Kamis, 06 Oktober 2011

[daarut-tauhiid] Lepas dari Penjara Terburuk - Yasmin Mogahed

*Lepas dari Penjara Terburuk *

*YASMIN MOGAHED* <http://www.suhaibwebb.com/author/yasmin-mogahed/> | 19
AGUSTUS, 2010 1:00 AM
------------------------------

[image: 4426304697_20ba742960_b]Ketika Sara bertemu Ahmad, ia langsung tahu
bahwa lelaki ini adalah lelaki impiannya. Bertemu Ahmad baginya ibarat
menyaksikan sang surya muncul di tengah badai salju. Ahmad menghangatkan
rasa dingin yang mengurungnya. Dan tidak lama, rasa kagum berubah jadi
penyembahan. Sebelum sadar apa yang terjadi, Sara menjadi tahanan. Ia
menjadi tahanan dari hasratnya sendiri dan sangat kelaparan akan apa yang ia
puja. Kemanapun Sara memandang, di sana ada Ahmad. Yang paling ia takuti
dalam hidupnya adalah membuat Ahmad kecewa. Lelaki inilah satu-satunya yang
ada di hatinya, dan tanpanya bahagia tiada makna. Meninggalkannya membuatnya
seolah nyawanya dikuliti dari dirinya. Hatinya begitu terpenuh-sesaki wajah
lelaki ini, dan tidak ada yang lebih dekat dengannya selain lelaki ini.
Baginya, Ahmad bak darah dalam nadinya. Rasa sakit saat hidup tanpanya tidak
dapat ia bayangkan sedikitpun karena tidak ada kebahagian tanpa
keberadaanya.

Sara menyangka ia tengah jatuh cinta.

Sara sudah mengalami banyak hal dalam hidupnya. Ayahnya meninggalkannya saat
ia remaja, ia kabur dari rumah saat usia 16, ia melawan kecanduan obat dan
miras. Bahkan ia sempat merasakan bui. Tapi rasa sakit dari semua hal itu
tidak sebanding dengan sakit yang kelak akan ia rasakan di dalam penjara
yang ia buat sendiri. Sara menjadi terpenjara di dalam bilik hasratnya
sendiri. Penjara inilah yang dibahas Ibn Taimiah RA ketika ia berkata,
"Mereka yang terbui secara hakiki adalah yang hatinya terkurung dari
(menggapai) Allah SWT dan mereka yang terpenjara adalah yang hasratnya
memperbudaknya." (Ibn al-Qayyim, al-Wabil, h. 69)

Kepedihan yang Sara rasakan saat ia demikian memuja Ahmed jauh dirasa lebih
pedih dari semua yang pernah ia rasakan. Kepedihan ini begitu menguras
dirinya tapi tanpa pernah merasa puas. Bagaikan orang yang terpanggang di
tengah padang pasir, Sara sangat *kebelet* mengejar fatamorgana. Namun yang
paling parah adalah ketersiksaan akibat menempatkan sesuatu di tempat yang
seharusnya ditempati Allah SWT.

Kisah Sara demikian dalam karena menunjukkan kebenaran yang mendalam akan
keberadaan. Sebagai manusia, kita diciptakan lengkap dengan *fithrah* (watak
bawaan). Fitrah ini adalah untuk mengenali keesaan Allah SWT dan mewujudkan
hakikat ini di dalam hidup kita. Maka, tidak ada musibah, tidak ada
kerugian, tidak ada apapun yang menyebabkan lebih banyak penderitaan selain
menyetarakan Allah SWT dalam hidup kita atau dalam hati kita. Syirik dalam
bentuk apapun akan merusak jiwa manusia dengan daya rusak yang melebihi
tragedi terparah manusia. Dengan membuat jiwa kita mencintai, memuja atau
berserah diri pada sesuatu yang seharusnya adalah Allah SWT, kita
menekuk-lipat jiwa kita menjadi bentuk yang, secara sifat hakiki, tidak
seharusnya. Agar dapat melihat kenyataan akan kebenaran ini, kita cukup
melihat apa yang terjadi pada seseorang ketika kehilangan sesuatu (atau
seseorang) yang mereka puja.

Beberapa bulan lalu, Times of India memberitakan bahwa seorang perempuan
berusia 40 tahun bunuh diri di rumahnya dengan menuangkan minyak tanah ke
badannya dan menyulut dirinya dengan api. Menurut polisi hal itu karena
"langkah ekstrim akibat ia tidak kunjung hamil setelah 19 tahun menikah."

Belum lama sebelum peristiwa di atas, polisi melaporkan bahwa seorang lelaki
India berusia 22 tahun "bunuh diri karena ditinggal pacarnya."

Kebanyakan orang dapat bersimpati akan derita yang dialami orang-orang ini,
dan umumnya mereka akan menderita bila mengalaminya. Tapi jika seorang anak
atau seseorang di dalam hidup kita menjadi alasan kita hidup, pasti ada yang
sangat salah. Jika sesuatu yang fana, sementara dan mudah sirna menjadi
pusat hidup kita, maka *raison d'etre* (alasan keberadaan), kita pasti akan
rusak. Sesuatu yang tidak sempurna yang kita jadikan pusat kita—secara
makna—akan sirna, mengecewakan kita, atau berlalu. Dan kita akan rusak di
saat bersamaan dengan sirnanya hal itu. Apa yang terjadi jika, saat mendaki
gunung, kita bergantung pada ranting? Hukum Fisika yang berlaku menyatakan
bahwa ranting, yang tidak diciptakan untuk menanggung beban sebesar diri
kita, akan patah. Hukum Gravitasi menyatakan bahwa saat itulah kita akan
jatuh. Ini bukan teori. Ini adalah kenyataan di dunia fisik. Kenyataan ini
juga merupakan sesuatu yang pasti berlaku di dunia ruhani, dan kita
diwahyukan firman Allah SWT tentang ini:

[image: 22:73]

"Wahai manusia, inilah suatu permisalan maka simaklah baik-baik,
sesungguhnya yang kau seru selain Allah tidaklah akan sanggup menciptakan
lalat meski mereka mengumpulkan semua kekuatan mereka, dan ketika lalat itu
mengambil sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat mengambilnya kembali.
Alangkah lemahnya yang memohon dan yang mereka (jadikan) tempat memohon."
(22:73)

Pesan dari ayat ini sangat dalam. Tiap kali kita mencari, mengejar atau
menyeru kepada sesuatu yang lemah (yang secara maknawi adalah segala hal
selain Allah SWT), kita akan menjadi lemah tanpa daya. Bahkan jika kita bisa
menyeru apa yang kita seru itu, tetap tidak akan cukup. Kita akan segera
perlu menyeru sesuatu yang lain. Kita tidak akan pernah menggapai kepuasan
sejati. Itulah mengapa kita hidup di dunia barter (tukar-menukar) dan
perbaikan mutu. Telepon kita, mobil kita, computer kita, istri kita, suami
kita, selalu dapat ditukar dengan yang lebih baik mutunya.

Tapi ada kebebasan dari perbudakan yang demikian itu. Ketika objek yang
menjadi tumpuan kita itu tak tergoyahkan, kukuh dan lestari, kita tidak akan
jatuh. Kita tidak akan rusak. Allah SWT berfirman tentang ini:

[image: 2:256]

"Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), sesungguhnya telah jelas nyata
Petunjuk (Kebenaran) itu dari Kebathilan, maka barang siapa yang hendak
kufur dari *thaghut* (sesembahan selain Allah SWT) dan beriman kepada Allah
SWT maka sesungguhnya ia telah menggenggam ikatan yang kokoh-kuat, yang
tidak mungkin terburai. Dan Allah SWT Maha mendengar Maha Mengetahui."
(2:256)

Ketika yang kita pegang itu kuat, kita pun menjadi kuat, dan kekuatan itu
juga memberi kita kemerdekaan sejati. Tentang kemerdekaan ini, Ibn Taimiah
RA berkata, "Apa yang musuhku dapat lakukan padaku? Pada dadaku ada surgaku
dan tamanku. Jika aku berkelana, mereka bersertaku, tiada lepas dariku.
Penjara bagiku adalah kesempatan untuk dapat menyendiri dengan Rabb-ku.
Dibunuh adalah syahid dan diasingkan dari tanah tempat tinggalku adalah
sebuah pengembaraan ruhani." (Ibn al-Qayyim, al-Wabil, h.69)

Dengan menjadikan yang sempurna-tanpa cacat, akhir atau lemah sebagai
satu-satunya objek sesembahan (ibadah), Ibn Taimiah menggambarkan kebebasan
dari penjara dunia. Ia menggambarkan seorang hamba yang hatinya
bebas-merdeka. Hati yang lepas-bebas dari kerangkeng perbudakan kehidupan
dunia dan isinya. Hati yang memahami satu-satunya tragedi dalam hidup ini
adalah melakukan syirik, berkompromi dengan Tauhid, bahwa satu-satunya
penderitaan yang tidak terperi adalah penyembahan sesama manusia atau benda
selain Yang Patut Disembah. Apapun bentuknya, baik itu hasrat diri, ego (*
nafs*), harta, pekerjaan, pasangan, keturunan, atau hal yang paling dicintai
dalam hidup, *ilah* palsu itu akan mengurung dan memperbudak sekiranya
dijadikan sebagai segalanya. Rasa sakit dari keterikatan itu akan jauh lebih
besar, lebih dalam dan lebih lama dari rasa sakit apapun yang dialami dalam
hidup ini.

Pengalaman Yunus AS merupakan hal penting yang amat perlu diinternalisasi.
Ketika ia terjebak di dalam perut ikan, ia hanya punya satu jalan keluar,
berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT, menyadari keesaan Allah SWT dan
kelemahannya sebagai manusia. Ia berdoa dengan doa yang menggambarkan ini,
"Tiada Tuhan selain Engkau (Allah), Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku
adalah orang yang zalim." (21:87)

Banyak dari kita juga terjebak di dalam perut ikan yaitu hasrat diri dan
benda yang kita jadikan sesembahan. Diri kita sendirilah yang menjadi
sesembahan. Dan penjara ini adalah akibat dari menempatkan apapun di tempat
yang seharusnya menjadi tempat Allah SWT di dalam hati kita. Dengan
melakukan ini, kita menciptakan penjara terburuk dan paling menyakitkan;
karena saat penjara dunia hanya dapat merampas apa yang sementara dan secara
hakiki tidak sempurna, penjara hati ini merampas apa yang terpuncak, tak
berakhir dan sempurna: Allah SWT dan hubungan kita dengan-Nya. []

Sumber:
http://www.suhaibwebb.com/relationships/escaping-the-worst-of-prisons/


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: