelance_corp

Menggairahkan Kembali Sastra Pesantren
*Ditulis Oleh :Yons Achmad, Pada Tanggal : 27 - 12 - 2012 | 13:31:48*

<http://wasathon.com/humaniora/read/menggairahkan_kembali_sastra_pesantren/#><http://wasathon.com/humaniora/read/menggairahkan_kembali_sastra_pesantren/#>

Sastra merupakan khasanah pesantren yang terjaga dan terus terlantunkan
hingga saat ini dalam bilik-bilik pesantren. Khususnya syair atau yang
lebih modern kita mengenalnya dengan puisi. Setiap petang dan subuh hari di
pesantren para santri membaca dan menyanyikan puisi. Nyanyian puisi *Abu
Nawas*,* Sayyidina Ali r.a.*, *Imam Syafi'I*, *al-Bushiri* dan banyak lagi
puisi dan syarir dari penyair-penyair besar Islam lainya.

Kitab *Barzannji, Maulid Diba'i*, dan banyak lagi kitab shalawat menjadi
bagian ritual dari kecintaanya pada Muhammad S.A.W, melalui nyayian-nyayian
indah dalam bait-bait sastra. Doa-doa yang termaktub hampir semua berbentuk
puisi. Bahkan pelajaran dan tata bahasa Arab seperti *Alfiah Ibnu Malik*,
atau *Shorof *lainya dipelajari di pesantren melalui puisi sambil
disenandungkan dengan nada-nada indah. Tak jarang santri-santri mampu
menghafal kitab-kitab *shoroh* tersebut.

Secara umum tradisi sastra dalam Islam sudah mendarah daging. Garis
geneologi antara sastra dan pesantren dimulai disini, yaitu hubungan antara
sastra dengan Islam. Islam mempunyai tradisi sastra yang tinggi dan kuat.
Ketika itu di tanah Arab syair menjadi punggawa keintelektualan seseorang.
Orang Arab pada waktu itu akan sangat terpandang sebagai seorang
intelektual ketika mereka mampu merangkai kata menjadi sajak-sajak yang
indah untuk dilantunkan. Dan Islam hadir sesuai dengan zamannya. Islam
hadir melaui sajak-sajak indah yang tak pernah lekang ditelan zaman melalui
kitab paling puitis di dunia Al Qur'an.

Sastra pesantren terus berkembang mengalami pengayaan dan perluasan.
Sehingga banyak orang-orang pesantren yang mencipta dan mempublikasikan
karya-karyanya. Pesantren tak dapat dipungkiri lagi menjadi triger dalam
produksi satrawan-sastrawan. Pesantren adalah kawah candra dimuka bagi
sebagian orang yang sekarang eksis di dunia sastra. Nama-nama besar
satrawan Indonesia lahir dan dibesarkan di pesantren. Sebut saja MH. Ainun
Nadjib, D. Zawawi Imron, Acep Zamzam Noer, Mustofa Bisri, Jamal D. Rahman,
Abidah El Khaliqi, Habiburahman El Shirazi, Ahmad Thohari, Zainal Arifin
Thoha dan masih banyak nama kondang lainya. Mereka inilah yang disebutkan
sebagai dus terminologi kedua dalam sastra pesantren karena sebelumnya
banyak penyair dan sastrawan yang lahir dari rahim pesantren.

Konten isi serta tema yang mengangkat kehidupan dan seluk beluk pesantren
dijadikan sebagian penggiat sastra untuk mendiskripsikan sastra pesantren.
Lebih menariknya dalam terminologi sastra pesantren menurut isinya, menjadi
perdebatan lain lagi. Sastrawan konservatif menyebut bahwa semua karya yang
bertemakan Islam adalah sastra pesantren. Para penggiat sastra ini menyebut
bahwa karya-karya seperti *Ayat-Ayat Cinta*-nya Habiburrhaman, Ketika *Mas
Gagah Pergi*-nya Helvy, sampai karya Helvy lainya yang radikal seperti *Hingga
Batupun Berbicara* adalah bagian dari sastra pesantren menurut kontennya.
Bagi mereka roh sastra pesantren adalah sastra Islami. Anggapan yang lebih
radikal lagi yaitu apabila mengangkat tema pesantren namun tidak memuat
unsur Islam atau malah bertentangan bukan bagian dari sastra pesantren
sendiri.

Bagi penggiat sastra moderat lebih melunak dan menukik. Kalangan ini
berpendapat bahwa sastra pesantren hanya khusus karya-karya yang bertemakan
pesantren. Karya-karya populer semisal *Perempuan Berkalung Sorban* besutan
Abidah, serta *Umi Kalsum* milik Djamil Suherman. Pengertian-pengetian ini
membuat sastra pesantren dari waktu-kewaktu mengalami proses perkembangan
bertambah kaya dan semakin luas. Baik dalam bentuk, isi, maupun lingkungan
pergaulanya. Dan yang paling menggembirakan sastra pesantren di pandang
sebagai bagian dari proses politik kasusastraan nusantara. Kini nampaknya
sastra pesantren kian meredup seiring dengan banyaknya karya-karya sastra
bergenre cerita-cerita keseharian remaja, tentang cinta, persahabtan dan
sejenisnya. Dunia sastra Indonesia kini kembali menanti karya-karya dari
bilik pesantren yang akan meramaikan jagad kasusastraan nusantara. Inilah
saatnya menggairahkan kembali sastra pesantren untuk mengisi ruang
spiritual umat manusia yang banyak lowong sekarang ini. (Yons
Achmad/Wasathon.com)

http://wasathon.com/humaniora/read/menggairahkan_kembali_sastra_pesantren/

Tidak ada komentar: