Messages In This Digest (13 Messages)
- 1a.
- Re: (Info) Berita Bahagia From: Mimin
- 2.1.
- Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta From: Mimin
- 3a.
- Re: Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehkah? From: Mimin
- 3b.
- Re: Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehkah? From: Nursalam AR
- 4a.
- Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah From: satriyo
- 4b.
- Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah From: Nursalam AR
- 5.
- Harmoni kini Bali (mulai) Terancam !!! From: + Made Teddy Artiana +
- 6a.
- Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca yaa! From: bujang kumbang
- 6b.
- Re: Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca yaa! From: Nursalam AR
- 7a.
- Re: Mohon Doa Restu From: Muhammad Nahar Rasjidi
- 8.
- Inspiring Quotes from Tetralogi Laskar Pelangi.... From: t.wfarida
- 9a.
- Re: Artikel: Antara Lidah, Perkataan, Dan Perbuatan From: t.wfarida
- 10a.
- **Re: [sekolah-kehidupan] Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehka From: galih@asmo.co.id
Messages
- 1a.
-
Re: (Info) Berita Bahagia
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Wed Jun 8, 2011 4:42 am (PDT)
Wa'alaikumsalam,
barokallahu laka wa baroka 'alaika wa jama'a bainakumaa fii khoir
moga samara
2011/6/8 suhadi hadi <abinyajundi@yahoo.com >
>
>
> assalamu'alaykum sahabat eska
> Sekedar berbagi berita bahagia
> insya Allah tanggal 9 Juni 2011, sahabat kita dari Eska Jatim , Ahmad dayat
> (Cak Dayat)
> akan menggenapkan separuh diennya (menikah).
> Insya Allah resepsi akan dilaksanakan pada :
>
> hari : Kamis / 9 Juni 2011
> tempat :jl. raya jetis no 122 Mulyo Agung Malang
> Nama Calon Istri : Agie Botianovi (arek malang katanya :)
>
--
Write what you think!
http://minesweet.blogspot. com
http://id-networkers.com <http://minehaway.com/min-shop/ >
- 2.1.
-
Re: [Info Eska] Milad V di Jogjakarta
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Wed Jun 8, 2011 4:45 am (PDT)
2011/6/8 april_reto <april_reto@yahoo.com >
> baru baca :(
>
> hmmm, dengan berat hati nampaknya Juli ini gak bisa ikutan krn ada
> kepentingan lain
>
Yaaah...sayang banget gak bisa narsis bareng hehe...
Teman-teman SK harap bersabar nunggu pengumuman resmi ya.
Kemungkinan ada perubahan tempat.
--
Write what you think!
http://minesweet.blogspot. com
http://id-networkers.com <http://minehaway.com/min-shop/ >
- 3a.
-
Re: Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehkah?
Posted by: "Mimin" minehaway@gmail.com mine_haway
Wed Jun 8, 2011 4:47 am (PDT)
2011/6/7 <musimbunga@gmail.com >
> Padahal nama nia robie' itu nama pensil dari nia robiatun jumiah (hehe
> namanya panjang) dan robie' (pake 'ain) itu artinya musimbunga mknya blogku
Hehe...sama nih
Gara-gara saya singkat nama Hari Wahyuni jadi HaWay, saya dikira orang
Hawaii
Malah ada teman kantor dan teman satu komunitas yg chatting pake bhs inggris
:D
--
Write what you think!
http://minesweet.blogspot. com
http://id-networkers.com <http://minehaway.com/min-shop/ >
- 3b.
-
Re: Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehkah?
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Wed Jun 8, 2011 9:51 pm (PDT)
hehe..lucu juga,Min. Oh,itulah kenapa situs www.minehaway.com ga
dipake lagi ya?:).
Btw, terima kasih komentarnya.
tabik,
Nursalam AR
On 6/8/11, Mimin <minehaway@gmail.com > wrote:
> 2011/6/7 <musimbunga@gmail.com >
>
>> Padahal nama nia robie' itu nama pensil dari nia robiatun jumiah (hehe
>> namanya panjang) dan robie' (pake 'ain) itu artinya musimbunga mknya
>> blogku
>
> Hehe...sama nih
> Gara-gara saya singkat nama Hari Wahyuni jadi HaWay, saya dikira orang
> Hawaii
> Malah ada teman kantor dan teman satu komunitas yg chatting pake bhs inggris
> :D
>
>
> --
> Write what you think!
> http://minesweet.blogspot. com
> http://id-networkers.com <http://minehaway.com/min-shop/ >
>
--
www.nursalam.wordpress. com
- 4a.
-
Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Posted by: "satriyo" satriyo.boedi@gmail.com satriyo_as
Wed Jun 8, 2011 9:05 pm (PDT)
Mas Nursalam AR,
Assalaamu alaikum!
Terima kasih atas pencerahannya. Ada lagi yang lain yang mungkin mas juga
sudah pernah dapat via jejaring sosial dan atau mikroblog: jangan membalas
budi karena budi tidak melakukan apa-apa. Yang lainnya saya lupa. Perlu cek
lagi arsip di BBM ... ;-)
salam,
Satriyo
2011/6/7 Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com >
> Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
>
> Oleh Nursalam AR
>
>
> Janganlah menuntut ilmu karena ia tidak bersalah.
>
> Sebuah kicauan jenaka di salah satu jejaring media sosial tersebut
> membuat saya tergelak. Sang pembuat kicauan pasti orang yang kreatif.
> Ia jeli melihat kemungkinan penafsiran lain dari sebuah kata.
>
> Itu kicauan yang mungkin tampak sepele tapi sebenarnya cukup menarik
> untuk direnungkan dari sisi bahasa. Kenapa untuk "ilmu" digunakan kata
> "menuntut"? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal tersebut memang
> sudah termaktub.
>
> Dari segi asal-usul kata alias etimologi, nampaknya frasa "menuntut
> ilmu" amat kental dipengaruhi bahasa Arab, yang memang banyak
> mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia modern yang
> bersumber dari rumpun bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab, kata untuk
> "menuntut" adalah "tholaba". Atau dalam shorof (tatabahasa Arab)
> dengan fi'il madhi (past tense), mudhori' (present continuous) dan
> 'amr (instruction), tholaba-yathlubu- uthlub (menuntut-tengah
> menuntut-tuntutlah).
>
> Kata "tholaba" ini bermakna meminta atau menuntut. Juga digunakan
> dalam pengertian "belajar". Para pelajar atau mahasiswa disebut
> "tholib" atau "thalibun". Itulah kenapa gerakan dakwah salafi di
> Afghanistan yang bertujuan mengembalikan kejayaan Islam di Afghanistan
> dengan model Islam salafi disebut "Thaliban". Karena gerakan tersebut
> didirikan dan sebagian besar penggerak dan pendukungnya adalah
> kalangan pelajar atau mahasiswa atau tholiban asal Afghanistan yang
> belajar di madrasah atau perguruan tinggi Islam di Pakistan (dan
> termasuk membangun basis kekuatan di kawasan perbatasan
> Pakistan-Afganistan).
>
> Aktivis Thaliban sebagian besar adalah anak-anak Afghanistan yang
> lahir dan besar di barak pengungsian di Pakistan karena keluarga
> mereka terusir dari tanah kelahirannya sejak invasi Uni Soviet
> (sekarang Rusia) pada tahun 1970-an. Dan pergolakan di Afghanistan
> terus berlanjut setelah Uni Soviet hengkang dan bubar (karena
> pertarungan antarkelompok pejuang) hingga invasi pasukan koalisi yang
> dipimpin Amerika Serikat setelah 11 September 2001.
>
> Dalam variasi kata yang lain dari kata "tholaba", sejarah emas
> perjuangan kemerdekaan Indonesia mencatat nama Sekolah Thawalib di
> Sumatera Barat yang melahirkan para ulama dan pejuang seperti Buya
> Hamka.
>
> Dalam pengertian filosofi kenegaraan, ilmu memang harus dituntut
> karena itu adalah hak. Konstitusi banyak negara di dunia termasuk UUD
> 1945 di Indonesia mencantumkan pendidikan sebagai hak asasi
> warganegara yang harus dipenuhi negara. Jika tidak, negara dianggap
> alpa dan lalai menjalankan kewajiban mendasar tersebut. Di Indonesia,
> rezim saat ini menetapkan angka 20 persen untuk anggaran pendidikan di
> APBN meskipun besaran tersebut juga mencakup biaya tetek-bengek lain
> seperti gaji guru dll, dan tidak sepenuhnya dikembalikan kepada siswa
> atau mahasiswa dalam bentuk fasilitas sekolah atau pengadaan buku
> pelajaran yang memadai.
>
> Dalam tataran personal, ilmu memang harus dituntut setiap pribadi
> karena itu juga kewajiban asasi. Agama Islam, misalnya, menjanjikan
> derajat tinggi untuk orang berilmu, dan belajar ilmu pengetahuan
> apapun adalah kewajiban tiap orang, lelaki dan perempuan, kaya atau
> miskin, tanpa pandang bulu atau jenis kelamin.
>
> Jakarta, 7 Juni 2011
>
>
>
>
> --
> www.nursalam.wordpress. com
>
>
> --------------------- --------- ------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>
- 4b.
-
Re: [bahasa] Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Wed Jun 8, 2011 9:28 pm (PDT)
Wa'alaikum salam wr.wb.
Haha...menarik juga kutipan tadi, Mas. Ditunggu ya sharing-nya hasil
arsip di BBM. Tentu ada banyak makna. Jadi sekadar humor penyegar pun
tak apa:).
tabik,
Nursalam AR
On 6/7/11, satriyo <satriyo.boedi@gmail.com > wrote:
> Mas Nursalam AR,
>
> Assalaamu alaikum!
>
> Terima kasih atas pencerahannya. Ada lagi yang lain yang mungkin mas juga
> sudah pernah dapat via jejaring sosial dan atau mikroblog: jangan membalas
> budi karena budi tidak melakukan apa-apa. Yang lainnya saya lupa. Perlu cek
> lagi arsip di BBM ... ;-)
>
> salam,
> Satriyo
>
> 2011/6/7 Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com >
>
>> Janganlah Menuntut Ilmu Karena Ia Tidak Bersalah
>>
>> Oleh Nursalam AR
>>
>>
>> Janganlah menuntut ilmu karena ia tidak bersalah.
>>
>> Sebuah kicauan jenaka di salah satu jejaring media sosial tersebut
>> membuat saya tergelak. Sang pembuat kicauan pasti orang yang kreatif.
>> Ia jeli melihat kemungkinan penafsiran lain dari sebuah kata.
>>
>> Itu kicauan yang mungkin tampak sepele tapi sebenarnya cukup menarik
>> untuk direnungkan dari sisi bahasa. Kenapa untuk "ilmu" digunakan kata
>> "menuntut"? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hal tersebut memang
>> sudah termaktub.
>>
>> Dari segi asal-usul kata alias etimologi, nampaknya frasa "menuntut
>> ilmu" amat kental dipengaruhi bahasa Arab, yang memang banyak
>> mempengaruhi pembentukan kata dalam bahasa Indonesia modern yang
>> bersumber dari rumpun bahasa Melayu. Dalam bahasa Arab, kata untuk
>> "menuntut" adalah "tholaba". Atau dalam shorof (tatabahasa Arab)
>> dengan fi'il madhi (past tense), mudhori' (present continuous) dan
>> 'amr (instruction), tholaba-yathlubu- uthlub (menuntut-tengah
>> menuntut-tuntutlah).
>>
>> Kata "tholaba" ini bermakna meminta atau menuntut. Juga digunakan
>> dalam pengertian "belajar". Para pelajar atau mahasiswa disebut
>> "tholib" atau "thalibun". Itulah kenapa gerakan dakwah salafi di
>> Afghanistan yang bertujuan mengembalikan kejayaan Islam di Afghanistan
>> dengan model Islam salafi disebut "Thaliban". Karena gerakan tersebut
>> didirikan dan sebagian besar penggerak dan pendukungnya adalah
>> kalangan pelajar atau mahasiswa atau tholiban asal Afghanistan yang
>> belajar di madrasah atau perguruan tinggi Islam di Pakistan (dan
>> termasuk membangun basis kekuatan di kawasan perbatasan
>> Pakistan-Afganistan).
>>
>> Aktivis Thaliban sebagian besar adalah anak-anak Afghanistan yang
>> lahir dan besar di barak pengungsian di Pakistan karena keluarga
>> mereka terusir dari tanah kelahirannya sejak invasi Uni Soviet
>> (sekarang Rusia) pada tahun 1970-an. Dan pergolakan di Afghanistan
>> terus berlanjut setelah Uni Soviet hengkang dan bubar (karena
>> pertarungan antarkelompok pejuang) hingga invasi pasukan koalisi yang
>> dipimpin Amerika Serikat setelah 11 September 2001.
>>
>> Dalam variasi kata yang lain dari kata "tholaba", sejarah emas
>> perjuangan kemerdekaan Indonesia mencatat nama Sekolah Thawalib di
>> Sumatera Barat yang melahirkan para ulama dan pejuang seperti Buya
>> Hamka.
>>
>> Dalam pengertian filosofi kenegaraan, ilmu memang harus dituntut
>> karena itu adalah hak. Konstitusi banyak negara di dunia termasuk UUD
>> 1945 di Indonesia mencantumkan pendidikan sebagai hak asasi
>> warganegara yang harus dipenuhi negara. Jika tidak, negara dianggap
>> alpa dan lalai menjalankan kewajiban mendasar tersebut. Di Indonesia,
>> rezim saat ini menetapkan angka 20 persen untuk anggaran pendidikan di
>> APBN meskipun besaran tersebut juga mencakup biaya tetek-bengek lain
>> seperti gaji guru dll, dan tidak sepenuhnya dikembalikan kepada siswa
>> atau mahasiswa dalam bentuk fasilitas sekolah atau pengadaan buku
>> pelajaran yang memadai.
>>
>> Dalam tataran personal, ilmu memang harus dituntut setiap pribadi
>> karena itu juga kewajiban asasi. Agama Islam, misalnya, menjanjikan
>> derajat tinggi untuk orang berilmu, dan belajar ilmu pengetahuan
>> apapun adalah kewajiban tiap orang, lelaki dan perempuan, kaya atau
>> miskin, tanpa pandang bulu atau jenis kelamin.
>>
>> Jakarta, 7 Juni 2011
>>
>>
>>
>>
>> --
>> www.nursalam.wordpress. com
>>
>>
>> --------------------- --------- ------
>>
>> Yahoo! Groups Links
>>
>>
>>
>>
>
--
www.nursalam.wordpress. com
- 5.
-
Harmoni kini Bali (mulai) Terancam !!!
Posted by: "+ Made Teddy Artiana +" made.t.artiana@gmail.com
Wed Jun 8, 2011 9:05 pm (PDT)
*Harmoni Bali (mulai) Terancam !!*
By Made Teddy Artiana
fotografer, penulis, event organizer dan yang paling penting : Orang Bali.
Pengalaman meliput prosesi Hari Raya Nyepi di Bali kali ini memang terbilang
diluar skenario. Agak menyedihkan. Bayangkan, hampir 5 tahun lebih aku tidak
merasakan Nyepi di Bali (Dalam setahun aku bisa berkunjung sebanyak 3 hingga
4 kali, untuk urusan potret memotret dan tentunya tidak pada Hari Raya
Nyepi). Ingatan tentang kehebohan malam pengrupukan dan keheningan dan gelap
pekatnya malam Nyepi, sudah membayang dipelupuk mata. Sebagai orang Bali
yang lahir dan besar di Bali aku sangat mencintai kampung halamanku.
Kecintaan terhadap kampung halaman, mungkin milik semua orang, tetapi aku,
lebih dari itu semua. Aku terobsesi. Sebagian orang mengataiku : norak. *
Biarin* ! Hehehe... Apapun itu *I realy love Bali*.
Semuanya lebih kepada kecintaan yang luar biasa terhadap budaya, adat dan
terutama harmoni yang selalu kurasakan disini. Dan kini, ketika rasa rindu
itu aku harap dapat terpuaskan sepuas-puasnya- aku bertemu 'sesuatu' yang
sama sekali tidak aku harapkan disana. Sesuatu yang sangat mengganggu, cukup
membekas dan sejujurnya mengecewakan. *Dasar kampreeet !!!*
Lokasi yang kupilih adalah Pesanggaran, tidak jauh dari daerah Kuta. Konon
prosesi pengrupukan disini demikian meriah. Sebuah spot diperempatan jalan
itu menjadi pusat prosesi. Tiba dilokasi kira-kira pukul 09.00 WITA, aku
segera sibuk dengan berbagai rencana angle pemotretan. Berjalan hilir mudik,
dengan mata jelalatan ke segela arah. Namun sekonyong-konyong telingaku
menangkap sebuah bunyi dengung yang semakin jelas, yang tadinya kupikir
pengaruh pesawat yang belum netral benar. Bunyi apaan sih ini !? Tak berapa
lama kemudian, mataku menangkap sesuatu yang kucurigai sebagai sumber
dengungan tersebut. Astagaaaa !!! Itu dia, cerobong segede bagong itu
gara-garanya ! Gilaa !! Ini Bali atau Bontang !?! (Kota industri di
Kalimantan Timur sana, aku memang sempat beberapa kali kesana untuk
pembuatan profile sebuah perusahaan).
Setengah tak percaya aku menatap cerutu raksasa itu dengan bertolak
pinggang. Kok bisaa ?!? Tak habis pikir rasanya.
"Memang lagi masalah itu Mas..", sapa seseorang dari arah belakang.
Seorang Bapak paruh baya, sepertinya penduduk sekitar.
"Dia ?", tanyaku sambil menunjuk benda yang rasanya kurang pas ada di sana.
"Masalah kenapa Pak ?", tanyaku balik.
"Yah selain asap, suaranya itu sangat mengganggu sekali Mas", keluhnya putus
asa.
"Terus..kenapa dibiarin ada disitu Pak ?"
"Ah..kaya ndak tahu Indonesia aja Mas ini..", ujar Si Bapak sinis,
"Jangankan AMDAL, pokoknya berdiri dulu, ijin belakangan, persetan sama
rakyat. Mau rakyat tuli kek...mau demo sampai serak kek..mau sesak nafas
kek...yang penting 'pencitraaan' jalan teruusss.."
Aku hanya bisa *nyengir asem*. Yaah memang benar...beginilah negaraku.
Jangankan cerobong asap, lumpur Lapindo seluas itu aja gak keliatan.. yang
pasti pencitraan jalan terus...kampret..kaaampreet ..!
Malam pengrupukanpun datanglah, tapi aku masih belum bisa melepaskan pikiran
ini dari Si Cerobong Raksasa itu. Nyepi besok, pastinya tidak 'sesepi' Nyepi
seharusnya, bathinku. Hanya itu yang bolak-balik terlintas, dan berbicara
dikepala ini tiada henti. Benar-benar mengganggu. Dan benar, keesokan
harinya bunyi dengung itupun bak lebah sumbang terdengar 'mengganggu'
keheningan Nyepi. Suasana hening ini yang kurindukan, dan aku percaya semua
orang Balipun merindukannya. Tapi untuk sebagian wilayah Bali, rupanya
mereka harus merelakan dengungan sombong itu merusak keheningan mereka.
(Sedikit penjelasan bagi mereka yang belum pernah merasakan Hari Raya Nyepi
di Bali. Di Hari Raya Nyepi ini orang-orang dilarang keluar rumah. Tidak
hanya itu segala bunyi-bunyian pun berhenti total hari ini, bahkan lampu.
Bali menjadi demikian sepi, gelap dan hening).
Oh iya, aku bukan pemeluk agama Hindu, aku seorang Kristiani. Tetapi
beruntung, dari sekolah dasar kelas satu, aku sudah mempelajari agama Hindu.
Dan ini sangat menyenangkan. Sejauh yang ku tahu, Hindu memang bukan cuma
agama, Hindu adalah budaya. Dan karena budaya, maka cakupannya pun demikian
luas dan membumi. Salah satu konsep yang paling aku suka adalah Tri Hita
Karana. Secara bebas aku menterjemahkan konsep ini sebagai tiga bentuk
keharmonian yang utuh. Aku rasa ini berlaku untuk seluruh umat manusia.
Harmoni dengan alam, harmoni dengan manusia dan harmoni dengan TUHAN. Konsep
yang sangat indah.
Sayangnya, justru konsep inilah yang sedang dirusak oleh cerobong sombong
itu. Mereka, para pejabat diatas sana mungkin boleh berkoar, industri
kelistrikan untuk kesejahteraan rakyat. Topeng yang paling mudah dikenakan,
apalagi oleh para oknum politisi : untuk kesejahteraan rakyat. Tetapi bagiku
pribadi, jika semua itu mengganggu dan merusak tiga keharmonian diatas, ini
bukan lagi kesejahteraan namanya, tapi : kepentingan ! Kepentingan bertopeng
kesejahteraan, yang memperkosa keharmonian.
Darimana kesejahteraan akan muncul jika hubungan dengan alam, manusia dan
TUHAN terganggu ? Keharmonian adalah dasar dari segala kesejahteraan !
Singkat cerita, aku memutuskan untuk pindah menginap dari daerah itu.
Terlalu mengganggu buatku. Bagaimana dengan mereka, ribuan penduduk sekitar
sini, yang sehari-hari harus menghirup asap dan mendengar dengungan mesin
raksasa itu ? Aku bertaruh mereka pasti muak akan itu semua. Kemudian
wisatawan asing, yang lalu lalang dari dan menuju Kuta. Mereka pastinya
betanya-tanya dan terganggu dengan pemandangan yang ganjil ini. *What the
hell is that ??!!!*
* *
Dugaanku tak meleset. Terakhir kubaca berita di koran bahwa memang proyek
'siluman' itu tanpa ijin, tanpa analisa AMDAL. Rakyat protes. Mahasiswa
menganalisa. DPRD rapat. Pemda sibuk. Terus kok bisa berdiri ???!!! "Sim
Salabim...tolong dibantu yaaaaakkkk....". Namanya juga sulap murahan !!
Dan yang paling mengenaskan adalah, bahwa beberapa minggu yang lalu, dari
kesaksian penduduk sekitar sana dan cerita seorang teman yang menjadi saksi
mata kejadian itu. Tengah malam, ketika sebagaian penduduk sudah terlelap,
cerobong asap itu mengeluarkan begitu banyak bara api, yang kemudian
diterbangkan angin kesegala penjuru. Mirip ketika kita membakar api unggun
kemudian mengobrak-abrik bara api ditengahnya. Dan parahnya bara api itu
hinggap tidak saja diatap rumah, tetapi juga di Sanggah (tempat sembahyang
umat Hindu di rumah) yang atapnya terbuat dari ijuk dan mudah sekali
terbakar. Kejadian ini kontan membuat penduduk ketakutan. Mungkin hanya
orang gila yang tidak takut rumah, anak, harta bendanya didekati api !
Dan harmoni itupun kian rusak serusak-rusaknya. Analisa AMDAL yang dipandang
remeh, selalu akan menuai bencana. Cepat atau lambat.
Yang menyedihkan adalah, bukan tidak mungkin kejadian akan berulang dan
menimpa siapapun kapanpun. Kini dalih kesejahteraan rakyat itu, mohon maaf,
lebih mirip teroris yang menebar ketakutan dan kebencian kesegala penjuru.
Aku kuatir, jika proyek-proyek seperti ini dibiarkan, dan nantinya ditiru
oleh proyek raksasa bebal lainnya, yang menggampangkan dampak buruk terhadap
lingkungan. Ini tragis, ditengah gencarnya kampanye Corporate Social
Responsibility yang didengungkan berbagai perusahaan swasta (harusnya
pemerintah menjadi teladan akan hal ini).
Maka Bali dalam beberapa tahun- akan terkepung oleh cerobong-cerobong
sombong itu dengan sejuta keresahan disana. Dan bukan tidak mungkin pula,
Pulau yang karena alam, budaya, agama dan harmoni didalamnya, dikenal
sebagai God Island itu, berubah seperti Kota Industri, yang tidak tertata
dengan cerdas, kental dengan nuansa kemarahan dan keresahan, mirip dengan
adegan di film Volcano, "Hotter than Hell". Jika sudah demikian pencitraan
sebagus apapun akan lebih mirip lawakan memuakkan.
Dengan sebuah pertanyaan turun temurun : "Ngemeng-ngemeng, pada masa
pemerintahan siapa sih ini di-bangun (baca : D I R U S A K )...??"
Sedikit pesan untuk mereka yang ber-kepentingan disana : Semoga TUHAN entah
itu Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kongfucu...mengaruniakan sedikit tambahan
kepintaran di otak kalian dan segudang hati nurani supaya kalian lebih
berhikmat sekaligus lebih manusiawi. Amin. Om Shanti..Shanti..Shanti.. Om (*)
--
*What a wonderfull world ! What an exciting journey !!
*
*
Made Teddy Artiana, S. Kom
*
fotografer, penulis & event organizer
http://semarbagongpetrukgareng. blogspot. com
*Galery & Stock Photo
*http://theBeautyofBelitung.multiply .com
http://fromBaliWithLove.multiply. com
http://LawangSewuKotaTua.multiply. com
http://TriptoPulauPramuka.multiply. com
http://HongkongMacauShenzen. multiply. com
[ My Photography PORTFOLIO ]
# Commercial Photography #
http://companyprofile.multiply. com
http://withbobsadino.multiply. com
# Wedding Special Photography #
Pernikahan Agung Puteri Sri Sultan Hamengku Buwono X
GRAJ Nurkamnari Dewi & Jun Prasetyo MBA
http://nurkamnaridewi.multiply. com
# Prewedding Photography #
http://theanonymouslove.multiply. com/
http://loveforallseasons.multiply. com/
http://outdoorprewedding.multiply. com
http://prewedding.multiply. com
http://prewedding1.multiply. com
http://prewedding2.multiply. com
http://prewedding3.multiply. com
# Wedding Photography #
http://candidwedding.multiply. com
http://weddingcandid.multiply. com
- 6a.
-
Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca yaa!
Posted by: "bujang kumbang" bujangkumbang@yahoo.co.id bujangkumbang
Wed Jun 8, 2011 9:05 pm (PDT)
Cerpen ini dimuat di Majalah CAHAYA NABAWIY EDISI No.95 Th.IX Rajab 1432 H/Juni 2011.
Beredar
di Jogjakarta, Malang, Bondowoso, Purwodadi, Probolinggo, Serang,
Banjarmasin, Banyuwangi, Bangkalan, Kalimantan Selatan, Jember, Solo,
Tuban Pasuruan, dll.
Rumah Tandus
Fiyan Arjun
Rasyid
termangu di teras rumahnya. Mata kecilnya masih nanar ke luar jalan
sepetak. Tatapannya masih kosong. Entah apa yang dipikirkan oleh anak
seusianya tak seorang pun tahu, apalagi orang rumah. Hanya anak usia 10
tahun itu saja yang tahu. Apa yang sedang mengelayuti benaknya saat itu.
Hanya ia seorang.
Ia masih tetap pada posisinya. Termangu, di
teras rumahnya. Walau saat itu hujan rintik-rintik sudah mulai berirama
di atap rumahnya. Tik...tikâ¦tikâ¦tikâ¦tikâ¦
âAyo, acungi telunjuk
siapa yang di rumahnya punya al-qurâan?â ujar Kak Awwam, guru ngaji
kampung bertanya kepada murid-muridnya di teras rumahnya yang luas. Dan
dari jumlah 9 muridnya itu salah satunya adalah Rasyid. Ia sudah 5 bulan
mengaji.
Kak Awwam, begitu Rasyid memanggil guru ngajinya dengan sapaan seperti itu maupun teman-teman sepengajiannya.
âSaya,
Kak! Saya di rumah punya dua!â sahut Sukri salah satu muridnya bertubuh
bongsor yang akhirnya berani angkat bicara juga. Menjawab pertanyaan
guru ngajinya itu sambil mengacungi jari telujuknya yang bulat.
âSoleha juga, Kak! Tapi punya Abi!â timpal Soleha, yang selalu bekudung putih itu menimpali Sukri.
âGhofar juga punya, kok, Kak!â
âIya, Rohim juga punya tapi satu, Kak.â
âIya, siapa lagi?â lanjutnya menanyakan kembali kepada murid-murid yang menggemaskan itu.
âIya! Shabrina juga punya kok di rumah malah masih bagus!â
Kak Awwam hanya tersenyum sesaat saat mendengar jawaban polos Shabrina, muridnya yang sering bertanya itu.
âIhsan
juga punya, Kak! Walau yang punya bukan Ihsan tapi Kak Santi. Ihsan
sering kok lihat Kak Santi bawa Al-Qurâan ke sekolah.â
âKalau
kami berdua Kak punya satu-satu. Itu juga baru dibeli sama Ummi di toko
buku. Itu kalau nanti Asma dan Aska sudah khatam,â koor serentak kembar
indentik Asma dan Aska tak mau kalah.
Semua pun serempak berucap
menjawab pertanyaan guru ngajinya yang masih sangat muda. Bertampang
cute. Berkumis tanggung. Serta beraksesori kacamata minus yang berdiri
di cuping hidungnya itu.
Sebagai guru ngaji di kampung Kak Awwam
harus peduli dan mengetahui perkembangan anak-anak didiknya. Dan juga
memberikan perhatian serta pengarahan sesuai usia murid-muridnya itu.
Apalagi ia sangat sayang dengan anak-anak. Pun itu semua ia jalani
hampir satu tahun lebih. Walau pun ia mengajar tanpa bayaran dari
murid-muridnya. Ia ikhlas menjalaninya. Apalagi ia jebolan ponpes modern
ternama di luar Jawa. Kalau pun ada sebagian orangtua dari
murid-muridnya membayar ia pun tak segan-segan menolaknya. Bukan! Bukan!
Bukan, menolak rezeki tapi ia ingin mengamalkan ilmu yang sudah
didapatinya dari pondok. Apalagi ia sudah senang ketika anak-anak kecil
yang ada di kampungnya itu sudah bisa mengenal Alif lepeng, Ba bengkok,
Ta, titiknya dua di atas dan Tsa, titiknya tiga di atas serta Nun,
titiknya satu di atas. Lagi-lagi ia sudah sangat senang. Itulah
tujuannya ia mondok dari ponpesâ"yang para jebolannya sudah banyak
menjadi para mubaligh ternama serta pejabat itu.
Namun dari
sekian murid-murid yang ia ajarkan mengaji hanya ada satu murid yang tak
mau menjawab pertanyaannya itu. Tak lain Rasyid. Terlebih pada saat itu
(pertanyaan yang dilontarkannya) ia hanya berdiam diri. Tak satu pun
ucapan yang keluar dari mulut kecilnya.
Rasyid tak mau
ikut-ikutan teman-teman sepengajiannya, menjawab apa yang dilontarkan
oleh guru ngajinya itu. Ia lebih baik diam. Pasif. Tak bicara.
âLho,
kok Rasyid diam. Memangnya ada apa?â tanya guru mengajinya itu.
âRasyid, sakit?â lanjut guru ngajinya yang masih berusia 27 tahun
bertanya kembali.
âAh, nggak kok, Kak!â tukas Rasyid singkat.
âTerus kenapa nggak menjawab pertanyaan, Kakak?â
Yang ditanya hanya diam. Tak tahu harus bicara apa.
âBaiklah
sekarang Kakak tanya lagi di rumah Rasyid punya al-qurâan tidak?â
Dengan bijak laki-laki muda yang sering menjuarai MTQ itu bertanya
kembali sekali lagi kepada muridnya itu.
Rasyid, bimbang untuk
menjawabnya. Akhirnya jalan untuk menghindari cecaran pertanyaan itu
yang terus-menerus mengarah kepadanya ia pun buka suara juga. Walau ada
rasa sungkan menghinggap dalam dirinya.
âRa-Rasyid di rumah tidak
punya al-qurâan, Kak!â ucapnya perlahan-lahan agar teman-teman
sepengajiannya itu tidak mendengar jawabannya. Tapi namanya anak-anak
tetap saja selalu memerhatikan temannya jika terlihat ada yang ganjil
atau hal-hal yang tak biasa. Dan itu ada di Rasyid. Murid yang masuk
mengajinya paling akhir.
âHa-ha-ha-ha-ha. Masa sih orang Islam tidak punya al-qurâan.â
Begitulah
riuh suara teman-teman sepengajiannya menertawainya ketika mengetahui
Rasyid berkata demikian. Di rumahnya ia tidak memiliki al-qurâan,
mukjizat dari kanjeng Rasulullah itu. Semua teman-teman sepengajiannya
masih mentertawainya.
âSudah! Sudah kok malah ditertawai. Baik sekarang kita baca doâa selesai mengaji. Ayo, kamu Sukri pimpin doanya...â
Akhirnya
Kak Awwam menyudahi pertanyaan itu dengan menyuruh Sukri membaca doa
usai mengaji. Walau mata minusnya masih tertuju ke arah muridnya itu,
Rasyid. Khawatir ada sesuatu yang disembunyikan oleh muridnya itu.
Dan
itu jugalah yang menjadi alasan Rasyid termangu di teras rumahnya. Ia
tak mau menjadi bahan tertawaan teman-teman sepengajiannya itu kembali.
Menggema kembali di gendang telinganya. Ia lebih baik berhenti mengaji.
Mengundurkan dari pengajian yang sudah ia ikuti selama 5 bulan lewat.
Walau pun ia sebentar lagi akan khatam juzâ amma. Surat At-Thariq,
begitu bacaan terakhirnya. Karena ia malu ketika nanti kembali ditanya
oleh Kak Awwam, guru mengajinya itu apakah memiliki al-qur-an atau tidak
di rumah. Jalan pintasnya ia pun berpikir untuk memilih keluar dari
pengajiannya tanpa sepengetahuan Ayahnya.
Sebenarnya saat itu ia
memang berkata tidak jujur. Ia menutupi kebenaran yang ada bahwa di
rumahnya ternyata memiliki al-qurâan. Bukan hanya satu tapi lima buah.
Baik yang besar maupun yang ukuran kecilâ"yang bisa dibawa-bawa. Tapi ia
tak mengatakan hal itu sebenarnya. Entah kenapa anak usia 10 tahun itu
tak mau berkata semestinya. Jujur. Namun hanya ia sendiri yang tahu.
**
Begitulah
Rasyid. Ia memang murid yang berbeda dari teman-teman sepengajiannya.
Walau usianya baru menginjak 10 tahun dan duduk dibangku kelas 5 SD tapi
cara berpikirnya amat sangat diluar dugaan. Dan tidak lumrah sesuai
usianya. Ia begitu kritis dan juga keingintahuannya sangat besar.
Apalagi otaknya yang cukup cemerlang di sekolahnya. Ia seringkali
menjadi juara kelas selama tiga tahun berturut-turut.
Itulah yang
dirasakan oleh Ayahnya. Pak Zubair, begitu nama Ayahnya bila disapa.
Apalagi Ayahnya itu pun sering kali mendapatkan surat dari pihak sekolah
agar Rasyid anaknya itu diberi izin untuk mengikuti ajang cerdas cermat
tingkat SD. Entah, Ayahnya pun tak tahu anaknya itu menuruni siapa.
Tetapi ketika Ayahnya balik melihat ke belakang nasab keturunan dari
orangtuanya yang telah tiada. Ternyata Rasyid menuruni kakeknyaâ"yang
memang miliki kecerdasan diatas rata-rata. Ber-IQ tinggi. Kakeknya dulu
seorang guru Madrasah Tsanawiyah di kampung.
Itu pun yang
dirasakan Ayahnya saat itu. Tanpa sepengetahuan Rasyid, guru ngajinya
itu pun berkunjung ke rumah dan menemui Ayahnya. Kebenaran saat itu ada
di rumah dan sedang libur kerja. Pun dengan Rasyid sedang keluar bermain
dengan teman-temannya. Ia tak tahu kalau guru ngajinya itu bertandang
ke rumahnya.
Saat senja mulai menua di ufuk barat barulah guru
ngaji Rasyid itu menemui Ayahnya. Namun guru ngaji jebolan ponpes modern
itu tak lama berpijak di rumah yang cukup asri itu.
Namun disaat
yang sama seusai pulang bermain bersama teman-temannya itu Rasyid pun
dipanggil oleh Ayahnya. Ayahnya seorang abdi pemerintah itu. Sekel.
Sekretaris Kelurahan. Walau hanya berselang beberapa menit dari
kepulangan guru ngajinya dari rumah. Tanpa banyak kata Ayahnya pun
memberitahukan apa yang sudah dikatakan oleh guru ngajinya itu selama
Rasyid tak ada di rumah. Padahal hal itu terjadi tiga hari yang lalu
bersamaan ia tak mengaji. Ia membohongi Ayahnya dengan alasan mengaji
tapi kenyataan malah main bersama teman-temannya. Sebenarnya ia sudah
sedikit demi sedikit untuk mulai melupakan hal itu. Karena baginya lebik
baik dilupakan ketimbang diingat selalu dan itu akan membuat ia semakin
malu pada dirinya, agamanya maupun TuhanNya padahal ia hanyalah seorang
anak bau kencur. Belum akil baligh.
âTadi guru ngaji kamu
kemari. Ia bilang kamu sudah tiga hari tidak mengaji. Dan bukan itu saja
kamu berkata tidak jujur. Kamu bilang di rumah kita ini tidak punya
sama sekali al-qurâan. Padahal kenyataanya ada. Bahkan sampai 5 buah
yang sering Bapak belikan buat kamu maupun Abang Ramdan, kakak kamu
maupun Ibu kamu. Tapi kenapa kamu bilang tidak ada,â tegur Ayahnya di
ruang tamu.
Rasyid yang ditanya seperti itu hanya diam. Tak bicara.
âKok
diam?! Tidak boleh kalau orangtua bicara lalu kamu diam saja. Ayolah
bicara yang sebenarnya. Ayah tidak akan memarahi kamu kok jika kamu
berkata sejujurnya,â ulang Ayahnya memberikan kebijakan.
âBaiklah Ayah akan diam saja jika kamu masih bersikeras tak mau bicara jujur kepada Ayah. Apa yang terjadi sebenarnya.â
Dan beberapa jam kemudian suasana pun hening di ruang tamu.
Tapi itu hanya sementara akhirnya Rasyid angkat bicara juga.
âMemang
benar Rasyid sudah tidak mengaji tiga hari. Dan bicara tidak jujur
seperti itu, Yah. Rasyid bilang bahwa di rumah kita tidak punya
al-qurâan. Walau sebenarnya punya. Tapi buat apa bila kita punya tapi
kita sebagai orang Islam tak pernah menyentuhnya bahkan membacanya.
Bukankah berarti kita sama saja tidak memilikinya. Tidak mempunyai,â
jawab Rasyid polos. Entah darimana ia mendapatkan jawaban seperti itu
yang tidak wajar untuk seusianya. Entahlah! Namun itulah dunia anak-anak
seusianya. Tak seorang pun pantas untuk mencegah apalagi ikut
mencampurinya
Ayahnya sejenak diam. Apa yang dikatakan anakya itu
ada benarnya juga. Betapa ia malu pada dirinya, agamaNya maupun anaknya
ketika ia mendengar jawaban polos dari anak usia 10 tahun itu. Kalau ia
boleh memilih ingin mencium kening anaknya itu yang sudah membuka mata
hatinya. Memang benar apa yang dikatakan anaknya itu. Al-qurâan memang
ada di rumahnya. Bahkan ada yang pernah ia dapatkan dari rekannya
sepulang dari umrah kedua kalinya. Tapi sayang hanya dibuat pajangan
serta simbol saja. Padahal jika ia mau mengingat kembali ketika saat
menghadiri pengajian di masjid terdekat dari rumahnya. Ia bisa
mengetahuinya lebih dalam lagi ketika saat itu ada seorang ustadz
memberikan siraman rohani.
âPerumpamaan orang Muâmin yang membaca
Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya
lezat; orang Muâmin yang tak suka membaca Al Quran, adalah seperti buah
korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya; orang munafiq
yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit
rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran, tak ubahnya
seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali.â
âKepada
kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan, membaca Al Quran
secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap sesamanya, akan
turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya
rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat
merekaâ
Entah, saat itu ia tertidur atau tidak. Saat ustadz itu
sedang membahas keutamaan al-qurâan tak seorang pun yang tahu. Tapi
dengan perantara Rasyid anaknya itu, ia kini kembali dibukakan mata
hatinya tentang keutamaan al-qurâan. Apalagi ia tak ingin rumah yang
sudah dibangunnyaâ"dengan jerih payahnya sendiri secara halal menjadi
tandus. Kering kerontang seperti pohon tak pernah diterpa hujan. Pun
dengan istananya, ia ingin mendapatkan kesejukan dari lantunan ayat-ayat
suci yang digemakan dari mulutnya, istrinya maupun Ramdan dan Rasyid
sebagai anak-anaknya.[] - 6b.
-
Re: Bulan ini Cerpenku dimuat. Silakan baca yaa!
Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com
Wed Jun 8, 2011 9:30 pm (PDT)
Selamat ya, Fiyan! Sharing dong cover majalahnya:). Moga kian sukses
berkibar di dunia penulisan dan tetaplah rendah hati namun berisi^_^.
tabik,
Nursalam AR
On 6/7/11, bujang kumbang <bujangkumbang@yahoo.co. > wrote:id
>
>
> Cerpen ini dimuat di Majalah CAHAYA NABAWIY EDISI No.95 Th.IX Rajab 1432
> H/Juni 2011.
>
> Beredar
> di Jogjakarta, Malang, Bondowoso, Purwodadi, Probolinggo, Serang,
> Banjarmasin, Banyuwangi, Bangkalan, Kalimantan Selatan, Jember, Solo,
> Tuban Pasuruan, dll.
>
>
>
> Rumah Tandus
> Fiyan Arjun
>
> Rasyid
> termangu di teras rumahnya. Mata kecilnya masih nanar ke luar jalan
> sepetak. Tatapannya masih kosong. Entah apa yang dipikirkan oleh anak
> seusianya tak seorang pun tahu, apalagi orang rumah. Hanya anak usia 10
> tahun itu saja yang tahu. Apa yang sedang mengelayuti benaknya saat itu.
> Hanya ia seorang.
>
> Ia masih tetap pada posisinya. Termangu, di
> teras rumahnya. Walau saat itu hujan rintik-rintik sudah mulai berirama
> di atap rumahnya. Tik...tik tiktik tik
>
> "Ayo, acungi telunjuk
> siapa yang di rumahnya punya al-qur'an?" ujar Kak Awwam, guru ngaji
> kampung bertanya kepada murid-muridnya di teras rumahnya yang luas. Dan
> dari jumlah 9 muridnya itu salah satunya adalah Rasyid. Ia sudah 5 bulan
> mengaji.
>
> Kak Awwam, begitu Rasyid memanggil guru ngajinya dengan sapaan seperti itu
> maupun teman-teman sepengajiannya.
>
> "Saya,
> Kak! Saya di rumah punya dua!" sahut Sukri salah satu muridnya bertubuh
> bongsor yang akhirnya berani angkat bicara juga. Menjawab pertanyaan
> guru ngajinya itu sambil mengacungi jari telujuknya yang bulat.
>
> "Soleha juga, Kak! Tapi punya Abi!" timpal Soleha, yang selalu bekudung
> putih itu menimpali Sukri.
>
> "Ghofar juga punya, kok, Kak!"
>
> "Iya, Rohim juga punya tapi satu, Kak."
>
> "Iya, siapa lagi?" lanjutnya menanyakan kembali kepada murid-murid yang
> menggemaskan itu.
>
> "Iya! Shabrina juga punya kok di rumah malah masih bagus!"
>
> Kak Awwam hanya tersenyum sesaat saat mendengar jawaban polos Shabrina,
> muridnya yang sering bertanya itu.
>
> "Ihsan
> juga punya, Kak! Walau yang punya bukan Ihsan tapi Kak Santi. Ihsan
> sering kok lihat Kak Santi bawa Al-Qur'an ke sekolah."
>
> "Kalau
> kami berdua Kak punya satu-satu. Itu juga baru dibeli sama Ummi di toko
> buku. Itu kalau nanti Asma dan Aska sudah khatam," koor serentak kembar
> indentik Asma dan Aska tak mau kalah.
>
> Semua pun serempak berucap
> menjawab pertanyaan guru ngajinya yang masih sangat muda. Bertampang
> cute. Berkumis tanggung. Serta beraksesori kacamata minus yang berdiri
> di cuping hidungnya itu.
>
> Sebagai guru ngaji di kampung Kak Awwam
> harus peduli dan mengetahui perkembangan anak-anak didiknya. Dan juga
> memberikan perhatian serta pengarahan sesuai usia murid-muridnya itu.
> Apalagi ia sangat sayang dengan anak-anak. Pun itu semua ia jalani
> hampir satu tahun lebih. Walau pun ia mengajar tanpa bayaran dari
> murid-muridnya. Ia ikhlas menjalaninya. Apalagi ia jebolan ponpes modern
> ternama di luar Jawa. Kalau pun ada sebagian orangtua dari
> murid-muridnya membayar ia pun tak segan-segan menolaknya. Bukan! Bukan!
> Bukan, menolak rezeki tapi ia ingin mengamalkan ilmu yang sudah
> didapatinya dari pondok. Apalagi ia sudah senang ketika anak-anak kecil
> yang ada di kampungnya itu sudah bisa mengenal Alif lepeng, Ba bengkok,
> Ta, titiknya dua di atas dan Tsa, titiknya tiga di atas serta Nun,
> titiknya satu di atas. Lagi-lagi ia sudah sangat senang. Itulah
> tujuannya ia mondok dari ponpesyang para jebolannya sudah banyak
> menjadi para mubaligh ternama serta pejabat itu.
>
> Namun dari
> sekian murid-murid yang ia ajarkan mengaji hanya ada satu murid yang tak
> mau menjawab pertanyaannya itu. Tak lain Rasyid. Terlebih pada saat itu
> (pertanyaan yang dilontarkannya) ia hanya berdiam diri. Tak satu pun
> ucapan yang keluar dari mulut kecilnya.
>
> Rasyid tak mau
> ikut-ikutan teman-teman sepengajiannya, menjawab apa yang dilontarkan
> oleh guru ngajinya itu. Ia lebih baik diam. Pasif. Tak bicara.
>
> "Lho,
> kok Rasyid diam. Memangnya ada apa?" tanya guru mengajinya itu.
> "Rasyid, sakit?" lanjut guru ngajinya yang masih berusia 27 tahun
> bertanya kembali.
>
> "Ah, nggak kok, Kak!" tukas Rasyid singkat.
>
> "Terus kenapa nggak menjawab pertanyaan, Kakak?"
>
> Yang ditanya hanya diam. Tak tahu harus bicara apa.
>
> "Baiklah
> sekarang Kakak tanya lagi di rumah Rasyid punya al-qur'an tidak?"
> Dengan bijak laki-laki muda yang sering menjuarai MTQ itu bertanya
> kembali sekali lagi kepada muridnya itu.
>
> Rasyid, bimbang untuk
> menjawabnya. Akhirnya jalan untuk menghindari cecaran pertanyaan itu
> yang terus-menerus mengarah kepadanya ia pun buka suara juga. Walau ada
> rasa sungkan menghinggap dalam dirinya.
>
> "Ra-Rasyid di rumah tidak
> punya al-qur'an, Kak!" ucapnya perlahan-lahan agar teman-teman
> sepengajiannya itu tidak mendengar jawabannya. Tapi namanya anak-anak
> tetap saja selalu memerhatikan temannya jika terlihat ada yang ganjil
> atau hal-hal yang tak biasa. Dan itu ada di Rasyid. Murid yang masuk
> mengajinya paling akhir.
>
> "Ha-ha-ha-ha-ha. Masa sih orang Islam tidak punya al-qur'an."
>
> Begitulah
> riuh suara teman-teman sepengajiannya menertawainya ketika mengetahui
> Rasyid berkata demikian. Di rumahnya ia tidak memiliki al-qur'an,
> mukjizat dari kanjeng Rasulullah itu. Semua teman-teman sepengajiannya
> masih mentertawainya.
>
> "Sudah! Sudah kok malah ditertawai. Baik sekarang kita baca do'a selesai
> mengaji. Ayo, kamu Sukri pimpin doanya..."
>
> Akhirnya
> Kak Awwam menyudahi pertanyaan itu dengan menyuruh Sukri membaca doa
> usai mengaji. Walau mata minusnya masih tertuju ke arah muridnya itu,
> Rasyid. Khawatir ada sesuatu yang disembunyikan oleh muridnya itu.
>
> Dan
> itu jugalah yang menjadi alasan Rasyid termangu di teras rumahnya. Ia
> tak mau menjadi bahan tertawaan teman-teman sepengajiannya itu kembali.
> Menggema kembali di gendang telinganya. Ia lebih baik berhenti mengaji.
> Mengundurkan dari pengajian yang sudah ia ikuti selama 5 bulan lewat.
> Walau pun ia sebentar lagi akan khatam juz' amma. Surat At-Thariq,
> begitu bacaan terakhirnya. Karena ia malu ketika nanti kembali ditanya
> oleh Kak Awwam, guru mengajinya itu apakah memiliki al-qur-an atau tidak
> di rumah. Jalan pintasnya ia pun berpikir untuk memilih keluar dari
> pengajiannya tanpa sepengetahuan Ayahnya.
>
> Sebenarnya saat itu ia
> memang berkata tidak jujur. Ia menutupi kebenaran yang ada bahwa di
> rumahnya ternyata memiliki al-qur'an. Bukan hanya satu tapi lima buah.
> Baik yang besar maupun yang ukuran kecilyang bisa dibawa-bawa. Tapi ia
> tak mengatakan hal itu sebenarnya. Entah kenapa anak usia 10 tahun itu
> tak mau berkata semestinya. Jujur. Namun hanya ia sendiri yang tahu.
> **
> Begitulah
> Rasyid. Ia memang murid yang berbeda dari teman-teman sepengajiannya.
> Walau usianya baru menginjak 10 tahun dan duduk dibangku kelas 5 SD tapi
> cara berpikirnya amat sangat diluar dugaan. Dan tidak lumrah sesuai
> usianya. Ia begitu kritis dan juga keingintahuannya sangat besar.
> Apalagi otaknya yang cukup cemerlang di sekolahnya. Ia seringkali
> menjadi juara kelas selama tiga tahun berturut-turut.
>
> Itulah yang
> dirasakan oleh Ayahnya. Pak Zubair, begitu nama Ayahnya bila disapa.
> Apalagi Ayahnya itu pun sering kali mendapatkan surat dari pihak sekolah
> agar Rasyid anaknya itu diberi izin untuk mengikuti ajang cerdas cermat
> tingkat SD. Entah, Ayahnya pun tak tahu anaknya itu menuruni siapa.
> Tetapi ketika Ayahnya balik melihat ke belakang nasab keturunan dari
> orangtuanya yang telah tiada. Ternyata Rasyid menuruni kakeknyayang
> memang miliki kecerdasan diatas rata-rata. Ber-IQ tinggi. Kakeknya dulu
> seorang guru Madrasah Tsanawiyah di kampung.
>
> Itu pun yang
> dirasakan Ayahnya saat itu. Tanpa sepengetahuan Rasyid, guru ngajinya
> itu pun berkunjung ke rumah dan menemui Ayahnya. Kebenaran saat itu ada
> di rumah dan sedang libur kerja. Pun dengan Rasyid sedang keluar bermain
> dengan teman-temannya. Ia tak tahu kalau guru ngajinya itu bertandang
> ke rumahnya.
>
> Saat senja mulai menua di ufuk barat barulah guru
> ngaji Rasyid itu menemui Ayahnya. Namun guru ngaji jebolan ponpes modern
> itu tak lama berpijak di rumah yang cukup asri itu.
>
> Namun disaat
> yang sama seusai pulang bermain bersama teman-temannya itu Rasyid pun
> dipanggil oleh Ayahnya. Ayahnya seorang abdi pemerintah itu. Sekel.
> Sekretaris Kelurahan. Walau hanya berselang beberapa menit dari
> kepulangan guru ngajinya dari rumah. Tanpa banyak kata Ayahnya pun
> memberitahukan apa yang sudah dikatakan oleh guru ngajinya itu selama
> Rasyid tak ada di rumah. Padahal hal itu terjadi tiga hari yang lalu
> bersamaan ia tak mengaji. Ia membohongi Ayahnya dengan alasan mengaji
> tapi kenyataan malah main bersama teman-temannya. Sebenarnya ia sudah
> sedikit demi sedikit untuk mulai melupakan hal itu. Karena baginya lebik
> baik dilupakan ketimbang diingat selalu dan itu akan membuat ia semakin
> malu pada dirinya, agamanya maupun TuhanNya padahal ia hanyalah seorang
> anak bau kencur. Belum akil baligh.
>
> "Tadi guru ngaji kamu
> kemari. Ia bilang kamu sudah tiga hari tidak mengaji. Dan bukan itu saja
> kamu berkata tidak jujur. Kamu bilang di rumah kita ini tidak punya
> sama sekali al-qur'an. Padahal kenyataanya ada. Bahkan sampai 5 buah
> yang sering Bapak belikan buat kamu maupun Abang Ramdan, kakak kamu
> maupun Ibu kamu. Tapi kenapa kamu bilang tidak ada," tegur Ayahnya di
> ruang tamu.
>
> Rasyid yang ditanya seperti itu hanya diam. Tak bicara.
>
> "Kok
> diam?! Tidak boleh kalau orangtua bicara lalu kamu diam saja. Ayolah
> bicara yang sebenarnya. Ayah tidak akan memarahi kamu kok jika kamu
> berkata sejujurnya," ulang Ayahnya memberikan kebijakan.
>
> "Baiklah Ayah akan diam saja jika kamu masih bersikeras tak mau bicara jujur
> kepada Ayah. Apa yang terjadi sebenarnya."
>
> Dan beberapa jam kemudian suasana pun hening di ruang tamu.
>
> Tapi itu hanya sementara akhirnya Rasyid angkat bicara juga.
>
> "Memang
> benar Rasyid sudah tidak mengaji tiga hari. Dan bicara tidak jujur
> seperti itu, Yah. Rasyid bilang bahwa di rumah kita tidak punya
> al-qur'an. Walau sebenarnya punya. Tapi buat apa bila kita punya tapi
> kita sebagai orang Islam tak pernah menyentuhnya bahkan membacanya.
> Bukankah berarti kita sama saja tidak memilikinya. Tidak mempunyai,"
> jawab Rasyid polos. Entah darimana ia mendapatkan jawaban seperti itu
> yang tidak wajar untuk seusianya. Entahlah! Namun itulah dunia anak-anak
> seusianya. Tak seorang pun pantas untuk mencegah apalagi ikut
> mencampurinya
>
> Ayahnya sejenak diam. Apa yang dikatakan anakya itu
> ada benarnya juga. Betapa ia malu pada dirinya, agamaNya maupun anaknya
> ketika ia mendengar jawaban polos dari anak usia 10 tahun itu. Kalau ia
> boleh memilih ingin mencium kening anaknya itu yang sudah membuka mata
> hatinya. Memang benar apa yang dikatakan anaknya itu. Al-qur'an memang
> ada di rumahnya. Bahkan ada yang pernah ia dapatkan dari rekannya
> sepulang dari umrah kedua kalinya. Tapi sayang hanya dibuat pajangan
> serta simbol saja. Padahal jika ia mau mengingat kembali ketika saat
> menghadiri pengajian di masjid terdekat dari rumahnya. Ia bisa
> mengetahuinya lebih dalam lagi ketika saat itu ada seorang ustadz
> memberikan siraman rohani.
>
> "Perumpamaan orang Mu'min yang membaca
> Al Quran, adalah seperti bunga utrujjah, baunya harum dan rasanya
> lezat; orang Mu'min yang tak suka membaca Al Quran, adalah seperti buah
> korma, baunya tidak begitu harum, tetapi manis rasanya; orang munafiq
> yang membaca Al Quran ibarat sekuntum bunga, berbau harum, tetapi pahit
> rasanya; dan orang munafiq yang tidak membaca Al Quran, tak ubahnya
> seperti buah hanzalah, tidak berbau dan rasanya pahit sekali."
>
> "Kepada
> kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah peribadatan, membaca Al Quran
> secara bergiliran dan ajar megajarkannya terhadap sesamanya, akan
> turunlah kepadanya ketenangan dan ketenteraman, akan berlimpah kepadanya
> rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan mengingat
> mereka"
>
> Entah, saat itu ia tertidur atau tidak. Saat ustadz itu
> sedang membahas keutamaan al-qur'an tak seorang pun yang tahu. Tapi
> dengan perantara Rasyid anaknya itu, ia kini kembali dibukakan mata
> hatinya tentang keutamaan al-qur'an. Apalagi ia tak ingin rumah yang
> sudah dibangunnyadengan jerih payahnya sendiri secara halal menjadi
> tandus. Kering kerontang seperti pohon tak pernah diterpa hujan. Pun
> dengan istananya, ia ingin mendapatkan kesejukan dari lantunan ayat-ayat
> suci yang digemakan dari mulutnya, istrinya maupun Ramdan dan Rasyid
> sebagai anak-anaknya.[]
--
www.nursalam.wordpress. com
- 7a.
-
Re: Mohon Doa Restu
Posted by: "Muhammad Nahar Rasjidi" muh_nahar@yahoo.com muh_nahar
Wed Jun 8, 2011 9:18 pm (PDT)
Turut mendoakan pak, semoga bermanfaat untuk yang membaca
M. Nahar
www.pedangkayu.blogdetik. com
--- On Mon, 6/6/11, Ikhwan Sopa <ikhwan.sopa@gmail.com > wrote:
From: Ikhwan Sopa <ikhwan.sopa@gmail.com >
Subject: [sekolah-kehidupan] Mohon Doa Restu
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups. com
Date: Monday, June 6, 2011, 3:25 AM
Â
Dear all,
Mohon doa restu. Insya Allah, sebulan ini saya menulis buku kedua, lanjutan "Manajemen Pikiran Dan Perasaan". Idenya sederhana, dan semoga makin menguatkan.
Thaaanks!
Tetap semangat.
Ikhwan Sopa
- 8.
-
Inspiring Quotes from Tetralogi Laskar Pelangi....
Posted by: "t.wfarida" t.wfarida@yahoo.com t.wfarida
Wed Jun 8, 2011 9:18 pm (PDT)
Aswin
Oiiik guys....!!!
let's share some great quotes by andrea hirata here...^^
ok, lemme start^^
"Pesimistik tidak lebih daripada sikap takabur mendahului nasib."
-Andrea Hirata -
"...berbuat yang terbaik pada titik di mana aku berdiri, itulah
sesungguhnya sikap yang realistis."
-Andrea Hirata-
over a year ago
Aswin
"Maka di negeri ini, para pemimpi adalah pemberani. Mereka Kesatria di
tanah nan tak peduli. Medali harus dikalungkan di leher mereka."
-Andrea Hirata (Maryamah Karpov)-
"Demikianlah karnaval kami setiap tahun. Tak melambangkan cita-cita.
Mungkin karena kami tak berani bercita-cita."
- Andrea Hirata (Laskar Pelangi)-
"Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpi itu." -
Arai"
- Andrea Hirata (Sang Pemimpi)-
over a year ago
Aswin
"Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima
sebanyak-banyaknya. (Pak Harfan)"
-Andrea Hirata (Laskar Pelangi)-
over a year ago
Nendra
Rahasia
Kuberi tahu satu rahasia padamu, Kawan
Buah paling manis dari berani bermimpi
adalah kejadian - kejadian menakjubkan
Dalam perjalanan menggapainya
-Andrea Hirata (Maryamah Karpov)-
over a year ago
Aswin
wakakaka... thx, keren tuh ^ ^
"Berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia"
-Andrea Hirata -
"jika anda memiliki kesempatan mendapatkan cinta pertama di sebuah toko
kelontong, meskipun toko itu bobrok dan bau tengik, maka rebutlah
cepat-cepat kesempatan itu, karena cinta semacam itu bisa menjadi
demikian indah tak terperikan! "
-Andrea Hirata (laskar pelangi)-
over a year ago
Aswin
"Orang cerdas berdiri dalam gelap, sehingga mereka bisa melihat sesuatu
yang tak bisa dilihat orang lain. Mereka yang tidak dipahami oleh
lingkungannya, terperangkap dalam kegelapan itu. Orang yang tidak cerdas
hidup di dalam terang. Sebuah senter menyiramkan sinar tepat di atas
kepala mereka dan pemikiran mereka hanya sampai batas batas lingkaran
cahaya senter itu."
- Andrea Hirata (laskar pelangi)-
over a year ago
Ntang
...setiap peristiwa dijagat raya ini adalah potongan-potonagn mozaik.
terserak disana-sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang-ruang.
namun, perlahan ia akan bersatu membentuk sosok seperti montase Antoni
Gaudi.
mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti.
lalu apa yang kau kerjakan dalam hidup ini, akan bergema dalam
keabadian...
maka berkelanalah di atas bumi untuk menemukan mozaikmu...
~Sang Pemimpi~
over a year ago
Aswin
Tuhan menjawab doaku dulu persis sama seperti yang tak kuminta.
Begitulah cara Tuhan bekerja. JIka kita menganggap doa dan pengabulan
merupakan variabel-variabel dalam sebuah fungsi linier maka Tuhan tak
lain adalah musim hujan, sedikit banyak kita dapat membuat prediksi.
Kuberitahu kawan, cara bertindak Tuhan sangat aneh. Tuhan tidak tunduk
pada postulat dan teorema manapun. Oleh karena itu, Tuhan sama sekali
tak dapat diramalkan.
~Laskar Pelangi~
over a year ago
Maria
"Aku ingin mendaki puncak tantangan, menerjang batu granit kesulitan,
menggoda mara bahaya, dan memecahkan misteri dengan sains. Aku ingin
menghirup berupa-rupa pengalaman lalu terjun bebas menyelami labirin
lika-liku hidup yang ujungnya tak dapat disangka. Aku mendamba kehidupan
dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain seperti
benturan molekul uranium: meletup tak terduga-duga, menyerap, mengikat,
mengganda, berkembang, terurai, dan berpencar ke arah yang mengejutkan."
"Aku ingin ke tempat-tempat yang jauh, menjumpai beragam bahasa dan
orang-orang asing. Aku ingin berkelana, menemukan arahku dengan membaca
bintang gemintang. Aku ingin mengarungi padang dan gurun-gurun, ingin
melepuh terbakar matahari, limbung dihantam angin, dan menciut
dicengkeram dingin. Aku ingin kehidupan yang menggetarkan, penuh dengan
penaklukan. Aku ingin hidup! Ingin merasakan sari pati hidup!"
-Edensor-
over a year ago
Aswin
"Tuhan tahu tapi menunggu"
(Edensor)
over a year ago
Sekarsari
Ikutannn.... ^^
" Tanpa mimpi, orang-orang seperti kita akan mati "
-Arai-
(Sang Pemimpi)
over a year ago
Farida
Ucapan Oruzgan :
"My brother...., tidak selembar daunpun jatuh tanpa sepengetahuan
Allah.."
(Edensor)
over a year ago
Fauza
kalo kau tak rajin sembahyang, pandai - pandai lah kau berenang
over a year ago
Sagitta
"aku belajar bahwa pria pendiam sesunguhnya memiliki kasih sayang yang
jauh berlebih dibanding pria sok ngatur yang merepet saja mulutnya"
(Sang Pemimpi, Andrea Hirata).
- 9a.
-
Re: Artikel: Antara Lidah, Perkataan, Dan Perbuatan
Posted by: "t.wfarida" t.wfarida@yahoo.com t.wfarida
Wed Jun 8, 2011 9:18 pm (PDT)
btw, pegimana dengan Hp and niih millis, bukannya ini fasilitas dibikin
buat hak setiap pribadi untuk berbicara dan berpikir?
salam
resiko dan tanggung jawab masing-masing
--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups. , Dadang Kadarusmancom
<dkadarusman@...> wrote:
>
> Artikel: Antara Lidah, Perkataan, Dan Perbuatan
> Â
> Hore, Hari Baru! Teman-teman.
> Â
> Berbicara. Sungguh sebuah kosa kata yang sederhana. Setiap hari kita
mengucapkan kata-kata, sehingga sama sekali tidak ada hal yang menarik
untuk dibahas. Tetapi, mengapa ada orang yang dibayar hingga puluhan
juta rupiah untuk berbicara selama satu atau dua jam saja? Ada orang
yang dicintai karena perkataan-perkataannya. Dan ada orang yang dibenci
karena ucapan-ucapannya. Oleh sebab itu, kesederhanaan dibalik makna
âberbicaraâ pastilah memiliki keistimewaan yang layak
untuk kita renungkan.
> Â
> Berbicara bukanlah sekedar keterampilan memainkan lidah untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Melainkan juga menjadi salah satu
sarana untuk menyampaikan gagasan, bertukar pikiran, juga mempengaruhi
orang lain. Bagi Anda yang tertarik untuk belajar berbicara secara
efektif, saya ajak untuk memulainya dengan menerapkan 5 kemampuan
Natural Intelligence berikut ini:
> Â
> 1.     Berbicaralah yang baik, atau diam saja.
Sungguh beruntung orang-orang yang dapat menjaga lidahnya untuk tetap
diam, daripada mereka yang rajin mengucapkan perkataan yang tidak
memiliki manfaat apa-apa. Resiko tertinggi orang yang diam adalah
âdisebut orang pasifâ. Sedangkan resiko terrendah bagi
orang yang banyak bicara adalah disebut âorang yang banyak
omongâ. Manfaat terbesar bagi orang yang diam adalah
âtidak dibenci oleh orang lainâ. Sedangkan manfaat
terbesar bagi orang yang berbicara adalah; âpahala yang mengalir
atas kata-katanya yang baikâ. Maka berbicaralah yang baik-baik
karena pahala kebaikannya sangat besar. Atau kalau tidak bisa
mengucapkan perkataan yang baik, maka sebaiknya ya diam saja.
> Â
> 2.     Selaraskanlah antara perkataan dengan
perbuatan. Perhatikan orang-orang yang tidak selaras antara perkataannya
dengan perbuatannya. Betapa banyak contoh orang seperti itu dihadapan
Anda. Dan Anda tahu betul bahwa orang lain sudah tidak lagi mempercayai
mereka. Ketika seseorang mengatakan pesan-pesan kebaikan kepada orang
lain, namun dirinya sendiri berperilaku sebaliknya; maka orang tidak
lagi mempercayai kata-katanya. Karena ketidakselarasan menyebabkan
hilangnya kepercayaan. Jagalah keselarasan antara perkataan dan
perbuatan, maka Anda akan mendapatkan kepercayaan dari orang-orang
disekitar Anda.
> Â
> 3.     Gunakanlah perkataan untuk mengajari diri
sendiri. Orang-orang yang terlalu banyak berbicara â" saya,
misalnya â" memiliki kecendrungan untuk mengajari atau mengajak
orang lain melalui perkataan yang yang diucapkannya. Sayangnya sering
lupa untuk mengajari diri sendiri. âJujurlah!â katanya.
Tetapi dia sendiri tidak jujur. Ini menandakan bahwa dia gagal mengajari
dirinya sendiri. Motivasi saya saat mengatakan sesuatu adalah mengajari
diri sendiri. Ternyata sangat berat untuk belajar sendirian, makanya
saya membagi pelajaran bersama orang-orang yang saya cintai. Itulah
sebabnya sambil mengajari diri sendiri, saya berbagi pelajaran itu
dengan Anda.
> Â
> 4.     Tebuslah perkataan dengan pendengaran. Ada
ruginya juga memposisikan diri sebagai orang yang paling banyak
berbicara. Kita sering tidak sempat mendengar perkataan orang lain.
Boleh jadi perkataan kita bukanlah hal terbaik dalam satu urusan
tertentu. Namun karena kita tidak bersedia mendengarkan perkataan orang
lain; maka kita kehilangan pelajaran berharga. Sungguh beruntunglah
orang yang selain berbicara, dia juga bersedia mendengar. Selain ilmunya
bisa memberi manfaat kepada orang lain, dia sendiri bisa menarik manfaat
dari pelajaran yang ditebarkan oleh orang lain.
> Â
> 5.     Yakinlah jika setiap perkataan harus
dipertanggungjawabkan. Kita sering mengira bahwa kata-kata yang keluar
dari mulut kita akan menguap begitu saja. Kenyataannya perkataan yang
kita ucapkan beberapa tahun lalu, masih diingat oleh orang lain. Sungguh
beruntung jika kata-kata itu baik. Namun sungguh rugi kita jika
kata-kata itu buruk. Setiap kata yang baik, menghasilkan pahala yang
baik. Namun, setiap perkataan buruk pasti akan dibalas dengan imbalan
yang juga buruk. Bahkan, guru spiritual saya mengatakan; âBetapa
besarnya murka Tuhan kepada orang yang mengatakan sesuatu yang bertolak
belakang dengan perbuatannya.â Maka yakinlah, setiap perkataan
harus dipertanggungjawabkan.
> Â
> Keterampilan berbicara bukanlah monopoli mereka yang berprofesi
sebagai pembicara publik. Setiap orang patut memiliki keterampilan
berbicara yang baik. Satu hal yang perlu diingat adalah; berbicara tidak
selalu berarti mengucapkan sesuatu dengan lidah kita. Melainkan juga
menunjukkan tindakan nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Mungkin
kita bisa berbicara dengan nyaring, namun perbuatan kita berbicara lebih
nyaring dari kata-kata yang diolah oleh lidah kita.
> Â
> Mari Berbagi Semangat!
> Dadang Kadarusman   - 1 Juni 2011
> Natural Intelligence Inventor
> http://www.dadangkadarusman. com/training- programs/
> Contact person in-house training: Ms. Vivi - 0812 1040 3327 Â
> Â
> Catatan Kaki:
> Keterampilan berbicara akan semakin efektif jika diimbangi dengan
kesediaan untuk mendengar pelajaran-pelajaran berharga dari orang lain.
> Â
> Silakan di-share jika naskah ini Anda nilai bermanfaat bagi yang lain.
> Â
> Follo DK twitter@dangkadarusman
>
> Follow DK on Twitter @dangkadarusman
>
- 10a.
-
**Re: [sekolah-kehidupan] Nama Suami di Belakang Nama Istri? Bolehka
Posted by: "galih@asmo.co.id" galih@asmo.co.id
Wed Jun 8, 2011 11:02 pm (PDT)
Wah, saya baru tahu bahwa ada hadits Nabi saw yang melarang itu.
Padahal dari beberapa waktu yang lalu saya selalu bertanya sama istri
kenapa nama saya tidak dicantumkan dibelakang namanya dibeberapa
tempat.
Terima kasih Mas Nur atas informasinya. sangat berguna.
Salam,
Galih
Need to Reply?
Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.
MARKETPLACE
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Individual | Switch format to Traditional
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar