Kamis, 22 September 2011

[daarut-tauhiid] Rok Mini: AURAT dan martabat perempuan

Rok Mini
by Akmal Sjafril <http://www.facebook.com/malakmalakmal> on Thursday, 22
September 2011 at 11:31

assalaamu'alaikum wr. wb.

Beberapa waktu yang lalu, seluruh media massa dibikin gegap gempita dengan
berita seputar rok mini. 'Pertempuran' terjadi di mana-mana, dari perang
opini di surat kabar hingga merambah *timeline* di Twitter. Kedua kubu, baik
yang pro maupun yang kontra rok mini, saling melempar argumennya.

Kekisruhan ini dimulai dari komentar beberapa pejabat pemerintahan yang
mencela rok mini. Menurut mereka, menjamurnya rok mini adalah salah satu
pemicu meningkatnya jumlah tindak pemerkosaan. Kalangan feminis pun
meradang, menggugat balik, bahkan kemudian menggelar demo untuk membela rok
mini sambil ramai-ramai mengenakan rok mini pula. Kata mereka, yang
sepenuhnya bersalah adalah para pemerkosa, dan bukannya rok mini. Tidak ada
yang boleh mengatur cara seorang perempuan berpakaian; tidak suaminya, tidak
orang tuanya, tidak publik, tidak pemerintah, dan tidak pula ulama.

Perdebatan ini bagaikan menoreh di luka lama yang tak kunjung sembuh. Dari
tahun ke tahun, perdebatan dengan kaum feminis seputar aurat memang tidak
kunjung berkembang. Bagi kaum feminis, perempuan memang seolah tak punya
andil dalam kerusakan moral masyarakat. Menurut mereka, para pemerkosa
itulah yang harus dihukum keras sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek
jera yang luar biasa.

Dalam hal ini, argumen kaum feminis nampak bertentangan dengan kaum
sekularis-liberalis, meskipun biasanya mereka setali tiga uang. Jika mereka
menghendaki hukuman yang keras dan menimbulkan efek jera, maka syariat
Islam-lah solusi yang paling baik. Akan tetapi, tentu saja, segala solusi
yang bersumber dari agama pasti ditolak mentah-mentah kaum sekuler, sebab
pada hakikatnya sekularisme adalah ideologi yang antiagama.

Di antara kalangan feminis sendiri dikenal istilah 'kriminalisasi
perempuan'. Istilah "kriminalisasi" ini sendiri agaknya masih rancu, karena
tidak menjelaskan nilai yang sebenarnya. Artinya, istilah ini sulit
menjelaskan apakah yang dituduh kriminal itu memang benar-benar bersalah
ataukah tuduhannya itu yang salah? Akan tetapi, nampaknya konotasi istilah
ini memang menunjukkan keberpihakan pada yang dituduh. Dalam hal ini, kaum
feminis memang menolak dipersalahkannya perempuan – dengan kadar kesalahan
sekecil apa pun – dalam kaitannya dengan auratnya sendiri.

Jika sudah menyinggung tentang standar aurat, kaum liberalis niscaya sejalan
dengan kaum feminis. Sebutlah, misalnya, Sumanto Al Qurtuby, yang begitu
'berapi-api' dalam pembelaannya terhadap seks dan bisnis seks. Bagi lulusan
Fakultas Syariah IAIN Semarang ini, penis dan vagina itu tidak ada bedanya
dengan organ-organ tubuh lainnya seperti mata, hidung dan telinga. Karena
dosa dan kejahatan itu muncul disebabkan adanya noda di hati, maka apa yang
diperbuat oleh organ-organ tubuh lainnya, termasuk organ kelamin, tidak bisa
dihakimi 'bersalah'. Oleh karena itu, menurut Sumanto, hubungan kelamin yang
sukarela dan 'demokratis' itu sah-sah saja, meski tanpa melalui jalur
pernikahan.

Sumanto bahkan membuat perbandingan yang lebih 'hebat' lagi, yaitu tentang
seks sebagai alat mencari nafkah. Dalam pandangan Sumanto, semua orang
'menjual sesuatu' untuk mencari nafkah bagi dirinya dan keluarganya. Dosen
'menjual otak', pengkhotbah 'menjual mulut', penyanyi dangdut 'menjual
pantat' dan pengrajin 'menjual tangan'; semuanya untuk mencari penghidupan.
Maka, menurut logika Sumanto, apa salahnya para pelacur 'menjual alat
kelaminnya' untuk mencari makan?

Pandangan Sumanto yang semacam ini telah mendapat tanggapan keras dari DR.
Adian Husaini. Sudah barang tentu, jika kita mengikuti logika Sumanto yang
membela seks bebas dan perdagangannya, maka rok mini pun jelas tidak bisa
dipersalahkan. Untungnya, kita tidak berkewajiban mengikuti logika Sumanto,
bahkan kita pun tidak bisa dipaksa untuk mengakui bahwa Sumanto telah
menggunakan logikanya ketika menelurkan teori-teorinya. Namun wajarlah jika
ada yang bertanya: apa yang telah 'dijual' Sumanto untuk mencari makan
selama ini?

* *

*Kewajiban dan Fithrah*

Seorang Muslim hendaknya memandang masalah ini – minimal – dari dua
perspektif. Perspektif *pertama* adalah perspektif kewajiban manusia kepada
Allah SWT. Dari sisi ini, maka status hukum rok mini sangatlah jelas.
Sebagai pakaian yang mengungkap aurat perempuan, maka jelas rok mini
bukanlah pakaian yang boleh digunakan di tempat-tempat umum. Seorang
Muslim/Muslimah yang baik akan merasa cukup dengan perspektif yang pertama
ini saja.

Penekanan pada perspektif pertama ini sangat penting karena perdebatan
seputar rok mini seringkali berputar tak tentu arah sehingga keluar dari
permasalahan yang sebenarnya. Kaum feminis, seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, seringkali berkilah dengan mengatakan bahwa yang salah adalah
hanya para pemerkosanya saja. Buktinya, kata mereka, yang pakaiannya serba
tertutup saja ada juga yang diperkosa. Ini adalah pengalihan masalah. Jika
seorang Muslim ditanya tentang rok mini, maka yang diulas adalah masalah rok
mininya, bukan masalah kasus pemerkosaannya. Untuk kasus pemerkosaan, sikap
Islam sangatlah jelas, bahkan hukumannya lebih keras daripada hukuman yang
bisa diberikan oleh hukum sekuler. Tapi yang dibahas adalah masalah rok
mini, dan rok mini adalah pakaian. Karena itu, pembahasannya adalah seputar
hukum berpakaian, yang tentu saja melibatkan standar aurat. Adapun
berkurangnya tingkat pemerkosaan adalah hikmah dari pakaian yang tertutup.
Logika siapa pun pasti membenarkan bahwa perempuan yang auratnya lebih
tertutup pasti lebih besar kemungkinannya untuk terhindar dari tindak
pelecehan seksual.

Perspektif *kedua* adalah perspektif *fithrah* manusia; inilah perspektif
yang mungkin kurang diulas secara mendalam selama ini. Bagi seorang Muslim,
Islam bukan hanya tata aturan tingkah laku, melainkan suatu "*diin*" yang
maknanya lebih luas daripada istilah "agama" itu sendiri. Salah satu makna "
*diin*" itu adalah "*fithrah*", dan karenanya, Islam disebut sebagai agama *
fithrah*.

Karena Islam adalah *fithrah* bagi manusia, maka sikap pengabaian
terhadapnya akan memicu terjadinya ketidakharmonisan. Artinya, meskipun
memeluk Islam adalah suatu pilihan, namun sebenarnya *fithrah* manusia itu
sendirilah yang tidak memberinya pilihan yang lain.

Akibat 'memaksakan diri' menolak ajaran Islam, maka terjadilah
ketidakharmonisan dalam level masyarakat maupun level individu. Dengan kata
lain, semua orang yang menolak ajaran Islam pada hakikatnya tengah menzalimi
dirinya sendiri. Hal ini telah dipahami oleh setiap Muslim, baik yang
menjalankannya maupun yang melalaikannya.

Orang-orang yang mengabaikan perintah agama (Islam) pada hakikatnya tengah
menjerumuskan dirinya sendiri dalam kesusahan yang tidak semestinya, dan
karena itu mereka pun menderita. Misalnya, Islam mengajarkan kewajiban
shalat, maka shalat itulah *fithrah* bagi manusia. Jika manusia 'memaksa
diri' untuk tidak shalat, pastilah dirinya sendiri yang pertama-tama akan
merasakan kerugiannya. Islam juga menjadikan pernikahan sebagai *fithrah*,
maka yang bersengaja tidak menikah pastilah menderita. Manusia dari berbagai
latar belakang agama telah banyak yang memaksa diri untuk tidak menikah.
Niscaya mereka pun menderita. Dengan logika yang sama, jika Islam
memerintahkan ditutupnya aurat, maka setiap Muslim seharusnya meyakininya
sebagai *fithrah* yang tak boleh diabaikan, karena pengabaiannya akan memicu
suatu ketidakharmonisan.

Untuk memahami masalah ini, kita perlu membahas dengan jujur berbagai *
fithrah* manusia. Islam tidak menampik kenyataan bahwa laki-laki memiliki
ketertarikan kepada fisik perempuan. Ini adalah *fithrah*. Di sisi lain,
kaum perempuan pun memiliki *fithrah* untuk berhias dan mempercantik dirinya
sendiri. Kedua *fithrah* ini bukanlah konsep baru yang ditawarkan oleh
Islam, karena orang-orang sekuler pun niscaya akan mengakuinya. Hanya saja,
Islam menambahkan suatu aturan di antara kedua *fithrah* tersebut (dan
aturan ini merupakan *fithrah* juga), yaitu bahwa aurat – yang merupakan
bagian dari kecantikan fisik – bukanlah untuk dilihat semua orang.

Dalam peradaban yang sudah sangat parah terjangkit virus sekularisme, kita
jumpai kaum perempuan begitu terobsesi untuk memamerkan fisiknya. Di Barat,
sangat sedikit sekali (bahkan nyaris tak ada) artis perempuan yang tidak
pernah operasi plastik. Mereka melakukannya untuk membuat hidungnya lebih
mancung, dagunya lebih lancip, kulit wajahnya lebih kencang dan seterusnya.
Bagi mereka, implantasi payudara pun merupakan hal yang biasa saja, bahkan
dianggap sebagai bagian yang penting dari 'persaingan'.

Ketika perempuan dinilai dari auratnya (dan mereka sendiri terobsesi
dengannya), maka semua orang pun berlomba-lomba untuk memperlihatkan
auratnya masing-masing, sekedar untuk memperebutkan gelar 'yang tercantik'.
Di dunia perfilman Barat, beradegan telanjang sudah menjadi hal yang biasa;
semua aktris yang ingin sukses harus 'berani' melakukannya. Relevan atau
tidak dengan jalan ceritanya, penting atau tidak, hampir di tiap film ada
adegan seksnya. Tentu saja, dalam adegan-adegan semacam itu, aurat
perempuanlah yang dieksploitasi habis-habisan.

Di negara-negara Barat, standar aurat memang tidak ada; atau lebih tepatnya,
terus berubah. Dulu, Marilyn Monroe adalah perempuan paling binal. Kalau
gunakan standar Barat sekarang, ia masih sangat sopan. Bagaimana jadinya
pagelaran Miss Universe kini jika tanpa sesi bikini? Entah laku atau tidak,
tapi sepertinya tidak. Pendek kata, aurat perempuan telah menjadi komoditi
di Barat. Dan kaum perempuan Barat menyambut kenyataan ini.

Setelah aurat menjadi komoditi, apakah kaum perempuan di negeri-negeri
sekuler itu menjadi lebih tercerahkan? Lebih 'merdeka'? Lebih bahagia?

Masalah dari logika kaum feminis, saya rasa, adalah mereka terlalu sering
mengabaikan keberadaan kaum lelaki. Mereka membangun teori-teorinya dengan
mengabaikan sama sekali keberadaan kaum Adam, seolah-olah mereka adalah
benda mati yang tidak berpikir, tidak berkeinginan dan tidak berinisiatif.

Kita sudah mengetahui bahwa lelaki memiliki *fithrah* untuk tertarik kepada
kecantikan perempuan; bahkan kaum sekuler pun mengakui *fithrah* ini. Akan
tetapi, yang selama ini luput dipertimbangkan adalah sifat rasional lelaki
yang cenderung 'pragmatis'. Salah satu sifat lelaki adalah kekuatan rasio
yang bisa dikerahkannya sedemikian rupa untuk mencapai hasil yang
diinginkannya secara sistematis. Maka, jika kaum perempuan berlomba-lomba
memperlihatkan auratnya, yakinlah bahwa kaum lelaki pun pasti ada yang
berlomba-lomba untuk mendapatkannya dengan segala cara. Sifat yang rasional
dan 'pragmatis' ini adalah *fithrah* kaum lelaki; apa pun yang dikatakan
kaum liberalis-feminis, mereka takkan bisa mengubah kenyataan itu. Sifat ini
sebenarnya bisa menghasilkan banyak kebaikan. Tanpanya, betapa banyak
kemajuan peradaban manusia yang tidak tercapai. Akan tetapi, jika hawa nafsu
sudah mengendalikannya, maka kekacauanlah yang akan terjadi.

Kita perlu melihat kenyataan. Di dunia maya, sekarang ini sudah ada yang
membagi-bagikan video tutorial cara memanipulasi perempuan. Bahkan ada yang
mengajarkan bagaimana caranya memanipulasi perasaan perempuan hingga bisa
mencium bibir perempuan yang baru diajak kenalan 20 menit saja. Ini
menunjukkan bahwa – bagi kaum lelaki pragmatis yang dikuasai hawa nafsu –
perempuan hanya permainan belaka. Mereka pun menyebutnya *social engineering
*; seolah mereka berhadapan dengan benda mati, tidak ubahnya seperti *civil
engineering* dan *mechanical engineering* saja.

Selanjutnya, kita lihat sendiri bagaimana hubungan antara lelaki dan
perempuan berkembang menjadi sebuah permainan. Hubungan itu mereka sebut
sebagai '*games that people play*' dan pelakunya disebut sebagai '*players*';
peristilahan semacam ini seharusnya sudah membuat kita sadar kenyataan di
balik fenomena ini.

Dalam peradaban yang dibangun tanpa standar aurat ini, pemerkosaan bukanlah
satu-satunya masalah. Di Barat, banyak perempuan yang tidak pernah diperkosa
tapi hidupnya penuh dengan penyesalan juga. Kapan saja digelar *prom night*,
maka ada saja perempuan yang diperdaya. Biarpun tidak diperkosa (karena
secara teknis memang 'sama-sama mau'), kaum perempuan tetap saja jadi
permainan lelaki.

*Fithrah* perempuan yang senang dengan segala yang serba indah membuat
keadaannya menjadi lebih runyam. Ketika disodori dengan keadaan yang serba
indah (baca: romantis), perempuan semakin mudah terpedaya. Maka lahirlah
standar romantisme yang menyenangkan perempuan, tapi sebenarnya selalu
memenangkan lelaki. Dengan standar romantisme itu, kaum lelaki terus
mencucuk hidung perempuan. Ironisnya, mereka tidak merasa.

Obsesi perempuan tehadap tubuhnya sendiri juga menimbulkan efek lanjutan.
Lantaran terlalu sibuk dengan tubuhnya itu, maka banyak kaum perempuan yang
lalai dengan intelektualitasnya. Boleh dibilang inilah posisi 'skak-mat'
bagi kaum perempuan. Sebab, ketumpulan akal tersebut membuatnya semakin
'lugu' di hadapan para lelaki hidung belang. Di mana-mana, kaum feminis
selalu menebar mimpi akan lahirnya generasi perempuan yang seksi, bebas dan
cerdas. Tentu saja, ini cuma mimpi.

Sekali lagi, kaum feminis lalai memperhitungkan keberadaan kaum lelaki.
Mereka lupa bertanya, "Bagaimana kaum lelaki memandang perempuan yang
mengumbar keseksian semacam itu?" Pada hakikatnya pandangan lelaki hanya
terbagi dua saja: yang beriman akan merasa jijik, dan yang tidak beriman
akan menganggapnya mainan. Perempuan semacam itu bukanlah 'manusia' di mata
lelaki, melainkan hanya objek tak berakal. Lelaki yang beriman menganggap
mereka sebagai makhluk bodoh yang mau saja merendahkan dirinya sedemikian
rupa, sedangkan mereka yang tidak beriman dan pragmatis-manipulatif akan
memandangnya sebagai alat permainan yang sangat mengasyikkan.

Sebagai catatan akhir, patut kita pertimbangkan kisah pengepungan Bani
Qainuqa' di Madinah pada jaman Rasulullah saw dahulu. Masalah bersumber
ketika beberapa pemuda Yahudi dari Bani Qainuqa' mempermainkan seorang
Muslimah. Salah seorang di antara mereka mengikat kain pakaian Muslimah
tersebut. Ketika ia hendak berjalan, terbukalah sebagian auratnya. Para
pemuda bejat itu pun tertawa, dan sang Muslimah berteriak cukup keras.

Seorang pemuda Muslim menanggapi teriakan saudarinya itu. Dengan sigap ia
membunuh salah satu dari pemuda-pemuda Yahudi tadi. Akan tetapi, ia pun
akhirnya terbunuh karena dikeroyok oleh lawannya. Berita pun sampai ke
telinga Rasulullah saw dan Bani Qainuqa' pun dikepung. Karena mereka telah
menodai kehormatan seorang Muslimah, dan mereka melindungi orang-orang yang
bersalah, maka seluruh Bani Qainuqa' diusir dari Madinah.

Inilah peradaban Islam. Setiap perempuan dijunjung tinggi harga dirinya,
karena mereka pun tahu cara menghargai dirinya sendiri. Harga diri seorang
Muslimah adalah harga diri seluruh umat Muslim, dan menghina seorang
Muslimah berarti menghina seluruh umat Muslim. Hanya dalam peradaban
Islam-lah terjadi pengepungan dan pengusiran satu kabilah lantaran
terjadinya pelecehan terhadap seorang perempuan.

Hanya dengan Islam-lah perempuan bisa memperoleh kemuliaan yang sudah
sewajarnya ia dapatkan. Istri-istri Rasulullah saw dikenang sebagai "*Ummul
Mu'minun*", artinya "Ibunya orang-orang yang beriman". Demikian juga ustzh.
Yoyoh Yusroh, kini dikenang banyak orang dengan sebutan "Bunda Yoyoh".
Mereka adalah Muslimah yang dikenang karena keimanan, martabat dan
intelektualitasnya, dan dikenang oleh umat Muslim dengan penuh kehangatan.

Bagaimana nasibnya kaum perempuan yang hidup dengan 'menjual auratnya'
sendiri? Bagaimana mereka akan dikenang? Akankah sejarah mencatatnya dengan
penuh kebanggaan? Akankah ada yang mengingatnya?

*Interesting Links :*

- Tanggapan DR. Adian Husaini terhadap Sumanto Al Qurtuby:
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7:islam-progresif-dan-seks-bebas-&catid=1:adian-husaini

- Statistik pemerkosaan di berbagai negara:
http://www.nationmaster.com/graph/cri_rap-crime-rapes

wassalaamu'alaikum wr. wb.


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: