Senin, 08 Maret 2010 17:32 Artikel
Oleh: *Thoriq *
*Ikhtilaf Dalam Masalah Ijtihad *
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang orang-orang yang
bertaklid kepada sebagian ulama dalam masalah ijtihad, apakah harus dingkari
dan dijauhi? Beliau menjawab: "Alhamdulillah, dalam masalah-masalah ijtihad,
barang siapa mengamalkan pendapat ulama tidak boleh diingkari atau dijauhi.
Dan barang siapa mengambil salah satu dari dua pendapat juga tidak boleh
dingkari, jika dalam sebuah masalah ada dua pendapat. Apabila seseorang
mengetahui ada salah satu dari dua pendapat yang lebih rajih, maka hendaklah
ia mengamalkannya, jika tidak maka dibolehkan dia bertaklid terhadap
beberapa ulama yang bisa dijadikan rujukan untuk menjelaskan pendapat yang
lebih rajih diantara dua pendapat, *wallahu'alam*." (*Majmu'ah Al Fatawa*,
vol. 20, hal. 115)
Beliau berkata di tempat lain:"Adapun ikhtilaf dalam permasalahan hukum,
bisa lebih banyak lagi. Seandainya saja jika dua orang muslim ikhtilaf dalam
suatu masalah dan keduanya saling menjahui maka tidaklah tersisa dari umat
ini kemaksuman dan persaudaraan…" (*Majmu'ah Al Fatawa*, vol. 24, hal 96).
Syaikhul Islam dalam *Khilaf Al Ummah fi Al Ibadat wa Madzhab Ahlu As Sunnah
* juga menyebutkan Imam Ahmad yang berpendapat bahwa membaca* basmalah
*dalam shalat
tidak perlu dengan *jahr.* Akan tetapi beliau membaca *basmalah* dengan *
jahr* jika shalat di Madinah, karena penduduknya membaca *basmalah* dengan *
jahr*. Qadhi Abu Yu'la Al Fara' menjelaskan bahwa Imam Ahmad melakukan hal
itu dalam rangka menjaga ukhuwah (*Risalah Ulfah*, hal. 48).
*Larangan Berpecah-Belah *
Salah satu penyebab perpecahan umat adalah *imtihan* (menguji) dengan
penisbatan yang tidak berdasarkan nash. Seperti yang dicontohkan oleh Ibnu
Taimiyah, yaitu dengan mengatakan kepada seseorang:"Kamu Shukaily atau
Qarfandi?" Maka jika seseorang ditanya dengan pertanyaan seperti itu,
jawabnya adalah:"Saya bukan Shukaili atau Qarfandi, akan tetapi saya muslim
yang mengikuti Kitabullah dan sunnah rasul-Nya."
Sebagaimana diriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas ditanya oleh Muawiyah:"Kamu
mengikuti millah Ali atau millah Utsman?" Beliau menjawab: "Saya tidak
mengikuti millah Ali ataupun Utsman, akan tetapi saya mengikuti millah
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam."
Begitu juga tidak diperbolehkan *imtihan *(menguji)* *dengan penisbatan yang
sudah umum dipakai para ulama, seperti penisbatan kepada Imam* *(Al Hanafi,
Al Maliki, As Syafi'i atau Al Hambali), yaitu dengan mengatakan: "Kamu
Hanafi atau Maliki?" Juga penisbatan kepada guru ( Al Qadiri atau Al
'Adawi), atau qabilah (Al Qaisi atau Al Yamani), atau negeri (Al Iraqi, Al
Mishri atau As Syami). Juga tidak boleh berloyalitas atas nama-nama ini dan
tidak pula menyakiti mereka yang bernisbah kepadanya. Adapun yang paling
muliya di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa, tidak pandang dari thaifah
mana pun dia (Lihat, *Majmu'ah Fatawa*, vol. 3, hal. 255).* *
*Loyalitas Tidak Didasari Atas Penisbatan*
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah-rahimahullah- mengatakan: "Allah telah memberi
kabar, bahwa orang mukmin memiliki loyalitas kepada Allah, rasul-Nya serta
hamba-hamba-Nya yang mukmin. Mukmin di sini bersifat umum, barang siapa
beriman maka dia disifati dengan sifat ini. Baik mereka yang menisbahkan
diri, atas negeri, madzhab, thariqah atau yang tidak menisbahkan diri. Allah
telah berfirman:"Dan laki-laki yang beriman serta perempuan yang berimana,
sebagian mereka menjadi penolong sebagian yang lain."(At Taubah: 71).
Ibnu Taimiyah juga menyebutkan beberapa hadits, salah satunya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: "Permisalan orang-orang mukmin dalam
kecintaan, kasih dan sayang atas sesama mereka seperti satu tubuh, jika
salah satu dari anggota badan sakit maka seluruh badan ikut demam susah
tidur." (Lihat, *Majmu'ah Al Fatawa, *vol. 3, hal. 257)
*Tawadhu' Ibnu Taimiyah Kepada Ulama Madzhab Lain*
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak hanya cukup berfatwa, lebih dari itu,
amalan beliau mencerminkan apa yang beliau katakan. Ibnu Taimiyah tetap bisa
bersikap obyektif kepada para ulama lain walaupun mereka berbeda pendapat
atau madzhab. Meskipun beliau dalam banyak hal mengambil pendapat Madzhab
Hambali akan tetapi beliau memiliki beberapa murid yang bermadzhab lain,
seperti Ibnu Katsir (774 H) dan Imam Ad Dzahabi (748 H), keduanya bermadzhab
Syafi'i.
Antara Ibnu Taimiyah dan Taqiyuddin As Subki (756 H) yang bermadzhab Syafi'i
sering saling mengkritik lewat karya masing-masing, akan tetapi Ibnu
Taimiyah tetap memuji karya-karya Taqiyuddin As Subki, dan beliau tidak
memberi penghormatan kepada orang lain sebagaimana beliau menghormati
Taqiyuddin As Subki (lihat, *Tabaqat Asyafi'yah Al Kubra,* vol.10, hal.
194).
Yang juga perlu dicontoh dari Ibnu Taimiyah adalah sifat tawadhu' beliau
terhadap 'Alauddin Al Baji (724 H), salah satu ulama madzhab Syafi'i yang
mempunyai majelis perdebatan. Suatu saat mereka berdua bertemu, dan Al Baji
berkata kepada Ibnu Taimiyah: "Bicaralah, kita membahas permasalahan
denganmu." Akan tetapi Ibnu Taimiyah menjawab:"Orang sepertiku tidak akan
berbicara di hadapan anda, tugasku adalah mengambil faidah dari anda."
(*Tabaqat
As Syafi'iyah Al Kubra*, vol. 10, hal. 342)
*Nasehat Ibnu Taimiyah*
Syikhul Islam –rahimahullah- mengatakan: "Perpecahan umat yang telah menimpa
para ulama, para masyayikh, umara', serta para pembesarnya merupakan
penyebab berkuasanya musuh atas mereka. Dan itu disebabkan karena mereka
telah meninggalkan perintah untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya…"
Di tempat lain dijelaskan, bahwa Allah berfirman:"Dan hendaklah ada dari
antara kamu satu golongan yang mengajak kepada kebaikan dan menyeru kepada
hal yang ma'ruf serta melarang hal yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang memperoleh kemenangan." Ibnu Taimiyah mengatakan:"Amar
ma'ruf adalah memerintahkan untuk bersatu dan berkumpul adapun nahi mungkar
adalah menegakkan hudud dengan Syari'at Allah." (Lihat, *Majmu'ah Al Fatawa*,
vol. 3, hal. 259).
Maka, marilah kita rapatkan shaff, kikis rasa ta'ashub pada diri kita, juga
prasangka buruk terhadap yang lain, juga perasaan bahwa diri kita selalu
dalam kebenaran dan yang lain selalu berada dalam kebathilan, juga klaim
bahwa hanya kita yang memahami dien sedangakan yang lain hanyalah
*juhala'*yang tidak perlu didengarkan.
*Wallahu'alam bishowab.*
--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar