Kamis, 13 Oktober 2011

[daarut-tauhiid] Bukan Sembarang Adab

"…hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari." (Al-Hujurat: 2)

*Bukan Sembarang Adab*

*íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ áóÇ ÊõÞóÏøöãõæÇ Èóíúäó íóÏóíö Çááøóåö
æóÑóÓõæáöåö æóÇÊøóÞõæÇ Çááøóåó Åöäøó Çááøóåó ÓóãöíÚñ Úóáöíãñ***

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar
lagi Maha mengetahui." (Al-Hujurat: 1)

Surat Al-Hujurat merupakan salah satu surat dalam Al-Qur'an yang turun
setelah hijrahnya Nabi ke Madinah, atau lebih akrab dengan sebutan surat
Madaniah. Salah satu ciri khususnya adalah diawali dengan kalimat "*íóÇ
ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ*"

Panggilan orang-orang yang beriman secara spesifik baru mulai digunakan pada
ayat-ayat Madaniah. Sedang untuk ayat-ayat Makiyah memakai khitob "yaa
'ayyuha annas" Meskipun, tidak semua ayat bisa dipukul rata seperti itu
(Mabahits fi ulumil qur'an : 58).

Surat ini meski jumlah ayatnya hanya 18, akan tetapi cakupannya luas. Sayyid
Quthb berkata tentang surat AI-Hujurat dalam tafsirnya, "Surat ini tidak
lebih dari 18 ayat, akan tetapi surat ini amatlah agung dan mencakup banyak
perkara di dalamnya. Di dalamnya terdapat fakta-fakta tentang Aqidah dan
Syari'ah, di dalamnya pula terdapat hakekat kemanusiaan. Kenyataan yang akan
membuka visi dan misi hidup seseorang yang nantinya akan meninggalkan kesan
yang mendalam. Tercakup didalamnya pula metode penyatuan dan penataan umat,
metode untuk mendidik dan mengawal kedisiplinan, serta dasar-dasar syariat
dan nasehat (Fi Zhilalil Qur'an, 6/488)

*Latar Belakang Turunnya*

Ayat ini memiliki banyak versi *Asbabun Nuzul* dalam beberapa riwayat. Akan
tetapi ada satu riwayat yang oleh para ulama tafsir dipandang paling
mendekati kebenaran, demikian seperti dikemukakan oleh Syaikh Sulaiman bin
Muhammad (Tafsir Surah Al- Hujurat: 6). Versi ini pula yang dipilih oleh
Ibnu Katsir dan dituliskan dalam beberapa versi olehnya. Salah satunya yang
diriwayatkan oleh Bukhari,

"Muhammad ibn Muqatil mengabarkan kepada kami. Dari Ibnu Abi Mulaikah, ia
berkata, "Dua orang baik itu; Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'anhuma nyaris
celaka. Ketika datang kepada Nabi *shalallahu alaihi wassalam*. Delegasi
Bani Tamim, seorang dari keduanya (Abu Bakar dan Umar) mengusulkan agar
Aqra' ibn Habis at Tamimi al Hanzhali diangkat sebagai amir. Sedangkan yang
lain mengusulkan agar yang lainnya saja diangkat sebagai amir. Maka Abu
Bakar berkata kepada Umar, 'Engkau tidak bermaksud melainkan menyalahiku.'
Umar berkata, 'Aku tidak bermaksud menyalahimu.' Hingga meninggi suara
mereka, lalu turunlah ayat tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, 7/365)

Para mufassir bersepakat hadits ini turun kepada kedua sahabat ini. Hal ini
sekaligus menunjukkan bahwa semulia apapun seseorang—bahkan dua manusia
terbaik setelah Rasulullah—tak luput dari kesalahan. Dalam riwayat lainnya
dikatakan, setelah mendapat peringatan dari Allah melalui ayat ini kedua
sahabat ini akhirnya pun terdiam lalu meminta maaf kepada Rasulullah
*shalallahu
alaihi wassalam. *Dan sungguh setiap manusia tidaklah luput dari kesalahan,
dan sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang yang bertaubat.

*Pelajaran Adab dari Allah*

Secara umum ayat pertama dalam surat ini berisi peringatan dan pelajaran
dari Allah terhadap keseluruhan hamba-Nya, agar menghormati orang yang
memiliki posisi lebih tinggi darinya. Terlebih kepada Allah dan Rasul-Nya.

Ibnu Katsir menuliskan dalam tafsirnya, "(Ayat) ini mengajarkan adab. Allah
mengajarkan adab melalui ayat ini kepada orang-orang mukmin tentang
bagaimana seharusnya bermu'amalah kepada Rasulullah *shalallahu alaihi
wassalam*, yaitu dengan penuh rasa hormat, merendahkan diri, dan
mengagungkan beliau." (Tafsir Ibnu Katsir, 7/364)

Syaikh As-Sa'di menuliskan penafsiran senada dalam kitab tafsirnya, "(Ayat)
ini mencangkup banyak pelajaran tentang adab; adab kepada Allah Ta'ala,
kepada Rasulullah *shalallahu alaihi wassalam* untuk menghormatinya. Maka
Allah memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman untuk menetapi
tuntutan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan menjalankan semua
perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya, tidak mendahului perintah
Allah dan senantiasa mengikuti perintah Rasulullah dalam setiap urusan."
(Taisirul Karimirrahman fie Tafsiri Kalamil Mannan: 799)

*Ketika Rabb Memanggil Hamba-Nya*

Allah mengawali ayat ini dengan kalimat "*íóÇ ÃóíøõåóÇ ÇáøóÐöíäó ÂãóäõæÇ*".
Ibnu Mas'ud berkata tentang hal ini, "jika kalian mendengar Allah
menggunakan khitab ini, maka bukalah lebar-lebar telinga kalian.
Sesungguhnya hal itu adalah sebuah perintah yang harus dikerjakan atau
sebuah larangan yang harus ditinggalkan."

Syaikh Sulaiman bin Muhammad mengatakan, "Para ulama mengatakan, penggunaan
khitab ini menunjukkan satu dari beberapa perkara,

*Pertama*, pentingnya topik yang disampaikan Allah. Oleh karena itu
digunakanlah panggilan khusus, hanya bagi orang-orang yang tertanam dalam
hatinya keimanan.

*Kedua*, menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan salah satu dari tuntutan
iman.

*Ketiga*, pengingkaran terhadap hal itu merupakan penyebab berkurangnya
keimanan seseorang, dan bisa sampai pada tingkatan tercabutnya keimanan itu.
(Tafsir Al-Hujurat: 4)

Menilik keterangan para ulama mengenai kalimat tersebut, maka layaknya kita
betul-betul memperhatikan apa yang Allah sampaikan dalam ayat ini. Karena,
sesuai dengan keterangan Ibnu Mas'ud, bahwa hal itu merupakan perintah yang
Allah diamanahkan kepada hamba-Nya, atau larangan yang wajib ditinggalkan.

*"Mendahului" Allah dan Rasulullah*

* *

Salah satu masalah yang paling urgen dalam ayat ini adalah perkara
memutuskan suatu perkara mendahului keputusan Allah dan Rasul-Nya. 'Mendahului'
di sini bisa berarti mendahulukan pendapat orang lain daripada pendapat atau
keputusan Allah dan RasulNya hingga akhirnya terjadi perbedaan antara
pendapatnya dengan pendapat Allah dan RasulNya. Atau bisa pula berarti
mengesampingkan ketetapan Allah dan Rasul-Nya lalu menjadikan ketetapan
orang lain sebagai pilihan utamanya. Perlu kiranya kita merujuk beberapa
pendapat ulama menyangkut hal ini.

Mujahid berkata tentang makna,

"Janganlah kalian berfatwa mendahului Rasulullah atas suatu hal, sampai
Allah mendatangkan keputusan melalui lisan Rasul-Nya."

Sedangkan Imam Nawawi menuturkan, "Jangan memutuskan perkara tanpa
menyandarkan pada keputusan Rasulullah. Maka seseorang tidak diperkenankan
mengatakan atau berbuat sesuatu yang mendahului keputusan Allah dan
Rasulullah"

Para sahabat dahulu menghukum dengan berat orang-orang yang mendahului
bahkan menolak keputusan Rasulullah

Ibnu Katsir menafsirkannya dan memberi permisalan dengan amat baik, "Janganlah
kalian tergesa-gesa untuk memutuskan perkara yang Rasulullah telah atau
sedang memutuskannya, akan tetapi ikutilah apa-apa yang menjadi keputusan
beliau dalam segala hal."

Lalu, beliau mengungkapkan kisah Mu'adz bin Jabal ketika Rasulullah
mengutusnya ke Yaman. Ketika itu Rasulullah bertanya pada Mu'adz, "Dengan
apa engkau akan memutuskan sebuah perkara?" Maka Mu'adz berkata, "Dengan
Kitabullah", maka Rasul pun menyahutnya, "jika engkau tidak menemukan
hukumnya dalam Al-Qur'an?" Jawab Muadz, "Dengan Sunnah Rasulullah."
Rasulullah kembali menanyai, "Jika engkau tidak menemui hukumnya?" Barulah
Mu'adz berkata, "Aku akan berijtihad dengan pertimbanganku pribadi." Lalu
Rasulullah menyentuh dadanya seraya berkata, "Segala puji bagi Allah yang
menjadikan utusanku sesuai dengan apa yang diridhai oleh Rasulullah."
(Tafsir Ibnu Katsir, 7/364)

Untuk lebih lengkapnya Syaikh Sulaiman bin Muhammad menjelaskan dengan
terperinci tentang hal ini ketika membahas Tafsir Surat Al-Hujurat. "Makna
mendahului itu ada beberapa perkara,

1. Berkata-kata tanpa ilmu pada perkara yang Allah dan Rasul-Nya tidak
menghukuminya. Seorang muslim harus waspada akan hal ini, karena ini
merupakan perbuatan syaitan.

"Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. Sesungguhnya syaitan itu hanya
menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang
tidak kamu ketahui."

2. Berhukum kepada selain hukum Allah dan Rasul-Nya. Perkara ini tidak hanya
mendahului apa yang menjadi kewenangan Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi juga
bentuk penolakan terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.

3. Bid'ah dalam hal *dien*. Karena dengan melakukan kebid'ahan dalam agama,
berarti dia menganggap *dien* ini kurang, dan menganggap Rasul tidak
menyampaikan amanah syariat dengan sempurna. Ini bentuk penghinaan akan
syariat maupun pribadi Rasul

4. Mengedepankan pemikiran atau pendapatnya daripada pendapat Allah dan
RasulNya dalam hal yang sudah ditetapkan oleh keduanya.

Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani menjelaskan mengenai
potongan selanjutnya dari ayat ini,

"Dan bertaqwalah kepada Allah."

Beliau berkata, "Bertaqwalah dalam segala urusan, dan yang menjadi perhatian
utama di dalamnya adalah tidak mendahului ketetapan Allah dan Rasulullah."
(Fathul Qodir: 7/8)

Seperti juga apa yang dikatakan oleh Syaikh Sulaiman bin Muhammad ketika
menjelaskan maksud potongan ayat ini, "Dan bertaqwalah kepada Allah jika
kalian mendahulukan pendapat kalian daripada pendapat Allah dan Rasul-Nya,
atau kalian menyelisihi hukum-hukum yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran dan
Sunnah." (Tafsir Surat Al-Hujurat: 5)

Sedangkan yang dimaksud bertaqwa adalah membuat batas antara diri kalian dan
adzab Allah dengan cara menjalankan apa yang diperintahkan-Nya dan menjauhi
laranganNya. Lalu bagaimana dengan posisi orang-orang yang mengaku muslim,
senantiasa mengerjakan ibadah-ibadah *mandhoh*, akan tetapi menabrak tapal
batas yang sudah Allah tetapkan melalui ayat ini?

*Wallahu a'lam bishowab*.*(Aslam)

"…hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari." (Al-Hujurat: 2)

Sumber : An Najah Edisi 66 / Rabiul Awal 1432 H / Maret 2011 M


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: