Messages In This Digest (6 Messages)
- 1a.
- [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah From: Nursalam AR
- 1b.
- Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah From: musimbunga@gmail.com
- 1c.
- Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah From: Nursalam AR
- 2.
- Re: (Karya) Hujan Bulan Juni: Sebuah Tafsir From: Nursalam AR
- 3.1.
- Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta From: Nursalam AR
- 3.2.
- Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta From: achmad hidayat
Messages
- 1a.
-
[bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Jun 6, 2011 8:38 pm (PDT)
Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Oleh Nursalam AR
Janganlah menuntut ilmu karena ia tidak bersalah.
Sebuah kicauan jenaka di salah satu jejaring media sosial tersebut
membuat saya tergelak. Sang pembuat kicauan pasti orang yang kreatif.
Ia jeli melihat kemungkinan penafsiran lain dari sebuah kata.
Itu kicauan yang mungkin tampak sepele tapi sebenarnya cukup menarik
untuk direnungkan dari sisi bahasa. Kenapa untuk "ilmu" digunakan kata
"menuntut"? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal tersebut memang
sudah termaktub.
Dari segi asal-usul kata alias etimologi, nampaknya frasa "menuntut
ilmu" amat kental dipengaruhi bahasa Arab, yang memang banyak
mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia modern yang
bersumber dari rumpun bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab, kata untuk
"menuntut" adalah "tholaba". Atau dalam shorof (tatabahasa Arab)
dengan fi'il madhi (past tense), mudhori' (present continuous) dan
'amr (instruction), tholaba-yathlubu- uthlub (menuntut-tengah
menuntut-tuntutlah).
Kata "tholaba" ini bermakna meminta atau menuntut. Juga digunakan
dalam pengertian "belajar". Para pelajar atau mahasiswa disebut
"tholib" atau "thalibun". Itulah kenapa gerakan dakwah salafi di
Afghanistan yang bertujuan mengembalikan kejayaan Islam di Afghanistan
dengan model Islam salafi disebut "Thaliban". Karena gerakan tersebut
didirikan dan sebagian besar penggerak dan pendukungnya adalah
kalangan pelajar atau mahasiswa atau tholiban asal Afghanistan yang
belajar di madrasah atau perguruan tinggi Islam di Pakistan (dan
termasuk membangun basis kekuatan di kawasan perbatasan
Pakistan-Afganistan).
Aktivis Thaliban sebagian besar adalah anak-anak Afghanistan yang
lahir dan besar di barak pengungsian di Pakistan karena keluarga
mereka terusir dari tanah kelahirannya sejak invasi Uni Soviet
(sekarang Rusia) pada tahun 1970-an. Dan pergolakan di Afghanistan
terus berlanjut setelah Uni Soviet hengkang dan bubar (karena
pertarungan antarkelompok pejuang) hingga invasi pasukan koalisi yang
dipimpin Amerika Serikat setelah 11 September 2001.
Dalam variasi kata yang lain dari kata "tholaba", sejarah emas
perjuangan kemerdekaan Indonesia mencatat nama Sekolah Thawalib di
Sumatera Barat yang melahirkan para ulama dan pejuang seperti Buya
Hamka.
Dalam pengertian filosofi kenegaraan, ilmu memang harus dituntut
karena itu adalah hak. Konstitusi banyak negara di dunia termasuk UUD
1945 di Indonesia mencantumkan pendidikan sebagai hak asasi
warganegara yang harus dipenuhi negara. Jika tidak, negara dianggap
alpa dan lalai menjalankan kewajiban mendasar tersebut. Di Indonesia,
rezim saat ini menetapkan angka 20 persen untuk anggaran pendidikan di
APBN meskipun besaran tersebut juga mencakup biaya tetek-bengek lain
seperti gaji guru dll, dan tidak sepenuhnya dikembalikan kepada siswa
atau mahasiswa dalam bentuk fasilitas sekolah atau pengadaan buku
pelajaran yang memadai.
Dalam tataran personal, ilmu memang harus dituntut setiap pribadi
karena itu juga kewajiban asasi. Agama Islam, misalnya, menjanjikan
derajat tinggi untuk orang berilmu, dan belajar ilmu pengetahuan
apapun adalah kewajiban tiap orang, lelaki dan perempuan, kaya atau
miskin, tanpa pandang bulu atau jenis kelamin.
Jakarta, 7 Juni 2011
--
www.nursalam.wordpress. com
- 1b.
-
Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Posted by: "musimbunga@gmail.com" musimbunga@gmail.com
Mon Jun 6, 2011 8:46 pm (PDT)
Yup setuju, sayangnya di beberapa ptn. Yang miskin, yang pintar, namun tak bisa sekolah.
Karena tuntutan biaya ini itu dr para 'petinggi' miris.
Tapi harus optimis! *sambilmengepalkantangan hehe..
Kangen banget sm bang nur dan keluarga.
Salam.
Nia Robie'
(Yg skrg sdng ada di barat Indonesia hihi)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
-----Original Message-----
From: Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com >
Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Tue, 7 Jun 2011 10:37:57
To: sekolah kehidupan<sekolah-kehidupan@yahoogroups. >com
Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Subject: [sekolah-kehidupan] [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Oleh Nursalam AR
Janganlah menuntut ilmu karena ia tidak bersalah.
Sebuah kicauan jenaka di salah satu jejaring media sosial tersebut
membuat saya tergelak. Sang pembuat kicauan pasti orang yang kreatif.
Ia jeli melihat kemungkinan penafsiran lain dari sebuah kata.
Itu kicauan yang mungkin tampak sepele tapi sebenarnya cukup menarik
untuk direnungkan dari sisi bahasa. Kenapa untuk "ilmu" digunakan kata
"menuntut"? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal tersebut memang
sudah termaktub.
Dari segi asal-usul kata alias etimologi, nampaknya frasa "menuntut
ilmu" amat kental dipengaruhi bahasa Arab, yang memang banyak
mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia modern yang
bersumber dari rumpun bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab, kata untuk
"menuntut" adalah "tholaba". Atau dalam shorof (tatabahasa Arab)
dengan fi'il madhi (past tense), mudhori' (present continuous) dan
'amr (instruction), tholaba-yathlubu- uthlub (menuntut-tengah
menuntut-tuntutlah).
Kata "tholaba" ini bermakna meminta atau menuntut. Juga digunakan
dalam pengertian "belajar". Para pelajar atau mahasiswa disebut
"tholib" atau "thalibun". Itulah kenapa gerakan dakwah salafi di
Afghanistan yang bertujuan mengembalikan kejayaan Islam di Afghanistan
dengan model Islam salafi disebut "Thaliban". Karena gerakan tersebut
didirikan dan sebagian besar penggerak dan pendukungnya adalah
kalangan pelajar atau mahasiswa atau tholiban asal Afghanistan yang
belajar di madrasah atau perguruan tinggi Islam di Pakistan (dan
termasuk membangun basis kekuatan di kawasan perbatasan
Pakistan-Afganistan).
Aktivis Thaliban sebagian besar adalah anak-anak Afghanistan yang
lahir dan besar di barak pengungsian di Pakistan karena keluarga
mereka terusir dari tanah kelahirannya sejak invasi Uni Soviet
(sekarang Rusia) pada tahun 1970-an. Dan pergolakan di Afghanistan
terus berlanjut setelah Uni Soviet hengkang dan bubar (karena
pertarungan antarkelompok pejuang) hingga invasi pasukan koalisi yang
dipimpin Amerika Serikat setelah 11 September 2001.
Dalam variasi kata yang lain dari kata "tholaba", sejarah emas
perjuangan kemerdekaan Indonesia mencatat nama Sekolah Thawalib di
Sumatera Barat yang melahirkan para ulama dan pejuang seperti Buya
Hamka.
Dalam pengertian filosofi kenegaraan, ilmu memang harus dituntut
karena itu adalah hak. Konstitusi banyak negara di dunia termasuk UUD
1945 di Indonesia mencantumkan pendidikan sebagai hak asasi
warganegara yang harus dipenuhi negara. Jika tidak, negara dianggap
alpa dan lalai menjalankan kewajiban mendasar tersebut. Di Indonesia,
rezim saat ini menetapkan angka 20 persen untuk anggaran pendidikan di
APBN meskipun besaran tersebut juga mencakup biaya tetek-bengek lain
seperti gaji guru dll, dan tidak sepenuhnya dikembalikan kepada siswa
atau mahasiswa dalam bentuk fasilitas sekolah atau pengadaan buku
pelajaran yang memadai.
Dalam tataran personal, ilmu memang harus dituntut setiap pribadi
karena itu juga kewajiban asasi. Agama Islam, misalnya, menjanjikan
derajat tinggi untuk orang berilmu, dan belajar ilmu pengetahuan
apapun adalah kewajiban tiap orang, lelaki dan perempuan, kaya atau
miskin, tanpa pandang bulu atau jenis kelamin.
Jakarta, 7 Juni 2011
--
www.nursalam.wordpress. com
--------------------- --------- ------
Yahoo! Groups Links
- 1c.
-
Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Jun 6, 2011 8:52 pm (PDT)
Betul. Kayaknya Nia banyak cerita nih tentang pendidikan dan semangat
"menuntut ilmu" anak-anak Halmahera:).
Sama, kangen juga sama (cerita) Nia dan keluarga milis SK,hihi...*sok mesra ah*
Karena saya kangen maka saya bela-belain deh di jam luang kantor
ngetik dan posting tulisan ini. Moga akan menyusul 'surat kangen' lain
dari Jepang, Halmahera, Mesir, Jogja dll *ngarep sangat*
Tabik,
Nursalam AR
On 6/7/11, musimbunga@gmail.com <musimbunga@gmail.com > wrote:
> Yup setuju, sayangnya di beberapa ptn. Yang miskin, yang pintar, namun tak
> bisa sekolah.
> Karena tuntutan biaya ini itu dr para 'petinggi' miris.
>
> Tapi harus optimis! *sambilmengepalkantangan hehe..
>
> Kangen banget sm bang nur dan keluarga.
>
> Salam.
>
> Nia Robie'
> (Yg skrg sdng ada di barat Indonesia hihi)
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
>
> -----Original Message-----
> From: Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com >
> Sender: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
> Date: Tue, 7 Jun 2011 10:37:57
> To: sekolah kehidupan<sekolah-kehidupan@yahoogroups. >com
> Reply-To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
> Subject: [sekolah-kehidupan] [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia
> Tidak Bersalah
>
> Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
>
> Oleh Nursalam AR
>
>
> Janganlah menuntut ilmu karena ia tidak bersalah.
>
> Sebuah kicauan jenaka di salah satu jejaring media sosial tersebut
> membuat saya tergelak. Sang pembuat kicauan pasti orang yang kreatif.
> Ia jeli melihat kemungkinan penafsiran lain dari sebuah kata.
>
> Itu kicauan yang mungkin tampak sepele tapi sebenarnya cukup menarik
> untuk direnungkan dari sisi bahasa. Kenapa untuk "ilmu" digunakan kata
> "menuntut"? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal tersebut memang
> sudah termaktub.
>
> Dari segi asal-usul kata alias etimologi, nampaknya frasa "menuntut
> ilmu" amat kental dipengaruhi bahasa Arab, yang memang banyak
> mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia modern yang
> bersumber dari rumpun bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab, kata untuk
> "menuntut" adalah "tholaba". Atau dalam shorof (tatabahasa Arab)
> dengan fi'il madhi (past tense), mudhori' (present continuous) dan
> 'amr (instruction), tholaba-yathlubu- uthlub (menuntut-tengah
> menuntut-tuntutlah).
>
> Kata "tholaba" ini bermakna meminta atau menuntut. Juga digunakan
> dalam pengertian "belajar". Para pelajar atau mahasiswa disebut
> "tholib" atau "thalibun". Itulah kenapa gerakan dakwah salafi di
> Afghanistan yang bertujuan mengembalikan kejayaan Islam di Afghanistan
> dengan model Islam salafi disebut "Thaliban". Karena gerakan tersebut
> didirikan dan sebagian besar penggerak dan pendukungnya adalah
> kalangan pelajar atau mahasiswa atau tholiban asal Afghanistan yang
> belajar di madrasah atau perguruan tinggi Islam di Pakistan (dan
> termasuk membangun basis kekuatan di kawasan perbatasan
> Pakistan-Afganistan).
>
> Aktivis Thaliban sebagian besar adalah anak-anak Afghanistan yang
> lahir dan besar di barak pengungsian di Pakistan karena keluarga
> mereka terusir dari tanah kelahirannya sejak invasi Uni Soviet
> (sekarang Rusia) pada tahun 1970-an. Dan pergolakan di Afghanistan
> terus berlanjut setelah Uni Soviet hengkang dan bubar (karena
> pertarungan antarkelompok pejuang) hingga invasi pasukan koalisi yang
> dipimpin Amerika Serikat setelah 11 September 2001.
>
> Dalam variasi kata yang lain dari kata "tholaba", sejarah emas
> perjuangan kemerdekaan Indonesia mencatat nama Sekolah Thawalib di
> Sumatera Barat yang melahirkan para ulama dan pejuang seperti Buya
> Hamka.
>
> Dalam pengertian filosofi kenegaraan, ilmu memang harus dituntut
> karena itu adalah hak. Konstitusi banyak negara di dunia termasuk UUD
> 1945 di Indonesia mencantumkan pendidikan sebagai hak asasi
> warganegara yang harus dipenuhi negara. Jika tidak, negara dianggap
> alpa dan lalai menjalankan kewajiban mendasar tersebut. Di Indonesia,
> rezim saat ini menetapkan angka 20 persen untuk anggaran pendidikan di
> APBN meskipun besaran tersebut juga mencakup biaya tetek-bengek lain
> seperti gaji guru dll, dan tidak sepenuhnya dikembalikan kepada siswa
> atau mahasiswa dalam bentuk fasilitas sekolah atau pengadaan buku
> pelajaran yang memadai.
>
> Dalam tataran personal, ilmu memang harus dituntut setiap pribadi
> karena itu juga kewajiban asasi. Agama Islam, misalnya, menjanjikan
> derajat tinggi untuk orang berilmu, dan belajar ilmu pengetahuan
> apapun adalah kewajiban tiap orang, lelaki dan perempuan, kaya atau
> miskin, tanpa pandang bulu atau jenis kelamin.
>
> Jakarta, 7 Juni 2011
>
>
>
>
> --
> www.nursalam.wordpress. com
>
>
> --------------------- --------- ------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
>
> --------------------- --------- ------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
--
www.nursalam.wordpress. com
- 2.
-
Re: (Karya) Hujan Bulan Juni: Sebuah Tafsir
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Jun 6, 2011 8:57 pm (PDT)
Januari di Kota Dili, Hujan Bulan Juni dan September Ceria....:D
Dalam konteks musim sekarang,sepertinya puisi Sapardi akan tidak
relevan. Karena cuaca di negri ini sudah tak kenal pembagian saklek
seperti dulu. Kapan mau hujan ya hujan meski belum bulan ber- ber
(September atau Desember) yang katanya "gede sumber":),hehe...
tabik,
Nursalam AR
On 6/1/11, Yons <senjalova@gmail.com > wrote:
> Hujan Bulan Juni: Sebuah Tafsir
> oleh
> yons achmad
>
> tak ada yang lebih tabah
> dari hujan bulan Juni
> dirahasiakannya rintik rindunya
> kepada pohon berbunga itu
>
> tak ada yang lebih bijak
> dari hujan bulan Juni
> dihapusnya jejak-jejak kakinya
> yang ragu-ragu di jalan itu
>
> tak ada yang lebih arif
> dari hujan bulan Juni
> dibiarkannya yang tak terucapkan
> diserap akar pohon bunga itu
>
> (Hujan Bulan Juni, Sapardi Djoko Damono)
>
> tak ada yang lebih tabah
> dari hujan bulan Juni
> dirahasiakannya rintik rindunya
> kepada pohon berbunga itu
>
> Lelah. Kalaupun ada keluh kesah biarkan ia sedikit membasah. Sebab seperti
> angin yang mengabarkannya pada sebuah senja: bahkan kesedihan: bagaimanapun
> itu adalah bagian dari kehidupan. Yang mesti kita juga selami: Yang mesti
> juga kita akrabi. Ada kalanya, memang tak perlu membuka rahasia kesedihan
> kepada sesiapa. Sebab yang ada adalah kabar tak mesra. Kadang, artinya
> adalah 80 % orang tak peduli pada apa yang kita alami. Dan 20% orang senang
> dengan penderitaan kita. Yang demikian membuat kita tak perlu bergantung
> pada siapapun, kecuali pada pemberi setiap nafas yang kita hirup setiap
> hari.
>
> Rahasia. Bukankah kita tak perlu mengumbar semua cerita? Memang lewat
> jari-jari kecil kita, lewat tombol-tombol dan layar di depan mata kita
> adalah godaan semesta yang menjadikan kita tak lagi istimewa. Semua cerita
> terhampar di sudut-sudut maya. Kantor-kantor, rumah-rumah kontrakan,
> kost-kostan anak sekolah. Semua cerita dari kita ada. Lantas, apa lagi yang
> tersisa?
>
> Kalaupun memang tak kuat menahannya, biarkan segala cerita kita titipkan
> pada pohon berbunga itu. Sekedar meringankan setiap beban agar tak membuat
> berat kaki untuk melangkah. Menuju celah pada titik-titik temu yang sebentar
> lagi terang benderang. Diam-diamkan saja. Perlahan-lahan kita simpan sisa
> cerita, mimpi-mimpi kita: Yang kelak kita harap akan mekar setelah
> berkali-kali memar.
>
> tak ada yang lebih bijak
> dari hujan bulan Juni
> dihapusnya jejak-jejak kakinya
> yang ragu-ragu di jalan itu
>
> Jejak kaki kita. Kadang kita langkahkan begitu saja. Lalu terhempas lepas.
> Menyapu seluruh waktu pada hari-hari kita yang semakin menua.
> Langkah-langkah yang salah, langkah-langkah yang semu, langkah-langkah yang
> ragu.
>
> Tak perlu malu untuk memulai hidup baru. Sejarah adalah masa lalu dan hari
> esok itu tak ada. Yang ada hanyalah hari-hari yang kita lukiskan sekarang.
> Inilah mozaik dan wajah kita yang nampak dalam cermin masa depan. Yang
> paling penting mungkin bukan menyesali jejak-jejak langkah kaki. Tapi justru
> terus melakukan kerja-kerja yang kita yakini. Sampai mati.
>
> tak ada yang lebih arif
> dari hujan bulan Juni
> dibiarkannya yang tak terucapkan
> diserap akar pohon bunga itu
>
> Terlalu banyak yang dituliskan. Terlalu sedikit yang dikatakan. Ada kalanya:
> kita menyimpan saja semua germuruh di dada. Tak semua informasi perlu kita
> komentari. Tak semua perasaan perlu kita ucapkan. Pada akhirnya, hanya laku
> yang menjadi saksi bisu tentang bagaimana seharusnya kita mencintai: seperti
> Hujan Bulan Juni.
>
>
>
>
--
www.nursalam.wordpress. com
- 3.1.
-
Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Mon Jun 6, 2011 9:30 pm (PDT)
Hmmm..iya ya..Sekarang Juni ya,1 bulan lagi Juli nih.
*coba nyundul thread*
tabik,
Nursalam AR
On 6/2/11, Sisca Lahur <sapijinak2000@yahoo.com > wrote:
> Kabar acaranya bagaimana, ya ?
>
> Atau saya yang kurang menyimak ?
>
> Thx
> Sisca
>
>
> _____________________ _________ __
> From: Mimin <minehaway@gmail.com >
> To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
> Cc: kabinet.eska@gmail.com
> Sent: Monday, January 17, 2011 10:54 AM
> Subject: [sekolah-kehidupan] [Info Eska] Milad V di Jogjakarta
>
>
>
> Dear All,
>
>
> Berdasarkan hasil rapat internal, kamisepakat mengadakan milad SK ke-V di
> Jogjakarta tanggal 15-17 Juli 2011.
> Berhubung masih lama, jadi murid-murid SK bisa nabung jauh-jauh hari.
>
> Berikut susunan panitia milad SK. Jika ada yang keberatan, silakan
> disampaikan pada Ketua.
> Atau ada yang mau mengajukan diri jadi panitia, saya persilakan.
>
>
> SUSUNAN PANITIA MILAD SK 5
>
>
> Ketua : Andri Pranolo
> Sekretaris : Achi TM
> Bendahara : Siwi LH
>
> Sie Acara : - Anty
> -
> Nia (nihaw)
> - Hadian
> Sie Pendaftaran : - Rahma Lee U
> - Wiwik
> Sie Dokumentasi : Yons Ahmad
> Sie Akomodasi : - Ugik
> - Fiyan Arjun
> Sie Transportasi : Aris El Durra
> Sie
> Perlengkapan : Budi Santoso
> - Zaenal Abidin
> Sie HUMAS : - Mimin Ha Way
> Sie Konsumsi : - Wiwit Wijayanti
>
>
> Demikian informasi dari saya. Moga kita semua bisa bertemu di Jogjakarta.
>
>
> Salam,
> Mimin Ha Way
> Sekretaris Gadungan :)
>
>
>
> --
> Write what you think!
> http://minesweet.blogspot. com
> http://minehaway.com/min-shop/
>
>
>
>
>
--
www.nursalam.wordpress. com
- 3.2.
-
Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta
Posted by: "achmad hidayat" cakdayat@gmail.com dayat_xxx
Mon Jun 6, 2011 10:55 pm (PDT)
Semoga nanti saya bisa ikut hadir..
*ikut nyundul ah.
Hmmm..iya ya..Sekarang Juni ya,1 bulan lagi Juli nih.
>
> *coba nyundul thread*
>
>
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar