Rabu, 24 Maret 2010

[daarut-tauhiid] Makna Hawa

 

Makna Hawa   

By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA
    
Dalam bahasa Arab, hawa  adalah kecenderungan nafs kepada syahwat. Kata hawa dalam bahasa Arab juga mengandung arti turun dari atas ke bawah, tetapi lebih mengandung konotasi negatif, dan menurut al-Isfahani, penyebutan term hawa mengandung arti bahwa pemiliknya akan jatuh ke dalam keruwetan besar ketika hidup di dunia, dan di akhirat dimasukan ke dalam neraka Hawiyah.

Al-Qur'an menyebut hawa dalam berbagai kata bentuknya sebanyak 36 kali, sebagian besar untuk menyebut ciri tingkah laku negatif, seperti:
1.    perbuatan orang zalim mengikuti hawa nafsu  (Q., s. al-Rum / 30:29),
2.    perbuatan orang sesat mengikuti hawa nafsu (Q., s. al-Ma'idah / 5:77),
3.    perbuatan orang yang mendustakan ayat-ayat  Allah seperti yang tersebut dalam surat (Q., s. al-An'am / 6:150), dan
4.    perbuatan orang yang tidak berilmu (Q., s. al-Jatsiyah / 45:18).

Pada surat al-Nazi'at / 79:40-41 disebutkan hubungan hawa dengan nafsu:

Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan nafs dari hawanya, maka sesungguhnya sorgalah tempat tinggalnya (Q., s. al-Nazi'at / 79:40-41).

Ayat di atas menunjukkan bahwa ada nafs dan ada komponen hawa. Menurut al-Maraghi hawa merupakan keadaan kejatuhan nafs ke dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala. jika hawa itu merupakan kecenderungan kepada syahwat, maka kalau dibandingkan dengan motif, hawa adalah motif kepada hal-hal yang rendah dan batil. Dalam surat al-Mu'minun / 23:71 diisyaratkan, jika kebenaran tunduk kepada desakan hawa, maka kata kehidupan manusia akan rusak binasa. Al-Qur'an banyak sekali mengingatkan manusia agar jangan mengikuti dorongan hawa dapat menyesatkan, seperti yang dijelaskan dalam surat al-An'am / 6:119 dan Q., s. Shad / 38:26), dan dapat mendorong bertindak menyimpang dari kebenaran (Q., s. al-Nisa / 4:135). Hawa yang selalu diikuti, menurut al-Qur'an menjadi sangat dominan pada seseorang hingga orang itu menjadikan hawa-nya sebagai Tuhan, seperti yang dipaparkan surat al-Furqan / 25:43.
    
Sikap mental orang yang mampu menekan hawa nafsunya seperti yang termaktub dalam surat al-Nazi'at / 79:40-41 adalah mental orang yang takut kepada Allah dan perasaan takut kepada Allah itu didahului oleh ilmu sehingga menurut al-Qur'an surat Fathir / 35:28, hanya orang yang berilmu (ulama)-lah yang memiliki rasa takut kepada Allah. Jika melihat munasabah dengan ayat sebelumnya (Q., s. al-Nazi'at / 79:37-38), maka sikap mental ini merupakan kebalikan dari sikap mental orang yang melampaui batas, yaitu orang yang menurut Fakhr al-Razi, mengalami distori pemikiran, dan kebalikan dari menekan hawa nafsu, orang yang melampaui batas itu, justru lebih mengutamakan kesenangan dunia.

Sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com

Wassalam,
agussyafii
--
Tulisan ini dibuat dalam rangka kampanye program Kegiatan 'Muhasabah Amalia (MUSA)' Hari Ahad, Tanggal 18 April 2010 Di Rumah Amalia. Kirimkan dukungan dan partisipasi anda di http://www.facebook.com/agussyafii2, atau http://agussyafii.blogspot.com/, http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 087 8777 12 431.

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: