Selasa, 27 September 2011

[daarut-tauhiid] Orang-orang Musyrik Yang Pintar Berlogika

 

*Orang-orang Musyrik Yang Pintar Berlogika*

Segala puji hanya milik Allah *Subhaanahu Wa Ta'aalaa*. Shalawat dan salam
semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah tercinta, Muhammad bin
Abdullah, segenap keluarga, para sahabat dan umatnya yang setia.

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan
Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang
telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah : 170) Mengandalkan
Logika Semata Orang-orang musyrik ternyata pintar berlogika. Logika / akal
mereka membuat sesuatu yang aslinya haram menjadi "tidak haram". Bangkai itu
"halal" menurut mereka, karena yang mematikan hewan tsb adalah Allah *Ta'ala
*. Secara logika kenapa hewan yang dimatikan atas Kehendak Allah tak boleh
dimakan, tetapi hewan yang disembelih muslim dengan tangan manusia boleh
dimakan. Apa sembelihan manusia lebih baik dari Kehendak Allah? Begitulah
kalau terlalu mengandalkan logika.

Dalam hadits Ibnu 'Abbas yang diriwayatkan *Al Hakim* dengan sanad yang
shahih: "Orang-orang Quraisy datang kepada Rasul: *"Hai Muhammad, kambing
mati siapa yang membunuhnya ?"*, beliau berkata: *"Allah yang mematikannya"*,
lalu mereka berkata: *"Kambing yang kalian sembelih kalian katakan halal,
sedangkan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya yang mulia dengan
pisau dari emas (maksudnya bangkai) kalian katakan haram ! berarti
sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah"*.

Dan ucapan ini adalah bisikan atau wahyu syaitan kepada mereka dan
ketahuilah: "Jika kamu menuruti mereka (ikut setuju dengan hukum dan aturan
mereka yang bertentangan dengan hukum dan aturan Allah) sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang musyrik".

Dalam hal ini ketika orang mengikuti hukum yang bertentangan dengan aturan
hukum Allah disebut musyrik, padahal hanya dalam satu hal saja, yaitu
penghalalan bangkai. Sedangkan orang yang membuat hukumnya disebut wali
syaitan, dan hukum tersebut pada dasarnya adalah wahyu syaitan atau bisikan
syaitan, kemudian digulirkan oleh wali-wali syaitan dari kalangan manusia,
dan orang yang mengikuti hukum-hukum tersebut disebut sebagai orang
musyrik…!

Lalu bagaimana dengan orang yang mengikuti banyak hukum yang bertentangan
dengan aturan hukum Allah?
Tafsirnya Bagaimana?

Allah *Subhanahu Wa Ta'ala* berfirman dalam QS Al-An 'aam: 121 yang artinya
:

"Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang *tidak disebut nama Allah
* ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah
suatu kefasikan. Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya
agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu
tentulah menjadi orang-orang yang *musyrik*"

﴿وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ﴾

"dan jika kamu menuruti mereka", yaitu dalam memakan bangkai

﴿إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ﴾

"sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang *musyrik*"

Demikian pula apa yang dikemukakan oleh Mujahid, adh-Dhahhak dan beberapa
orang dari kalangan *salaf*.

Firman Allah:

﴿وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ﴾

﴿إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ﴾

"dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang *musyrik*"

Artinya, Jika kalian *berpaling dari perintah*, dan *Syariat Allah* bagi
kalian, kepada ucapan selain dari-Nya, lalu kalian mendahulukan ucapan
selain dari-Nya itu, maka yang demikian itu merupakan perbuatan *syirik*.
Seperti Firman-Nya:

﴿اتَّخَذُواْ أَحْبَـرَهُمْ وَرُهْبَـنَهُمْ أَرْبَاباً مِّن دُونِ اللَّهِ﴾

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai *Rabb
* selain Allah (QS. At-Taubah: 31)

Mengenai penafsiran ayat ini, at-Tirmidzi telah meriwayatkan dari Adi bin
Hatim, bahwa dia berkata: "Ya Rasulullah, mereka itu tidak menyembah mereka
(orang-orang alim dan para rahib)." Maka beliau SAW pun menjawab: "Tidak
demikian, sesungguhnya orang – orang alim dan para rahib menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal bagi mereka, lalu mereka mengikuti orang –
orang alim dan para rahib itu, maka yang demikian itu merupakan *penyembahan
* kepada orang-orang alim dan para rahib tersebut. (Sumber : Tafsir Ibnu
Katsir)

* *

*Sesunguhnya syahadat tauhid Laa ilaaha Illallaah itu memiliki dua rukun
yang sangat mendasar yang di mana salah satunya tidak bisa berdiri sendiri
tanpa yang satunya lagi.*

Untuk diterima dan sahnya syahadat ini harus didatangkan kedua rukun itu
seluruhnya, yaitu penafian (Laa ilaaha) dan penetapan (illaallaah) atau *al
kufru bith thaghut wal iimaan billah*, sebagaimana yang telah Allah *subhaanahu
wa ta'aala* jelaskan dalam firman-Nya:

*"Karena itu barangsiapa ingkar kepada thaghut** dan beriman kepada Allah,
maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang
tidak akan putus**"** *(QS. Al Baqarah: 256).

Siapa orangnya yang* *tidak menggabungkan antara dua rukun ini maka dia itu
tidak berpegang kepada *al 'urwah al wusqaa* (tauhid), dan sedangkan orang
yang tidak berpegang kepada *al 'urwah al wusqaa* maka dia itu binasa
bersama orang-orang yang binasa, karena dia bukan tergolong dalam jajaran
kaum *muwahhidiin*, akan tetapi dia berada dalam deretan kaum musyrikin atau
orang-orang kafir.

Jadi iman mereka terhadap Allah tanpa kufur terhadap *thaghut* adalah sama
seperti imannya orang-orang Quraisy terhadap Allah tanpa disertai kafir
terhadap *thaghut-thaghut* mereka. Dan merupakan suatu yang maklum bahwa
iman semacam ini sama sekali tidak bermanfaat bagi orang-orang Quraisy,
darah dan harta mereka tidak terjaga dengannya sehingga mereka menyertakan
terhadapnya *baraa'ah* dan kafir kepada *thaghut-thaghut* mereka. Dan adapun
sebelum itu dilakukan maka keimanan mereka yang masih bercampur dengan
kemusyrikan yang nyata itu sama sekali tidak berguna bagi diri mereka, baik
di dunia ataupun di akhirat, Allah *subhaanahu wa ta'aala* berfirman:

*"Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain)," *
(QS.* *Yusuf: 106).

Syirik itu membatalkan keimanan dan menghapuskan seluruh amalan, Allah
*subhaanahu
wa ta'aala* berfirman:

*"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalanmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang rugi," *(Qs. Az Zumar: 65).

Demokrasi dengan Islam itu tidak bisa kedua-duanya bersatu, sebab
Allah *subhaanahu
wa ta'aala* tidak akan menerima kecuali Islam yang *khaalish* (murni tidak
bercampur syirik). Sedangkan Islam yang merupakan *dienullah al
khaalish*telah menjadikan
*tasyri'* (wewenang membuat aturan/perundang-undangan / hukum) serta putusan
adalah hanya milik Allah saja, sedangakan demokrasi adalah dien syirik lagi
kafir yang telah menjadikan putusan dan *tasyri'* hanyalah milik rakyat
bukan milik Allah, dan Allah *subhaanahu wa ta'aala* tidak menerima dan
tidak rela bila seseorang menggabungkan antara kekafiran dengan Islam atau
antara tauhid dengan syirik.

Bahkan Islam dan tauhid itu tidak sah kecuali bila seseorang kafir dan
berlepas diri dari setiap paham (dien) selain *dien Al Islam al Khaalish*.
*Wallahu a'lam*

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: