Kamis, 02 Juni 2011

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3403

Messages In This Digest (5 Messages)

Messages

1.

(Cacil) Hujan Bulan Juni: Sebuah Tafsir

Posted by: "Yons" senjalova@gmail.com   freelance_corp

Wed Jun 1, 2011 6:34 am (PDT)



Hujan Bulan Juni: Sebuah Tafsir
oleh
yons achmad

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

(Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)

tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu

Lelah. Kalaupun ada keluh kesah biarkan ia sedikit membasah. Sebab seperti angin yang mengabarkannya pada sebuah senja: bahkan kesedihan: bagaimanapun itu adalah bagian dari kehidupan. Yang mesti kita juga selami: Yang mesti juga kita akrabi. Ada kalanya, memang tak perlu membuka rahasia kesedihan kepada sesiapa. Sebab yang ada adalah kabar tak mesra. Kadang, artinya adalah 80 % orang tak peduli pada apa yang kita alami. Dan 20% orang senang dengan penderitaan kita. Yang demikian membuat kita tak perlu bergantung pada siapapun, kecuali pada pemberi setiap nafas yang kita hirup setiap hari.

Rahasia. Bukankah kita tak perlu mengumbar semua cerita? Memang lewat jari-jari kecil kita, lewat tombol-tombol dan layar di depan mata kita adalah godaan semesta yang menjadikan kita tak lagi istimewa. Semua cerita terhampar di sudut-sudut maya. Kantor-kantor, rumah-rumah kontrakan, kost-kostan anak sekolah. Semua cerita dari kita ada. Lantas, apa lagi yang tersisa?

Kalaupun memang tak kuat menahannya, biarkan segala cerita kita titipkan pada pohon berbunga itu. Sekedar meringankan setiap beban agar tak membuat berat kaki untuk melangkah. Menuju celah pada titik-titik temu yang sebentar lagi terang benderang. Diam-diamkan saja. Perlahan-lahan kita simpan sisa cerita, mimpi-mimpi kita: Yang kelak kita harap akan mekar setelah berkali-kali memar.

tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu

Jejak kaki kita. Kadang kita langkahkan begitu saja. Lalu terhempas lepas. Menyapu seluruh waktu pada hari-hari kita yang semakin menua. Langkah-langkah yang salah, langkah-langkah yang semu, langkah-langkah yang ragu.

Tak perlu malu untuk memulai hidup baru. Sejarah adalah masa lalu dan hari esok itu tak ada. Yang ada hanyalah hari-hari yang kita lukiskan sekarang. Inilah mozaik dan wajah kita yang nampak dalam cermin masa depan. Yang paling penting mungkin bukan menyesali jejak-jejak langkah kaki. Tapi justru terus melakukan kerja-kerja yang kita yakini. Sampai mati.

tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu

Terlalu banyak yang dituliskan. Terlalu sedikit yang dikatakan. Ada kalanya: kita menyimpan saja semua germuruh di dada. Tak semua informasi perlu kita komentari. Tak semua perasaan perlu kita ucapkan. Pada akhirnya, hanya laku yang menjadi saksi bisu tentang bagaimana seharusnya kita mencintai: seperti Hujan Bulan Juni.

2.

Re: kangen

Posted by: "Nabilah Fisabilillah" nabilahmilenium@yahoo.co.id   nabilahmilenium

Wed Jun 1, 2011 6:34 am (PDT)



iya, nih...
jadi silent reader
abis bingung mau curhatin apa :P
3.

Artikel: Antara Lidah, Perkataan, Dan Perbuatan

Posted by: "Dadang Kadarusman" dkadarusman@yahoo.com   dkadarusman

Wed Jun 1, 2011 6:35 am (PDT)



Artikel: Antara Lidah, Perkataan, Dan Perbuatan
 
Hore, Hari Baru! Teman-teman.
 
Berbicara. Sungguh sebuah kosa kata yang sederhana. Setiap hari kita mengucapkan kata-kata, sehingga sama sekali tidak ada hal yang menarik untuk dibahas. Tetapi, mengapa ada orang yang dibayar hingga puluhan juta rupiah untuk berbicara selama satu atau dua jam saja? Ada orang yang dicintai karena perkataan-perkataannya. Dan ada orang yang dibenci karena ucapan-ucapannya. Oleh sebab itu, kesederhanaan dibalik makna 'berbicara' pastilah memiliki keistimewaan yang layak untuk kita renungkan.
 
Berbicara bukanlah sekedar keterampilan memainkan lidah untuk berkomunikasi dengan orang lain. Melainkan juga menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan gagasan, bertukar pikiran, juga mempengaruhi orang lain. Bagi Anda yang tertarik untuk belajar berbicara secara efektif, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan Natural Intelligence berikut ini:
 
1.      Berbicaralah yang baik, atau diam saja. Sungguh beruntung orang-orang yang dapat menjaga lidahnya untuk tetap diam, daripada mereka yang rajin mengucapkan perkataan yang tidak memiliki manfaat apa-apa. Resiko tertinggi orang yang diam adalah 'disebut orang pasif'. Sedangkan resiko terrendah bagi orang yang banyak bicara adalah disebut 'orang yang banyak omong'. Manfaat terbesar bagi orang yang diam adalah 'tidak dibenci oleh orang lain'. Sedangkan manfaat terbesar bagi orang yang berbicara adalah; 'pahala yang mengalir atas kata-katanya yang baik'. Maka berbicaralah yang baik-baik karena pahala kebaikannya sangat besar. Atau kalau tidak bisa mengucapkan perkataan yang baik, maka sebaiknya ya diam saja.
 
2.      Selaraskanlah antara perkataan dengan perbuatan. Perhatikan orang-orang yang tidak selaras antara perkataannya dengan perbuatannya. Betapa banyak contoh orang seperti itu dihadapan Anda. Dan Anda tahu betul bahwa orang lain sudah tidak lagi mempercayai mereka. Ketika seseorang mengatakan pesan-pesan kebaikan kepada orang lain, namun dirinya sendiri berperilaku sebaliknya; maka orang tidak lagi mempercayai kata-katanya. Karena ketidakselarasan menyebabkan hilangnya kepercayaan. Jagalah keselarasan antara perkataan dan perbuatan, maka Anda akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang disekitar Anda.
 
3.      Gunakanlah perkataan untuk mengajari diri sendiri. Orang-orang yang terlalu banyak berbicara – saya, misalnya – memiliki kecendrungan untuk mengajari atau mengajak orang lain melalui perkataan yang yang diucapkannya. Sayangnya sering lupa untuk mengajari diri sendiri. "Jujurlah!" katanya. Tetapi dia sendiri tidak jujur. Ini menandakan bahwa dia gagal mengajari dirinya sendiri. Motivasi saya saat mengatakan sesuatu adalah mengajari diri sendiri. Ternyata sangat berat untuk belajar sendirian, makanya saya membagi pelajaran bersama orang-orang yang saya cintai. Itulah sebabnya sambil mengajari diri sendiri, saya berbagi pelajaran itu dengan Anda.
 
4.      Tebuslah perkataan dengan pendengaran. Ada ruginya juga memposisikan diri sebagai orang yang paling banyak berbicara. Kita sering tidak sempat mendengar perkataan orang lain. Boleh jadi perkataan kita bukanlah hal terbaik dalam satu urusan tertentu. Namun karena kita tidak bersedia mendengarkan perkataan orang lain; maka kita kehilangan pelajaran berharga. Sungguh beruntunglah orang yang selain berbicara, dia juga bersedia mendengar. Selain ilmunya bisa memberi manfaat kepada orang lain, dia sendiri bisa menarik manfaat dari pelajaran yang ditebarkan oleh orang lain.
 
5.      Yakinlah jika setiap perkataan harus dipertanggungjawabkan. Kita sering mengira bahwa kata-kata yang keluar dari mulut kita akan menguap begitu saja. Kenyataannya perkataan yang kita ucapkan beberapa tahun lalu, masih diingat oleh orang lain. Sungguh beruntung jika kata-kata itu baik. Namun sungguh rugi kita jika kata-kata itu buruk. Setiap kata yang baik, menghasilkan pahala yang baik. Namun, setiap perkataan buruk pasti akan dibalas dengan imbalan yang juga buruk. Bahkan, guru spiritual saya mengatakan; "Betapa besarnya murka Tuhan kepada orang yang mengatakan sesuatu yang bertolak belakang dengan perbuatannya." Maka yakinlah, setiap perkataan harus dipertanggungjawabkan.
 
Keterampilan berbicara bukanlah monopoli mereka yang berprofesi sebagai pembicara publik. Setiap orang patut memiliki keterampilan berbicara yang baik. Satu hal yang perlu diingat adalah; berbicara tidak selalu berarti mengucapkan sesuatu dengan lidah kita. Melainkan juga menunjukkan tindakan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin kita bisa berbicara dengan nyaring, namun perbuatan kita berbicara lebih nyaring dari kata-kata yang diolah oleh lidah kita.
 
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman   - 1 Juni 2011
Natural Intelligence Inventor
http://www.dadangkadarusman.com/training-programs/
Contact person in-house training: Ms. Vivi - 0812 1040 3327  
 
Catatan Kaki:
Keterampilan berbicara akan semakin efektif jika diimbangi dengan kesediaan untuk mendengar pelajaran-pelajaran berharga dari orang lain.
 
Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.
 
Follo DK twitter@dangkadarusman

Follow DK on Twitter @dangkadarusman
4.

Mungkin Bukan Takut Gagal, Tapi Takut Berhasil

Posted by: "Ikhwan Sopa" ikhwan.sopa@gmail.com   ikhwansopa

Wed Jun 1, 2011 11:30 am (PDT)



<http://1.bp.blogspot.com/-iUo9dt07XtM/TeaAuzcwl2I/AAAAAAAACAs/JRjtT3aQyaw/s1600/success.jpg>
*"Procrastination is the fear of success. People procrastinate because they
are afraid of the success that they know will result if they move ahead
now."*
-Denis Waitley-

<http://4.bp.blogspot.com/-wzPpF7gt9cA/TeaBJVCdgVI/AAAAAAAACAw/jjpjURDYmxc/s1600/gunung1.JPG>
*"Saya takut ketinggian. Tapi di negeri belasan ribu pulau ini, demi
keberhasilan saya harus mau naik pesawat kesana-kemari. Ketika masih muda,
saya memaksa diri untuk menaklukkan banyak gunung di Nusantara. Di Gunung
Gede dan Merapi, saya malah pernah merangkak secara harafiah. Sampai hari
ini, sisa-sisa takut itu masih ada. Tapi, saya sangat ingin berhasil."*
-Ikhwan Sopa-

Ini mungkin sering terjadi pada diri kita.

Kita *menginginkan *sesuatu, dan kita merasa *sangat menginginkannya*. Kita
tahu dan kita yakin bahwa kita *mampu*. Kita *paham *betul bagaimana cara
menuju ke sana dan mendapatkannya. Kita *tidak mengkhawatirkan kegagalan*.

Tapi, tak lama setelah kita memulai perjalanan, entah mengapa tiba-tiba kita
berhenti dan kembali ke *titik awal* lagi. Kita kembali ke cara kerja dan
kebiasaan *lama*. Terus begitu, berulang-ulang seperti *lingkaran *yang tak
ada habisnya. Ciri khas dari fenomena ini adalah perilaku *menunda-nunda*.
Kita menjadi *penunda-nunda keberhasilan* diri kita sendiri.

Kita perlu tahu, bahwa yang kita khawatirkan bukan lagi *kegagalan*. Justru,
kita sedang takut akan *keberhasilan*. *Kita takut berhasil*.

*Takut *dan *gagal *mungkin *bisa *hidup bersama di dalam satu tubuh.
Tapi *takut
*dan *berhasil*, *tidak bisa*.

Kita *tidak pernah* memutuskan segala hal berdasarkan *realitas *yang
sesungguhnya. Kita memutuskan segala hal berdasarkan *keyakinan *kita
tentang dunia nyata. Begitu pula, ketika kita memutuskan untuk berhasil.
Pertanyaannya adalah, apakah segala *keyakinan *kita memang telah *mendukung
*kita untuk berhasil?

*Takut gagal* adalah fenomena yang *mudah *diidentifikasi. *Takut berhasil*,
lebih sulit diidentifikasi sebab biasanya berakar pada berbagai bias *konsepsi
* dan *keyakinan *di tingkat *bawah sadar*.

Bukanlah *keberhasilan itu sendiri* yang kita takutkan, tapi biasanya *efek
samping* dari keberhasilan-lah yang kurang kita perhitungkan.

*Takut gagal* menyebabkan kita berupaya keras memenuhi syarat dan standar *
eksternal*, yaitu syarat dan standar dunia luar yang bukan ditetapkan oleh
diri kita. *Takut sukses* membuat kita terus berupaya menghindari syarat dan
standar *internal* diri kita sendiri.

*Takut gagal* adalah tentang diri kita yang belum "*doing the right things*".
*Takut berhasil* adalah tentang diri kita yang belum "*doing the things
right*".

*Takut gagal* bermuara pada *penghindaran* tindakan. *Takut berhasil* lebih
berbahaya, ia bermuara pada *sabotase diri*.

Apa penyebab dari ketakutan akan keberhasilan?

Berikut ini adalah bentuk-bentuk *salah konsepsi* dan *salah keyakinan* yang
memunculkan ketakutan akan keberhasilan (dan ini, mungkin sekali *jarang
kita sadari*).

<http://1.bp.blogspot.com/-nUK3GfTzI0Y/TeaBe44AUHI/AAAAAAAACA0/pjv1Ga5l8xU/s1600/gunung2.JPG>
1. *Trauma* dari masa lalu. Secara *fisiologis*, sangat mungkin rasa dari
keberhasilan adalah *sama* dengan rasa kegagalan. Ini sering diungkapkan
oleh para psikolog yang berkutat dengan fenomena traumatik.

2. *Prinsip hidup*. *Bawah sadar* kita terlanjur *berlebihan* dalam memegang
prinsip "*pantang menyerah*" alias "*pantang putus harapan*". Tidak menyerah
atau putus harapan, adalah *prinsip positif* yang pantas kita pegang
erat-erat. Prinsip ini berlaku di sepanjang perjalanan kita menuju
keberhasilan. Dan secara alamiah, ketika harapan itu *tercapai*, harapan itu
kita anggap "*otomatis*" menjadi tidak diperlukan lagi. Maka, ketika kita
membayangkan keberhasilan, pikiran bawah sadar kita dapat menjadi rancu dan
mempersepsi keberhasilan di masa depan itu sebagai sesuatu yang identik
dengan melepaskan harapan di hari ini. Padahal, harapan tak boleh kita
lepaskan hari ini, dan ketika keberhasilan tercapai, maka harapan baru
ditumbuhkan. Harapan lama tidak pantas hilang, melainkan *tumbuh*.

3. *Orang tua *dan yang *dituakan. Rasa hormat* kita kepada orang tua, dan
kewibawaan mereka masih *berpengaruh kuat* pada diri kita yang telah *dewasa
*, dalam cara yang masih sama dengan pengaruhnya ketika kita masih *anak
kecil*. Rasa hormat dan kewibawaan itu, telah mencetak kita untuk selalu
memposisikan diri sebagai *inferior* ketika dikaitkan dengan mereka. Ini,
juga berlaku untuk kita yang mempunyai saudara yang lebih tua atau yang
lebih kita hormati. Kita perlu mencari cara, agar rasa hormat kita dan
kewibawaan mereka tetap bisa kita hidupkan, dengan cara yang lebih
menghargai kedewasaan kita.

4. Pergeseran *tanggung jawab*. Sukses dapat menakutkan, ketika kita
menimbang-nimbang *beratnya *tanggung jawab yang melekat pada *keberhasilan*.
Kita mungkin mempersepsi keberhasilan sebagai pergeseran diri yang
menjadi *lebih
pandai*, *lebih bijak*, *lebih cerdas*, *lebih mampu*, dan sebagainya, yang
langsung atau tidak langsung diikuti oleh makin besarnya *tanggungjawab *dan
*tantangan*.

5. *Prinsip Win-Lose*. Kita mungkin berkeyakinan bahwa keberhasilan
kita *pastilah
mengorbankan *orang lain. *Keberhasilan *kita, kita yakini tercapai
bersamaan dengan terjadinya *kegagalan *pada diri orang lain. Kita terlanjur
meyakini bahwa sisi lain dari keberhasilan (diri), pastilah kegagalan (orang
lain).

6. *Proses kreasi*. Kita mungkin berkeyakinan bahwa keberhasilan adalah
hasil dari *proses kreasi*. Maka mungkin tanpa kita sadari, kita meyakini,
bahwa jika sesuatu *tercipta* maka sesuatu yang lain *dihancurkan*.

7. *Sisi gelap diri*. Sebagaimana yang disinyalir para pakar, setiap
keberhasilan akan memunculkan *sisi gelap* dari si pencapai keberhasilan.
Apakah sisi gelap itu muncul oleh dirinya sendiri, atau ia muncul oleh fokus
lampu sorot yang makin terang dan makin tajam diterpakan kepada dirinya dari
segala arah.

8. *Motivasi awal*. Apa motivasi awal kita untuk berhasil? Mungkin itulah
yang menjadi sebab bayang-bayang ketakutan akan keberhasilan. Misalnya, kita
mungkin mematok tujuan keberhasilan sebagai sebentuk *dendam *atau *
kemarahan*. Kita ingin *menghukum orang lain* dengan keberhasilan kita.
Padahal jauh di dasar hati, setiap kita adalah *manusia yang baik*.

9. *Efek samping cinta*. Cinta orang tua dan lingkungan kita mungkin justru
memunculkan dampak lain. Perlakuan mereka yang *penuh cinta* dan *pemanjaan*,
tanpa kita sadari membangun keyakinan bahwa keberhasilan identik dengan *
kenyamanan*.

10. *Kompetisi*. Kita mungkin mengejar keberhasilan dengan cara
pandang *berkompetisi
*dengan orang lain dan dunia. Padahal, kita mestinya berkompetisi dengan *diri
sendiri*.

11. *Keyakinan dasar*. Kita mungkin berkeyakinan, bahwa menjadi berhasil
adalah sama dengan masuk *surga* dengan *merangkak*. Semakin berhasil, maka
semakin *detil* perhitungan dan pertanggungjawaban.

12. *Beban lingkungan*. Kita mungkin merasa bahwa jika kita berhasil, maka
akan *semakin banyak* orang bergantung kepada kita, dan itu adalah sesuatu
yang *memberatkan*.

13. *Kesepian*. Kita mungkin merasa *takut kesepian*, sebab orang yang
berhasil jumlahnya selalu lebih sedikit dari jumlah orang yang kurang
berhasil.

14. *Kerja keras*. Kita mungkin beranggapan bahwa sukses adalah kerja keras
(dan kita tidak menyadari bahwa kita telah membuatnya *lebih keras dari yang
semestinya*).

15. *Proyeksi*. Kita mungkin berkeyakinan bahwa mencapai puncak adalah *
mudah*, tapi bertahan tetap di sana adalah *susah*, dan jatuh dari
ketinggian pastilah *sangat sakit*.

16. *Persepsi tentang dunia*. Kita mungkin berlebihan dalam memandang bahwa
dunia ini adalah *permainan *dan *senda gurau*. Padahal, di dunia ini kita
tetap mempunyai *tugas suci*.

17. *Ketergantungan*. Kita mungkin telah terlanjur sangat *tergantung* pada
orang lain. Kita kurang *mandiri*.

<http://2.bp.blogspot.com/-K-m-wpE3aLQ/TeaBxKueg7I/AAAAAAAACA4/80Iz4ipNZk8/s1600/gunung3.JPG>
18. *Medan perang*. Kita mungkin merasa, bahwa dengan berhasil kita akan
menambah *jumlah musuh* atau orang lain yang *iri dan dengki*.

19. *Privasi*. Kita mungkin merasa bahwa dengan menjadi berhasil *privasi *kita
nanti akan *terganggu*.

20. *Start all over again*. Kita mungkin merasa, bahwa setelah berhasil kita
akan *diharuskan* memulai segala sesuatunya kembali dari awal dengan *lebih
berat* dan *makin penuh tantangan*.

21. *Bawah sadar*. Takut sukses adalah fenomena *bawah sadar*. Kita mungkin
*tidak pernah bertanya* kepada bagian bawah sadar dari diri kita.
Sebenarnya, ia banyak tahu tentang segala kekhawatiran kita.

Bagaimana mengurangi ketakutan akan keberhasilan?

Satu hal penting yang perlu kita pahami terkait *kegagalan *dan *
keberhasilan*, adalah kenyataan bahwa keduanya adalah tentang *perubahan*.
Gagal adalah kondisi perubahan, dan keberhasilan demikian juga. Ketakutan
kita akan kegagalan dan ketakutan kita tentang keberhasilan, pada dasarnya
adalah ketakutan akan *perubahan*. Bedanya, yang satu mudah diidentifikasi,
dan satunya lagi lebih sering tersembunyi.

Maka, berikut ini adalah cara yang terbilang mudah untuk mengurangi
ketakutan akan keberhasilan, sebagaimana yang sering dianjurkan oleh para
pakar.

Mulailah dengan menyiapkan selembar kertas dan alat tulis untuk
mengoret-oret. Tulislah *tujuan*, *cita-cita*, atau *keinginan* kita di
bagian atas kertas. Lalu tuliskan pertanyaan-pertanyaan berikut ini dan
sekaligus jawablah.

*"Apa yang akan terjadi jika saya berhasil mencapainya?"*

Tulislah sebanyak mungkin hal yang dapat kita proyeksikan alias mungkin *
terjadi*, *muncul*, atau *tercipta*, dan bagilah menjadi dua kelompok besar
(kita bisa melakukannya dengan membuat sebuah tabel dua kolom). Kelompok
pertama adalah hal *positif dan menyenangkan*, dan kelompok kedua adalah hal
*negatif dan tidak menyenangkan*.

Untuk masing-masing poin dalam dua kelompok itu. Mulailah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan ini.

*"Apakah saya yakin tentang hal ini?"*
*"Dari mana keyakinan saya ini muncul?"*
*"Dari siapa keyakinan ini datang?"*
*"Apa rasanya mengingat orang itu kembali?"*
*"Apa niat saya di ballik keyakinan ini?"*
*"Apakah niat itu valid dan dapat dibenarkan?"*
*"Terkait dengan proyeksi ini, harapan apa yang dapat saya hidupkan sebagai
kelanjutannya?"*

*"Best way to predict the future is to create it."*
-Peter F. Drucker-

Artinya, kita harus mengkreasi *masa depan sekarang*. Seperti juga ketakutan
akan kegagalan, ketakutan akan keberhasilan adalah *kekhawatiran yang
berlebihan* (meskipun tidak kita sadari) tentang masa depan. Kekhawatiran
itu lebih pantas kita selesaikan *sekarang*, dengan meng-*ekologis*-kan
segala konsepsi dan keyakinan.

Dan jika kita mesti bekerja keras untuk mencapai keberhasilan, maka kerja
keras itu harus kita lakukan *sekarang *dengan menggali sedalam mungkin guna
menemukan penghambat-penghambat yang *tersembunyi*.

Semoga bermanfaat,

Ikhwan Sopa
Master Trainer E.D.A.N.
Founder, Penulis Buku "Manajemen Pikiran Dan
Perasaan<http://www.penerbitzaman.com/code.php?index=Katalog&op=tampilbuku&bid=118>".
5a.

Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta

Posted by: "Sisca Lahur" sapijinak2000@yahoo.com   sapijinak2000

Wed Jun 1, 2011 7:23 pm (PDT)



Kabar acaranya bagaimana, ya ?

Atau saya yang kurang menyimak ?

Thx
Sisca

________________________________
From: Mimin <minehaway@gmail.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Cc: kabinet.eska@gmail.com
Sent: Monday, January 17, 2011 10:54 AM
Subject: [sekolah-kehidupan] [Info Eska] Milad V di Jogjakarta

 
Dear All,

Berdasarkan hasil rapat internal, kamisepakat mengadakan milad SK ke-V di Jogjakarta tanggal 15-17 Juli 2011.
Berhubung masih lama, jadi murid-murid SK bisa nabung jauh-jauh hari.

Berikut susunan panitia milad SK. Jika ada yang keberatan, silakan disampaikan pada Ketua.
Atau ada yang mau mengajukan diri jadi panitia, saya persilakan.

SUSUNAN PANITIA MILAD SK – 5

Ketua               :        Andri Pranolo
Sekretaris         :        Achi TM
Bendahara        :        Siwi LH

Sie Acara              :  -     Anty
                               -   
 Nia (nihaw)
                               -     Hadian
Sie Pendaftaran     :  -     Rahma Lee U
                               -     Wiwik
Sie Dokumentasi   :        Yons Ahmad
Sie Akomodasi      :  -     Ugik
                               -     Fiyan Arjun
Sie Transportasi     :       Aris El Durra
Sie
Perlengkapan   :       Budi Santoso
                               -     Zaenal Abidin
Sie HUMAS           :  -     Mimin Ha Way
Sie Konsumsi        :  -     Wiwit Wijayanti

Demikian informasi dari saya. Moga kita semua bisa bertemu di Jogjakarta.

Salam,
Mimin Ha Way
Sekretaris Gadungan :)

--
Write what you think!
http://minesweet.blogspot.com
http://minehaway.com/min-shop/

Recent Activity
Visit Your Group
Yahoo! Groups

Do More For Dogs Group

Connect and share with

dog owners like you

Y! Groups blog

the best source

for the latest

scoop on Groups.

Drive Traffic

Sponsored Search

can help increase

your site traffic.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: