Sabtu, 01 Agustus 2009

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2751

sekolah-kehidupan

Messages In This Digest (17 Messages)

Messages

1a.

KLUB TRAINER INDONESIA

Posted by: "ammy ramdhania" ammy_ram@yahoo.co.id   ammy_ram

Fri Jul 31, 2009 9:06 am (PDT)




Halo

Saya ajak anda untuk bergabung dalam mailing list:
Trainer-Indonesia-subscribe@yahoogroups.com

Milis ini disediakan khusus bagi para Trainer Indonesia & konsultan yang kesehariannya bergelut di bidang Training & konsultasi baik Human Resource Development (HRD-SDM), Marketing, Sales, (Health Safety Environment (HSE), Administrasi, Presentasi, Komunikasi, Leadership, General Affairs, K3, K3LH, Manufacturing Plant, Pabrik Produksi, Keuangan, Akutansi, Finance, Guru-Teaching, MindSet, Motivasi, Six Sigma, Just in Time Manufacturing, Training Need Analysis, Learning Organization, Mindset, disamping itu juga merupakan sarana diskusi demi kemajuan bersama

Bila anda berniat untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang training dan development serta pendidikan maka silahkan kirimkan e-mail kosong ke:
Trainer-Indonesia-subscribe@yahoogroups.com

Ingat Mailing list ini hanya diperuntukkan bagi anda yang serius saja

Salam

Pengelola

Lebih aman saat online. Upgrade ke Internet Explorer 8 baru dan lebih cepat yang dioptimalkan untuk Yahoo! agar Anda merasa lebih aman. Gratis. Dapatkan IE8 di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer/
1b.

Re: KLUB TRAINER INDONESIA

Posted by: "Nursalam AR" pensilmania@gmail.com

Fri Jul 31, 2009 9:22 am (PDT)



Wah,K3 dan HSE disebut-sebut juga nih:). Jadi inget jaman kuliah di FKM-UI
dulu waktu teman-teman seangkatan rame-rame pilih vak atau peminatan tsb
karena "basah". Sementara saya dan sedikit teman beda, pilih Epidemiologi
yang notabene "kering":). Jadi, kesimpulan saya, karena cakupannya yang
sangat luas tentu milisnya Bu Ammy ini lebih fokus pada teknik presentasi
dan training ya. *sotoy mode on*

Selamat, Bunda Ammy, melangkah lebih maju! Tapi jangan tinggalkan SK
ya,plz:)).

Tabik,

Nursalam AR

On 7/31/09, ammy ramdhania <ammy_ram@yahoo.co.id> wrote:
>
>
>
>
> Halo
>
> Saya ajak anda untuk bergabung dalam mailing list:
> Trainer-Indonesia-subscribe@yahoogroups.com
>
> Milis ini disediakan khusus bagi para Trainer Indonesia & konsultan yang
> kesehariannya bergelut di bidang Training & konsultasi baik Human Resource
> Development (HRD-SDM), Marketing, Sales, (Health Safety Environment (HSE),
> Administrasi, Presentasi, Komunikasi, Leadership, General Affairs, K3, K3LH,
> Manufacturing Plant, Pabrik Produksi, Keuangan, Akutansi, Finance,
> Guru-Teaching, MindSet, Motivasi, Six Sigma, Just in Time Manufacturing,
> Training Need Analysis, Learning Organization, Mindset, disamping itu juga
> merupakan sarana diskusi demi kemajuan bersama
>
> Bila anda berniat untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang training dan
> development serta pendidikan maka silahkan kirimkan e-mail kosong ke:
> Trainer-Indonesia-subscribe@yahoogroups.com
>
> Ingat Mailing list ini hanya diperuntukkan bagi anda yang serius saja
>
>
> Salam
>
>
> Pengelola
>
>
> ------------------------------
> Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!
> <http://id.mail.yahoo.com/>
>
>
>

--
"Open up your mind and fly!"
-Nursalam AR
Translator & Writer
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply.com
www.facebook.com/nursalam.ar
2.

Re: [sharing] ROMANSA TIGA DASAWARSA

Posted by: "Nursalam AR" pensilmania@gmail.com

Fri Jul 31, 2009 9:29 am (PDT)



Ckkk..panjangnya tulisan ini! Tapi impas dengan kisahnya yang mengharubiru
dan menyentuh. Btw, dari format dan panjangnya, sepertinya tulisan ini untuk
lomba ya,Mbak? Apakah untuk lomba kisah nyata yang bertema tentang cinta
itukah?hehe..*twink mode on*

Semoga sukses ya!

Tabik,

Nursalam AR

On 7/31/09, lia indriati <liaindriati@gmail.com> wrote:
>
>
>
> Lia Indriati
> Ciomas Hills Kav. A 5 No. 47 Bogor
> www.tokobogor.com
>
>
>
>
> *ROMANSA TIGA DASAWARSA **1<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote1sym>
> **]*
>
> *Oleh: Lia Indriati **2<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote2sym>
> *
>
>
> *Minggu, **1 Maret 2009*
>
> Tepat tiga puluh tahun silam, teras rumah mungil dimana sore ini aku duduk
> santai di kursi malas menjadi penanda tapak perjalanan dalam melabuhkan
> pengabdianku sebagai guru di Sukadana. Sebuah desa terpencil di Wilayah
> Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
>
> Tanpa terasa waktu bergulir demikian kencang. Tiga puluh tahun serasa baru
> kemarin dijalani. Menorehkan catatan pengalaman dalam lembar sejarah
> kehidupan. Menjadi mosaik indah yang senantiasa membayang. Selaksa suka dan
> duka silih berganti menghampiri. Semua terekam rapih dalam ingatan yang tak
> mungkin terhapus. Banyak yang membangkitkan kenangan gembira. Namun juga
> diantaranya mengungkit kembali nelangsa yang sekian lama mengendap dalam
> memori ingatan.
>
> Semuanya kini menjadi bayang-bayang kisah masa lalu yang menghantarkanku
> mengarungi semua tantangan, celaan, bahkan fitnah yang pernah mendera
> kehidupanku.
>
> Seolah semuanya kejadian baru kemarin dilewati. Semuanya masih terekam
> gamblang di pelupuk mata.
>
> * * * * *
>
> Sepatu hitam yang kukenakan mulai kusam makin terlihat lusuh. Sisa lumpur
> yang mengering menempel di bagian bawah. Setelah dipakai berjalan hampir
> satu jam lamanya. Kini aku berhenti di tubir sungai. Sementara di seberang
> nampak beberapa rumah. Sebuah desa yang menjadi tujuan akhir perjalananku
> menembus jalan setapak yang becek sisa hujan semalam.
>
> Desa di seberang sungai itu namanya Desa Salakaria, Kecamatan Rajadesa.
> Sebuah tempat yang sebentar lagi menjadi tempatku memulai peran baruku
> setelah lulus sekolah. Menjadi guru.
>
> Menjadi guru?
>
> Ya, menjadi guru!
>
> Di desa yang terpencil?
>
> Inilah yang tak terbayangkan sebelumnya!
>
> Tak pernah terlintas di benakku kalau aku akhirnya menjadi guru. Tak pernah
> terbersit dalam benakku menjadi guru. Karena impianku tentang masa depan
> adalah menjadi pegawai sebuah bank. Yang lebih menjanjikan. Makanya guru
> tidak masuk daftar dalam cita-citaku.
>
> Namun pada akhirnya aku terbentur kenyataan. Bahwa kondisi ekonomi orang
> tuaku tak memungkinkan aku untuk mengejar impianku. Bapakku hanyalah veteran
> tentara yang lantas bekerja menjadi sekretaris desa. Dengan kondisi ekonomi
> yang dikatakan jauh dari berada. Rasanya mustahil bagi orang tuaku untuk
> membiayaku sekolahku ditingkat lanjutan seperti yang kuimpikan.
>
> Apalagi aku terlahir dari keluarga besar. Nomer lima dari tujuh bersaudara.
> Dengan jumlah tanggungan sedemikian banyak, tentunya hidup kami yang sangat
> sederhana kian menerbitkan rasa nelangsa kalau harus menggantungkan harapan
> yang rasanya sangat *rekasa* untuk diraih.
>
> Akhirnya aku harus berdamai dengan kenyataan. Dengan sadar mengubur impian
> menjadi pegawai bank. Meski terasa pahit, aku memang harus memupus harapan
> untuk kuliah di jurusan perbankan.
>
> Apalagi kemampuan orang tuaku hanya sebatas membiayai pendidikan setahun
> tingkat diploma, atau D1 PGSLP (Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama) di
> Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung (sekarang bernama Universitas
> Pendidikan Indonesia atau UPI).
>
> Rasanya membosankan belajar pada jurusan yang tak disukai. Bahkan tak
> dibayangkan sebelumnya. Namun aku juga tak ingin membuat kecewa orang tuaku
> yang telah membiayai dengan susah payah. Rasanya aku terpenjara dilema.
>
> Untuk menguatkan semangatku, berulangkali aku menanamkan keyakinan bahwa
> yang terlihat bagus belum tentu baik menurut Allah. Begitupun sebaliknya,
> setiap yang kita anggap jelek belum tentu buruk menurut pandangan Allah,
> bahkan bisa jadi di situlah keberkahan terlimpah. Asal kita menjalani dengan
> perasaan ikhlas. Sebuah petuah yang aku dapatkan dari nguru ngaji di surau
> sebelah rumahku.
>
> Setiap hari kupompakan pemahaman semacam itu agar semangatku menjalani masa
> pendidikan tidak luruh. Agar harapanku memperoleh kehidupan lebih baik
> ketimbang orang tuaku suatu saat menjadi kenyataan.
>
> Selalu kujaga semangatku. Agar harapanku tak punah.
>
> Karena harapan itulah satu-satunya yang aku punya.
>
> * * * * *
>
> Tahun 1978 aku merampungkan pendidikan DI. Setahun berikutnya, secarik SK (Surat
> Keputusan) sampai di tanganku. Surat penugasan sekaligus pengangkatan
> sebagai Pegawai Negeri Sipil sudah di tangan. Senang tentunya, karena
> berarti aku akan punya penghasilan sendiri.
>
> Namun sekali lagi tak terbayangkan kalau penempatanku di Salakaria.
> Tepatnya di SMP Negeri Salakaria. Sebuah sekolah yang berlokasi di desa
> terpencil. Sebuah tempat yang membutuhkan kerja keras untuk sampai di sana.
> Aksesibilitasnya seolah tak terjangkau. Jalanan terjal berbukit yang masih
> berbatu menghadangku.
>
> Ditambah kendaraan umum yang entah kapan bakal singgah di desa ini. Sarana
> jembatan yang melintasi sungai masih dalam tahap pembangunan. Sehingga aku
> harus menempuh jalan alternatif yang waktu tempuhnya dua kali lebih lama.
> Atau terpaksa harus menyeberangi sungai dengan menumpang rakit/getek untuk
> menyeberang.
>
> Mendapati tempat yang begitu rupa. Aku *shocked*. Hari-hari pertama adalah
> perjuangan yang sangat berat. Aku harus beradaptasi secepat mungkin. Tidak
> boleh tidak! Ibarat pertunjukan, *show must go on*. Aku harus tetap
> bertahan.
>
> Ternyata perjalanan menuju salakaria sangat melelahkan. Kalau tak boleh
> dibilang sangat berat! Setiap hari aku harus melakukan perjalanan pulang
> pergi Salakaria- kampungku di Werasari yang berjarak lebih dari 15 kilo.
> Dengan infrastruktur jalan yang kurang memadai dan sulitnya transportasi,
> akhirnya aku memilih untuk segera mencari tempat kost di sekitar sekolah.
>
> Dengan bantuan teman guru kutemukan juga tempat kos yang lumayan dekat
> dengan sekolah. Tak lebih dari 500 meter. Pemiliknya sepasang suami istri
> paruh baya. Mereka hanya tinggal berdua. Sementara keempat anaknya telah
> berkeluarga dan tinggal di luar kota. Bapak Sahim, begitulah orang biasa
> memanggilnya. Orangnya cukup dikenal bahkan disegani di Desa Salakaria.
> Mungkin karena itu pula rumah Bapak Sahim direkomendasikan cocok sebagai
> rumah kos. Paling tidak, aku bisa aman di sana. Dan sejak saat itulah aku
> merasa menjadi bagian dari keluarga Bapak Sahim.
>
> Rumah Bapak Sahim Dindingnya masih terbuat dari anyaman bambu. Kala itu,
> rumah itu tergolong besar. Di dalamnya terdapat 3 kamar tidur. Satu kamar
> tidur tamu yang menghadap langsung ruang tamu. Kemudian dua kamar tidur yang
> menghadap ruang keluarga merangkap ruang makan. Dari ruang keluarga menuju
> dapur, dipisahkan oleh pintu, karena dapur masih berlantai tanah dan tentu
> saja masih menggunakan tungku. Sehingga atap dapur sudah menghitam karena
> asap yang membumbung.
>
> Yang membuat aku tercengang. Rumah ini tak punya kamar mandi! Padahal
> fasilitas satu itu mutlak bagiku. Bagaimana tidak. Di tempatku, Werasari,
> air melimpah. Kamar mandi di dalam rumah. Sementara di sini, aku harus
> berjalan sejauh kurang lebih 100 meter, melewati kebun yang masih dirimbuni
> pepohonan, menjejaki jalan tanah yg curam, demi untuk memperoleh air. Ke
> sana aku harus beranjak. Ke sebuah sumur.
>
> Semakin terkaget-kaget manakala aku mulai tahu kehidupan bermasyarakat
> Salakaria yang akrab dengan suasana mistis. Misalnya banyak pemakaman
> dinaungi pepohonan besar menjadi tempat keramat yang seringkali dikunjungi
> orang di waktu-waktu tertentu. Mendatangi dukun dan membuat serangkaian
> sesaji seolah sebuah keharusan. Bila dilanggar maka dipercaya akan
> memunculkan bencana.
>
> Entah percaya atau tidak akan adanya Tuhan Yang Esa. Mereka seakan abai
> akan kodrat alam. Suara adzan hanya terdengar lamat dari kejauhan. Ritual
> shalat menjadi sesuatu hal yang aneh. Dan ketika bulan Ramadhan tiba, tak
> ada malu membungkus nalurinya. Mereka akan tetap berasyik masyuk dengan
> kudapan di mulutnya. Pekerjaan di sawah atau kebun menjadi kambing hitam
> untuk lepas dari kuwajiban menjalankan syariat.
>
> Jauh rupa dengan di Werasari, kampung halamanku yang begitu lekat dengan
> kegiatan keagamaan. Mesjid hampir ada di setiap sudut. Begitu pula
> Pesantren, senantiasa menghembuskan kedamaian kehidupan beragama bagi
> masyarakatnya.
>
> Yang kurasakan aneh waktu awal-awal menjadi guru adalah sambutan tak
> bersahabat justru dari guru perempuan. Bahkan cenderung sinis. Apalagi
> yang suaminya juga guru di sekolah ditempatku mulai mengajar. Aku yang
> begitu sensitif saat itu, luar biasa bingungnya. Tidak pernah tahu apa
> kesalahanku. Karena baru pun kaki kupijakkan di tanah baru. Tentu saja akan
> kuanut peribahasa *dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung*. Jadi aku
> merasa bahwa mereka tak berhak untuk memperlakukan aku sedemikian rupa.
>
> Belakangan aku mengetahui ternyata para teman guru wanita cemburu terhadap
> keberadaanku. Pengalaman serupa juga dialami oleh seorang guru perempuan
> lain. Yang entah bagaimana ceritanya. Ibu guru ini menjadi perbincangan yang
> tidak renyah terdengar.
>
> Bagiku ini sebuah ujian. Aku harus bisa membuktikan pada mereka bahwa aku
> seorang perempuan baik-baik, yang hanya punya niat pengabdian. Setiap
> langkah, ucap dan tindakan aku jaga sebaik mungkin. Aku tidak ingin
> kehadiranku menjadi benalu yang meresahkan. Aku ingin memercikan setitik
> embun di sekolah ini. Aku ingin bersahabat dengan mereka.
>
> Kondisi seperti itu, sempat membuatku tertekan. Tidak mudah untuk
> meyakinkan mereka bahwa aku tidak seperti yang mereka kira.
>
> Karena itu menunggu hari Sabtu merupakan penantian yang kurasakan terlalu
> lama. Ingin segera rasanya pulang kampung. Untuk lari dari tekanan pergaulan
> antar guru. Pulang kampung yang tidak seberapa jaraknya, rasanya seperti
> selesai berpetualang menjelajah rimba. Menghirup udara kampung halaman,
> apalagi bertemu dengan Ibu, Bapak dan saudara-saudaraku, rasanya keluar dari
> lubang jarum. Lega! Kutumpahkan semua keluh kesah. Tentang kondisi alamnya,
> tentang masyarakatnya, tentang teman-teman di sekolah. Tentu juga ketidak
> nyamanan tinggal di sana. Meski Werasari tidak bisa juga disebut kota, tapi
> jauh lebih baik dibanding Desa Salakaria. Setidaknya angkutan umum sudah
> mulai banyak. Sudah ada banyak Angdes (Angkutan Pedesaan).
>
> Aku selalu rindu dengan *murotal* yang suaranya hampir memenuhi setiap
> sudut rumah. Terang saja, di Werasari pesantren ada di banyak tempat.
> Pendidikan agama menjadi yang utama. Maka ketika aku mendapati desa tempatku
> mengabdi jauh dari tuntunan agama. Rasanya aku berada pada jaman kegelapan.
>
> Ibu yang selalu menjadi tumpahan tangisku. Di pangkuannya aku meratapi SK
> pengangkatanku. Sementara teman-teman seangkatan ditempatkan di kota, kenapa
> harus aku yang mendapatkan desa terpencil itu. Aku tidak yakin aku mampu
> mengemban tugas ini. Belum pun tahun berganti, sepertinya aku ingin menyerah
> saja.
>
> Tapi lagi-lagi Ibu yang selalu menguatkanku, bahwa Allah tidak semata-mata
> memberi sesuatu jika tidak ada kebaikan di dalamnya. Maka bersabarlah,
> berserah dan ikhlaskan setiap gerak langkah. Insyaallah suatu saat kamu akan
> menuai indahnya. Begitu selalu Ibu bilang. Hingga akhirnya aku merasa ringan
> tinggal di desa yang begitu asing. Dan seiring dengan berjalannya waktu,
> akupun dapat diterima dengan baik di lingkungan sekolah dan masyarakat.
> Alhamdulillah.
>
> * * * * *
>
> Seringkali usia adalah sumber ketakutan bagi perempuan. Aku mengalaminya.
> Tahun 1979 umurku genap 23, usia yang sudah lebih dari cukup untuk membina
> sebuah rumah tangga untuk ukuran masa itu. Entah kenapa ketika itu do'aku
> yang selalu kupanjatkan adalah memohon pada Tuhan untuk tidak dijodohkan
> dengan pemuda Desa Salakaria. Mengingat kehidupan beragama di sana masih
> terlalu sederhana. Tentu aku tidak ingin memiliki imam yang tidak mampu
> mengimami aku.
>
> Dalam setiap lantunan do'a, bayang-bayang memiliki suami dari desa itu
> selalu mengusikku. Ketakutanku semakin menguat tatkala kutahu betapa banyak
> sekali yang belum paham tentang akidah dan akhlaq. Kekhawatiranku
> berkepanjangan dan tak beralasan sebenarnya, karena saat itu aku sudah
> memiliki kekasih yang akan menjadi benteng pertahananku manakala ada pemuda
> yang mencoba mendekatiku.
>
> Namun Tuhan Maha Segala Tahu. Semakin ketakutanku meraja. Saat itulah
> ketakutanku seketika menjadi nyata. Tanpa kuduga, pinangan seorang lelaki
> sangat mengejutkan aku. Bagaimana tidak! Lelaki itu asli dari Desa Salakaria
> yang sebelumnya tak pernah kutahu keberadaannya dimana. Tiba-tiba dia hadir
> dan menyatakan keinginannya menikah denganku.
>
> Oh Tuhan…Bukan ini do'a yang kuharap Engkau kabulkan. Aku berkeinginan
> sebaliknya. Aku ingin dipersunting kekasihku, bukan lelaki ini. Alih-alih
> kumenolak, aku malah dihadapkan pada pilihan yang sulit. Bukan segera
> kumenarik diri tapi kumerasa tak mampu untuk menjauh. Bukan perlahan
> kumantapkan hati untuk menikah dengan kekasihku, yang ada kebimbangan
> membimbingku untuk tak lekas mengambil keputusan.
>
> Bagaimana ini? Perasaanku tak berbentuk. Aku enggan tapi ada harap yang dia
> bentangkan untukku. Sebuah ketulusan. Hanya itu yang kutahu. Aku tak ingin,
> tapi ku tak berniat untuk berkata tidak. Orangtuaku lah yang akhirnya
> menjadi tempat curhatku. Tempat kubertanya kemana harus melangkahkan kaki.
> Kudengarkan pandangan-pandangan mereka. Satu hal yang hingga anak
> perempuanku menjatuhkan pilihannya, kalimat ini yang tertanam di pikiranku
> "seorang wanita lebih baik dicintai".
>
> Aku masih dalam ambang ragu. Bagaimana mungkin aku menikah dengan orang
> yang tidak aku cintai? Cukupkah dengan hanya dia mencintai aku? Aku belum
> menemukan jawabannya. Pun aku belum tahu bagaimana keseharian dia. Dia pergi
> dalam waktu yang lama. Dan datang dalam waktu yang sangat singkat. Kadang
> tak sempat bertegur sapa apalagi bercengkrama. Siapa sebenarnya dia?
>
> Hatiku bersahutan menjawab antara ya dan tidak. Kebimbanganku mencapai
> klimaks. Dalam keadaan tak jelas itu, hatiku condong untuk tidak menikah
> dengan kekasihku. Tanpa ingin kutahu penyebabnya, selesai sudah urusanku
> dengan dia.
>
> Tapi meski begitu tak lantas aku mantap untuk menjadi istri lelaki itu.
> Masih harus kulewati kotemplasi yang cukup lama, sehingga akhirnya aku
> memutuskan hal besar dalam hidupku.
>
> Jika kemudian aku menerima uluran cintanya, restu kedua orang tua yang
> menjadi pondasinya. Lainnya aku belum punya. Yang aku tahu, lelaki itu
> terlahir dari keluarga baik-baik. Keluarga yang harmonis, agamis, dan salah
> satu keluarga yang dihormati di Desa Salakaria. Aku memang belum tahu
> tentang keistiqomahan lelaki itu dalam menjalankan ibadah, tapi aku sangat
> mengenal kedua orangtuanya, terutama sang bapak yang kelak menjadi bapak
> mertuaku adalah sosok yang luar biasa. Ini juga yang menambah daftar tak ada
> alasan bagiku untuk meragukan sosok lelaki itu.
>
> Maka kubiarkan hatiku menyambut cintanya secara perlahan. Kunetralkan
> perasaanku untuk dapat melihat keseluruhan dalam diri lelaki itu secara
> objektif. Kukumpulkan testimoni yang ada walau tak banyak. Aku membuat
> analogi bahwa buah tak kan jatuh jauh dari pohonnya. Kuberharap dalam do'a
> agar lelaki itu sedikit banyak memiliki kepribadian seperti bapak. Tak
> kubiarkan perasaan takut mengelabuiku lagi.
>
> Lelaki itu hanyalah lelaki biasa, yang hanya memiliki cinta tanpa
> romantismenya. Bertubuh tinggi tegap, kontras sekali dengan tubuh mungilku
> yang hanya setinggi dadanya. Seorang Pegawai Negeri Sipil Departemen
> Kehutanan di Wonosobo Jawa Tengah. Itu artinya kami harus siap dengan *long
> distance relationship*.
>
> Tak ada yang menyangka jika jodohku telah Tuhan sediakan di Desa Salakaria.
> Dan lebih tidak menyangka lagi tanpa harus berpayah menjemputnya. Aku datang
> di kediamannya, kala dia tak ada. Dan begitu dia tiba, diantara rasa kaget
> bahwa kamarnya ditempati orang asing, lelaki itu mungkin bersyukur karena
> ada semburat wajah bening menantinya.
>
> * * * * *
>
> Misteri jodoh sungguh sangat luar biasa. Tak bisa tertebak, tak dapat
> terbaca. Datangnya tanpa terduga. Manalah tahu jika Bapak dan Ibu kosku
> kelak menjadi mertuaku.
>
> Rumah kosku seperti sudah disediakan Tuhan untukku menemukan belahan jiwa.
> Dan sekarang, aku sangat mensyukuri itu. Lelah dan air mata terbayar sudah.
>
> Keyakinanku semakin nyata, manakala lelaki itu, dengan penuh keberanian dan
> rasa percaya diri, datang dan meminta aku untuk menjadi istrinya langsung
> pada orangtuaku. Satu lagi poin menjadi nilai tambah. Maka tak perlu waktu
> lama, masa perkenalanku dengannya hanya sekitar 4 bulan saja.
>
> 4 April 1980, adalah hari yang sangat bersejarah bagiku. Hari itu adalah
> hari dimana aku resmi menjadi istri dari seorang lelaki yang kini menjadi
> ayah bagi kedua anakku. Sebuah perhelatan dilaksanakan. Konon ketika itu,
> pernikahanku cukup meriah. Seserahan dilakukan pada hari H. Rupa macam
> hantaran dibawa serta. Dari mulai kayu bakar, daun pisang, pisang satu
> tandan sampai kambing. Dari perlengkapan dapur sampai perlengkapan tidur tak
> ketinggalan. Belum iring-iringan keluarga, kerabat dan sahabat yang
> mengantar mempelai pria.
>
> Prosesi acara adat lengkap. Dari mulai *sungkem, huap lingkung*, sampai
> buka pintu. Semuanya telah disiapkan oleh panitia dari sekolahku. Senangnya,
> padahal baru 1 tahun aku mengabdi, teman-teman mau membantuku mempersiapkan
> segala sesuatunya, mulai dari menyediakan gamelan sampai pemandu acara.
>
> Mengenang masa indah itu, keharuan selalu saja menyapaku. Hari yang sangat
> istimewa. Aku mengira kebahagiaanku akan berawal dari saat itu tanpa harus
> kulewati terjalnya aral terlebih dahulu. Tapi Tuhan lebih menyayangiku. Aku
> ditempanya dalam lara. Digembleng lewat perih, dididik melalui resah dan
> dibimbing dalam gulana. Namun sedemikian rumitnya, aku temukan keberkahan di
> dalamnya.
>
> Wonosobo adalah tempat pertama kami menghabiskan waktu berdua. Tempat kami
> mereguk madu pernikahan. Indahnya tak terkatakan. Pilihanku semoga tidak
> salah. Andai saja aku bisa tahu kejadian setelahnya. Aku tidak akan pernah
> mau menjalani *long distance relationship*. Apalagi harus tinggal di rumah
> mertua. Sungguh! Episode hidup yang terlampau berat kulewati.
>
> *Welcome to the real world*. Satu minggu bulan madu rasanya tak cukup
> memberiku bekal untuk masuk ke zona baru yang belum kukenali. Suka tidak
> suka, mau tidak mau, aku harus menjalaninya demi patuh pada titah suami.
>
> Pulang ke Desa Salakaria, aku tidak punya pilihan untuk tinggal selain
> tetap di rumah Bapak Sahim. Bukan lagi sebagai anak kos melainkan sebagai
> anak menantu. Posisi ini tidak menjadikan aku memiliki arti lebih bagi Ibu,
> yang notabene Ibu mertuaku. Jika sebagai anak kos aku begitu dihormati dan
> diperhatikan. Berbalik derajat selepas aku menikah dengan anak laki –
> lakinya.
>
> Hhhm…sejujurnya sangat berat aku menceritakan ini semua. Ibarat mengorek
> luka menganga yang telah tersembuhkan oleh waktu. Perih kembali menyayat
> jika aku mengingatnya. Demi Tuhan, aku mencintai Ibu mertua hingga akhir
> hayatnya. Namun jika aku menuliskan kepedihan yang pernah aku rasakan,
> semata karena aku ingin berbagi, bahwa bagaimanapun keadaannya, ketulusan
> selalu memberi arti bagi setiap hati. Waktu selalu membuktikan kebaikan akan
> tetap tumbuh menyubur dan tak pernah mati.
>
> Setelah mengantarkan aku, suamiku kembali ke Wonosobo. Status baru sebagai
> istri mulai kusandang. Aku bertekad dalam hati untuk selalu dapat menjaga
> kehormatan diri dan suami. Modalku hanya kepercayaan untuk menjaga kasih
> diantara kami tetap bersemi.
>
> Keuangan yang belum stabil, membuatku harus pintar mengelolanya. Aku dan
> suami memang bekerja. Tapi berapalah gaji PNS golongan II pada masa itu.
> Kehidupan rumah tangga benar – benar kumulai dari angka nol. Dari tangga
> paling bawah. Merangkak dan tertatih. Berjalan pun sempoyongan.
>
> Tak mungkin kulupakan, bagaimana perihnya perasaan saat dengan terpaksa aku
> harus melepas cincin kawin untuk sekedar menutupi kebutuhan sehari-hari.
> Hingga detik ini ingatan itu begitu mengiris perasaanku. Nilai cincin itu
> tak tergantikan meski –Alhamdulillah- kini aku mampu membeli perhiasan yang
> lebih mahal.
>
> ** * * * **
>
> Sejak awal aku tinggal di rumah Bapak dan Ibu, aku sudah merasa kerasan.
> Mereka sangat baik padaku. Maka idealnya tak akan ada masalah jika aku
> serumah dengan mereka. Bapak adalah seorang penyayang. Semuanya makin
> terpancar setelah aku menjadi mantunya. Apalagi aku mantu perempuan pertama
> dalam keluarganya.
>
> Namun dugaanku keliru. Rupanya Ibu mertua seperti tak mengharapkan aku
> menjadi menantunya. Sulit untuk menerka kenapa gerangan sikap Ibu begitu
> dinginnya terhadapku. Jika anaknya tak setuju menikah denganku, beliau tak
> akan memberi kami restu. Jika dia tidak menyukai aku. Tak ada pula alasan
> yang dapat kupahami.
>
> Sejak hari pertama suamiku kembali bertugas, aku mulai tidak nyaman di
> rumah yang satu tahun belakangan menjadi tempatku bernaung. Aku menjadi
> sangat asing di dalamnya terutama dengan perubahan sikap Ibu yang sama
> sekali tidak bersahabat. Pandangan sinis selalu saja menancap tajam di
> hatiku.
>
> Semoga Allah memuliakan beliau. Aku tidak bermaksud membuka aib. Dengan
> menulis ini, aku ingin dunia tahu, bahwa keengganan bisa menjadi kerelaan.
> Lawan tidak harus menjadi musuh. Dengan cinta, hati akan kembali pada
> hakikatnya. Yang belakangan berbuah kesadaran bahwa aku sangat beruntung
> dianugerahi mertua sedemikian rupa. Yang menyayangi aku dengan caranya yang
> unik.
>
> Belakangan aku tahu Ibu sangat mencintai aku. Dulu, aku tidak pernah tahu
> hati seperti apa yang dimiliki Ibu. Tidak ada damai yang ditawarkan
> kepadaku. Jika –terpaksa- beliau bicara padaku, beliau akan mengatasnamakan
> suamiku. Kado – kado yang menumpuk saat pernikahan satu per satu beralih hak
> dengan dalih bahwa suamiku memintaku menyerahkannya pada Ibu. Tak harus
> kumenolak, jikapun meminta langsung, pasti akan kuberikan.
>
> Aku kesepian! Ibu yang mestinya bisa aku ajak bercengkerama, mengibarkan
> bendera perang padaku. Setiap langkah yang kudengar seperti bunyi godam yang
> menghentak hentak jantungku. Masuk keluar rumah meninggalkan bantingan pintu
> yang sangat keras. Braakk!!! Satu dua hari aku mencoba mengabaikan setiap
> perilaku yang Ibu tunjukkan padaku. Lama – lama aku merapuh.
>
> Tak ada teman untuk sekedar aku ajak *sharing*. Suamiku pulang hanya 1
> atau 2 bulan satu kali. Dan selama itu aku harus merasakannya sendiri.
> Bukan! Bukan untuk mengeluh andaipun suamiku ada di sisiku. Aku hanya ingin
> bercerita tentang keadaan di sekolah. Tingkah polah anak didikku.
> Keseharianku di rumah tanpa harus dia tahu seperti apa keadaan yang
> sebenarnya.
>
> Beruntung sebagian waktuku terpakai oleh tugasku mengajar. Berada di depan
> kelas, memberikan materi pelajaran, sedikit mengobati rasa resah yang selalu
> saja menguasaiku saat berada di rumah. Di sekolah, sejenak aku bisa
> menghirup udara kebebasan. Menemukan anak didikku segera paham dengan apa
> yang aku ajarkan, bahagia sekali rasanya. Inginku, aku tak hanya dapat
> memberi mereka teori, tapi lebih dari itu, akupun harus bisa mendidik mereka
> menjadi manusia yang berakhlak.
>
> Dalam hitungan bulan yang belum genap setengah tahun menapaki biduk rumah
> tangga. Ada sesuatu kurasakan dalam perutku. Seperti ada makhluk hidup
> bersemayam di sana. Dalam buncah harap, kabar bahagia itu datang. Aku
> dinyatakan positif hamil. Senyumku merekah. Ada asa menyeruak dalam kalbu
> semoga keadaan menjadi lebih baik. Seraya berharap bahwa ibu mertua akan
> menampakkan sisi keibuannya demi mendengar aku hamil.
>
> Lagi – lagi aku salah besar. Sikap Ibu mertua padaku tidaklah berubah,
> malah makin menjadi. Yang seharusnya aku berada pada zona nyaman yang sangat
> diperlukan seorang Ibu hamil, tidak aku temukan. Setiap hari yang aku
> rasakan adalah tekanan batin yang luar biasa. Sensitifitas yang meninggi
> karena hormon kehamilan membuat keadaanku begitu memprihatinkan. Wajah
> tirus, badan kurus. Air mata tak henti menganak sungai.
>
> Kalau saja aku pernah tahu bagaimana neraka, mungkin aku bisa
> menganalogikan yang aku alami seperti dalam neraka. Menatap wajah Ibu mertua
> yang seolah penuh kebencian menciutkan nyaliku. Mendengar suaranya yang
> seakan membentak, bergetar seluruh tubuhku. Terdengar langkah kakinya
> mendekat saja, seketika itu berhenti detak jantungku.
>
> Aku musuh bagi Ibu mertua. Tak ada yang boleh bersikap baik padaku. Tak
> boleh ada yang membelaku. Setiap kali ada keluargaku dari Werasari yang
> berkunjung, selalu saja beliau menunjukkan sikap tak ramah. Apalagi jika
> mereka membawakanku oleh – oleh, baik itu makanan ataupun barang.
>
> Dalam diam aku mencari jawab kenapa Ibu berbuat tak layak padaku. Aku
> temukan hipotesa sementara. Beliau sangat takut kehilangan kasih sayang
> suamiku. Suamiku adalah anak laki – laki pertamanya. Anak yang telah
> berpenghasilan tetap, dimana Ibu mertua yang selalu menjadi tujuan setiap
> kali suamiku mendapat upah dari hasil berpeluh lelah sebelum menikahi aku.
>
> Maka ketika anak laki – lakinya menikah, praktis dia memberikan nafkah
> padaku. Otomatis, yang didapat Ibu berkurang. Inilah yang memicu ketidak
> sukaan Ibu padaku. Rabb! Aku istri dari suamiku yang tidak akan pernah
> membiarkan dia berpaling dari Ibundanya. Bagaimanapun, seorang lelaki seumur
> hidupnya untuk Ibunya. Sementara perempuan, setelah menikah, pengabdiannya
> beralih untuk suaminya. Tentu saja sampai kapanpun aku tidak akan pernah
> membiarkan suamiku abai terhadap Ibunya.
>
> Satu – satunya teman yang setia menemaniku adalah majalah Ayahbunda yang
> selalu menjadi buah tangan dikala suamiku pulang mengunjungiku. Mencoba
> menempatkan kesakitanku di tumpukan paling bawah lapisan hati, aku berfokus
> diri untuk tetap menjaga janin yang ada dalam kandungan. Aku tidak ingin
> hanya gara – gara penderitaan Ibunya, janinku bermasalah. Aku tahu betul
> betapa sangat berpengaruh kondisi psikis Ibu terhadap kondisi janin.
>
> Kuperbanyak keilmuan tentang bayi dan seluk beluknya dengan membaca. Dengan
> begitu, nelangsaku tersembunyi. Tak ingin kemurunganku terbaca oleh
> siapapun. Akupun belajar menjadi sebenar – benar Muslim, bahwa kebahagiaan
> terpancar di wajahnya, sementara kesedihan tersimpan di hatinya. Tapi
> bagaimanapun kusimpan rapih segala kesedihan, lambat laun orang – orang di
> sekitarku mengetahuinya.
>
> Tak perlu kata kuumbar demi mencari belas kasihan. Tak mesti kuperlihatkan
> wajah bermuram durja, toh pada akhirnya banyak orang tahu, kalau aku
> menderita, berada di bawah tekanan Ibu mertuaku sendiri. Mereka
> menganalisis, memperhatikan situasi. Dan kesimpulanpun mereka dapatkan.
>
> Dengan tabiat yang selama ini, jauh sebelum aku masuk ke dalam keluarga
> suamiku, Ibu adalah sosok yang memiliki tingkat egoisme di atas rata – rata.
> Kata – katanya yang keluar tanpa reduksi seringkali membuat siapa saja
> jengah mendengarnya. Tak jarang orang dibuat menangis hanya karena hal
> sepele. Lidah tak bertulang. Luka badan karena sembilu, obat masih bisa
> didapat. Tapi luka hati karena kata. Kemana hendak obat dicari? Begitu
> pepatah bilang.
>
> Diantara marah yang kadang menguasai, aku maklum sepenuhnya dengan Ibu
> mertua yang semasa kecil dari keluarga berada. Kakek buyut suami adalah
> seorang pamong desa. Hal ini menjadikan Ibu mertua sosok yang manja padahal
> anak sulung. Keadaan tersebut tidak lantas membuat Ibu mertua ingin
> bersekolah. Lain halnya dengan adik – adiknya, Ibu tak sampai lulus Sekolah
> Pertama.
>
> Kekayaan tidak seiring dengan pola pikir yang terbuka. Inilah yang membuat
> Ibu egois. Tidak ingin direndahkan tetapi cenderung meremehkan orang lain.
>
> Diantara kekurangannya, Ibu adalah orang yang sangat baik. Memberi adalah
> hal yang selalu dilakukannya. Setiap kali Bapak gajian, atau Ibu dapat
> arisan atau anak – anakku dapat ranking di sekolahnya, lembaran rupiah tak
> sayang beliau hibahkan. Begitupun jika ada makanan. Tentu dibagikannya pada
> kami. Anak dan cucu yang rumahnya paling dekat.
>
> Kehamilanku semakin membesar. Permasalahan demi permasalahan kulewati
> dengan derai air mata. Waktu sepertinya melambat. Kadang terhenti dan segan
> untuk memulai berotasi. Aku tidak akan mungkin dapat melewati semua tanpa
> kasih sayang banyak orang. Ada suami yang begitu perhatian dan sangat
> mencintaiku, ada Bapak mertua yang kadang 'terkalahkan' karena kesabarannya.
> Ada adik laki – laki suamiku yang selalu membelaku.
>
> Pernah satu kali. Entah masalah apa, aku disalahkan Ibu mertua. Mendengar
> itu, adik iparku langsung pasang badan dengan terisak. Aku diterima di
> keluarga besar suami, dihargai, disayangi. Sampai saat ini hubunganku dengan
> mereka tak berbatas, begitu dekat. Inilah yang membuatku kuat didera. Tak
> apalah berkorban sedikit untuk sesuatu yang banyak.
>
> Bahkan ketika itu, aku selalu diwanti – wanti oleh aki. Aki dan Nini adalah
> orangtua Bapak. Betapa sayang mereka padaku. Sayang, kedekatanku dengan Aki
> hanya berlangsung sesaat. Saat si Sulung berumur 1 tahun, Aki berpulang.
> Meski hanya dalam waktu yang sangat pendek. Ada satu pesannya yang akan
> selalu kuingat sampai akhir hayat.
>
> "Neneng…" . Begitu aku biasa dipanggil oleh mereka. "Omat! Sakumaha dibawa
> sangsara na ku Si Ujang3<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote3sym>,
> ulah menta ditalak!!!"4<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote4sym>.
> Demi mendengar itu aku hanya bisa mengangguk dalam isak. Aku bertekad dalam
> hati, untuk menjaga keutuhan rumah tangga, apapun yang terjadi.
>
> Kalimat aki yang selalu bisa menguatkanku hingga nanti. Setiap jengkal pilu
> kulalui, suami dan anak-anakku adalah yang utama.
>
> Bagaimana harus kubertahan di dalam rumah yang hanya berukuran 5 x 3 meter
> persegi ketika baru saja anak pertama kami lahir di tahun 1981. Ngontrak di
> sana, hingga satu tahun kemudian terpaksa aku dan suami harus tahu diri
> mengosongkannya karena yang punya rumah akan segera menikah dan menempati
> rumah tersebut. Miris sekali, di saat anak perempuanku lagi lucu-lucunya,
> kami harus berkutat mencari tempat tinggal yang nyaman untuk si kecil.
>
> Sampai akhirnya, sekitar tahun ke-3 pernikahan kami, Bapak mertua
> menghibahkan sepetak tanahnya untuk bisa kami bangun rumah. Beliau rupanya
> tidak tega melihat anak mantunya seperti kutu loncat. Terbangunlah rumah
> mungil nan sederhana. Dengan luas tidak lebih dari 7 x 5 meter persegi.
> Rumah semi permanent, yang dindingnya masih terbuat dari bilik bambu,
> meskipun sudah berlantai semen.
>
> Perlahan kehidupan cinta dan rumah tangga kami mulai tertata. Jarak yang
> memisahkan aku dan suami, tanpa ada teknologi yang bisa menghubungkan kami
> setiap saat seperti sekarang, tak lantas melunturkan kasih sayang diantara
> kami. Jujur terhadap diri sendiri adalah kuncinya. Tidak neko-neko dan
> percaya satu sama lain adalah pondasi yang memperkuat ikatan batin kami.
>
> Kejadian demi kejadian menjadi sebuah media terbaik yang Allah berikan pada
> kami sebagai penguat cinta. Tahun 1986, lahir anak kedua kami. 2 anak
> perempuan cantik. Mereka kembar dan lahir premature, baru masuk usia
> kandungan 8 bulan. Tetapi Allah lebih menyayangi mereka dan tentu saja kami,
> orang tuanya. Keduanya tidak bertahan, selang satu hari mereka kembali ke
> haribaan Tuhan. Jadilah setiap hari kami menguburkan anak tercinta.
>
> Masa berkabung buat keluarga kecil kami, terutama aku. Butuh waktu
> berbulan-bulan untuk pemulihan. Aku depresi. Belum pun luka melahirkan
> kering, aku harus dihadapkan pada kematian mereka. Aku selalu dilanda
> ketakutan dan kecemasan yang luar biasa, apalagi jika hari beranjak gelap.
> Dengan terpaksa untuk beberapa waktu aku dan anakku harus mengungsi di rumah
> mertuaku.
>
> Sedikit demi sedikit aku kembali kuat dan sadar sepenuhnya. Bahwasanya
> semua hal di dunia ini hanyalah sekedar titipan. Maka jika suatu saat Yang
> Maha Punya mengambilnya, mau tidak mau harus ikhlas. Akupun merelakannya,
> dengan do'a terpanjat, semoga kelak mereka akan menjemput kami, orang tuanya
> di pintu Syurga. Amin
>
> Akhir tahun 1988, Allah kembali mengamanahi aku dan suami seorang anak
> laki-laki yang rupawan. Dengan wajah bulat, kulit putih, mata yang besar
> ditambah dengan badan yang montok, merekahkan kebahagiaan kami. Allah telah
> mengganti yang hilang. Lengkap sudah, sepasang anak laki dan perempuan.
>
> Perkembangan motoriknya sangat bagus di awal. Berat badannya pun naik
> normal. Tidak ada yang aneh. Sampai pada suatu hari, aku menemukan keanehan
> pada gerak motoriknya. Usianya sudah 6 bulan. Tapi belum bisa loncat-loncat
> sebagaimana bayi seusianya. Tulang punggungnya masih sangat lemah, belum
> bisa berdiri tegak, digendong masih dalam posisi bayi 3 bulan.
>
> Berkali-kali dia harus mengalami semacam patah tulang karena kesalahan
> orang menggendongnya. Mereka mengira anakku normal seperti bayi seusianya.
> Berkali – kali pula aku harus menyaksikan kegetiran ketika anakku harus
> diurut oleh tukang urut. Melihat kepalanya ditarik-tarik, dijulurkan
> sedemikian rupa, mendengarnya menangis *kejer*. Membuatku terisak.
>
> Aku hanya bisa tersenyum miris jika orang-orang menanyaiku anaknya umur
> berapa, sudah bisa apa. Sementara anakku baru bisa tersenyum dan
> nendang-nendang. Belum bisa tidur miring apalagi tengkurap. Rabb!!! Hadiah
> apa lagi yang Engkau berikan pada kami. Kekhawatiran mulai menguasaiku.
> Tangisku menemani hari-hariku kembali.
>
> Dokter anak kemudian menjadi tujuan kami. Berbagai macam obat dituliskannya
> di buku resep. Diagnosanya ada kelainan pada tulang punggungnya. Habis obat
> harus segera kembali dan akan dilakukan pengobatan selanjutnya.
>
> Entah berapa kali kami keluar masuk dokter anak tanpa ada perkembangan yang
> berarti. Berniat untuk mencari pengobatan alternatif, tapi tak juga kami
> temukan pengobatan alternatif seperti apa yang bisa menangani bayi sekecil
> itu.
>
> Do'a dan ikhtiar kami maksimalkan. Lebihnya kami hanya berharap pertolongan
> dari Sang Maha Kuasa. Cinta kami, orangtuanya, tak sedikitpun terkurangi
> karena kondisinya. Tibalah hari penuh Mukjizat itu. Saat itulah aku merasa
> Allah telah menurunkan Kekuasaannya pada kami. Selalu ada jalan keluar di
> saat kita tidak pernah berputus asa akan Rahmat Nya. Hari indah itu, setelah
> pemeriksaan rutin dari dokter anak, entah kenapa, aku dan suami menggunakan
> jasa delman untuk bisa sampai terminal.
>
> Pada saat itulah, Pak kusir bertanya pada kami, pulang dari mana. Anaknya
> sakit apa. Sampailah pada pernyataan yang bagi kami benar-benar sebuah
> pencerahan
>
> "*Pak, kebetulan, kakak saya diberi kelebihan bisa menangani masalah
> seperti yang anak Bapak alami. Siapa tahu Allah memberikan jalannya, Bapak
> dan Ibu bisa mencobanya ke sana".*
>
> Ada perasaan sejuk mengalir di pori-pori kami. Mungkin inilah saatnya.
> Dengan rasa haru, kami berterimakasih pada beliau yang bukan saja
> menginformasikan, melainkan mengantarkan kami hingga di tempat.
>
> Maha Besar Allah, 3 kali terapi ke sana, sudah mulai ada perkembangan
> berarti. Anakku mulai bisa tengkurap, kemudian duduk, merambat, dan
> Alhamdulillah di usia 18 bulan, dia bisa berjalan normal. Meski terlambat,
> setelahnya perkembangannnya menjadi begitu pesat. Kini dua puluh satu satu
> tahun sudah terlewati masa itu. Tak henti syukurku terucap, bila melihat
> anak laki-lakiku itu tumbuh menjadi pria dewasa yang sehat lahir batin.
> Alhamdulillah.
>
> * * * * *
>
>
> Tiga Dasarwasa sudah. Selama itu pula aku hanya bertemu suami hanya pada
> akhir pekan. Hanya sabtu minggu. Menjalani *long distance relationship*.
> Bagai hidup seorang diri manakala suami sedang bertugas, berpikir menemukan
> solusi saat masalah datang, mengelola keuangan sedemikian rupa agar tidak
> besar pasak daripada tiang bukanlah hal yang mudah. Ada saja hal yang dapat
> menggoyahkan. Percikan dan letupan terjadi di sana sini. Namun kehadiran
> anak-anak selalu mempererat rasa yang ada.
>
> Tiga Dasawarsa mungkin sebuah rentang waktu yang tak bisa dibilang
> sebentar. Meski selama itu pula aku harus menanggung kenyataan bahwa aku
> sering merasa kesepian. Namun kesepian tak membuatku jatuh dalam kesunyian.
> Namun justru menempaku jadi sosok ibu yang bisa membimbing kedua anakku
> hingga dewasa.
>
> Kini si sulung telah menikah dan bersama suaminya menjemput impian masa
> depan mereka di lain kota. Anak kedua juga tak lagi di rumah karena harus
> mengejar ilmu di bangku kuliah di sebuah kota di Jawa Barat.
>
> Sejujurnya saat aku sendiri di teras seperti sore ini, ada perasaan takut.
> Jauh dari anak-anak. Sementara suami masih berdinas di luar kota. Meski
> sebentar lagi akan memasuki masa persiapan pensiun. Kesendirian ini
> mengingatkan bayangan tiga puluh tahun lampau. Bayangan perjuangan saat
> pertama kali menjejakkan kaki di desa ini kembali membayang.
>
> Namun aku segera tersadar, bahwa begitu banyak anugerah Tuhan yang aku
> terima selama tiga dasawarsa di desa ini. Aku bahagia menjadi seorang
> istri, seorang Ibu, seorang guru dan sebagai individu di tengah masyarakat.
>
> Aku bersyukur memiliki keluarga yang dilimpahi cinta. Kini apalagi yang
> dapat aku ingkari dari begitu banyak nikmat yang Tuhan berikan. Dalam setiap
> nafas adalah rasa syukur. Di beranda rumah ini, airmataku kembali menitik
> ketika mengingat setiap detail kisah lampau yang pernah aku lalui.
>
> Rumah ini dulu, tak pernah terbayang akan menjadi sebuah istana penyejuk
> hati. Tempat yang dulu hanya sebuah ruang. Sekarang menjadi graha yang
> sangat nyaman. Rumah yang dulu dihuni aku dan anak-anakku, kini aku ditemani
> suami yang telah memasuki masa pensiunnya. Sesekali rumah ini diramaikan
> dengan ocehan mungil jagoan kecil. Cucu pertamaku.
>
> Ya…aku dan suamiku telah menjadi eyang sekarang.
>
> Lengkap sudah kebahagiaan yang aku rasakan. Tuhan memberiku aral,
> menghadiahiku rintang, dan mengujiku dengan berbagai hal indah. Sungguh
> terdapat hikmah dari setiap kejadian. Hidup hanya satu kali. Menikmatinya
> dengan penuh rasa syukur adalah anugrah tak ternilai. Betapa indah hidup ini
> jika selalu ikhlas menjalaninya.
>
> * * * * *
>
>
>
>
> *Epilog*
>
> Tiga dasawarsa sudah. Desa Salakaria telah berganti nama menjadi Sukadana.
> Kecamatan Rajadesa berubah menjadi kecamatan Sukadana seiring dengan
> proses pemekaran wilayah. Namun Sukadana tetap seperti Salakaria, sebuah
> desa yang tersembunyi. Tidak banyak yang mengetahui. Sukadana tetap sebuah
> desa sunyi yang menawarkan kedamaian.
>
> Di tikungan Desa Sukadana, tepatnya di dekat ujung persawahan desa,
> tersembul sebuah rumah yang nyaman. Dilengkapi dengan teras yang lumayan
> lega. Aku sering tetirah ke rumah ini. Bagiku rumah itu adalah rumah
> keduaku. Menjadi tempat membuang penatku saat keletihan mendera karena
> tenggelam dalam kesibukan kerja di Ibukota.
>
> Setiap sudut rumah ini mengingatkan aku akan kepingan-kepingan masa kecil
> yang ceria. Betapa aku dulu beranjak dewasa dibawah naungan rumah yang
> halaman depannya ditumbuhi pohon angsana itu.
>
> Suatu saat, pandangan mataku tertumbuk pada sebuah buku lusuh di sela kotak
> kayu penyimpanan di bagian belakang rumah. Mendadak timbul rasa
> keingintahuanku. Segera aku tarik buku bersampul biru yang telah berdebu
> itu.
>
> Ternyata adalah sebuah *diary. *Sebuah buku harian. Lembar demi lembar aku
> buka dan baca dengan seksama. Kisahnya sungguh menarik. Penuturannya runut
> sehingga alurnya tak membosankan. Mendorong minat untuk menuntaskan hingga
> tandas di halaman terakhir.
>
> Kisahnya sungguh menarik. Sekaligus mengharukan. Tentang romantika seorang
> guru perempuan. Yang harus membimbing kedua anaknya menuju gerbang
> kedewasaan. Sementara suaminya berdinas di luar kota yang hanya pulang
> selama dua hari di akhir pekan. Dan itu berlangsung hingga tiga puluh tahun!
>
> Ketika menutup buku harian itu, tertera sebuah nama: Olih Eliyani Permana
>
> Aku mengenal betul perempuan itu.
>
> Perempuan tengah baya yang dedikasinya tak perlu diragukan lagi.
>
> Seorang guru di sebuah desa terpencil.
>
> Yang mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang yang tulus.
>
> ............................................
>
> ......................
>
> Tak kuasa aku menahan linangan air mata dari sudut kelopak mataku.
>
> PEREMPUAN ITU ADALAH: IBUKU !
>
>
>
>
> * * * *
>
> 1<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote1anc>Berdasarkan kisah nyata Olih Eliyani Permana, seorang guru SMP N 1 Sukadana,
> Ciamis, Jawa Barat. Selama hampir 27 tahun, hanya bisa bertemu suami pada
> hari Sabtu dan Minggu karena lokasi tugas yang berjauhan. Ibu dua anak ini
> bisa dikatakan seorang diri membesarkan buah hatinya. Hingga anaknya
> beranjak dewasa. Yang satu telah meninggalkan rumah karena menikah dan
> satunya tinggal di luar kota begitu memasuki bangku kuliah.
>
> 2<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote2anc>Penulis bekerja sebagai GIS Remote Sensing Officer pada sebuah lembaga
> nirlaba berjaringan internasional di bilangan Kemang, Jakarta selatan.
>
> 3<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote3anc>
> *Panggilan suami dalam keluarga*
>
> 4<http://bundagaul.com/include/fckeditor/editor/fckeditor.html?InstanceName=blogentry_body&Toolbar=se_blog#sdfootnote4anc>
> *Bagaimanapun Si Ujang membuat kamu sengsara, jangan pernah minta cerai*
>
>
>

--
"Open up your mind and fly!"
-Nursalam AR
Translator & Writer
0813-10040723
021-92727391
www.nursalam.multiply.com
www.facebook.com/nursalam.ar
3a.

Re: [catatankaki] Kehilangan Pena

Posted by: "novi_ningsih" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Fri Jul 31, 2009 9:49 am (PDT)




Pena itu tidak hilang...

Hanya saja mungkin lupa kau letakkan...

Atau lupa kau isi dengan tinta semangat.

Yeah, terus menulis,ya... :-)

Salam

Novi

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, ifan yudianto <ifanxlv@...> wrote:
>
> Lantunan lagu terasa syahdu. Menemani sang pemilik jiwa pilu. Menenangkan semangat buta, mengakhiri pemberontakan kata.
>
> Demikianlah, aku tengah kehilangan pena, berupa raga tuk bergelut dengan rasa cinta akan sebuah cerita..
>
> Di tempatku terbaring, seakan jendela antar demensi terbentang, sampai bisa kulihat kalian menari-nari di atas awan. Menikmati keindahan ragam alam, melukis warna pelangi dan menggapai bintang dengan tinta di laut hitam
> ..
> ..
> Tertegun aku hingga tak mampu berucap. Tentang kerinduan akan..
> ..
> ..sesuatu yang terpaksa dihilangkan!
>

4a.

Re: (Catcil) KORBAN FACEBOOK ITU TERNYATA AKU!

Posted by: "zaen_01" zaen_01@yahoo.com   zaen_01

Fri Jul 31, 2009 2:49 pm (PDT)



tidak hanya memakai komputer warnet lho..
kasus itu pernah saya alami beberapa kali saat saya menggunakan hp.
lewat aplikasi opera mini yang ada dalam hpku.
kebiasaan saya dalam membuka facebook lewat opera mini, adalah jarang melakukan log out.
hari itu pun saya membuka facebook dengan cara biasa. membuka aplikasi opera mini dan langsung membuka history untuk langsung ke facebook aku.. Tapi apa yang terjadi, saya malah masuk ke facebook milik seorang perempuan yang kuliah di daerah jawa timur.
aku masih kaget dan belum percaya apa yang telah terjadi dengan facebook aku yang telah berubah dengan facebook seorang gadis.
aku binggung apa yang harus aku perbuat, apakah langsung log out???
walaupun rasa isengku berkoar-koar ingin keluar begitu juga rasa ingin tahuku memberontak untuk keluar melalui jari-jariku.

dorongan rasa ingin tahuku MENANG, jari-jariku mulai beraksi. apakah jika aku mengomentari statusnya, nama sapa yang akan muncul, namaku atau nama pemilik fb ini?. jari-jariku beraksi aku memberi statusnya "hai".. dan aku kirim... terlihat nama pemilik fb dan bukan nama aku dikomentarnya...
rasa tahuku mendorong lagi untuk melakukan lebih dari itu, aku pun coba buka profil untuk mengetahui sapa dia...yang ternyata seorang mahasiswi jawa timur..aku ingin tahu apakah aku bisa mengganti profilnya dan aku coba menganti salah satu profilnya yang tertulis "lajang" menjadi "menikah". eh ternyata bisa. Tapi rasa "ewoh pengewoh dan gak enak hati, kali ini yang manang. aku pun mengembalikan profil dia kembali seperti semula.

aku berpikir untuk minta maaf, tapi aku binggung nulis dimana. akhirnya aku memutuskan untuk menulis di status dia untuk minta maaf dengan bunyi: "maaf saya gak tahu tiba-tiba bisa masuk ke fb ini... zaen_01@yahoo.com".

abis itu langsung saya log out dan login lagi ke fb aku..
kejadian itu kira-kira terjadi 3 kali dengan masuk ke facebook orang yang berbeda. tapi langsung say log out...

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, fiyan arjun <paman_sam2@...> wrote:
>
> KORBAN FACEBOOK TERNYATA ITU AKU
>
> Fiyan Anju Arjun
>
> www.bukumurahku.multiply.com
> www.srebuahrisalah.multiply.com
> FB:bujangkumbang@...
>
>
>
>
> Belum sempat kelopak mata untuk
> dipenjamkan menggapai mimpi-mimpi semu tiba-tiba ada sebuah pesan singkat masuk
> ke tubuh ponsel saya. Pesan singkat itu dikirim oleh dua kawan baik saya. Ani
> Haryanti dan Marlin Aryantie Altafâ€"yang sama-sama kawan satu komunitas saya
> pula.
>
>
>
> Pada malam itu…, kalau tidak salah pada pukul 23:20:56 pesan
> pertama dikirim oleh kawan saya bernama Ani Haryanti. Dua puluh menit lebih
> kurangnya kemudian disusul pesan singkat yangâ€"kedua masuk ke tubuh ponsel saya.
> Pesan singkat kedua itu dikirim juga oleh kawan baik saya pula, Marlin Aryantie
> Altaf.
>
>
>
> Ya, kalau saya pikir-pikir kedua-duanya sama-sama memberitahukan
> keadaan yang amat dan sangat penting untuk saya ketahui, FYI. Dalam waktu yang
> bersamaan kedua-duanya mengirimkan pesan singkat ke ponsel saya. Saya
> mendapatkan kabar pesan singkat bersamaan itu langsung terkejut. Ada apa ya yang
> sebenarnya terjadi? Pikir saya merasa tidak enak malam itu. Firasat saya malam
> itu begitu gelisah. Risau. Akhirnya saya mencoba membuka pesan singkat itu satu
> persatu di ponsel saya.
>
>
>
> Fiyan, km knp? Gak bgt
> deh.
>
>
>
> Pengirim:
> 021-9140xxxx
>
>
>
> Saya tak
> membalasnya.
>
>
>
> Tiba-tiba datang lagi pesan singkat ke ponsel saya. Lalu
> saya pun mencoba kembali untuk membukanya. Ternyata masih nomor yang
> sama.
>
> Di FB tu lho.
>
>
> Pengirim:
> 021-9140xxxx
>
>
> Dari dua pesan
> singkat itu membuat saya tambah tak bisa memejamkan kelopak mata saya.
> Seakan-akan kelopak mata saya seperti terganjal batu kerikil kecil yang tak bisa
> saya keluarkan. Entah, apa karena faktor dari pesan singkat itu membuat saya
> jadi tak bisa memejamkan mata? Entahlah. Tetapi saya merasakan hal yang membuat
> saya shocked seusai membaca pesan singkat itu. Belum habis saya untuk memikirkan
> pesan singkat pertama itu tiba-tiba datang sebuah pesan singkat lagi ke tubuh
> ponsel saya.
>
>
> Fiyan, cek facebooknya. Kamu brsan update status kamu gak?
> Afwan…
>
>
> Pengirim:
> 0811964XXXX
>
>
> Saya tambah terkejut lagi. Tapi
> yang ini benar-benar membuat saya jadi tak bisa berpikir dengan tenang. Di hati
> saya merasakan takut terjadi apa-apa dengan fasilitas dunia maya yang sering
> saya gunakan itu. Fasilitas dunia maya itu bernama Facebook. Fasilitas yang
> digunakan seluruh duniaâ€"dan semakin marak dipakai semua penggunanya.. Ya, saya
> sangat khawatir dan cemas. Terlebih ini menyangkut nama baik saya. Citra saya
> sebagai penulis. Membuat saya benar-benar lepas kontrol mengendalikan diri saya
> malam itu. “Kurang ajar sekali orang yang telah melakukan perbuatan yang tidak
> pernah saya lakukan itu.” bathin saya tak karuan untuk mencernanya
> lagi.
>
>
> Akhirnya karena penasaran saya pun membalasnya dengan memakai nomor
> ponsel adik laki-laki saya.
>
>
> Aslm, ada apa dgn FB sy mbak? Apa ada yg slh.
> Tkutny ada yg jahati FB sy.
>
>
> Dikirim.
>
>
> Tidak sampai lima menit
> balasan pun saya terima dari kawan saya itu.
>
>
> Ada kata2 maafâ€"(tidak saya
> tulis terlalu tidak sopan)â€"diganti sejam yang lalu.
>
>
> Masya Allah saya
> hanya bisa beristighfar ketika saya membaca pesan singkat balasanâ€"yang
> benar-benar membuat saya tak mampu untuk bersuara. Pesan singkat balasan itu
> jelas-jelas membuat saya tak bisa berbuat apa-apa ketika oknumâ€"dengan seenak
> perutnya mengobrak-abrik daerah fasilitas dunia maya pribadi yang saya gunakan.
> Saya semakin cemas dan khawatir. Aliah-alih mereka yang membaca dan sedang
> Online (OL) saat itu mengira saya yang menggunaknnya. “Baji****. Tujuh turunan
> saya sumpahi dunia akhirat tak bahagia,” gumam saya mencaci maki dalam
> hati.
>
>
> Akhirnya saya pun mengingat-ingat kembali sebelum peristiwa yang
> tidak mengenakan sekaligus membuat saya sangat shocked berat. Mengingat kapan
> dan dimana serta seperti apa saya melakukan interaksi menggunakan fasilitas
> internet (warnet) itu. Untungnya saya masih ingat. Masih bisa refresh
> kembali.
>
>
> Memang saat itu saya sedang menggunakan fasilitas dunia maya
> itu, komputer yang saya gunakan sedang hang di warnet tedekat di rumah saya..
> Error. Bukan itu saja loading pun perlu menambah ketajaman untuk menguji
> kesabaran berkali lipat. Namun karena komputer saya gunakan lama di akses saya
> pun pindah tempat. Dan mungkin dari snilah awal kemungkinan terjadi. Si oknum
> tersebut mengobrak-abrik fasilitas dunia maya pribadi yang saya gunakan, Dengan
> menipu dan mencemarkan nama baik saya kepada kawan-kawan saya yang sedang OL
> oknum itu dengan leluasa mengganti status OL saya malam itu. Dengan
> kata-kataâ€"ma’afâ€"orang yang sedang bersenggama dengan tendensiusnya.
>
>
>
> Secara kebetulan memang malam itu saya menggunakan fasilitas Facebook
> tetapi tidak lama di warnet. Hanya sejam kurang dan itu pun saya langsung
> pulang. Tidak kembali memeriksakan apakah fasilitas saya sudah benar-benar tidak
> aktif lagi (of) atau belum (on). Ternyata ketika saya kira sudah tidak aktif
> ternyata komputer yang saya gunakan bisa kembali digunakanâ€"dan masih fasilitas
> Facebook saya masih aktif. Dari sinilah awal perkara itu Facebook saya yang jadi
> korbannya hingga membuat kawan-kawan baik saya itu mengirimkan pesan singkatnya
> tentang ketidakanyaman status pribadi saya di Facebook itu.
>
>
> Tanpa
> ba-bi-bu saya pun mengirimkan pesan singkat kepada kawan saya itu meminta tolong
> agar password saya diganti dengan yang baru. Dengan terlebih saya memberikan
> segala identitas kepada kawan saya itu agar segera diganti malam itu juga.
> Maklum di rumah saya tidak menggunakan apalagi memasang internet paling-paling
> yang ada hanya INTERNET: Indomie, Telor dan Kornet. Itu pun tidak sering saya
> makan. Memang sih enak INTERNET ini. Selain membuat kenyang juga menambah selera
> makan bertambah. Yummy…..
>
>
> Akhirnya kawan saya itu pun mau membantu saya
> untuk mengganti segala indentitas lama saya di fasilitas dunia maya itu dengan
> yang baru. Saya pun sangat bersyukur ketika saya tanya kepada kawan saya itu
> melalui pesan singkat lagi.
>
>
> “Apa, Mbak memasang internet di
> rumah?”
>
>
>
> “Iya. Nanti di rumah!”
>
>
> Saya lega. Dapat bernafas kembali.
> Karena saya sudah merasa diselematkan oleh kawan saya itu yang sudah mau
> menolong saya untuk merubah indentitas yang lama ke indetitas yang baru.
>
>
>
>
> Benar-benar saya jera dan trauma! Terlebih ketika saya akan memasuki
> warnet. Tapi moga-moga saja hal itu tak terjadi lagi dan saya bisa lebih mawas
> diri kembali. Berjaga-jaga dan berhati-hati jika menggunakn fasilitas
> itu.
>
>
>
> Tlg ya mbak sy takut citra baik sy jd pnulis ternodai oleh oknum
> bia*** itu. Makasih banget ya mbak atas pertolongannya.
>
>
>
> (Deuh…saya
> seperti penulis sekaliber Seno Gumira Adjidarma saja pakai citra-citraan segala.
> Citra body lotion mungkin iya…)
>
>
> Malam buta itu pun akhirnya saya
> mengirimkan pesan singkat terakhir saya kepada kawan saya agar bisa membantu
> saya. Ternyata malam itu kawan saya itu mau membantu saya dan ternyata sudah
> dirubah identitas saya. Lagi-lagi saya mengucapkan syukur serta berterima kasih
> kepada kawan-kawan saya baik itu yang mau membantu dan mau memberitahukan kepada
> saya, FYI. Malam itu pun saya berjanji saya memutuskan untuk tidak lagi
> semberangan menggunakan fasilitas dunia maya secara semberono dan cuek. Hingga
> akhirnya jadilah cerita yang tak mengenakan itu saya tulis untuk diketahui
> kepada semua pengguna Facebook dimana saja berada. Berhati-hatilah
> menggunakannya. Siapkan diri Anda dengan jiwa yang bersih dan terlebih dahulu
> berdoa agar terlepas dari rasa lupa seperti halnya saya itu. Berhati-hatilah!
> Selamat berha-ha-hi kembali di Facebook.(fy)
>
>
> Ulujamiâ€"Jakarta, 30 Juli
> 2009
> Dini hari pukul 02:29 disaat usai mendapatkan kabar yang tak mengenakan
> dari dua kawan baik saya. Thanks all my frend!
>

4b.

Re: (Catcil) KORBAN FACEBOOK ITU TERNYATA AKU!

Posted by: "novi_ningsih" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Fri Jul 31, 2009 11:30 pm (PDT)



Kok bisa, sih ya?
padahal kan lewat HP?
emangnya HPnya pernah dituker? :D
*kembalikan HP-ku :D

aku juga buka FB pakai HP, tapi ga lewat operamini, pernah sih tapi cuma sesekali, karena biaya kb-nya lebih mahal :D dan yah ga pernah nemu apa yang zaen temuin :D

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "zaen_01" <zaen_01@...> wrote:
>
> tidak hanya memakai komputer warnet lho..
> kasus itu pernah saya alami beberapa kali saat saya menggunakan hp.
> lewat aplikasi opera mini yang ada dalam hpku.
> kebiasaan saya dalam membuka facebook lewat opera mini, adalah jarang melakukan log out.
> hari itu pun saya membuka facebook dengan cara biasa. membuka aplikasi opera mini dan langsung membuka history untuk langsung ke facebook aku.. Tapi apa yang terjadi, saya malah masuk ke facebook milik seorang perempuan yang kuliah di daerah jawa timur.
> aku masih kaget dan belum percaya apa yang telah terjadi dengan facebook aku yang telah berubah dengan facebook seorang gadis.
> aku binggung apa yang harus aku perbuat, apakah langsung log out???
> walaupun rasa isengku berkoar-koar ingin keluar begitu juga rasa ingin tahuku memberontak untuk keluar melalui jari-jariku.
>
> dorongan rasa ingin tahuku MENANG, jari-jariku mulai beraksi. apakah jika aku mengomentari statusnya, nama sapa yang akan muncul, namaku atau nama pemilik fb ini?. jari-jariku beraksi aku memberi statusnya "hai".. dan aku kirim... terlihat nama pemilik fb dan bukan nama aku dikomentarnya...
> rasa tahuku mendorong lagi untuk melakukan lebih dari itu, aku pun coba buka profil untuk mengetahui sapa dia...yang ternyata seorang mahasiswi jawa timur..aku ingin tahu apakah aku bisa mengganti profilnya dan aku coba menganti salah satu profilnya yang tertulis "lajang" menjadi "menikah". eh ternyata bisa. Tapi rasa "ewoh pengewoh dan gak enak hati, kali ini yang manang. aku pun mengembalikan profil dia kembali seperti semula.
>
> aku berpikir untuk minta maaf, tapi aku binggung nulis dimana. akhirnya aku memutuskan untuk menulis di status dia untuk minta maaf dengan bunyi: "maaf saya gak tahu tiba-tiba bisa masuk ke fb ini... zaen_01@...".
>
> abis itu langsung saya log out dan login lagi ke fb aku..
> kejadian itu kira-kira terjadi 3 kali dengan masuk ke facebook orang yang berbeda. tapi langsung say log out...
>
>
>
>
> --- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, fiyan arjun <paman_sam2@> wrote:
> >
> > KORBAN FACEBOOK TERNYATA ITU AKU
> >
> > Fiyan Anju Arjun
> >
> > www.bukumurahku.multiply.com
> > www.srebuahrisalah.multiply.com
> > FB:bujangkumbang@
> >
> >
> >
> >
> > Belum sempat kelopak mata untuk
> > dipenjamkan menggapai mimpi-mimpi semu tiba-tiba ada sebuah pesan singkat masuk
> > ke tubuh ponsel saya. Pesan singkat itu dikirim oleh dua kawan baik saya. Ani
> > Haryanti dan Marlin Aryantie Altafâ€"yang sama-sama kawan satu komunitas saya
> > pula.
> >
> >
> >
> > Pada malam itu…, kalau tidak salah pada pukul 23:20:56 pesan
> > pertama dikirim oleh kawan saya bernama Ani Haryanti. Dua puluh menit lebih
> > kurangnya kemudian disusul pesan singkat yangâ€"kedua masuk ke tubuh ponsel saya.
> > Pesan singkat kedua itu dikirim juga oleh kawan baik saya pula, Marlin Aryantie
> > Altaf.
> >
> >
> >
> > Ya, kalau saya pikir-pikir kedua-duanya sama-sama memberitahukan
> > keadaan yang amat dan sangat penting untuk saya ketahui, FYI. Dalam waktu yang
> > bersamaan kedua-duanya mengirimkan pesan singkat ke ponsel saya. Saya
> > mendapatkan kabar pesan singkat bersamaan itu langsung terkejut. Ada apa ya yang
> > sebenarnya terjadi? Pikir saya merasa tidak enak malam itu. Firasat saya malam
> > itu begitu gelisah. Risau. Akhirnya saya mencoba membuka pesan singkat itu satu
> > persatu di ponsel saya.
> >
> >
> >
> > Fiyan, km knp? Gak bgt
> > deh.
> >
> >
> >
> > Pengirim:
> > 021-9140xxxx
> >
> >
> >
> > Saya tak
> > membalasnya.
> >
> >
> >
> > Tiba-tiba datang lagi pesan singkat ke ponsel saya. Lalu
> > saya pun mencoba kembali untuk membukanya. Ternyata masih nomor yang
> > sama.
> >
> > Di FB tu lho.
> >
> >
> > Pengirim:
> > 021-9140xxxx
> >
> >
> > Dari dua pesan
> > singkat itu membuat saya tambah tak bisa memejamkan kelopak mata saya.
> > Seakan-akan kelopak mata saya seperti terganjal batu kerikil kecil yang tak bisa
> > saya keluarkan. Entah, apa karena faktor dari pesan singkat itu membuat saya
> > jadi tak bisa memejamkan mata? Entahlah. Tetapi saya merasakan hal yang membuat
> > saya shocked seusai membaca pesan singkat itu. Belum habis saya untuk memikirkan
> > pesan singkat pertama itu tiba-tiba datang sebuah pesan singkat lagi ke tubuh
> > ponsel saya.
> >
> >
> > Fiyan, cek facebooknya. Kamu brsan update status kamu gak?
> > Afwan…
> >
> >
> > Pengirim:
> > 0811964XXXX
> >
> >
> > Saya tambah terkejut lagi. Tapi
> > yang ini benar-benar membuat saya jadi tak bisa berpikir dengan tenang. Di hati
> > saya merasakan takut terjadi apa-apa dengan fasilitas dunia maya yang sering
> > saya gunakan itu. Fasilitas dunia maya itu bernama Facebook. Fasilitas yang
> > digunakan seluruh duniaâ€"dan semakin marak dipakai semua penggunanya.. Ya, saya
> > sangat khawatir dan cemas. Terlebih ini menyangkut nama baik saya. Citra saya
> > sebagai penulis. Membuat saya benar-benar lepas kontrol mengendalikan diri saya
> > malam itu. “Kurang ajar sekali orang yang telah melakukan perbuatan yang tidak
> > pernah saya lakukan itu.” bathin saya tak karuan untuk mencernanya
> > lagi.
> >
> >
> > Akhirnya karena penasaran saya pun membalasnya dengan memakai nomor
> > ponsel adik laki-laki saya.
> >
> >
> > Aslm, ada apa dgn FB sy mbak? Apa ada yg slh.
> > Tkutny ada yg jahati FB sy.
> >
> >
> > Dikirim.
> >
> >
> > Tidak sampai lima menit
> > balasan pun saya terima dari kawan saya itu.
> >
> >
> > Ada kata2 maafâ€"(tidak saya
> > tulis terlalu tidak sopan)â€"diganti sejam yang lalu.
> >
> >
> > Masya Allah saya
> > hanya bisa beristighfar ketika saya membaca pesan singkat balasanâ€"yang
> > benar-benar membuat saya tak mampu untuk bersuara. Pesan singkat balasan itu
> > jelas-jelas membuat saya tak bisa berbuat apa-apa ketika oknumâ€"dengan seenak
> > perutnya mengobrak-abrik daerah fasilitas dunia maya pribadi yang saya gunakan.
> > Saya semakin cemas dan khawatir. Aliah-alih mereka yang membaca dan sedang
> > Online (OL) saat itu mengira saya yang menggunaknnya. “Baji****. Tujuh turunan
> > saya sumpahi dunia akhirat tak bahagia,” gumam saya mencaci maki dalam
> > hati.
> >
> >
> > Akhirnya saya pun mengingat-ingat kembali sebelum peristiwa yang
> > tidak mengenakan sekaligus membuat saya sangat shocked berat. Mengingat kapan
> > dan dimana serta seperti apa saya melakukan interaksi menggunakan fasilitas
> > internet (warnet) itu. Untungnya saya masih ingat. Masih bisa refresh
> > kembali.
> >
> >
> > Memang saat itu saya sedang menggunakan fasilitas dunia maya
> > itu, komputer yang saya gunakan sedang hang di warnet tedekat di rumah saya..
> > Error. Bukan itu saja loading pun perlu menambah ketajaman untuk menguji
> > kesabaran berkali lipat. Namun karena komputer saya gunakan lama di akses saya
> > pun pindah tempat. Dan mungkin dari snilah awal kemungkinan terjadi. Si oknum
> > tersebut mengobrak-abrik fasilitas dunia maya pribadi yang saya gunakan, Dengan
> > menipu dan mencemarkan nama baik saya kepada kawan-kawan saya yang sedang OL
> > oknum itu dengan leluasa mengganti status OL saya malam itu. Dengan
> > kata-kataâ€"ma’afâ€"orang yang sedang bersenggama dengan tendensiusnya.
> >
> >
> >
> > Secara kebetulan memang malam itu saya menggunakan fasilitas Facebook
> > tetapi tidak lama di warnet. Hanya sejam kurang dan itu pun saya langsung
> > pulang. Tidak kembali memeriksakan apakah fasilitas saya sudah benar-benar tidak
> > aktif lagi (of) atau belum (on). Ternyata ketika saya kira sudah tidak aktif
> > ternyata komputer yang saya gunakan bisa kembali digunakanâ€"dan masih fasilitas
> > Facebook saya masih aktif. Dari sinilah awal perkara itu Facebook saya yang jadi
> > korbannya hingga membuat kawan-kawan baik saya itu mengirimkan pesan singkatnya
> > tentang ketidakanyaman status pribadi saya di Facebook itu.
> >
> >
> > Tanpa
> > ba-bi-bu saya pun mengirimkan pesan singkat kepada kawan saya itu meminta tolong
> > agar password saya diganti dengan yang baru. Dengan terlebih saya memberikan
> > segala identitas kepada kawan saya itu agar segera diganti malam itu juga.
> > Maklum di rumah saya tidak menggunakan apalagi memasang internet paling-paling
> > yang ada hanya INTERNET: Indomie, Telor dan Kornet. Itu pun tidak sering saya
> > makan. Memang sih enak INTERNET ini. Selain membuat kenyang juga menambah selera
> > makan bertambah. Yummy…..
> >
> >
> > Akhirnya kawan saya itu pun mau membantu saya
> > untuk mengganti segala indentitas lama saya di fasilitas dunia maya itu dengan
> > yang baru. Saya pun sangat bersyukur ketika saya tanya kepada kawan saya itu
> > melalui pesan singkat lagi.
> >
> >
> > “Apa, Mbak memasang internet di
> > rumah?”
> >
> >
> >
> > “Iya. Nanti di rumah!”
> >
> >
> > Saya lega. Dapat bernafas kembali.
> > Karena saya sudah merasa diselematkan oleh kawan saya itu yang sudah mau
> > menolong saya untuk merubah indentitas yang lama ke indetitas yang baru.
> >
> >
> >
> >
> > Benar-benar saya jera dan trauma! Terlebih ketika saya akan memasuki
> > warnet. Tapi moga-moga saja hal itu tak terjadi lagi dan saya bisa lebih mawas
> > diri kembali. Berjaga-jaga dan berhati-hati jika menggunakn fasilitas
> > itu.
> >
> >
> >
> > Tlg ya mbak sy takut citra baik sy jd pnulis ternodai oleh oknum
> > bia*** itu. Makasih banget ya mbak atas pertolongannya.
> >
> >
> >
> > (Deuh…saya
> > seperti penulis sekaliber Seno Gumira Adjidarma saja pakai citra-citraan segala.
> > Citra body lotion mungkin iya…)
> >
> >
> > Malam buta itu pun akhirnya saya
> > mengirimkan pesan singkat terakhir saya kepada kawan saya agar bisa membantu
> > saya. Ternyata malam itu kawan saya itu mau membantu saya dan ternyata sudah
> > dirubah identitas saya. Lagi-lagi saya mengucapkan syukur serta berterima kasih
> > kepada kawan-kawan saya baik itu yang mau membantu dan mau memberitahukan kepada
> > saya, FYI. Malam itu pun saya berjanji saya memutuskan untuk tidak lagi
> > semberangan menggunakan fasilitas dunia maya secara semberono dan cuek. Hingga
> > akhirnya jadilah cerita yang tak mengenakan itu saya tulis untuk diketahui
> > kepada semua pengguna Facebook dimana saja berada. Berhati-hatilah
> > menggunakannya. Siapkan diri Anda dengan jiwa yang bersih dan terlebih dahulu
> > berdoa agar terlepas dari rasa lupa seperti halnya saya itu. Berhati-hatilah!
> > Selamat berha-ha-hi kembali di Facebook.(fy)
> >
> >
> > Ulujamiâ€"Jakarta, 30 Juli
> > 2009
> > Dini hari pukul 02:29 disaat usai mendapatkan kabar yang tak mengenakan
> > dari dua kawan baik saya. Thanks all my frend!
> >
>

5a.

[Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "Rini Agus Hadiyono" rinurbad@yahoo.com   rinurbad

Fri Jul 31, 2009 5:21 pm (PDT)



Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Karena Sabtu diperlambangkan tanah dalam adat Sunda, banyak yang bilang aku dan Bapak cocok sebab sama-sama keras. Walau sifat itu juga yang kerap membuat kita adu argumen.

Pak, engkaulah karibku dalam keluarga kecil kita. Karena golongan darah kita sama-sama A, sama-sama repot jika ditusuk jarum untuk cek darah atau ditembus slang infus. Dulu kita sering tertawa memanjang-manjang huruf A..Aduhai, Amboi, Alus (Bagus).. Denganmu aku berbagi kesukaan lagu-lagu Evergreen, walau kemudian aku juga meminati lagu rock yang katamu brang breng brong teu paruguh.

Pak, tiap akhir semester aku deg-degan. Seperti hendak presentasi di hadapan klien atau bos, mengumpulkan aneka alasan untuk menjelaskan mengapa raporku kebakaran, mengapa aku harus mengulang mata kuliah Dasar-dasar Filsafat, dan mengapa aku terpaksa mengecewakanmu dengan tak bisa lulus segera.

Pak, ada senyum bila aku melihat coklat. Tak peduli gigiku seperti diterjang pasukan tikus (kata orang), kau tak pernah melarangku makan benda manis itu. Selalu ada setiap minggu, mulai dari coklat ayam dan coklat dua ratus perak yang sekarang langka. Lambung yang tak lagi berdaya membuatku menyerah menelan makanan itu banyak-banyak.

Pak, salah satu komik yang kaubundel sepulang kantor tahun 80-an masih tersimpan. Satu yang selamat dari sapuan banjir hampir 20 tahun silam, meski sedikit cabik-cabik. Ingat kala kau membawaku ke Gunung Agung Palaguna, memberiku hadiah karena raporku bagus. Sesekali di hari Minggu kita ke Gramedia Merdeka dan kau tak percaya aku telah menuntaskan baca sebuah buku Enid Blyton lantaran halamannya nampak utuh.

Pak, hatiku robek melihat rumah makan Padang tempat kita nongkrong bareng sekian tahun di Cikapundung berubah menjadi bandar togel. Di sana kita bercakap-cakap menikmati rendang, menyaksikan gerobak dorong berkembang menjadi warung besar dan dua belas bumbu masakan khas Bukittinggi, kemudian kaubelikan aku buku-buku Balai Pustaka. Di sana kita melihat pemilik warung menghardik tegas oknum aparat yang tak mau bayar setelah makan. Di sana juga potret jatuh-bangunnya hidup, secoklat air sungai yang mengalir di bawah jembatan.

Pak, airmataku masih berlinang setiap kali membaca Tell Me Your Dreams-nya Sidney Sheldon. Novel itu mulai mencoklat halamannya karena berpuluh kali kubuka dan kusimak tuntas. Kau yang membelikannya kala aku terkapar dihajar typhus di rumah sakit. Engkau jugalah yang memperkenalkan karya sang master storyteller kepadaku sebelumnya, walau berhilangan di tangan orang tak bertanggungjawab dan membuatku kapok meminjamkan buku.

Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Terkuak ingatan akan restumu kala aku memutuskan mundur dari dunia perkantoran dan memilih kerja mandiri. Tertancap di benak, kalimat serupa wasiatmu, "Kalau menguasai bahasa asing, kamu bisa hidup, Nak. Dan Bapak tidak perlu khawatir lagi.."

Pak, dua tahun sudah engkau berpulang. Kau telah mengajarkanku satu hal, terdapat banyak cara untuk mencintai seseorang.

5b.

Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "hariyanty thahir" anty_th@yahoo.com   anty_th

Fri Jul 31, 2009 7:00 pm (PDT)



Selamat Milad ya mbak ...
Smoga Usia berkah

Tulisan mbak pagi ini sungguh menyentuh hatiku mbak ...
Makasih ya mbak

Pagi ini juga, temanku menangis di hadapanku karena tadi malam dia mimpi bertemu ayah nya.
Dia memeluk ayah nya dengan erat
Walau sekedar mimpi, namun rindu itu terpuaskan

Aku ikut menangis karena sejak usia 8 tahun, aku juga sudah tak memiliki ayah
Namun aku hampir tak pernah bermimpi seperti dia

Aku ingat waktu SMP
Saat aku pulang sekolah, aku satu angkot dengan seorang ayah
Saat beliau turun dari angkot, anak-anaknya langsung menyambut dengan pelukan dan seketika air mataku tak terbendung

Buat sahabat yang masih memiliki orang tua yang utuh
Jangan pernah sia - sia kan kesempatan ini
Sayangi dan bahagiakan mereka

Salam
anty

5c.

Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "patisayang" patisayang@yahoo.com   patisayang

Fri Jul 31, 2009 7:02 pm (PDT)



Hiks! Jd ikut sedih n terharu bacanya. Tgl lahirnya 1 agst jg mbk?
Smg bpak mendapat tmpt layak di sisinya. Amin.

Salam,
Indar

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Rini Agus Hadiyono" <rinurbad@...> wrote:
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Karena Sabtu diperlambangkan tanah dalam adat Sunda, banyak yang bilang aku dan Bapak cocok sebab sama-sama keras. Walau sifat itu juga yang kerap membuat kita adu argumen.
>
> Pak, engkaulah karibku dalam keluarga kecil kita. Karena golongan darah kita sama-sama A, sama-sama repot jika ditusuk jarum untuk cek darah atau ditembus slang infus. Dulu kita sering tertawa memanjang-manjang huruf A..Aduhai, Amboi, Alus (Bagus).. Denganmu aku berbagi kesukaan lagu-lagu Evergreen, walau kemudian aku juga meminati lagu rock yang katamu brang breng brong teu paruguh.
>
> Pak, tiap akhir semester aku deg-degan. Seperti hendak presentasi di hadapan klien atau bos, mengumpulkan aneka alasan untuk menjelaskan mengapa raporku kebakaran, mengapa aku harus mengulang mata kuliah Dasar-dasar Filsafat, dan mengapa aku terpaksa mengecewakanmu dengan tak bisa lulus segera.
>
> Pak, ada senyum bila aku melihat coklat. Tak peduli gigiku seperti diterjang pasukan tikus (kata orang), kau tak pernah melarangku makan benda manis itu. Selalu ada setiap minggu, mulai dari coklat ayam dan coklat dua ratus perak yang sekarang langka. Lambung yang tak lagi berdaya membuatku menyerah menelan makanan itu banyak-banyak.
>
> Pak, salah satu komik yang kaubundel sepulang kantor tahun 80-an masih tersimpan. Satu yang selamat dari sapuan banjir hampir 20 tahun silam, meski sedikit cabik-cabik. Ingat kala kau membawaku ke Gunung Agung Palaguna, memberiku hadiah karena raporku bagus. Sesekali di hari Minggu kita ke Gramedia Merdeka dan kau tak percaya aku telah menuntaskan baca sebuah buku Enid Blyton lantaran halamannya nampak utuh.
>
> Pak, hatiku robek melihat rumah makan Padang tempat kita nongkrong bareng sekian tahun di Cikapundung berubah menjadi bandar togel. Di sana kita bercakap-cakap menikmati rendang, menyaksikan gerobak dorong berkembang menjadi warung besar dan dua belas bumbu masakan khas Bukittinggi, kemudian kaubelikan aku buku-buku Balai Pustaka. Di sana kita melihat pemilik warung menghardik tegas oknum aparat yang tak mau bayar setelah makan. Di sana juga potret jatuh-bangunnya hidup, secoklat air sungai yang mengalir di bawah jembatan.
>
> Pak, airmataku masih berlinang setiap kali membaca Tell Me Your Dreams-nya Sidney Sheldon. Novel itu mulai mencoklat halamannya karena berpuluh kali kubuka dan kusimak tuntas. Kau yang membelikannya kala aku terkapar dihajar typhus di rumah sakit. Engkau jugalah yang memperkenalkan karya sang master storyteller kepadaku sebelumnya, walau berhilangan di tangan orang tak bertanggungjawab dan membuatku kapok meminjamkan buku.
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Terkuak ingatan akan restumu kala aku memutuskan mundur dari dunia perkantoran dan memilih kerja mandiri. Tertancap di benak, kalimat serupa wasiatmu, "Kalau menguasai bahasa asing, kamu bisa hidup, Nak. Dan Bapak tidak perlu khawatir lagi.."
>
> Pak, dua tahun sudah engkau berpulang. Kau telah mengajarkanku satu hal, terdapat banyak cara untuk mencintai seseorang.
>

5d.

Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "fil_ardy" fil_ardy@yahoo.com   fil_ardy

Fri Jul 31, 2009 8:40 pm (PDT)



Whoaaaaaaaa.. terharuuw ih
setiap kali saya membaca memoar
tentang berpulangnya seseorang
yang kita cintai, langsung membuat
saya berpikir apa yang akan saya
tuliskan ketika orang2 yang saya
cintaipun turut berpulang. Sedih rasanya.

Btw, selamat milad ya,Mbake. Semoga senantiasa
berbahagia dunia dan akhirat.

Nuhun,

DANI

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Rini Agus Hadiyono" <rinurbad@...> wrote:
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Karena Sabtu diperlambangkan tanah dalam adat Sunda, banyak yang bilang aku dan Bapak cocok sebab sama-sama keras. Walau sifat itu juga yang kerap membuat kita adu argumen.

5e.

Bls: [sekolah-kehidupan] Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "teha sugiyo" sinarning_rat@yahoo.co.id   sinarning_rat

Fri Jul 31, 2009 9:33 pm (PDT)



kenangan indah bersama sang bapak memang dapat menjadi penyemangat dalam kehidupan ini. semoga hal-hal baik itu yang terus kita kenang dalam setiap langkah kehidupan kita. dan semoga bapak diterima dalam kebahagiaan abadi di sisi-Nya. Amin.

________________________________
Dari: patisayang <patisayang@yahoo.com>
Kepada: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 1 Agustus, 2009 09:02:23
Judul: [sekolah-kehidupan] Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Hiks! Jd ikut sedih n terharu bacanya. Tgl lahirnya 1 agst jg mbk?
Smg bpak mendapat tmpt layak di sisinya.. Amin.

Salam,
Indar

--- In sekolah-kehidupan@ yahoogroups. com, "Rini Agus Hadiyono" <rinurbad@.. .> wrote:
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Karena Sabtu diperlambangkan tanah dalam adat Sunda, banyak yang bilang aku dan Bapak cocok sebab sama-sama keras. Walau sifat itu juga yang kerap membuat kita adu argumen.
>
> Pak, engkaulah karibku dalam keluarga kecil kita. Karena golongan darah kita sama-sama A, sama-sama repot jika ditusuk jarum untuk cek darah atau ditembus slang infus. Dulu kita sering tertawa memanjang-manjang huruf A..Aduhai, Amboi, Alus (Bagus).. Denganmu aku berbagi kesukaan lagu-lagu Evergreen, walau kemudian aku juga meminati lagu rock yang katamu brang breng brong teu paruguh.
>
> Pak, tiap akhir semester aku deg-degan. Seperti hendak presentasi di hadapan klien atau bos, mengumpulkan aneka alasan untuk menjelaskan mengapa raporku kebakaran, mengapa aku harus mengulang mata kuliah Dasar-dasar Filsafat, dan mengapa aku terpaksa mengecewakanmu dengan tak bisa lulus segera.
>
> Pak, ada senyum bila aku melihat coklat. Tak peduli gigiku seperti diterjang pasukan tikus (kata orang), kau tak pernah melarangku makan benda manis itu. Selalu ada setiap minggu, mulai dari coklat ayam dan coklat dua ratus perak yang sekarang langka. Lambung yang tak lagi berdaya membuatku menyerah menelan makanan itu banyak-banyak.
>
> Pak, salah satu komik yang kaubundel sepulang kantor tahun 80-an masih tersimpan. Satu yang selamat dari sapuan banjir hampir 20 tahun silam, meski sedikit cabik-cabik. Ingat kala kau membawaku ke Gunung Agung Palaguna, memberiku hadiah karena raporku bagus. Sesekali di hari Minggu kita ke Gramedia Merdeka dan kau tak percaya aku telah menuntaskan baca sebuah buku Enid Blyton lantaran halamannya nampak utuh.
>
> Pak, hatiku robek melihat rumah makan Padang tempat kita nongkrong bareng sekian tahun di Cikapundung berubah menjadi bandar togel. Di sana kita bercakap-cakap menikmati rendang, menyaksikan gerobak dorong berkembang menjadi warung besar dan dua belas bumbu masakan khas Bukittinggi, kemudian kaubelikan aku buku-buku Balai Pustaka. Di sana kita melihat pemilik warung menghardik tegas oknum aparat yang tak mau bayar setelah makan. Di sana juga potret jatuh-bangunnya hidup, secoklat air sungai yang mengalir di bawah jembatan.
>
> Pak, airmataku masih berlinang setiap kali membaca Tell Me Your Dreams-nya Sidney Sheldon. Novel itu mulai mencoklat halamannya karena berpuluh kali kubuka dan kusimak tuntas. Kau yang membelikannya kala aku terkapar dihajar typhus di rumah sakit. Engkau jugalah yang memperkenalkan karya sang master storyteller kepadaku sebelumnya, walau berhilangan di tangan orang tak bertanggungjawab dan membuatku kapok meminjamkan buku.
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Terkuak ingatan akan restumu kala aku memutuskan mundur dari dunia perkantoran dan memilih kerja mandiri. Tertancap di benak, kalimat serupa wasiatmu, "Kalau menguasai bahasa asing, kamu bisa hidup, Nak. Dan Bapak tidak perlu khawatir lagi.."
>
> Pak, dua tahun sudah engkau berpulang. Kau telah mengajarkanku satu hal, terdapat banyak cara untuk mencintai seseorang.
>

Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer
5f.

Re: [Catcil] Sekuntum Kenangan 1 Agustus

Posted by: "novi_ningsih" novi_ningsih@yahoo.com   novi_ningsih

Fri Jul 31, 2009 11:32 pm (PDT)



So sweet :)

jadi ikutan kangen sama bapakku juga...

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "Rini Agus Hadiyono" <rinurbad@...> wrote:
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Karena Sabtu diperlambangkan tanah dalam adat Sunda, banyak yang bilang aku dan Bapak cocok sebab sama-sama keras. Walau sifat itu juga yang kerap membuat kita adu argumen.
>
> Pak, engkaulah karibku dalam keluarga kecil kita. Karena golongan darah kita sama-sama A, sama-sama repot jika ditusuk jarum untuk cek darah atau ditembus slang infus. Dulu kita sering tertawa memanjang-manjang huruf A..Aduhai, Amboi, Alus (Bagus).. Denganmu aku berbagi kesukaan lagu-lagu Evergreen, walau kemudian aku juga meminati lagu rock yang katamu brang breng brong teu paruguh.
>
> Pak, tiap akhir semester aku deg-degan. Seperti hendak presentasi di hadapan klien atau bos, mengumpulkan aneka alasan untuk menjelaskan mengapa raporku kebakaran, mengapa aku harus mengulang mata kuliah Dasar-dasar Filsafat, dan mengapa aku terpaksa mengecewakanmu dengan tak bisa lulus segera.
>
> Pak, ada senyum bila aku melihat coklat. Tak peduli gigiku seperti diterjang pasukan tikus (kata orang), kau tak pernah melarangku makan benda manis itu. Selalu ada setiap minggu, mulai dari coklat ayam dan coklat dua ratus perak yang sekarang langka. Lambung yang tak lagi berdaya membuatku menyerah menelan makanan itu banyak-banyak.
>
> Pak, salah satu komik yang kaubundel sepulang kantor tahun 80-an masih tersimpan. Satu yang selamat dari sapuan banjir hampir 20 tahun silam, meski sedikit cabik-cabik. Ingat kala kau membawaku ke Gunung Agung Palaguna, memberiku hadiah karena raporku bagus. Sesekali di hari Minggu kita ke Gramedia Merdeka dan kau tak percaya aku telah menuntaskan baca sebuah buku Enid Blyton lantaran halamannya nampak utuh.
>
> Pak, hatiku robek melihat rumah makan Padang tempat kita nongkrong bareng sekian tahun di Cikapundung berubah menjadi bandar togel. Di sana kita bercakap-cakap menikmati rendang, menyaksikan gerobak dorong berkembang menjadi warung besar dan dua belas bumbu masakan khas Bukittinggi, kemudian kaubelikan aku buku-buku Balai Pustaka. Di sana kita melihat pemilik warung menghardik tegas oknum aparat yang tak mau bayar setelah makan. Di sana juga potret jatuh-bangunnya hidup, secoklat air sungai yang mengalir di bawah jembatan.
>
> Pak, airmataku masih berlinang setiap kali membaca Tell Me Your Dreams-nya Sidney Sheldon. Novel itu mulai mencoklat halamannya karena berpuluh kali kubuka dan kusimak tuntas. Kau yang membelikannya kala aku terkapar dihajar typhus di rumah sakit. Engkau jugalah yang memperkenalkan karya sang master storyteller kepadaku sebelumnya, walau berhilangan di tangan orang tak bertanggungjawab dan membuatku kapok meminjamkan buku.
>
> Pak, ini hari Sabtu. Hari lahir kita. Terkuak ingatan akan restumu kala aku memutuskan mundur dari dunia perkantoran dan memilih kerja mandiri. Tertancap di benak, kalimat serupa wasiatmu, "Kalau menguasai bahasa asing, kamu bisa hidup, Nak. Dan Bapak tidak perlu khawatir lagi.."
>
> Pak, dua tahun sudah engkau berpulang. Kau telah mengajarkanku satu hal, terdapat banyak cara untuk mencintai seseorang.
>

6.

(catcil) Tergesa-gesa

Posted by: "agussyafii" agussyafii@yahoo.com   agussyafii

Fri Jul 31, 2009 6:43 pm (PDT)



Tergesa-gesa

By: agussyafii

Seorang pegawai terlambat pergi ke kantor, ia tergesa-gesa dengan motornya. Ditengah jalan terjadi razia dadakan oleh polisi. Prriiittt.., motornya dihentikan oleh polisi. "Mana surat-suratnya!", kata polisi. Ternyata si pengendara motor itu nggak bawa SIM. "Kamu saya tilang!", seru polisi. "wah, jangan pak, damai saja ya pak..", kata si pengendara mengiba. "Ya sudah, tidak usah damai, kamu pulang lagi, ambil dulu surat kelengkapan yang kurang!".

Si pengendara akhirnya pulang untuk mengambil SIM dan kembali berangkat ke kantor untuk bekerja. Priiitttt.., si pengendara diberhentikan polisi lagi. "Ada apa lagi sih pak?", kata si pengendara. "Anda tidak pakai helm!", kata polisi. Wah, gara-gara pulang mengambil SIM malah kelupaan helm, akhirnya si pengendara pulang mengambil helmnya.

Di tengah jalan saat kembali ke kantor, priiittttt!, "Nih.. surat-surat lengkap, helm udah bawa, serakah amat, ada apa lagi sih pak?", kata pengendara.

"Surat lengkap, helm sudah dipakai.. sekarang motornya mana?" seru polisi.

Begitulah bila kita selalu terburu-buru tidaklah ada manfaatnya selalu saja ada yang tertinggal bahkan bisa berakibat fatal pada kondisi tertentu, misalnya jika terjadi gempa.

Ada seorang teman yang menyarankan bila terjadi gempa perlu diprioritaskan adalah melindungi tubuh. Bersembunyilah di bawah meja atau bergeraklah ke ruangan yang sedikit peralatannya. Bila tidak ada meja, lindungi kepala dengan bantal atau buku. Pastikan keselamatan orang-orang di dalam rumah atau didalam gedung dengan memanggil dan menanyakan keadaan mereka. Jangan berlari ke luar dengan tergesa-gesa. Berhati-hati dengan jatuhnya pecahan genting atau kaca.

Nah, maka dari itu sebaiknya mulai sekarang jika mengerjakan sesuatu tidaklah dengan tergesa-gesa atau terburu-buru, bersikaplah dengan tenang dan bersabar serta jangan lupa bawa SIM jika mengendarai motor atau mobil, nanti bisa ditilang ama Pak Polisi kalo lupa bawa SIM.

"Bertakwalah kepada Allah, sabarlah dan jangan engkau terburu – buru."(al-Hasan al-Basri)

Wassalam,
agussyafii

7a.

[catatan kaki] SK Bandung terancam BUBAR (hiks...)

Posted by: "Hadian Febrianto" hadianf@gmail.com   hadian.kasep

Fri Jul 31, 2009 8:37 pm (PDT)



Assalaamu'alaikum wr.wb.

Sebenarnya saya ga tega memposting tulisan ini, karena baru tadi malam
merasakan kehangatan persahabatan SK Bandung pada dinner 11 orang
sahabat SK yang diakhiri dengan foto bareng (teuteup narsis mah harus
dijaga) setelah meminta seseorang memoto kami. Mohon fotonya nanti
diupload ya teh Diah, nuhun.

Mengingat beberapa personil SK Bandung akan pindah domisili, bahkan
seorang dari kami akan memulai tugas barunya awal agustus ini ke
yogya. Sebelumnya, sang sekretaris SK Bandung lebih banyak tugas di
Jakarta.

Di sisi lain, banyak juga yang baru bergabung. Semangat anggota baru
yang selalu membara tampak pada wajah-wajah optimisnya. Semoga
semangat itu tetap ada di hari-hari ke depannya.

Rasanya tidak bijaksana (tapi bijaksini) jika saya mengungkapkan, SK
Bandung terancam BUBAR.

Untuk membuktikannya, marilah kita lihat selanjutnya, apakah SK
Bandung akan BUBAR?

-bersambung euy-

--
Regards,
Hadian Febrianto, S.Si
PT SAGA VISI PARIPURNA
Jl. PHH Musthofa no.39
Surapati Core Blok K-7 Bandung
Ph: (+6222) 8724 1434
Fax: (+6222) 8724 1435

7b.

Bls: [sekolah-kehidupan] [catatan kaki] SK Bandung terancam BUBAR (h

Posted by: "teha sugiyo" sinarning_rat@yahoo.co.id   sinarning_rat

Fri Jul 31, 2009 9:14 pm (PDT)



ya pastilah.... sebentar lagi kan bulan ramadhan... kan kita puya tradisi bubar (buka puasa bareng). so dapat dipastikan dalam bulan suci itu kita semakin erat menjalin tali silaturahim. salah satu cara yang paling dapat dipertanggungjawabkan ya "bubar" itu. ner teu teh gya?

________________________________
Dari: Hadian Febrianto <hadianf@gmail.com>
Kepada: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Terkirim: Sabtu, 1 Agustus, 2009 10:37:24
Judul: [sekolah-kehidupan] [catatan kaki] SK Bandung terancam BUBAR (hiks...)

Assalaamu'alaikum wr.wb.

Sebenarnya saya ga tega memposting tulisan ini, karena baru tadi malam
merasakan kehangatan persahabatan SK Bandung pada dinner 11 orang
sahabat SK yang diakhiri dengan foto bareng (teuteup narsis mah harus
dijaga) setelah meminta seseorang memoto kami. Mohon fotonya nanti
diupload ya teh Diah, nuhun.

Mengingat beberapa personil SK Bandung akan pindah domisili, bahkan
seorang dari kami akan memulai tugas barunya awal agustus ini ke
yogya. Sebelumnya, sang sekretaris SK Bandung lebih banyak tugas di
Jakarta.

Di sisi lain, banyak juga yang baru bergabung. Semangat anggota baru
yang selalu membara tampak pada wajah-wajah optimisnya. Semoga
semangat itu tetap ada di hari-hari ke depannya.

Rasanya tidak bijaksana (tapi bijaksini) jika saya mengungkapkan, SK
Bandung terancam BUBAR.

Untuk membuktikannya, marilah kita lihat selanjutnya, apakah SK
Bandung akan BUBAR?

-bersambung euy-

--
Regards,
Hadian Febrianto, S.Si
PT SAGA VISI PARIPURNA
Jl. PHH Musthofa no.39
Surapati Core Blok K-7 Bandung
Ph: (+6222) 8724 1434
Fax: (+6222) 8724 1435

Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com
8a.

BERPRASANGKA BAIKLAH PADA ALLAH (CATATAN KAKI)

Posted by: "arya noor amarsyah arya" arnabgaizir@yahoo.co.id   arnabgaizir

Fri Jul 31, 2009 10:00 pm (PDT)



Dunia Kristen-Barat menyatakan setuju dengan dunia Islam soal keharaman babi, setelah kemunculan flu babi (Swine Flu) yang kini menyebar ke seluruh dunia.
Menurut The Spoof, situs yang memarodikan berita-berita utama media internasional, seorang ilmuwan Paris berkata: "We should do like Moslems do. Not eat pigs. Then Swine Flu virus would disappear." Kita harus seperti kaum Muslim. Tidak makan daging babi. Dengan begitu, flu babi akan lenyap.
sumber:http://warnaislam.com/berita/dunia/2009/7/28/34560/Barat_Akui_Islam_Benar_soal_Babi.htm.
Subhanallah, Allah memperlihatkan ayat-ayat-Nya. Beruntunglah kaum muslimin yang sejak turunnya ayat pengharaman babi, tidak mengonsumsi babi. Merugilah mereka yang sejak dulu hingga kini masih mengonsumi babi.
Saluran pernapasan babi memiliki penerima (reseptor) yang peka terhadap virus-virus seperti flu babi, flu manusia dan flu burung. Karena alasan itu, babi memperbesar kemungkinan virus-virus baru muncul di saat semua jenis virus itu tertularkan secara bersamaan. Virus A/H1N1, sebuah gabungan dari virus flu manusia, babi dan burung, hanya muncul pada penerima-penerima (reseptor) yang terdapat dalam saluran pernapasan babi; dengan kata lain, babi berperan sebagai sarang bagi virus-virus untuk bergabung bersama (berpadu).(harunyahya.com)
Bahaya minuman beralkohol juga sudah terbukti saat ini. Dampaknya bagi kehidupan seseorang, keluarga, masyarakat dan negara juga sudah nyata. Kaum muslimin yang tidak mengonsumsi minuman beralkohol akan terbebas dari bahayanya. Allah telah melarang kaum muslimin untuk mengonsumsi minuman beralkohol sudah sejak lama. Oleh karenanya beruntunglah kaum muslimin yang selama ini mau menjauhi minuman beralkohol.
Perbuatan maksiat, bergonta-ganti pasangan disebut-sebut sebagai perbuatan yang memicu menyebarnya virus HIV-AIDS.
Retaknya rumah tangga dan hancurnya perekonomian suatu negara, salah satunya dapat disebabkan oleh maraknya perjudian. Bayangkan bagaimana jadinya bila uang yang beredar di meja judi hingga bermilyar-milyar atau trilyunan. Apa jadinya bila uang belanja suatu rumah tangga digunakan untuk berjudi?
Ada saja ayat Allah yang ditunjukkan-Nya kepada kaum muslimin dan umat manusia. Itulah akibat dari tidak menjauhi larangan Allah. Itulah akibat dari mendustai dan tidak percaya kepada larangan Allah.
Untuk itu percayalah, Allah menurunkan hukum-hukum-Nya bukan untuk mencelakai manusia. Bukan untuk menyusahkan umat manusia.
Mulailah berprasangka baik kepada Allah, bila belum mengetahui hikmah dibalik larangan atau perintah-Nya.
Bagi kaum muslimin, tidak ada alasan untuk menolak perintah dan larangan Allah. Karena bagi mereka, dibalik perintah dan larangan-Nya terdapat hikmah. Tidak mungkin Allah mencelakai hamba-hamba-Nya.

arnabgaizir.blogspot.com
arnab20.multiply.com

Akses email lebih cepat. Yahoo! menyarankan Anda meng-upgrade browser ke Internet Explorer 8 baru yang dioptimalkan untuk Yahoo! Dapatkan di sini!
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer
8b.

Re: BERPRASANGKA BAIKLAH PADA ALLAH (CATATAN KAKI)

Posted by: "hariyanty thahir" anty_th@yahoo.com   anty_th

Fri Jul 31, 2009 11:55 pm (PDT)



Subhanallah
Smoga menjadi pembelajaran yang baik buat kita smua

TFS

Salam
anty th

Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

Group get-together

Host a free online

conference on IM.

Biz Resources

Y! Small Business

Articles, tools,

forms, and more.

Y! Groups blog

the best source

for the latest

scoop on Groups.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: