Jumat, 09 September 2011

[daarut-tauhiid] Kisah Nyata : Memetik Panen dari Kesabaran

 

Kisah Nyata : Memetik Panen dari Kesabaran

Ditengah gemuruhnya kota, ternyata Riyadh menyimpan bayak kisah. Kota ini
menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang
mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak NYA dan Hidayah hanya akan
diberikan kepada mereka yang mencarinya.

Ada sebuah energi yang luar biasa dari cerita yang kudengar beberapa hari yang
lalu dari sahabat Saya mengenal banyak dari mereka, ada beberapa dari Palestina,
Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India, Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan
Saudi Arabia sendiri. Ada beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua
Afrika. Salah satunya adalah teman dari Negara Sudan, Afrika.

Saya mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit hitam
yang juga kerja di Hotel ini.
Beberapa bulan ini saya tidak lagi melihatnya berkerja. Biasanya saya melihatnya
bekerja bersama pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di tengah terik
matahari kota Riyadh yang sampai saat ini belum bisa ramah dikulit saya.
Hari itu Ammar tidak terlihat. Karena penasaran, saya coba tanyakan kepada
Iqbal tentang kabarnya.

"Oh kamu tidak tahu?" Jawabnya balik bertanya, memakai bahasa Ingris khas India
yang bercampur dengan logat urdhu yang pekat.
"Iyah beberapa minggu ini dia gak terlihat di Mushola ya?" Jawab saya.

Selepas itu, tanpa saya duga iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar. Dia
menceritakan tentang hidup Ammar yang pedih dari awal hingga akhir, semula saya
keheranan melihat matanya yang menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali
sosok teman sekamarnya itu.
Saya mendengarkan dengan seksama. Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini lima
tahun yang lalu, tepatnya sekitar tahun 2004 lalu. Ia datang ke Negeri ini
dengan tangan kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk
mencari kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan free visa untuk
Negara Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia bisa bebas mencari kerja
disini asal punya Pasport dan tiket.

Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat. Do'a Ammar untuk mendapat
kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya ternyata saat itu belum
terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan gaji yang sangat kecil, uang
gajinya tidak sanggup untuk membayar apartemen hingga ia tinggal di apartemen
teman temannya. Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan. Ia tetap
mencari kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.

Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat... Bulan ketiga hingga
tahun tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir.. Waktu bergeser
lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup berpindah pindah di Kota ini.
Bekerja dibawah tekanan panas matahari dan suasana Kota yang garang. Tapi amar
tetap bertahan dalam kesabaran.

Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak tahu caranya
untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di hutan kita masih bisa
menemukan buah buah, tapi di kota? Kota adalah belantara penderitaan yang akan
menjerat siapa saja yang tidak mampu bersaing.

Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia. Hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 Jam
jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Dihampir keseluruhan kota ini tidak ada
pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma kurma yang
berbuah satu kali dalam setahun..

Amar seperti terjerat di belantara Kota ini. Pulang ke suddan bukan pilihan
terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan
keluarganya di negeri Sudan. Itu tekadnya.

Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya. Ia tetap mengirimi
mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus
untuk raganya disini. Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga
dan lapar sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi
untuk keluarganya di Sudan.

Tapi Ammar pun Manusia. Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu
dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah
kerjaan numpang di teman temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah.

Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan. Tekadnya telah bulat untuk kembali menemui
keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa untuk mereka yang
menunggunya. Saat itupun sebenarnya ia tidak memiliki uang, meski sebatas
uang untuk tiket pulang. Ia memaksakan diri menceritakan keinginannya untuk
pulang itu kepada teman terdekatnya. Dan salah satu teman baik amar memahaminya
ia memberinya sejumlah uang untuk beli satu tiket penerbangan ke Sudan.

Hari itu juga Ammar berpamitan untuk pergi meninggalkan kota ini dengan niat
untuk kembali ke keluarganya dan mencari kehidupan di sana saja. Ia pergi ke
sebuah Agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar uangnya dengan tiket. Sayang,
ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu ini susah didapat karena konflik
di Libya, Negara tetangganya. Tiket hanya tersedia untuk kelas executive saja.

Akhirnya ia beli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya. Ia memesan dari
saat itu supaya bisa lebih murah. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih
minggu depan. Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya. Tadi pagi ia tidak
sarapan karena sudah tidak sanggup lagi menahan malu sama temannya, siang inipun
belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir
terbiasa dengan kebiasaan itu.

Adzan dzuhur bergema..
Semua Toko Toko, Supermarket, Bank, dan Kantor Pemerintah serentak menutup
pintu dan menguncinya. Security Kota berjaga jaga di luar kantor kantor,
menunggu hingga waktu Shalat berjamaah selesai. Ammar tergesa menuju sebuah
masjid di pusat kota Riyadh. Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian
mengambil wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang
keriting dengan air.

Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk
menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.

Hanya disetiap shalat itulah dia merasakan kesejukan, Ia merasakan terlepas
dari beban Dunia yang menindihnya, hingga hatinya berada dalam ketenangan ditiap
menit yang ia lalui.
Shalat telah selesai. Ammar masih bingung untuk memulai langkah. Penerbangan
masih seminggu lagi.

Ia diam.

Dilihatnya beberapa mushaf al Qur'an yang tersimpan rapi di pilar pilar mesjid
yang kokoh itu. Ia mengmbil salah satunya, bibirnya mulai bergetar membaca
taawudz dan terus membaca al Qur'an hingga adzan Ashar tiba menyapanya. Selepas
Maghrib ia masih disana. Beberapa hari berikutnya, Ia memutuskan untuk tinggal
disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.
Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya. Seperti pagi itu, ia
adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota itu. Ammar mengumandangkan
suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat
fajar menyingsing menyapa Kota.
Adzannya memang khas. Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince (Putra
Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh berjamaah
disana. Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya
di kota Riyadh. Hingga jadwal penerbanganpun tiba. Ditiket tertulis jadwal
penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara jam 3
pagi atau 2 jam sebelumnya.

Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk mencari bis
menuju bandara King Abdul Azis Riyadh yang hanya berjarak kurang dari 30 menit
dari pusat Kota.

Amar sudah duduk diruang tunggu dibandara, Penerbangan sepertinya sedikit
ditunda, kecemasan mulai meliputinya. Ia harus pulang kenegerinya tanpa uang
sedikitpun, padahal lima tahun ini tidak sebentar, ia sudah berusaha semaksimal
mungkin.
Tapi inilah kehidupan, ia memahami bahwa dunia ini hanya persinggahan. Ia tidak
pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta ini dengan
mengeluh. Ia tetap berjalan tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai
Hamba Allah, sebagai Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya.

Diantara lamunan kecemasannya, ia dikejutkan oleh suara yang memanggil manggil
namanya. Suara itu datang dari speaker dibandara tersebut, rasa kagetnya
belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh sekelompok berbadan tegap
yang menghampirinya.
Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata "Prince
memanggilmu". Ammarpun semakin kaget jika ia ternyata mau dihadapkan dengan
Prince. Prince adalah Putra Raja, kerajaan Saudi tidak hanya memiliki
satu Prince. Prince dan Princess mereka banyak tersebar hingga ratusan diseluruh
jazirah Arab ini. Mereka memilii Palace atau Istana masing masing.

Keheranan dan ketakutan Ammar baru sirna ketika ia sampai di Mesjid tempat ia
menginap seminggu terakhir itu, disana pengelola masjid itu menceritakan bahwa
Prince merasa kehilangan dengan Adzan fajar yang biasa ia lantunkan.

Setiap kali Ammar adzan prince selalu bangun dan merasa terpanggil.. Hingga
ketika adzan itu tidak terdengar, Prince merasa kehilangan. Saat mengetahui
bahwa sang Muadzin itu ternyata pulang kenegerinya Prince langsung memerintahkan
pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu
sudah mau terbang untuk kembali ke Negerinya.

Singkat cerita, Ammar sudah berhadapan dengan Prince. Prince menyambut Ammar
dirumahnya, dengan beberapa pertanyaan tentang alasan kenapa ia tergesa pulang
ke Sudan.
Amarpun menceritakan bahwa ia sudah lima tahun di Kota Riyadh ini dan tidak
mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang cukup untuk menghidupi
keluarganya.
Prince mengangguk nganguk dan bertanya: "Berapakah gajihmu dalam satu
bulan?" Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap. Bahkan
sering ia tidak punya gaji sama sekali, bahkan berbulan bulan tanpa gaji
dinegeri ini.
Prince memakluminya. Beliau bertanya lagi: "Berapa gaji paling besar dalam
sebulan yang pernah kamu dapati?"
Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun
kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu: "Hanya SR 1.400", jawab Ammar.
Prince langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang. 1.400 Real
itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real
= Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan
menyerahkannya kepada Amar.

Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban dihadapannya.
Belum selesai bibirnya mengucapkan Al Hamdalah, Prince baik itu menghampiri dan
memeluknya seraya berkata: "Aku tahu, cerita tentang keluargamu yang menantimu
di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembali
lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk kamu dan keluargamu kembali ke
Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku.. dan hiduplah bersama kami di Palace ini"

Ammar tidak tahan lagi menahan air matanya. Ia tidak terharu dengan jumlah uang
itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri Sudan yang miskin. Ammar
menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh
memperhatikannya selama ini, kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan
cara yang indah.
Ammar tidak usah lagi membayangkan hantaman sinar matahari disiang hari yang
mengigit kulitnya. Ammar tidak usah lagi memikirkan kiriman tiap bulan untuk
anaknya yang tidak ia ketahui akan ada atau tidak.
Semua berubah dalam sekejap! Lima tahun itu adalah masa yang lama bagi
Ammar. Tapi masa yang teramat singkat untuk kekuasaan Allah.

Nothing Imposible for Allah,
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah..

Bumi inipun Milik Allah,..
Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir serta Akhirat berada dalam Kekuasaan Nya.

Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan. Ini adalah cerita nyata yang tokohnya
belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup cukup dengan sebuah rumah di
dalam Palace milik Prince. Ia dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang
baik, ia menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat
kota Riyadh.

Subhanallah...
Seperti itulah buah dari kesabaran.

"Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya. Jika kamu mulai
berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi
kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak
didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya". (NAI)

وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلا ذُو
حَظٍّ عَظِيمٍ

"Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang
dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar". (Al Fushilat 35)

Allahuakbar!

Maha Benar Allah dengan segala Firman Nya

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.


How Bad is Your Score? Use this Free, Easy Way to See Your Score. freecreditscore.com.
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: