Sumber:
http://eSharianomics.com/opinion/menata-ulang-sistem-perbankan-syariah-2/
Menata Ulang Sistem Perbankan Syariah
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin, Founder of http://eSharianomics.com
Hadirnya perbankan syariah masih saja menimbulkan pro dan kontra yang rasanya
tak kunjung tuntas. Pada kesempatan ini saya coba untuk menyampaikan beberapa
gagasan yang mungkin aneh bahkan sangat tidak bankable, namun semoga saja
gagasan ini bisa menjadi bumbu-bumbu asam pedasnya proses tumbuh kembang menuju
tercapainya perbankan syariah yang ideal.
Tulisan singkat ini saya kasih judul menata ulang (rekonstruksi) bukan berarti
bahwa Perbankan Syariah harus diubah saat ini juga. Secara realistis butuh waktu
puluhan tahun disertai keseriusan segenap pihak yang terlibat, seperti praktisi,
regulator, ulama, akademisi, dan publik.
Ada beberapa hal yang menjadikan penataulangan sistem perbankan syariah menjadi
penting (untuk tidak menyebut URGENT!) yaitu pertama, telah muncul persepsi
bahwa secara substansial, Bank Syariah sama saja dengan Bank Konvensional.
Ingat, bahwa persepsi muncul dari realitas. Jika terus dibiarkan, langgengnya
kondisi tersebut akan semakin merusak citra Islam. Kedua, (mengutip A Riawan
Amin) bahwa saat ini perbankan syariah masih berada dalam lingkaran keuangan
setan (Satanic Finance) yang lekat dengan 3 ciri khas yaitu interest system,
fiat money, dan fractional reserve requirement. Ketiga, value added (nilai
tambah) dari sistem perbankan syariah akan terasa jika polah tingkahnya bisa
sesuai dengan fundamen Ekonomi Syariah yang substansial, tidak hanya sekedar
kehalalan dari sisi akad.
Untuk itu, ada beberapa agenda yang harus dilakukan jika ingin perbankan syariah
menjadi khas Ekonomi Syariah. Agendapertama, kembali kepada fundamen Ekonomi
Syariah. Filosofi Ekonomi Syariah adalah tauhid, keadilan & keseimbangan,
kebebasan, dan tanggung jawab. Jika disederhanakan, maka orang berekonomi itu
memiliki dan menjalankan fungsi spiritual, bisnis dan sosial sekaligus, yang
tidak bisa terpisahkan satu sama lain.
Bahkan prinsip utama dari berekonomi syariah adalah memberi. Meskipun urusannya
adalah bisnis, namun tetap saja pebisnis harus bisa memberikan nilai lebih
kepada partnernya, bisa berupa kemudahan, kesetaraan informasi, transparansi,
layanan prima, pendampingan, pembinaan, dan lain-lain dengan semangat mewujudkan
kesejahteraan dan membantu sesama.
Sementara itu, secara eksplisit kita juga diajarkan bahwa "wa ahallallahu al
bay'a wa harrama arriba", jelas Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba. Jual beli barang maupun jasa merupakan representasi dari sektor riil,
sehingga Perbankan Syariah harus bisa membantu sektor riil dalam menjalankan
fungsinya sebagai pemilik dana, maupun pengelola dana. Perbankan syariah harus
memastikan bahwa konsep dan operasionalnya tidak terjebak dalam layanan pinjaman
ber-interest yang berkedok kehalalan akad.
Agenda kedua, reorientasi fungsi dan kompetensi SDM. Fundamen Ekonomi Syariah
akan kuat jika SDM yang menjalankannya memiliki mental memberi. Walau dalam
kondisi tak bergelimang harta, mental memberi akan memberikan peluang
terciptanya perusahaan dan budaya kerja yang juga selalu menjaga keseimbangan
antara fungsi spiritual, bisnis dan sosial sekaligus. Islam mengajarkan agar
kita bisa kaya raya, bisa banyak memberi. Dan itu hanya bisa diwujudkan oleh SDM
yang juga memiliki mental kaya dan memberi.
Agenda ketiga, penguatan riset. Riset sangat penting untuk membangun dan
memastikan teorema Ekonomi Syariah. Ingat, bahwa ilmu Ekonomi (yang digunakan
acuan para regulator serta otoritas ekonomi & moneter), tidak akan menerima
sebuah ilmu yang tidak bisa diteoremakan atau dihitung secara matematis memiliki
nilai lebih bagi para pelakunya.
Riset yang kuat juga akan memberikan gambaran akurat mengenai kebutuhan
market/publik, serta untuk mengetahui produk-produk bank syariah yang
bagaimanakah yang dikehendaki publik. Dan ketika riset sudah dilakukan, maka
segenap regulator, praktisi, dan akademisi harus taat hasil. Misalnya, jika ada
hasil riset harapan publik yang tidak bankable, tidak boleh diabaikan. Harus
dicarikan solusi, skema dan operasional yang tepat agar sesuai dengan
kebutuhan/keinginan publik.
Riset memang membutuhkan waktu yang lama dan dana yang tak sedikit. Satu kali
riset skala kecil saja membutuhkan dana sekitar Rp.100jt, apalagi riset dalam
skala besar. Menurut perkiraan saya, butuh ribuan riset untuk membentuk teorema
Ekonomi Syariah yang mapan sehingga bisa diterima oleh regulator atau otoritas
ekonomi & moneter.
Agenda keempat, metamorfosis Lembaga Perbankan Syariah. Jika Lembaga Keuangan
Syariah yang murni kebajikan sudah terwakili oleh Lembaga ZISWAF (Zakat, Infak,
Sedekah dan Wakaf), maka tak ada salahnya jika Perbankan Syariah memiliki spirit
memberi ala ZISWAF. Pada prakteknya, mungkin saja nanti perbankan syariah akan
melaksanakan semua fungsi pengumpulan dan penyaluran harta, sekaligus menjadi
lahan entrepreneurship (kewirausahaan), baik bagi bank syariah itu sendiri,
maupun nasabah.
Metamorfosis Lembaga Perbankan Syariah ini akan diikuti juga oleh metamorfosis
produk dan rasio-rasio keuangan dari perbankan syariah. Urusan kehalalan akad
tampaknya sudah cukup terakomodasi dengan ditemukannya berbagai metode hybrid
akad yang memunculkan berbagai variasi produk, sehingga sudah saatnya perbankan
syariah beralih fokus perhatian pada substansi.
Sekedar gambaran ide, nanti perbankan syariah tidak lagi memiliki produk
murabahah (model saat ini), dan akan lebih didominasi oleh produk mudharabah,
musyarakah, qardh, muzara'ah, musaqah, dan berbagai produk lain yang lebih dekat
dengan ranah investasi produktif (sektor riil). Tentu, spirit berbagai produk
yang muncul adalah mental memberi. Sudah saatnya juga bank syariah menggalakkan
produk pembiayaan tanpa agunan, terutama bagi rakyat kecil (yang membutuhkan).
Rasio-rasio keuangan juga akan diubah dari sistem kapitalis yang menomorsatukan
hitungan matematis untuk urusan profit, kompetisi dan efisiensi menjadi
rasio-rasio keuangan khas Syariah yaitu spirit memberi. Sehingga nantinya tidak
aneh lagi jika tolok ukur kesehatan bank syariah akan dihitung berdasarkan
seberapa banyak bank syariah berhasil membina dan memberi kepada nasabahnya.
Rasio-rasio seperti ROA, ROE, BOPO, NPF menjadi tidak penting atau bahkan tidak
diperlukan lagi, jika masih ada masyarakat yang kesulitan mencapai
kesejahteraan.
Matematika Alquran sudah memberikan rumus bahwa satu pemberian akan
dilipatgandakan 700 kali, tinggal kita yakin atau tidak. Saya yakin, pernyataan
ini bisa juga diterapkan dalam sistem perbankan syariah yang tentu saja menjadi
lahan mencari nafkah bagi para karyawannya. Meskipun gagasan ini tidak bankable,
saya masih yakin bahwa suatu saat gagasan ini bisa diteoremakan, sehingga bisa
diterima secara ilmiah oleh ilmu ekonomi yang selanjutnya bisa diterapkan dalam
sistem ekonomi praktis.
Agenda kelima, penguatan instrumen. Yang dimaksud di sini adalah penggunaan
instrumen keuangan yang bisa menyebabkan terhindarnya bank syariah dari
lingkaran keuangan setan. Misalnya penggunaan mata uang berbasis emas dan perak.
Selain sebagai mata uang, emas dan perak ini bisa digunakan sebagai representasi
atas setiap transaksi di bank syariah, sehingga setiap dana yang dihimpun maupun
yang disalurkan oleh bank syariah akan memiliki nilai yang sama dengan
senyatanya. Namun perlu diingat bahwa penggunaan mata uang emas dan perak tidak
otomatis akan menghilangkan inflasi dan riba.
Demikianlah beberapa agenda yang sempat terbersit di benak saya, dengan harapan
bisa ditemukan teorema dan formula bank syariah yang tepat untuk mewujudkan
kesejahteraan manusia.
[Non-text portions of this message have been removed]
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar