Kamis, 03 Januari 2013

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3677

1 New Message

Digest #3677
1
Menyoal Kembali Citizen Journalism by "Yons Achmad" freelance_corp

Message

Wed Jan 2, 2013 5:39 am (PST) . Posted by:

"Yons Achmad" freelance_corp

Menyoal Kembali Citizen Journalism

Saat saya sekedar ber-Tachiomi (Jalan-jalan ke toko buku, membaca, tidak
berniat membeli), seperti biasanya, malah tergoda. Ya, barangkali kebodohan
yang saya biarkan terpelihara. Setiap ke toko buku biasanya hanya dua rak
yang saya sambangi. Rak khusus novel-novel terbaru dan rak buku sosial
politik khususnya Ilmu Komunikasi. Sebuah buku warna kuning menyolok
nangkring di rak toko buku Gramedia Matraman, Jakarta. Judulnya Citizen
Journalism karya Pepih Nugraha. Saya baca-baca sekilas, boleh juga.

Buku ini, walau judulnya Citizen Journalism, tetapi isinya sebenarnya
gugatan. Penulis berusaha menyoal kembali apa itu citizen journalism yang
akrab diterjemahkan menjadi pewarta warga. Rupanya, setelah
dipikir-pikirnya cukup panjang, begitu juga (mungkin) setelah
mempraktekkan serta mengelola media yang menampung pewarta warga bernama
"Kompasiana", penulis berkesimpulan bahwa citizen journalism bukan sebuah
istilah yang tepat. Istilah itu terlalu "wah" bagi warga yang bukan sebagai
jurnalis profesional sebuah industri media.

Penulis buku ini lebih memilih istilah citizen reporter (pewarta warga).
Bagi penulis, warga biasa tidak serta merta menjadi journalist hanya
karena menulis atau melaporkan peristiwa yang dilihat dan dialaminya
melalui internet. Menurut penulis buku ini, tidak gampang jadi wartawan
atau jurnalis, ada "sekolahan" nya. Pilihan untuk memilih istilah itu
barangkali berangkat dari pengalaman penulis. Pepih Nugraha punya
pengalaman tidak gampang untuk menjadi wartawan (jurnalis). Di Kompas
tempatnya bekerja harus melalui hampir satu tahun sebelum benar-benar
diterjunkan ke lapangan untuk melaporkan peristiwa, menggali dan
mengumpulkan fakta serta menuliskannya di Koran.

Belum lagi, menjadi wartawan terikat dengan code of conducts dari manajemen
perusahaan pers dimana wartawan itu bekerja. Kalau perusahaan pers
tempatnya bekerja bilang haram menerima amplop (sogokan), maka wajib pula
mematuhinya selagi berkhidmat pada perusahaan itu. Sedangkan, menjadi
citizen reporter hanya bertanggungjawab pada dirinya sendiri dengan etika,
moral, serta filsafat hidup yang berlaku universal yang dimilikinya.

Buku yang saya baca judul lengkapnya adalah "Citizen Journalism: Pandangan,
Pemahaman, dan Pengalaman". Sebuah buku Seri Jurnalistik Kompas. Saya kira,
buku ini relevan untuk pencerahan tentang dunia citizen journalism: Yang
penulis bukunya sendiri lebih memilih istilah Citizen Reporter. Semacam
buku panduan bagaimana menjadi seorang Citizen Journalism yang "baik".
Cocok dibaca oleh mereka yang bukan wartawan di industri media tapi punya
hobi melakukan reportase, menulis pengalaman menarik yang dialaminya untuk
dibagikan ke orang lain.

Memang, tak selamanya wartawan itu "profesional" dan Citizen Reporter itu
"amatiran". Buku ini, saya kira berpotensi menjadi serangan balik wartawan
di industri pers arus utama (mainstream), kenapa? Kalau warga sudah
jago-jago melakukan reportase, tidak berlebihan kiranya membuat
wartawan-wartawan arus utama kecut.

Sebagai contoh, tidak bermaksud menjelak-jelekkan tapi hanya membeberkan
wakta. Media online Detikcom misalnya, sering sekali membuat berita yang
antara judul dan isinya berbeda. Belum lagi biro Detikcom Surabaya
bersemangat sekali, gemar betul dan paling pinter bikin berita-berita
berbau "mesum". Entahlah, semua ini barangkali sekedar strategi menaikkan
trafik pengunjung, tapi hasilnya tentu kuasa pembaca menyala. Olok-olokkan
kerap muncul. Wartawan-wartawan Detikcom sering dicap dan sering dicaci
dengan makian "Dasar Wartawan Anak Singkong": Merujuk pada buku Chairul
Tanjung "Si Anak Singkong" yang sudah membeli Detikcom. Ini akibat kerap
bikin media yang isinya "sampah. Tentu tidak semua. Tapi, artinya apa?
Dunia tahu, wartawan arus utamapun tak selalu sempurna.

Akhirnya saya kira, debat soal apakah yang benar citizen journalism atau
citizen reporter sekarang ini sudah tidak terlalu penting. Justru
barangkali adalah debat soal mutu atau konten dari karya jurnalistik itu.
Entah diterbitkan oleh media mainstream (arus utama) sebuah industri pers
atau hanya "sekedar" diterbitkan di blog pribadi. Bukan lagi soal apakah
wartawan atau bukan yang menulisnya, tapi bagus tidaknya atau benar
tidaknya apa yang ditulisnya dan sejauhmana karya itu bermanfaat bagi
pembaca. Begitulah pemahaman sedikit saya, bagaimana menurut Anda? (Yons
Achmad)

http://kanetmedia.com/artikel/read/menyoal-kembali-citizen-journalism/

Tidak ada komentar: