Rabu, 24 Maret 2010

[daarut-tauhiid] Kenali Tanda Alam, Kurangi Resiko Bencana

 

Kenali Tanda Alam, Kurangi Resiko Bencana

Selasa sore, 23 Maret 2010, seluruh warga Kampung Legok Hayam berkumpul di salah satu rumah warga, mereka kedatangan tim ACT – Aksi Cepat Tanggap wilayah Jawa Barat yang dikomandani Cucum Salman. Sebelumnya tim ACT mendapat laporan tentang tanah yang retak di dua kampung di Desa Giri Mekar, yakni Kampung Legok Hayam dan Kampung Batununggal, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. Warga yang tidak mengerti betul bahaya yang mengancam wilayahnya, mendapat penjelasan dari tim ACT.

Kepada warga, Cucum dan beberapa relawan lainnya meminta keterangan tentang tanda-tanda alam yang tak biasa terjadi dalam rentang waktu satu pekan terakhir.  Warga menjelaskan, bahwa sepekan sebelumnya banyak bermunculan sumber air baru di wilayahnya, dan selang dua-tiga hari, sumber air baru dan sumber air yang lama tiba-tiba keruh. Selain itu, beberapa pohon seperti pohon bambu dan lainnya terlihat tidak stabil atau bahkan sedikit miring.

Mendengar penjelasan warga tersebut, ditambah melihat langsung beberapa retakan di tanah, tim ACT bekerjasama dengan aparat setempat meminta warga segera mengosongkan rumah dan mengungsi ke tempat yang aman. Sore itu juga sekitar 150 KK mengungsi ke tempat yang telah ditentukan yang dianggap aman. Terdapat tidak kurang dari 600 jiwa dari dua kampung itu pun mengungsi, sebagian besarnya wanita dan anak-anak. Mereka ditempatkan di beberapa tenda yang sudah segera didirikan tim ACT.

Malam harinya, suara gemuruh terdengar dari arah bukit tempat rumah-rumah warga dua kampung itu berdiri. Ternyata, sekitar lima belas rumah roboh seketika dan ratusan rumah lainnya retak. Beruntung seluruh warga sudah meninggalkan rumahnya dan sama sekali tidak ada korban jiwa. Bisa dipastikan, dalam waktu dekat, rumah-rumah lainnya pun akan ikut roboh jika hujan terus mengguyur wilayah tersebut karena kontur tanah yang tidak stabil. Warga sangat bersyukur mereka selamat dari musibah yang mengancam.

Sosialisasi dan Edukasi
Dari pengalaman diatas mengajarkan kepada kita tentang pentingnya mengenal dan sekaligus menganalisa tanda-tanda alam berkenaan dengan bencana. Orang tua dahulu, dengan segala kearifannya sangat mengerti tanda-tanda alam sebelum terjadinya bencana. Contoh kejadian diatas misalnya, munculnya sumber air baru di beberapa titik adalah pertanda akan terjadinya longsor, atau bila di daerah gunung berapi, bila hewan-hewan gunung sudah mulai turun bisa juga jadi pertanda gunung akan meletus.

Banyak sekali tanda-tanda atau fenomena alam yang sebenarnya mengisaratkan kepada penduduk bumi untuk senantiasa waspada terhadap ancaman bencana. Allah menciptakan bencana tak semata karena murka, melainkan juga sebagai mekanisme alam untuk memerbaiki sistem alam itu sendiri. Bencana juga bisa dipandang sebagai sebuah cara makhluk bumi belajar menjalani hidup, teramat banyak hikmah dari sebuah bencana. Jadi bila bencana datang terus menerus, bukan berarti Allah tengah murka berkepanjangan kepada sebuah wilayah yang tertimpa musibah itu, boleh jadi sebaliknya, Allah tengah menyayangi wilayah itu beserta penghuninya. Hanya saja kadang nalar kita tak sanggup menangkap sinyal sayang Allah itu, sehingga yang terasa dan terlihat hanyalah bentuk amarah Allah saja.

Bencana sebagai sarana belajar, telah turun temurun dihayati oleh nenek moyang kita. Entah karena pengaruh perkembangan jaman yang serba modern dan mengandalkan teknologi mutakhir, sehingga hal-hal yang semestinya dipertahankan dalam berkehidupan kita justru kini semakin hilang. Padahal bentuk-bentuk kearifan lokal (local wisdom) takkan pernah bisa tergantikan oleh teknologi secanggih apapun. orang-orang di masa kini yang cenderung mengagungkan teknologi tinggi perlu juga belajar tentang bagaimana orang-orang di masa lalu menghadapi bencana. Bencana sudah ada sejak manusia pertama hadir di muka bumi, artinya yang pernah menghadapi bencana bukan hanya kita yang hidup saat ini. Melainkan juga mereka yang hidup di masa lalu. Bagaimana mereka bisa bertahan? Bagaimana cara mereka berlindung dan menghadapi bencana? Ini yang perlu kita pelajari bersama.

Bukan orang tua dahulu yang tak mau mengajarkan berbagai hal tentang kearifan lokal, melainkan orang muda yang kerap menganggap segala yang berasal dari masa lalu adalah hal usang yang sudah selayaknya ditinggalkan. Kita menganggap "kolot" petuah-petuah, wejangan dan nasihat orang tua, dan menganggap kita lebih tahu cara menghadapi kehidupan di masa kini. "Masanya kakek itu puluhan tahun lalu, belum tentu bisa diterapkan saat ini. Kuno, ketinggalan jaman…." Dan lain sebagainya.

Padahal terbukti, kearifan lokal yang masih dipertahankan lah yang membuat kita selamat dari bencana, dan sebaliknya ketika pelanggaran demi pelanggaran terjadi, kemudian bencana pun menyusul. Contoh sederhana, tentang aturan penebangan pohon dengan diameter yang telah ditentukan untuk boleh ditebang. Ketika penebangan liar sudah membabi-buta dan menghantam tanaman yang belum layak ditebang, tidak ada lagi penahan air yang mengakibatkan tanah longsor dan banjir bandang. Di laut pun demikian, orang tua kita mengajarkan cara menangkap ikan dengan jala, lubang jala pun dibuat dengan ukuran khusus yang bila mengenai ikan-ikan yang masih kecil bisa lepas kembali. Artinya, hanya ikan yang sudah cukup besarlah yang akan tertanggap jala. Coba lihat, banyak yang menggunakan alat peledak untuk menangkap ikan? Di masa datang, anak cucu kita akan kekurangan gizi karena kekurangan ikan di laut.

Ini yang bersifat pencegahan, pelajaran tentang bencana sangat diperlukan untuk mengurangi dampak resiko bencana. Pentingnya generasi sekarang memahami bencana, bukan hanya proses kejadian bencana itu sendiri dan bagaimana menghadapinya. Anak-anak kita perlu juga diajarkan penyebab bencana terjadi dan bagaimana mengurangi dampak resikonya. Setidaknya, kalau pun bencana itu harus menghancurkan rumah, namun tidak sampai menelan korban jiwa. Bila hanya sedikit korban jiwa yang bisa ditimbulkan akibat bencana, kenapa harus menjadi banyak? Pertanyaan ini hanya akan mampu kita jawab bersama dengan terus menerus mempelajari serta mensosialisasikan segala hal tentang kebencanaan kepada anak cucu kita.

Generasi sekarang perlu diberi pemahaman bahwa penanganan bencana bukan sekadar mendatangkan relawan, tim medis dan aksi evakuasi begitu bencana terjadi. Apalagi sekadar memberi bantuan sembako dan pakaian layak pakai. Jauh lebih penting dari itu semua adalah bentuk-bentuk edukasi, bisa berupa training, penyuluhan dan sosialisasi yang tak henti kepada seluruh lapisan dan elemen masyarakat tentang bahaya dan potensi bencana, dan bagaimana mengantisipasinya, sekali lagi bukan sekadar bagaimana menghadapinya. Ini yang disebut mitigasi, atau pengurangan dampak resiko bencana.

Mitigasi merupakan bagian penting dari rangkaian manajemen bencana. Indonesia termasuk wilayah dengan potensi bencana yang besar dan beragam, mulai dari gempa, banjir, banjir bandang, angin puting beliung, kebakaran hutan, gunung meletus, dan termasuk bencana-bencana yang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia (human error), seperti kebakaran rumah, peledakan, atau bencana teknologi seperti kebocoran gas, semburan lumpur dan masih banyak lagi. Termasuk dalam kategori bencana adalah wabah penyakit seperti kasus flu burung dan flu babi beberapa waktu lalu.
Apakah kita akan menyalahkan orang lain atas musibah ini? Atau bahkan menuding Allah sebagai penyebab segala bencana? Tidak juga, karena sekali lagi bencana  bisa merupakan mekanisme alam untuk memerbaiki sistem atau boleh juga dipandang sebagai cara Allah untuk tetap membuat manusia belajar dan ingat kepada-Nya,bahwa Allah lah penguasa alam semesta dan Maha Berkehendak atas apa-apa yang diciptakan dan dikuasai-Nya. Mencari siapa yang salah dalam setiap bencana tentu tak membuat kita semakin cerdas menghadapi bencana berikutnya. Bencana mengandung unsur pembelajaran, maka sepatutnya setiap makhluk memelajari gejala dan potensi bahaya suatu bencana.

Kalaulah seekor hewan di pegunungan bisa memahami bahwa gunung akan segera meletus, seharusnya manusia yang dianugerahi akal dan kecerdasan jauh lebih mampu memahami fenomena alam sebelum terjadinya bencana. Sampai hari kiamat nanti bencana akan terus terjadi, dan kita tidak perlu menghindar dari wilayah-wilayah dengan potensi bencana besar. Sebab, semua wilayah sudah ditentukan pula potensi bencananya, seperti halnya Allah menentukan potensi rejeki dan kebaikan satu wilayah tertentu. Allah Maha Adil bukan?

Lari dan menghindari bencana bukan ciri orang yang bersyukur, ia mau menikmati rejeki dan kebaikan alam, namun tak mau menghadapi resiko alam yang dianggap merugikan. Belajar dari setiap bencana yang sudah pernah dialami orang-orang terdahulu adalah cara yang bijaksana mengantisipasi dan menghadapi bencana. Alam memiliki potensi kebaikan dan juga potensi bahaya, kita mau dengan senang hati mengambil dan memanfaatkan semua kebaikan alam, pada saat yang sama kita pun harus rela mengenal , mengantisipasi dan bahkan menghadapi potensi bahaya dari alam ini. Justru dengan mengenal alam inilah, kita akan semakin cerdas memahami, menganalisa bagaimana mengurangi dalam resiko bencana alam ini.

Kuncinya adalah terus menerus belajar, dengan belajar kita tidak perlu takut dan menghindar dari bencana. Setelah kita mengerti jangan berhenti sampai di diri sendiri. Ajarkan segala pengetahuan tentang bencana ini kepada orang-orang terdekat kita, lingkungan kita, bahkan orang-orang yang bisa kita temui sebanyak-banyaknya. Mari bersama mengurangi dampak resiko bencana dengan serius memelajari fenomena alam, tanda-tanda alam, dan kearifan lokal dari orang tua terdahulu. Sebarkan pemahaman yang kita miliki, sekecil apapun, agar semakin banyak orang mengerti. Memberikan pemahaman kepada satu orang, berarti Anda telah menyelamatkan orang tersebut. Bila semakin banyak orang dan komunitas yang kita berikan pemahaman, semakin banyak pula yang mengerti mengantisipasi dan menghadapi bencana.

Bencana bukan untuk ditakuti, hanya yang tak mampu mengenali tanda-tanda dan potensinya lah yang benar-benar takut menghadapinya. Sudah teramat banyak bencana terjadi di negeri ini, sudah jutaan pula korban jiwa akibat kelalaian kita belajar dari bencana yang seolah tak henti menyapa kita. Mulai sekarang kita bisa mengurangi dampak resiko bencana, dengan memelajari potensi bencana dan mengajarkannya kepada orang-orang di lingkungan kita. Semakin banyak orang yang memahami, akan semakin sedikit resiko bencana yang ditanggung. Jangan ulangi kesalahan yang lalu, jika kita menyayangi dan mencintai orang-orang terdekat, ajarilah mereka cara mengenal potensi bencana dan cara menghadapinya. Jangan tunggu kesadaran seperti ini muncul saat kita menangis di hadapan tubuh tergeletak orang-orang tercinta. (Gaw)

Bayu Gawtama
Direktur Program
ACT – Aksi Cepat Tanggap
http://actforhumanity.or.id

Bayu Gawtama
Life-Sharer
0852 190 68581

Kenapa BBM mesti naik? Apakah tidak ada solusi selain itu? Temukan jawabannya di Yahoo! Answers! http://id.answers.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: