Rabu, 24 Maret 2010

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3015

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (6 Messages)

Messages

1a.

Re: [Mohon Doa Kesembuhannya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Posted by: "asma_h_1999" asma_h_1999@yahoo.com   asma_h_1999

Tue Mar 23, 2010 6:06 am (PDT)



Semoga Nyak segera pulih, ammin.

Wassalam
asma

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, fiyan arjun <fiyanarjun@...> wrote:
>
> Empat hari sudah Nyak—biasa kupanggil dirinya terbaring di atas pembaringan.
> Tak berdaya. Kesakitan. Menahan sakitnya yang makin ia rasakan. Hingga
> membuat ia tak kuasa untuk menahan sakit yang ia derita. "Aduh…aduh…,"
> begitu ia menceracau menahan sakitnya.
>
>
>
> Empat hari sudah ia begitu. Tak berdaya. Kesakitan. Dan tak jarang makan pun
> tak mau. Lama makin lama pun tubuhnya ikut menyusut—dengan ditambah tubuhnya
> yang kecil. Seakan penyakit yang diderita menggeroti dirinya. Dan begitu ia
> rasakan! Lalu aku bisa apa?
>
>
>
> Ya, aku bisa apa? Itulah jawaban dalam diriku!
>
>
>
> Seperti tulisan yang aku tulis saat ini ibuku masih dalam pembaringan. Masih
> menahan sakitnya. Aku sebagai anak lelakinya melihat keadaan seperti itu
> sungguh aku tak kuasa. Terlebih ketika ia seringkali bergumam,"
> aduh..aduh…!" Sungguh aku tak berdaya. Tak kuasa untuk melihatnya lebih
> lanjut. Benar-benar memilukan adegan yang kutangkap di mata minusku ini. Ibu
> satu-satunya. Orang yang aku kasihi sekaligus tempat berbagai gundah kini
> tak berdaya. Melihatku pun ia semakin kabur. Yang ada hanya sebuah rasa
> sakit yang terbias di kelopak mata tuanya….Tuhan jangan cabut nyawa ibuku!
>
>
> "Kalau Nyak nggak ada Nyak jaga diri lu ya baik-baik. Nyari kerja yang
> benar. Soal kuliah biarlah, kalau bisa lu lanjutin kalau tidak bisa ya lu
> nyari kerja aja yang benar. Jangan berselisih melulu sama adik lu." Ucap
> saat aku ada dihadapannya. Ia memberikan sesuatu untukku. Entah itu wasiat
> atau nasehat lagi-lagi aku tak bisa menalarnya. Antara kesedihan dan rasa
> takut ditinggalnya telah menyatu dalam diriku. Dan aku tak bisa berbuat
> apa-apa.
>
>
> Aku dengar baik-baik perkataannya walau rasa hatiku ngilu. Miris. Tak dapat
> aku katakan lagi. Tuhan apa nyawa ibuku sampai disini!
>
>
> Aku terus bergumam. Dalam hati aku terus berdoa agar ibuku cepat diangkat
> sakitnya. Dan kalau bisa aku rela penyakitnya digantikan olehku. Apalah aku
> sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Kerja belum dapat yang
> sebenarnya. Kuliah butuh biaya yang besar lagi. Di tambah separuh dien-Nya
> pun belum aku tunaikan. Itulah yang masih bergelayut di pundakku. Tanggung
> jawabku sebagai seorang lelaki—serta calon suami nantinya. Jadi sebelum aku
> mendapatkan itu semua biarlah aku saja yang menderita, Tuhan! Itulah hati
> kecilku berkata. Karena aku tak ingin ditinggalkan oleh ibuku!
>
>
> ***
>
>
> "Nyak udah minum obat belum? Jangan lupa di minum obat dari klinik. Biar
> Nyak cepat sembuh!"
> Begitulah setiap kali kakak perempuanku memperingatinya saat ia melihat
> ibuku di pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Yang ada hanya airmata yang
> bisa ia hadiahkan untuk kami; anak-anaknya.
>
>
> Pun begitu dengan aku.
>
>
> Aku pun tak bosan-bosannya memberikan semangat untuknya. Untuk semangat
> bangkit dari penyakitnya. Agar aku bisa melihatnya kembali pulih seperti
> sediakala. Dan aku tak ingin ia bersedih sekaligus merintih karena sakitnya.
> Aku tak ingin!
>
>
> Ya, aku tahu firman-firman-Mu yang tersirat itu. Jika memang demikian, jika
> penyakit yang diderita ibuku agar dosa-dosanya terhapuskan aku rela. Rela.
> Dan rela. Pun kalau bisa aku rela mengantikannya…Karena aku sayang ia, ya
> Tuhan. Sayang! Sayang sekali. Sebab Ia-lah orang yang paling mengerti diriku
> sekaligus memahami siapa diriku. Dan karena itu aku hanya meminta kepada-Mu
> ya Tuhan. Hanya satu. Ya, hanya satu. Tolong jangan cabut nyawa ibuku itu!
> Kalau kau ingin mencabutnya, cabut saja nyawaku![]
>
>
> Ulujami—Jakarta, 22 Maret 2010
> Dalam kenestapaan dan kedukaan!
> Fb:bujangkumbang@... <Fb%3Abujangkumbang@...>
>

1b.

Re: [Mohon Doa Kesembuhannya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Posted by: "Sugeanti Madyoningrum" ugikmadyo@gmail.com   sinkzuee

Tue Mar 23, 2010 6:12 am (PDT)



Semoga Ibu Bang Fiyan segera sehat kembali
Bang Fiyan dan keluarga juga diberi ketabahan
Saatnya ngumpulin banyak pahala nih Bang
ngerawat Ibu yg lagi sakit

Ugik
@Surabaya

2a.

Re: [Mohon Doanya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Posted by: "Novi Khansa" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Tue Mar 23, 2010 4:14 pm (PDT)



Syafahallah buat ibunya mas Fiyan

Moga diberi kesembuhan, aamiin

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, bujang kumbang <bujangkumbang@...> wrote:
>
>
>
>
>
> Jangan Cabut Nyawa Ibuku!Fiyan Arjun
>
>
> Empat hari sudah Nyakâ€"biasa kupanggil dirinya terbaring di atas
> pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Menahan sakitnya yang makin ia rasakan.
> Hingga membuat ia tak kuasa untuk menahan sakit yang ia derita. “Aduh…aduh…,”
> begitu ia menceracau menahan sakitnya.
>
> Empat hari sudah ia begitu. Tak berdaya. Kesakitan. Dan tak jarang makan
> pun tak mau. Lama makin lama pun tubuhnya ikut menyusutâ€"dengan ditambah
> tubuhnya yang kecil. Seakan penyakit yang diderita menggeroti dirinya. Dan
> begitu ia rasakan! Lalu aku bisa apa?
>
> Ya, aku bisa apa? Itulah jawaban
> dalam diriku!
>
> Seperti tulisan yang aku tulis saat ini ibuku masih dalam pembaringan.
> Masih menahan sakitnya. Aku sebagai anak lelakinya melihat keadaan seperti itu
> sungguh aku tak kuasa. Terlebih ketika ia seringkali bergumam,” aduh..aduh…!”
> Sungguh aku tak berdaya. Tak kuasa untuk melihatnya lebih lanjut. Benar-benar
> memilukan adegan yang kutangkap di mata minusku ini. Ibu satu-satunya. Orang
> yang aku kasihi sekaligus tempat berbagai gundah kini tak berdaya. Melihatku
> pun ia semakin kabur. Yang ada hanya sebuah rasa sakit yang terbias di kelopak
> mata tuanya….Tuhan jangan cabut nyawa
> ibuku!
>
> “Kalau Nyak nggak ada  Nyak jaga
> diri lu ya baik-baik. Nyari kerja yang benar. Soal kuliah biarlah, kalau bisa
> lu lanjutin kalau tidak bisa  ya lu nyari
> kerja aja yang benar. Jangan berselisih melulu sama adik lu.” Ucap saat aku ada
> dihadapannya. Ia memberikan sesuatu untukku. Entah itu wasiat atau nasehat
> lagi-lagi aku tak bisa menalarnya. Antara kesedihan dan rasa takut ditinggalnya
> telah menyatu dalam diriku. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
>
> Aku dengar baik-baik perkataannya walau rasa hatiku ngilu. Miris. Tak
> dapat aku katakan lagi. Tuhan apa nyawa
> ibuku sampai disini!
>
> Aku terus bergumam. Dalam hati aku terus berdoa agar ibuku cepat diangkat
> sakitnya. Dan kalau bisa aku rela penyakitnya digantikan olehku. Apalah aku
> sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Kerja belum dapat yang
> sebenarnya. Kuliah butuh biaya yang besar lagi. Di tambah separuh dien-Nya pun
> belum aku tunaikan. Itulah yang masih bergelayut di pundakku. Tanggung jawabku
> sebagai seorang lelakiâ€"serta calon suami nantinya. Jadi sebelum aku mendapatkan
> itu semua biarlah aku saja yang menderita, Tuhan! Itulah hati kecilku berkata.
> Karena aku tak ingin ditinggalkan oleh ibuku!
>
> ***
>
> “Nyak udah minum obat belum? Jangan lupa di minum obat dari klinik. Biar
> Nyak cepat sembuh!”
>
> Begitulah setiap kali kakak perempuanku memperingatinya saat ia melihat
> ibuku di pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Yang ada hanya airmata yang bisa
> ia hadiahkan untuk kami; anak-anaknya.
>
> Pun begitu dengan aku.
>
> Aku pun tak bosan-bosannya memberikan semangat untuknya. Untuk semangat
> bangkit dari penyakitnya. Agar aku bisa melihatnya kembali pulih seperti
> sediakala. Dan aku tak ingin ia bersedih sekaligus merintih karena sakitnya.
> Aku tak ingin!
>
> Ya, aku tahu firman-firman-Mu yang tersirat itu. Jika memang demikian,
> jika penyakit yang diderita ibuku agar dosa-dosanya terhapuskan aku rela. Rela.
> Dan rela. Pun kalau bisa aku rela mengantikannya…Karena aku sayang ia, ya
> Tuhan. Sayang! Sayang sekali. Sebab Ia-lah orang yang paling mengerti diriku
> sekaligus memahami siapa diriku. Dan karena itu aku hanya meminta kepada-Mu ya
> Tuhan. Hanya satu. Ya, hanya satu. Tolong jangan cabut nyawa ibuku itu! Kalau
> kau ingin mencabutnya, cabut saja nyawaku![]
>
>  
>
> Ulujamiâ€"Jakarta,
> 22 Maret 2010
>
> Dalam kenestapaan dan kedukaan!FB:bujangkumbang@...
>
>
>  
>
>
>
>
> Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
>

2b.

Re: [Mohon Doanya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Posted by: "Yons" kolumnis@gmail.com   freelance_corp

Tue Mar 23, 2010 8:17 pm (PDT)



hanya bisa berikan doa bro.
semoga ibunda lekas sembuh

salam
yons
http://penakayu.blogspot.com

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, bujang kumbang <bujangkumbang@...> wrote:
>
>
>
>
>
> Jangan Cabut Nyawa Ibuku!Fiyan Arjun
>
>
> Empat hari sudah Nyakâ€"biasa kupanggil dirinya terbaring di atas
> pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Menahan sakitnya yang makin ia rasakan.
> Hingga membuat ia tak kuasa untuk menahan sakit yang ia derita. “Aduh…aduh…,”
> begitu ia menceracau menahan sakitnya.
>
> Empat hari sudah ia begitu. Tak berdaya. Kesakitan. Dan tak jarang makan
> pun tak mau. Lama makin lama pun tubuhnya ikut menyusutâ€"dengan ditambah
> tubuhnya yang kecil. Seakan penyakit yang diderita menggeroti dirinya. Dan
> begitu ia rasakan! Lalu aku bisa apa?
>
> Ya, aku bisa apa? Itulah jawaban
> dalam diriku!
>
> Seperti tulisan yang aku tulis saat ini ibuku masih dalam pembaringan.
> Masih menahan sakitnya. Aku sebagai anak lelakinya melihat keadaan seperti itu
> sungguh aku tak kuasa. Terlebih ketika ia seringkali bergumam,” aduh..aduh…!”
> Sungguh aku tak berdaya. Tak kuasa untuk melihatnya lebih lanjut. Benar-benar
> memilukan adegan yang kutangkap di mata minusku ini. Ibu satu-satunya. Orang
> yang aku kasihi sekaligus tempat berbagai gundah kini tak berdaya. Melihatku
> pun ia semakin kabur. Yang ada hanya sebuah rasa sakit yang terbias di kelopak
> mata tuanya….Tuhan jangan cabut nyawa
> ibuku!
>
> “Kalau Nyak nggak ada  Nyak jaga
> diri lu ya baik-baik. Nyari kerja yang benar. Soal kuliah biarlah, kalau bisa
> lu lanjutin kalau tidak bisa  ya lu nyari
> kerja aja yang benar. Jangan berselisih melulu sama adik lu.” Ucap saat aku ada
> dihadapannya. Ia memberikan sesuatu untukku. Entah itu wasiat atau nasehat
> lagi-lagi aku tak bisa menalarnya. Antara kesedihan dan rasa takut ditinggalnya
> telah menyatu dalam diriku. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
>
> Aku dengar baik-baik perkataannya walau rasa hatiku ngilu. Miris. Tak
> dapat aku katakan lagi. Tuhan apa nyawa
> ibuku sampai disini!
>
> Aku terus bergumam. Dalam hati aku terus berdoa agar ibuku cepat diangkat
> sakitnya. Dan kalau bisa aku rela penyakitnya digantikan olehku. Apalah aku
> sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Kerja belum dapat yang
> sebenarnya. Kuliah butuh biaya yang besar lagi. Di tambah separuh dien-Nya pun
> belum aku tunaikan. Itulah yang masih bergelayut di pundakku. Tanggung jawabku
> sebagai seorang lelakiâ€"serta calon suami nantinya. Jadi sebelum aku mendapatkan
> itu semua biarlah aku saja yang menderita, Tuhan! Itulah hati kecilku berkata.
> Karena aku tak ingin ditinggalkan oleh ibuku!
>
> ***
>
> “Nyak udah minum obat belum? Jangan lupa di minum obat dari klinik. Biar
> Nyak cepat sembuh!”
>
> Begitulah setiap kali kakak perempuanku memperingatinya saat ia melihat
> ibuku di pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Yang ada hanya airmata yang bisa
> ia hadiahkan untuk kami; anak-anaknya.
>
> Pun begitu dengan aku.
>
> Aku pun tak bosan-bosannya memberikan semangat untuknya. Untuk semangat
> bangkit dari penyakitnya. Agar aku bisa melihatnya kembali pulih seperti
> sediakala. Dan aku tak ingin ia bersedih sekaligus merintih karena sakitnya.
> Aku tak ingin!
>
> Ya, aku tahu firman-firman-Mu yang tersirat itu. Jika memang demikian,
> jika penyakit yang diderita ibuku agar dosa-dosanya terhapuskan aku rela. Rela.
> Dan rela. Pun kalau bisa aku rela mengantikannya…Karena aku sayang ia, ya
> Tuhan. Sayang! Sayang sekali. Sebab Ia-lah orang yang paling mengerti diriku
> sekaligus memahami siapa diriku. Dan karena itu aku hanya meminta kepada-Mu ya
> Tuhan. Hanya satu. Ya, hanya satu. Tolong jangan cabut nyawa ibuku itu! Kalau
> kau ingin mencabutnya, cabut saja nyawaku![]
>
>  
>
> Ulujamiâ€"Jakarta,
> 22 Maret 2010
>
> Dalam kenestapaan dan kedukaan!FB:bujangkumbang@...
>
>
>  
>
>
>
>
> Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
>

2c.

Re: [Mohon Doanya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Posted by: "kelongpajaga@yahoo.co.id" kelongpajaga@yahoo.co.id   kelongpajaga

Tue Mar 23, 2010 9:50 pm (PDT)




-----Original Message-----
From: Novi Khansa
Sent: 24/03/2010, 7:12 AM
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Subject: [sekolah-kehidupan] Re: [Mohon Doanya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!

Kabulkanlah do'anya ya Allah

Syafahallah buat ibunya mas Fiyan

Moga diberi kesembuhan, aamiin

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, bujang kumbang <bujangkumbang@...> wrote:
>
>
>
>
>
> Jangan Cabut Nyawa Ibuku!Fiyan Arjun
>
>
> Empat hari sudah Nyakâ€"biasa kupanggil dirinya terbaring di atas
> pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Menahan sakitnya yang makin ia rasakan.
> Hingga membuat ia tak kuasa untuk menahan sakit yang ia derita. “Aduh…aduh…,”
> begitu ia menceracau menahan sakitnya.
>
> Empat hari sudah ia begitu. Tak berdaya. Kesakitan. Dan tak jarang makan
> pun tak mau. Lama makin lama pun tubuhnya ikut menyusutâ€"dengan ditambah
> tubuhnya yang kecil. Seakan penyakit yang diderita menggeroti dirinya. Dan
> begitu ia rasakan! Lalu aku bisa apa?
>
> Ya, aku bisa apa? Itulah jawaban
> dalam diriku!
>
> Seperti tulisan yang aku tulis saat ini ibuku masih dalam pembaringan.
> Masih menahan sakitnya. Aku sebagai anak lelakinya melihat keadaan seperti itu
> sungguh aku tak kuasa. Terlebih ketika ia seringkali bergumam,” aduh..aduh…!”
> Sungguh aku tak berdaya. Tak kuasa untuk melihatnya lebih lanjut. Benar-benar
> memilukan adegan yang kutangkap di mata minusku ini. Ibu satu-satunya. Orang
> yang aku kasihi sekaligus tempat berbagai gundah kini tak berdaya. Melihatku
> pun ia semakin kabur. Yang ada hanya sebuah rasa sakit yang terbias di kelopak
> mata tuanya….Tuhan jangan cabut nyawa
> ibuku!
>
> “Kalau Nyak nggak ada  Nyak jaga
> diri lu ya baik-baik. Nyari kerja yang benar. Soal kuliah biarlah, kalau bisa
> lu lanjutin kalau tidak bisa  ya lu nyari
> kerja aja yang benar. Jangan berselisih melulu sama adik lu.” Ucap saat aku ada
> dihadapannya. Ia memberikan sesuatu untukku. Entah itu wasiat atau nasehat
> lagi-lagi aku tak bisa menalarnya. Antara kesedihan dan rasa takut ditinggalnya
> telah menyatu dalam diriku. Dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
>
> Aku dengar baik-baik perkataannya walau rasa hatiku ngilu. Miris. Tak
> dapat aku katakan lagi. Tuhan apa nyawa
> ibuku sampai disini!
>
> Aku terus bergumam. Dalam hati aku terus berdoa agar ibuku cepat diangkat
> sakitnya. Dan kalau bisa aku rela penyakitnya digantikan olehku. Apalah aku
> sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Kerja belum dapat yang
> sebenarnya. Kuliah butuh biaya yang besar lagi. Di tambah separuh dien-Nya pun
> belum aku tunaikan. Itulah yang masih bergelayut di pundakku. Tanggung jawabku
> sebagai seorang lelakiâ€"serta calon suami nantinya. Jadi sebelum aku mendapatkan
> itu semua biarlah aku saja yang menderita, Tuhan! Itulah hati kecilku berkata.
> Karena aku tak ingin ditinggalkan oleh ibuku!
>
> ***
>
> “Nyak udah minum obat belum? Jangan lupa di minum obat dari klinik. Biar
> Nyak cepat sembuh!”
>
> Begitulah setiap kali kakak perempuanku memperingatinya saat ia melihat
> ibuku di pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Yang ada hanya airmata yang bisa
> ia hadiahkan untuk kami; anak-anaknya.
>
> Pun begitu dengan aku.
>
> Aku pun tak bosan-bosannya memberikan semangat untuknya. Untuk semangat
> bangkit dari penyakitnya. Agar aku bisa melihatnya kembali pulih seperti
> sediakala. Dan aku tak ingin ia bersedih sekaligus merintih karena sakitnya.
> Aku tak ingin!
>
> Ya, aku tahu firman-firman-Mu yang tersirat itu. Jika memang demikian,
> jika penyakit yang diderita ibuku agar dosa-dosanya terhapuskan aku rela. Rela.
> Dan rela. Pun kalau bisa aku rela mengantikannya…Karena aku sayang ia, ya
> Tuhan. Sayang! Sayang sekali. Sebab Ia-lah orang yang paling mengerti diriku
> sekaligus memahami siapa diriku. Dan karena itu aku hanya meminta kepada-Mu ya
> Tuhan. Hanya satu. Ya, hanya satu. Tolong jangan cabut nyawa ibuku itu! Kalau
> kau ingin mencabutnya, cabut saja nyawaku![]
>
>  
>
> Ulujamiâ€"Jakarta,
> 22 Maret 2010
>
> Dalam kenestapaan dan kedukaan!FB:bujangkumbang@...
>
>
>  
>
>
>
>
> Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
> http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
>

3a.

Bls: [sekolah-kehidupan] [Mohon Doa Kesembuhannya] Jangan Cabut Nyaw

Posted by: "CaturCatriks" akil_catur@yahoo.co.id   akil_catur

Tue Mar 23, 2010 6:43 pm (PDT)



mas  Fiyan
trenyuh rasanya mngetahui keadaan ibumu
juga mengetahui perasaanmu saat mendengar suara ibumu yg kesakitan

smoga Alloh memudahkan smuanya ya
memudahkan utk sembuh
syafakillah utk Ibu

mas fy yg sabar dlm mendampingi beliau
dampingi  dgn pelayanan  terbaik yg bisa mas fy lakukan
smoga beliau cepat sembuh
amin

Halaman Moeka Production:
Penerbit dan Jasa Penerbitan Buku I Toko Buku Online I Toko Aneka Kebutuhan

http://halamanmoeka.blogspot.com
http://jualbukubagus.blogspot.com
http://tokoanekakebutuhan.blogspot.com

 

--- Pada Sel, 23/3/10, fiyan arjun <fiyanarjun@gmail.com> menulis:

Dari: fiyan arjun <fiyanarjun@gmail.com>
Judul: [sekolah-kehidupan] [Mohon Doa Kesembuhannya] Jangan Cabut Nyawa Ibuku!
Kepada: pembacaasmanadia@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 23 Maret, 2010, 2:01 PM

 

Empat hari sudah Nyakâ€"biasa kupanggil dirinya terbaring di atas
pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Menahan sakitnya yang makin ia
rasakan. Hingga membuat ia tak kuasa untuk menahan sakit yang ia derita.
“Aduh…aduh…,” begitu ia menceracau menahan sakitnya.

Empat hari sudah ia begitu. Tak berdaya. Kesakitan. Dan tak jarang makan
pun tak mau. Lama makin lama pun tubuhnya ikut menyusutâ€"dengan ditambah
tubuhnya yang kecil. Seakan penyakit yang diderita menggeroti dirinya.
Dan begitu ia rasakan! Lalu aku bisa apa?

Ya, aku bisa apa? Itulah jawaban dalam diriku!

Seperti tulisan yang aku tulis saat ini ibuku masih dalam pembaringan.
Masih menahan sakitnya. Aku sebagai anak lelakinya melihat keadaan
seperti itu sungguh aku tak kuasa. Terlebih ketika ia seringkali
bergumam,” aduh..aduh…!” Sungguh aku tak berdaya. Tak kuasa untuk
melihatnya lebih lanjut. Benar-benar memilukan adegan yang kutangkap di
mata minusku ini. Ibu satu-satunya. Orang yang aku kasihi sekaligus
tempat berbagai gundah kini tak berdaya. Melihatku pun ia semakin kabur.
Yang ada hanya sebuah rasa sakit yang terbias di kelopak mata
tuanya….Tuhan jangan cabut nyawa ibuku!

“Kalau Nyak nggak ada Nyak jaga diri lu ya baik-baik. Nyari kerja yang
benar. Soal kuliah biarlah, kalau bisa lu lanjutin kalau tidak bisa ya
lu nyari kerja aja yang benar. Jangan berselisih melulu sama adik lu.”
Ucap saat aku ada dihadapannya. Ia memberikan sesuatu untukku. Entah itu
wasiat atau nasehat lagi-lagi aku tak bisa menalarnya. Antara kesedihan
dan rasa takut ditinggalnya telah menyatu dalam diriku. Dan aku tak
bisa berbuat apa-apa.

Aku dengar baik-baik perkataannya walau rasa hatiku ngilu. Miris. Tak
dapat aku katakan lagi. Tuhan apa nyawa ibuku sampai disini!

Aku terus bergumam. Dalam hati aku terus berdoa agar ibuku cepat
diangkat sakitnya. Dan kalau bisa aku rela penyakitnya digantikan
olehku. Apalah aku sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya.
Kerja belum dapat yang sebenarnya. Kuliah butuh biaya yang besar lagi.
Di tambah separuh dien-Nya pun belum aku tunaikan. Itulah yang masih
bergelayut di pundakku. Tanggung jawabku sebagai seorang lelakiâ€"serta
calon suami nantinya. Jadi sebelum aku mendapatkan itu semua biarlah aku
saja yang menderita, Tuhan! Itulah hati kecilku berkata. Karena aku tak
ingin ditinggalkan oleh ibuku!

***

“Nyak udah minum obat belum? Jangan lupa di minum obat dari klinik. Biar
Nyak cepat sembuh!”

Begitulah setiap kali kakak perempuanku memperingatinya saat ia melihat
ibuku di pembaringan. Tak berdaya. Kesakitan. Yang ada hanya airmata
yang bisa ia hadiahkan untuk kami; anak-anaknya.

Pun begitu dengan aku.

Aku pun tak bosan-bosannya memberikan semangat untuknya. Untuk semangat
bangkit dari penyakitnya. Agar aku bisa melihatnya kembali pulih seperti
sediakala. Dan aku tak ingin ia bersedih sekaligus merintih karena
sakitnya. Aku tak ingin!

Ya, aku tahu firman-firman- Mu yang tersirat itu. Jika memang demikian,
jika penyakit yang diderita ibuku agar dosa-dosanya terhapuskan aku
rela. Rela. Dan rela. Pun kalau bisa aku rela mengantikannya… Karena aku
sayang ia, ya Tuhan. Sayang! Sayang sekali. Sebab Ia-lah orang yang
paling mengerti diriku sekaligus memahami siapa diriku. Dan karena itu
aku hanya meminta kepada-Mu ya Tuhan. Hanya satu. Ya, hanya satu. Tolong
jangan cabut nyawa ibuku itu! Kalau kau ingin mencabutnya, cabut saja
nyawaku![]

Ulujamiâ€"Jakarta, 22 Maret 2010

Dalam kenestapaan dan kedukaan!
Fb:bujangkumbang@ yahoo.co. id

&quot;Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!
http://id.mail.yahoo.com&quot;
Recent Activity
Visit Your Group
Biz Resources

Y! Small Business

Articles, tools,

forms, and more.

Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Yahoo! Groups

Mental Health Zone

Mental Health

Learn More

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: