Selasa, 06 September 2011

[daarut-tauhiid] HAMKA tanpa dusta

*HAMKA*

@malakmalakmal, 6 September 2011

Pada hari Senin malam, 5 September 2011, TVOne menyiarkan liputan ttg Buya
HAMKA. HAMKA adalah singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah. Nama
kecilnya Abdul Malik. Ayahandanya, Syaikh Abdul Karim Amrullah, ulama besar
Minangkabau, adalah guru pertamanya. Syaikh Abdul Karim Amrullah adalah
murid dr Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, imam Masjidil Haram asli
Minang. Selain kpd ayahnya, HAMKA belajar serba-serbi pergerakan nasional dr
HOS Cokroaminoto. Syaikh Abdul Karim Amrullah bersahabat lekat dgn Syaikh
Jamil Jambek, ulama Minang besar lainnya. Bersama sahabat2nya, Syaikh Abdul
Karim Amrullah mengelola majalah Al-Munir. KH Ahmad Dahlan, pendiri
Muhammadiyah, adalah penikmat tulisan-tulisan di majalah Al-Munir. KH Ahmad
Dahlan menerjemahkan tulisan-tulisan tersebut agar dibaca oleh masyarakat
Jawa.

Pada tahun 1917, Syaikh Abdul Karim Amrullah melawat ke Jawa, menjadi tamu
KH Ahmad Dahlan. Sejak saat itu, beliau menjadi pendukung Muhammadiyah.
Meski tak pernah resmi menjadi anggotanya. Menantunya (kakak ipar HAMKA),
yaitu AR St. Mansur, adalah tokoh besar Muhammadiyah. Kiai Haji Mas Mansur,
tokoh besar Muhammadiyah, sangat segan pada beliau. Maka boleh dikatakan,
Buya HAMKA sejak kecil hingga dewasa telah terbina dlm lingkungan ulama.
Meski demikian, HAMKA sendiri mengaku kurang dekat dgn ayahnya di masa
kecilnya.

Perubahan terjadi ketika HAMKA memasuki masa remaja. Sepulangnya dari Mesir,
Sang Ayah dikejutkan dgn musibah gempa di Padang Panjang. Banyak kerugian yg
diderita keluarganya, sehingga Syaikh Abdul Karim sangat bersedih. Betapa
terkejutnya ia ketika menerima berita tentang HAMKA pada saat itu. Rupanya,
HAMKA diam2 pergi sendiri utk menunaikan ibadah haji. Ongkos sendiri. Bukan
main bangganya beliau, karena putranya mampu melakukan hal tsb tanpa
merepotkan orang tua sedikitpun. Sejak saat itulah terbina hubungan yg lekat
antara ayah dan anak selalu dibanggakan.

Baik HAMKA maupun ayahnya adalah ulama kebanggaan Muhammadiyah dan
masyarakat Minangkabau. HAMKA pernah mengatakan bahwa tersebarnya
Muhammadiyah ke seantero Sumatera adalah prestasi ayahnya. Hanya ada sedikit
perbedaan yang mencolok antara HAMKA dan ayahandanya. Syaikh Abdul Karim
Amrullah adalah ulama yg sangat keras hati, seringkali pemberang. Kekerasan
hatinya itulah yang justru menjadi salah satu daya tarik beliau. Ketika
Jepang berkuasa, para ulama dan tokoh masyarakat pernah dikumpulkan di suatu
tempat. Sesuai kebiasaan Jepang, acara dimulai dengan penghormatan dengan
gerakan ruku' ke arah istana Kaisar. Ketika aba-aba dikumandangkan, semua
berdiri dan ruku'. Hanya 1 yang tetap di tempat duduknya. Itulah Syaikh
Abdul Karim Amrullah, ulama kebanggaan Minangkabau. Maka ulama mana pun,
meski berselisih pendapat dgnnya, pastilah hormat pada beliau. Buya HAMKA,
sebaliknya, justru dikenal org sebagai ulama yg sangat lembut. Meski
demikian, beliau pun teguh memegang prinsip. Misalnya dlm membela fatwa
haram perayaan Natal bersama. Itulah sekelumit kisah ttg latar belakang
pribadi Buya HAMKA, keluarga dan para ulama di sekitarnya.

Selain sbg ulama besar, HAMKA juga dikenal sbg penulis yang sangat
produktif. "Tafsir Al-Azhar", tentu saja, dianggap sebagai
*masterpiece*beliau. Beliau juga menulis buku "Sejarah Umat Islam"
yang luar biasa tebal
dan komprehensif . Berikut ini adalah sebagian buku karya beliau yang telah
berhasil saya dapatkan. Dari keseluruhan karya sastranya, hanya empat ini
yang sudah saya miliki. Sepeninggal beliau, lahir pula karya-karya yang
membicarakan figur HAMKA. Kebesaran beliau diakui tdk hanya di tanah air,
namun sampai ke Malaysia, Singapura dan Brunei. Hingga sekarang, buku2 HAMKA
masih dicetak ulang dan didiskusikan di negeri-negeri jiran tersebut. Di
Mesir, orasinya ttg Syaikh Muhammad 'Abduh membuatnya diganjar gelar doktor
kehormatan.

Buya HAMKA adalah ulama berlevel internasional yg sangat jarang dimiliki
oleh bangsa Indonesia. Karena itu, kita pun maklum jika kalangan liberalis
berusaha keras utk mencatut nama besar HAMKA. Langkah ini mmg sangat
strategis, terutama jika masyarakat mudah saja dibodohi. Masalahnya, karya2
beliau sudah sulit sekali diperoleh. Banyak yg tdk tahu persis pemikiran
HAMKA. Oleh karena itu, jika ada yang bilang "HAMKA itu pluralis", maka bisa
jadi akan ada saja yang percaya.

Tentu saja, yg percaya begitu saja tanpa mengecek adalah kalangan
non-intelek dan non-akademisi. Setelah menyaksikan tayangan di TVOne
semalam, @Adefsurya dgn 'sigap' membuat 'kultwit singkat' seputar HAMKA.
Seperti biasa, yg menjadi 'sasaran tembaknya' adalah segala sesuatu yg
berbau Arab. Kita dapat melihat 'kultwit' @Adefsurya di link ini

Sepertinya @Adefsurya tdk siap utk membahas masalah pemikiran, krn yg
dibahas hanya pakaian. Sangat disayangkan, dari keseluruhan tayangan tsb, yg
diperhatikan hanya soal baju batik dan kopiah HAMKA. Tentu saja, tidaklah
tepat jika figur Buya HAMKA dijadikan referensi utk sikap anti-Arab. Sebab,
Buya HAMKA juga seringkali mengenakan jubah dan sorban. Ini contohnya.

Memang benar, ketika HAMKA muda, ada perdebatan soal budaya berpakaian. Ada
yang berpendapat bahwa dasi, celana panjang dan jas adalah pakaian yang
menyerupai kebiasaan orang-orang kafir. Dlm hal ini, HAMKA dan ayahnya
sangat keras menentang. Krn tidak ada dasar yang kuat dari pendapat itu.
Akan tetapi, kesimpulannya tdk boleh dibalik. Bukan berarti jubah dan sorban
itu salah. Bahkan HAMKA sendiri bercerita bahwa ketika orang mulai bisa
menerima jas dan celana, ia dan ayahnya pun kembali pada jubah dan sorban.
Baik celana dan jas maupun jubah dan sorban, semuanya bisa Islami, asal
memenuhi syarat2nya

Anehnya lagi, @Adefsurya dgn sangat tdk akurat menyebut ayahanda HAMKA sbg
org Arab tulen. Barangkali ia keliru dgn fakta bhw Syaikh Abdul Karim
Amrullah lama belajar di Mekkah.

Dalam buku "Ayahku", HAMKA telah bercerita panjang lebar mengenai garis
keturunan ayahnya. HAMKA merunut dari 'Abdullah 'Arif yg bergelar Tuanku
Pauh atau Tuanku Nan Tuo. Tuanku Nan Tuo ini adalah salah seorang tokoh dlm
Perang Paderi. Anak perempuan Tuanku Nan Tuo, yaitu Saerah, menikah dgn
'Abdullah Saleh. Pernikahan ini melahirkan 'Amrullah, yg kemudian diberi
gelar Tuanku Kisai. Tuanku Kisai adalah sahabat Syaikh Ahmad Khatib
al-Minangkabawi. Ketika anaknya, Abdul Karim Amrullah, beranjak remaja, ia
dikirim belajar ke Mekkah. Kita dapat melihat sendiri bahwa nenek moyang
HAMKA adalah asli Minang, bila ditelusuri hingga Tuanku Nan Tuo. Oleh krn
itu, klaim 'Arab tulen' dari @Adefsurya kedengaran begitu mengada-ada.

Utk membela Ahmadiyah, @Adefsurya menjelaskan bhw aliran ini dibawa oleh 3
org murid Sumatera Thawalib. Sumatera Thawalib adalah lembaga pendidikan yg
dirintis oleh ayahanda HAMKA dkk. Selain "Tafsir Al-Azhar", ada 3 buku karya
HAMKA yang menjelaskan ttg Ahmadiyah. Dlm buku "Pelajaran Agama Islam",
HAMKA menjelaskan tentang sejarah masuknya Ahmadiyah. Di situ, HAMKA
mengatakan bhw Ahmadiyah tidak diacuhkan oleh masyarakat Sumatera, karena
aliran ini anti-jihad. Padahal, saat itu seruan jihad melawan penjajah
membahana di seantero negeri. Dgn kata lain, Ahmadiyah tdk terlibat dlm
jihad membebaskan negeri ini. HAMKA juga menjelaskan tentang 2 orang
pengurus Muhammadiyah yang sempat terjerat ajarannya. Menurut HAMKA, kedua
orang tersebut memang asalnya "Ngabangan", alias tidak mendalam pemahaman
keislamannya.

Dlm buku "Pelajaran Agama Islam", HAMKA panjang lebar bercerita hingga
sampai pd kesimpulan bhw Ahmadiyah itu sesat. Mereka yg mengaku nabi sesudah
Rasulullah saw adalah kafir, demikian pula pengikutnya. Pd buku "Ayahku",
HAMKA jg bercerita ttg interaksi Sang Ayah dgn Ahmadiyah. Di buku itu, HAMKA
mencatat bhw ayahnya pernah menulis buku berjudul "Qaulun Shahih" utk
membantah Ahmadiyah. Dlm buku "Hamka Membahas Soal-soal Islam", jg ada
komentar HAMKA ttg Ahmadiyah. Menurutnya, Mirza Ghulam Ahmad tidak layak
sebagai nabi, bahkan sebagai mujaddid pun harus ditolak. Sebab, mujaddid tdk
akan mengubah2 ajaran agama. Apalagi merevisi syariat jihad.

@Adefsurya jg menyebutkan bhw di jaman HAMKA, Ahmadiyah hidup aman. Komentar
ini memang benar, namun ia lupa menimbang sebabnya. Dlm buku "Pelajaran
Agama Islam" dan "Hamka Membahas Soal-soal Islam", hal ini telah dijelaskan.
HAMKA menyatakan dengan jelas bahwa Ahmadiyah adalah agama di luar Islam.
Oleh karena itu, sikap kita terhadap Ahmadiyah sama seperti sikap kita
terhadap agama-agama lainnya. Dengan kata lain, toleransi diberikan tanpa
memberikan pembenaran pada ajaran-ajaran agamanya. Sikap ini jelas berbeda
dengan sikap kaum liberalis yang mengusung 'toleransi' tanpa kejelasan
aqidah.

@Adefsurya pun menyindir dengan melihat fakta bahwa pada jaman HAMKA, jilbab
besar tidak terlihat. Sayangnya, lagi-lagi pisau analisisnya sangat tumpul.
Tidak ada penelaahan yang mendalam mengenai fenomena yg diteliti. Yang
jelas, dalam hal ini kaum liberalis memang menerapkan standar ganda. Jika
jilbab dianggap budaya asing, maka bukankah gaya berpakaian terbuka adalah
budaya asing juga? Sebagaimana jilbab besar tidak ditemukan di jaman HAMKA,
bukankah *tanktop* pun tidak ditemukan pada jaman itu? Tapi mengapa kaum
liberalis tidak bersikap keras terhadap *tanktop*? Adakah hawa nafsu
berbicara? Kaum liberalis sering menyuarakan 'perubahan'. Jadi apa salahnya
beralih ke jilbab? Inilah salah satu bentuk sikap #plinplan kaum liberalis.
Tdk ada sikap yg jelas utk menyikapi relasi antara agama dan budaya. Hari
ini, cucu Buya HAMKA, yaitu Yousran Rusydi, telah menyebut @Adefsurya
manipulatif di wall FB.

Demikianlah kultwit 'singkat' tentang Buya HAMKA. Semoga Allah melahirkan
Hamka-Hamka berikutnya di negeri ini. Semoga kita dapat menarik pelajaran
sebanyak2nya dari HAMKA dan melindunginya dari fitnah keji kaum liberalis.
Aamiin yaa Rabbal 'aalamiin…

Kami bersaksi bahwa Buya HAMKA adalah ulama yang lurus dan telah jalankan
tugasnya.


http://twitter.com/#!/malakmalakmal


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: