Messages In This Digest (3 Messages)
- 1.
- [ Catcil ] Gelisah Seorang Ibu From: anty th
- 2a.
- Re: (Catcil) Gift For Myself From: anty th
- 3.
- [catcil] Akhirny judulnya "AKU" From: Andri Pranolo
Messages
- 1.
-
[ Catcil ] Gelisah Seorang Ibu
Posted by: "anty th" anty_th@yahoo.com anty_th
Fri Mar 5, 2010 3:18 am (PST)
Hari ini hujan yang telah lama tak hadir kembali mengguyur kotaku. Walau tak merata dan tak lama turunnya, namun cukuplah membawa kesegaran yang tlah lama tak menyapa.
Hari ini hujan bukan saja menyapa tanah di luar gedung, namun juga ada "hujan" di ruanganku. Hari ini tangisku pecah.
"Kak, pasien yang sudah 2 hari di rawat ini pembukaannya ngga maju maju. Sudah di konsul ke dr.Mira, katanya di minta ke Salam (RS mitra kami_red) untuk USG. Kalau smua masih bagus, kita tunggu, tapi kalau bermasalah langsung di sectio. Tapi pasiennya ngga mau. Dia nangis terus dari tadi. Katanya mending dia pulang aja daripada di bawa ke rumah sakit", terang Bidan Nur kepadaku saat aku sedang menikmati santap siang bersama teman teman di pantry kantor.
Segera kusudahi santap siang dan menuju ruang persalinan. Saat itu terlintas ada 2 nyawa yang akan melayang jika ibu ini bersikeras tidak mau ke rumah sakit. Galau hatiku.
" Mungkin dia makin stress kak, karena anaknya ini mau diambil saudaranya jika sudah lahir. Suaminya ngasi aja karena hidup mereka juga sudah susah" tambah bidan Nur lagi.
Makin tercekat hatiku.
Saat memasuki ruangan, aku yang biasanya bisa ceria menghibur pasien, kali ini seolah kehilangan kata kata. Pemandangan yang ada di depanku membuat hatiku tercekat.
Di sudut ruangan, silvia yang masih berumur 9 tahun menangis sambil memeluk kakinya yang di lipat. Anak tertua dari Ibu Parida ini menangis karena melihat ibunya menangis. Sementara ibu Parida duduk dengan wajah yang membuatku terenyuh. Wajahnya tampak sangat pasrah dengan air mata yang luruh di pipinya. Pelan tangannya mengusap air mata dengan kain yang dia gunakan. Namun air bening itu jatuh dan jatuh lagi.
"Ibu kenapa ngga mau di bawa ke rumah sakit", tanyaku.
Ibu Parida Cuma menggeleng perlahan.
"Pulang aja ya bu", ujarnya perlahan.
"Kenapa bu? Kita USG aja dulu. Kita berdoa semoga masih bisa normal. Nanti ibu pulang kesini lagi ", bujukku.
"Saya ngga mau di operasi".
"Ibu ngga ada dana ya? Sudah la bu, jangan di pikirkan itu. Yang penting sekarang ibu dan bayi selamat. Kami yang akan menanggulangi biayanya. Lagian kan belum tentu di operasi", bujukku lagi.
Mendengar kata kata ku, barulah beliau menganggukan kepalanya.
Alhamdulillah ... lega sekali rasa hatiku
"Bu, saya tidak akan izinkan anak saya di ambil", ujar bu Parida dengan wajah yang sulit aku terjemahkan maknanya.
"Iya bu, nanti kalau perlu saya bantu bicara dengan suami ibu ya", aku berusaha untuk menenangkan beliau.
Segera kuminta perawat untuk menyiapkan Ambulance yang akan mengantar ibu Parida ke Rumah Sakit.
Silvia belum juga berhenti menangis. Aku memanggilnya dan membujuknya untuk tidak menangis. Bergantian aku dan perawat memeluknya untuk membantu menenangkannya. Aku ajak bocah kelas 4 SD ini berbincang tentang sekolah dan adiknya untuk mengalihkan kesedihannya.
Belum lagi ibu Parida berangkat, ibu Ningsih yang sedang menunggu kelahiran anak pertamanya mengerang kesakitan. Duh Subhanallah berat perjuangan bunda tuk melahirkan buah hati amanah Allah.
Ku hampiri Ibu Ningsih dan memberikan sugesti agar beliau bersemangat dalam menghadapi proses persalinan ini. Suami yang mendampingi tak mampu berkata apa apa. Hanya tangannya saja yang bergerak mengelis perut istrinya yang mulas. Wajah beliau tampak tegang.
Usai bu Parida berangkat dan bu Ningsih mulai tenang, aku kembali ke ruangan. Di ruangan yang mulai gelap karena mendung menyelimuti kotaku, air mataku mulai tumpah. Sengaja tak kuhidupkan lampu karena tak mau orang lain tau aku menangis.
Ya Allah, betapa berat beban Bu Parida. Sampai sampai karena ketiadaan biaya dia jadi seperti tak punya harapan hidup lagi. Bahkan tak memikirkan nasib dirinya dan bayi dalam kandungannya.
Ditambah lagi dengan niat suaminya memberikan anaknya pada orang lain karena beban hidup yang tinggi.
Tak sanggup aku melukiskan galaunya hatiku melihat kenyataan ini.
Program Jamkesmas, Medan Sehat, Keluarga Harapan tak bisa mereka dapatkan entah karena aparat pemerintah di lingkungan mereka kurang peka atau apa, aku tak sanggup menguraikannya.
Jika saja kami bisa berbuat lebih. Namun hingga saat ini, kami hanya sanggup menolong persalinan normal di Rumah Bersalin Gratiis yang sederhana ini. Kami belum memiliki ruang operasi sehingga belum bisa melayani pasien yang harus mendapat tindakan operasi.
Dalam gelap, dalam diam aku terus menangis.
Ya Allah ... Kuatkan kami untuk terus bisa menyentuh dan memandirikan pada dhuafa.
Ya Allah ... Jadikanlah kami hamba MU yang terus bersyukur
Pukul 17.30 Ibu Ningsih melahirkan bayi perempuan. Namun resahku masih tersisa karena tangisan bayi masih seperti merintih. Perawat terus berupaya melakukan resusitasi bayi agar bisa menangis kencang.
Alhamdulillah usai USG, ibu Parida diperbolehkan kembali ke RBG dan kami melanjutkan perawatan dengan pantauan ketat dari dokter kandungan.
Saat ini, pembukaan ibu Parida juga sudah mengalami kemajuan dan mulas mulas juga semakin sering.
Tak ingin rasanya pulang ke rumah hingga Bu Parida melahirkan dengan normal. Namun, ibunda tercinta juga harus mendapatkan hak dari anaknya ini. Karena jika tidak, beliau juga akan sangat gelisah menanti anaknya belum pulang se sore ini.
Hari ini ENGKAU memberikan sebuah sentuhan yang luar biasa bagi hamba MU ini ya Allah. Smoga hamba mampu memberikan karya yang terbaik agar ENGKAU dan RASUL MU tersenyum.
Medan, 5 Maret 2010
* Jangan Pernah berhenti mensyukuri smua nikmat NYA *
anty thahir
- 2a.
-
Re: (Catcil) Gift For Myself
Posted by: "anty th" anty_th@yahoo.com anty_th
Fri Mar 5, 2010 3:21 am (PST)
^_^ pengendalian diri tentunya perlu pak
salam
anty
- 3.
-
[catcil] Akhirny judulnya "AKU"
Posted by: "Andri Pranolo" apranolo@gmail.com and_pci
Fri Mar 5, 2010 5:00 am (PST)
Secara tiba-tiba, setelah sholat maghrib, dalam menunggu "telepon tadarus
rutin", tanganku bergerak membuka laptop. *Aku sangat ingin menulis*. *Waduh
*, apa yang akan ditulis sama sekali belum kefikir. Apalagi mikir judul. Yang
jelas saat ini, aku ingin ucapkan terima kasih atas lantunan doa mamah, Ibu,
adik-adikku, kakak, sahabat , dan guruku atas apresiasi doa pada "*pangemut
dinten boboran*", 5 Maret 2010 melalui SMS, jejaring FB, telp, maupun ucapan
secara langsung. Moga Allah SWT mendengar lantun doa ikhlas dari smuanya. *
Amiin* . Jujur ini adalah keadaanku saat ini. *Ah udahlah*,
*Bismillah*, *mending
*aku lanjutkan saja ke paragraph selanjutnya. Tentang judul biar kupikir
setelah tulisan ini jadi sajalah. Maaf yah...
Teman, hari ini tepat dua-tujuh-tahun, aku menapaki hari. Gak terasa yah.
Serasa baru kemarin aku berlari-keliling diantara kedua kaki kakekku. Sedih,
senang, bahagia, resah, gundah, sendiri, dan kebersamaan menjadi bagian
kehidupan yang aku jalani. Sebagai makhluk, aku sadar, bahwa dari ucap dan
tingkahku dalam interaksi seringkali menorehkan luka. Aku sadar,
*lungguh *maupun
*sujud* maaf di hadapan teman tidak akan dapat menebus salah-*khilaf* yang
menancap dalam sanubari. Namun, aku mencoba menyadarkan diri bahwa ini
adalah bagian daripada proses pendewasaan. Dengan maaf ataupun tidak dari
teman, aku masih tetap saja harus menjalani hidup ini. Tentunya dengan *upaya
lebih baik dan lebih baik lagi*. Itulah barangkali *hakikat
kesempurnaan*yang coba ku jalani. Maaf teman,
*paragraph* kedua ini tersusun egois.
Sampai saat ini, *sejati-nyata-aku* itu masih coba kuterawang. Entah.., akan
kudapat pada bagian mana dari indah-lukis kehidupan, dalam
detik-menit-jam-hari yang terangkum dalam minggu-bulan- tahun-tahun& tahun.
Aku sadar itu adalah waktu, teman.!! Itu juga jawabnya. Aku hidup dalam
waktu, aku diam, tandanya aku mati. Maka, maafkan aku Mama, Ibu, Adik,
Kakak, sahabat, pabila kurang waktu dan curahku bersama kalian. Lagi-lagi
mestinya ku sadar, bahwa kebersamaan dengan kalian itu tidak diam. Itu
bagian jalan yang harus ku tempuh, karena kalian punya hak atas aku dalam
jalannya waktu. Namun, aku masih asyik saja mencari *sejati-nyata-aku*,
padahal mungkin itu ada bersama kalian. *Hm*, aku mengulang lagi teman, *
paragraph* ini juga tersusun egois yah?
"Aku ini binatang jalang, dari kumpulannya terbuang", kata Bung Chairil
Anwar dalam "Aku". Itulah aku, *tiada-hampa*, jalang, entah kemana aku
sedetik kemudian. Tergolek lemah kah, kemudian bercampur tanah? Atau seperti
"Aku" yang mungkin masih akan hidup seribu tahun lagi?. Entahlah, tiada yang
tahu. Dan aku akan lebih tidak perduli. Maaf teman, dalam paragraph keempat
ini tidak kau temukan "kata egois"?
Bingung? begitulah hidup teman, aku diajarainya. Bagiamana aku belajar,
berfikir, berbuat, merenung-memahami. Yah memang.., yang teman pahami
kadang tidak sejalan dengan apa yang ku yakini. Itulah hikmah. Mestinya
teman paham. Bahwa kita tidak sama. *Hm lagi*, apakah lagi-lagi teman
menangkap, bahwa *paragraph *ini sama seperti seblumnya?
Memang.., demikianlah aku adanya. Maka, jangan gundah-kesal-atau sedih sama
aku. Apalagi tidak maafkan aku. Maaf teman, waktu kita sudah habis. Lihat*ajal
* di depan, belakang, samping kiri-kanan, dan atas-bawah. Lalu masihkah kau
akan bawa "Egois"-mu bersamanya? Sedangkan aku akan lebih tidak perduli!
Ngeri..?? sangat mengerikan teman! maka, aku coba tempuh tobat. Memperbaiki
diri dengan dukungan maaf-teman. *Melanjutkan lembarku, apabila tersisa*!!!.
*Judul : AKU
*
Jogja, 05-03-2010
Yang membantu Inspirasi:
Puisi "Aku" karya Chairil Anwar
--
Andri Pranolo
Gendeng GK IV/953, Yogyakarta 55225
Telp. (+62)274-547015/ (+62)81392554050)
http://apranolo.staff.ugm. ac.id
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar