Rabu, 15 Mei 2013

[sekolah-kehidupan] Digest Number 3711

4 New Messages

Digest #3711
1
P#69: Menjadi Seorang Star Performer by "Dadang Kadarusman" dkadarusman
2a
Re: Warung Miza by "sin thionk" ukhtihazimah
3a
Re: Konflik, Pembuktian Sebuah Hubungan by "Muhammad Nahar Rasjidi" muh_nahar
4
L#43: Kapan Saat Yang Tepat Untuk Mundur? by "Dadang Kadarusman" dkadarusman

Messages

Tue May 14, 2013 6:41 pm (PDT) . Posted by:

"Dadang Kadarusman" dkadarusman



P#69: Menjadi Seorang Star
Performer
 
Hore!
Hari Baru, Teman-teman.
 
Kita menggunakan sebutan 'star performer' untuk
menggambarkan para professional yang cemerlang. Seperti zaman dulu kita menggelari
'bintang kelas' pada siswa-siswa yang pintar di sekolah. Kita dihadapkan kepada
fakta bahwa siswa yang menjadi bintang pelajar itu jumlahnya hanya sedikit
sekali. Sedangkan karyawan yang menjadi star performer mungkin jumlahnya lebih
sedikit lagi. Padahal, kita percaya bahwa setiap manusia dianugerahi Tuhan
dengan kekurangan dan kelebihannya masing-masing agar bisa menjalani hidup dengan
sebaik-baiknya. Jika setiap orang punya 'modal' untuk menciptakan kecemerlangan
dirinya, lantas kenapa hanya sedikit yang menjadi sang bintang itu? Mengapa
tidak semua orang menjadi bintang, jika benar bahwa Tuhan telah secara adil
memberikan kemampuan untuk mewujudkannya? Kenapa ya?
 
Pagi ini sehabis sembahyang subuh. Entah mengapa
perhatian saya terpaku kepada kulkas. Ada apa sih didalamnya? Nggak tahu
kenapa. Penasaran saja rasanya. Padahal, pagi-pagi begini kan nggak terlalu
cocok mengintip isi lemari pendingin. Waaaah….ada belimbing! Seketika itu pula,
mata saya dibutakan dari obyek lain yang ada dalam kulkas itu. Sekarang
semuanya hanya tentang belimbing. Dan setengah menit kemudian, belimbing itu
sudah berada diatas piring.
 
Belimbing itu masih terbaring diatas piring. Pasrah
saja menunggu perlakuan dari penggemar fanatiknya ini. Namun sebelum menikmati
kesegarannya, tiba-tiba saja muncul sebuah pertanyaan didalam batin; kenapa,
belimbing disebut sebagai 'star fruit'? Kalau pertanyaan itu diajukan kepada
Anda, apakah Anda bisa memberikan jawaban yang tepat? "Ya iyyalah, kan bentuk
buah belimbing itu seperti bintang…" Begitu kan jawaban Anda. Jika Anda
menyebut itu sebagai jawaban yang umum, Anda mungkin benar. Tapi apakah itu
jawaban yang tepat? Belum tentu. Coba sekali lagi perhatikan buah belimbing.
Apakah benar dia mirip bintang? Silakan pergi ke kebun belimbing. Biar Anda
tahu kebenarannya. Apakah buah belimbing itu bergelantungan di pohonnya seperti
bintang-bintang yang berkilauan di langit tinggi? Maaf ya. Tidak.
 
Jadi kenapa belimbing disebut 'star fruit'? Pertanyaan
iseng itu tidak begitu penting. Maka saya pun beranjak mengambil pisau didapur.
Lalu srek, srek, srek ketajamannya memotong buah belimbing itu menjadi beberapa
bagian. Sekarang. Saya tertegun. Menyaksikan diatas piring sudah bertaburan
bintang gemintang….
 
Bentuk belimbing itu akan mirip dengan bintang,
setelah dipotong melintang. Jika tidak dipotong melintang, maka bentuknya sama
sekali tidak seperti bintang. Lihatlah lagi bentuk asli buah belimbing. Agak seperti
kepalan tangan manusia yang melonjong dengan lekuk-lekuknya yang unik. Sulit
membayangkannya untuk menjadi seperti bintang. Tapi ketika dipotong, maka tidak
usah dibayangkan lagi. Toh bentuknya sekarang sudah benar-benar seperti
bintang.
 
Sepertinya saya tengah disadarkan bahwa; untuk
benar-benar menjadi bintang, maka manusia pun mesti bersedia menjalani suatu proses
'pemotongan' itu. Seperti sulitnya melihat bintang pada belimbing dalam bentuk
aslinya, sulit pula mengenali kualitas seorang bintang didalam diri kita. Diri
kita ini yang begini inilah adanya. Dan kita suka mengatakan 'terimalah saya
apa adanya'. Orang lain juga sama kok, suka meminta dirinya diterima apa
adanya. Sehingga kita pun bersedia untuk saling menerima satu sama lain dengan 'apa
adanya'..…  
 
Begitulah cara kita menerima diri sendiri dan orang
lain selama ini. Maka tidak terlalu mengherankan sih, jika kita bekerja dan
berperilaku apa adanya juga. Bekerja alakadarnya. Dan berkarya seadanya saja.
Keadaan yang pas-pasan sekalipun kita terima. Karena premis yang kita pegang
teguh selama ini adalah;'menerima diri kita apa adanya' sambil mengharapkan
orang lain melihat diri kita sebagai seorang bintang.
 
Belimbing itu memang punya bentuk menyerupai
bintang. Namun, keserupaan bintang itu disamarkan oleh bentuk lekuk gelondongannya
yang yaaa…antara mirip dan tidak sih dengan sang bintang. Sama loh, seperti
diri kita sendiri. Memang benar kok, kita ini mempunyai sifat-sifat bintang. Mempunyai
karakter dan kemampuan sang bintang. Namun, semua itu sering disamarkan oleh
perlikau gelondongan diri kita yang bercampur baur antara sifat karakter dan
perilaku bintang itu dengan temperamen tingkah polah dan mentalitas yang bukan
bintang. Maka, untuk menjadi seorang bintang itu; kita tidak boleh lagi
menuntut orang lain untuk menerima adanya kita. Kita, mesti melakukan sesuatu
agar yang muncul dan terlihat dari diri kita itu adalah sifat-sifat seorang
bintang, bukan malah sebaliknya.  Atau percampur
baurannya.
 
Contoh sederhananya begini. Kita ingin dinilai
tinggi oleh orang lain. Wajar dong. Bintang kan tinggi. Maka wajar, jika dihargai
tinggi. Anehnya, kita tidak mau 'memotong dan membentuk' diri kita untuk bisa
memancarkan cahaya kebintangan yang masih disembunyikan oleh sikap dan perilaku
kita yang sebaliknya. Mana ada sih seorang bintang yang nyolong-nyolong waktu
kerja, misalnya. Mana ada juga bintang yang menggerutu melulu. Mana ada pula
bintang yang ogah-ogahan mempelajari hal baru.
 
Seperti belimbing. Sikap dan sifat baik kita itu
masih tersembunyi. Sehingga kita mesti mau menempuh jalan dan kegiatan yang mungkin
tidak selamanya menyenangkan. Belimbing itu mungkin merintih ketika mata pisau
mengirisnya. Tapi dari irisan itu dihasilkan bintang-bintang yang memancar dari
dalam dirinya. Kita juga mungkin mesti menjalani hal-hal yang menyakitkan. Namun
setelah itu, kita benar-benar bisa menunjukkan bahwa diri kita ini memang
benar-benar seorang bintang.
 
Sahabatku, bahkan bintang yang sebenarnya pun tidak
berbentuk seperti bintang layaknya yang kita bayangkan. Bintang itu pun, hanya
bisa kelihatan sebagai sebuah bintang ketika dia bersida memancarkan cahaya
kebintangannya. Jika dia memadamkan dirinya, maka tak seorang pun bisa melihat
binarnya. Kita ini memang punya segala hal untuk menjadi bintang. Namun, hanya
akan benar-benar mewujud jika kita bersedia untuk terus bersinar ditempat
kerja. Oleh karenanya sahabatku, janganlah lagi membiarkan kekesalan. Kekecewaan.
Ketidakpuasan. Membuat wajahmu muram. Menyebabkan kinerjamu menurun. Mengakibatkan
reputasi profesionalmu memburuk.
 
Sinar kebintanganmu, hanya bisa muncul ketika
berhasil melalui saat-saat yang mungkin menyakitkan itu. Tidak mudah memang.
Tapi, hasilnya sungguh sepadan. Seperti firman Allah  dalam  surah
88 (Al-Gosyiyah) Ayat 8 – 10: "Pada hari ini banyak wajah yang
berseri-seri. Merasa senang karena hasil dari apa yang diusahakannya. Mereka
berada dalam sorga yang tinggi."  Tidak usah menunggu kiamat dulu untuk
menikmati sorga. Karena sejak didunia pun sudah tersedia sorga yang disediakan
untuk orang-orang yang berbuat baik dengan sebaik-baiknya melalui kerja dan
karya yang mereka lakukan setiap hari. Itulah sebabnya mengapa para star
performer itu mendapatkan kesenangan di sorga dunia yang dihuni oleh para professional
handal. Yaitu mereka yang senantiasa konsisten dengan kinerja dan dedikasinya,
kepada profesi yang mereka tekuni.
 
Apakah Anda sudah menjadi seorang star perfomer,
sahabatku? Kita usahakan mulai sekarang yuk. Supaya kita bisa berada di sorga dunia
itu. Dan kelak kalau sudah waktunya, kita boleh bilang;"Tuhanku, sudah kunikmati sorga
duniaMu. Bolehkah aku menikmati sorga abadiMu kini….?" Insya Allah.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
DEKA – Dadang
Kadarusman – 14 Mei 2013
Author, Trainer, and Professional
Public Speaker
DK: 0812 19899 737 or Ms.
Vivi at 0812 1040 3327
PIN BB DeKa : 2A495F1D
 
Catatan
Kaki:
Enak banget kalau saat bekerja, mendapatkan pengakuan atas
kualitas profesionalisme kita. Jadi hepi dan makin bersemangat menjalani
hari-hari kerja itu. Namun, pengakuan seperti itu hanya layak diberikan kepada
orang-orang yang mau memancarkan cahaya kebintangan didalam dirinya. Mereka
yang bekerja alakadarnya saja? Nggak banget deh.
 
Ingin
mendapatkan kiriman artikel "P (=Personalism)" secara rutin langsung dari Dadang Kadarusman?  Kunjungi dan bergabung di http://finance.groups.yahoo.com/group/NatIn/
 
Silakan teruskan kepada orang lain jika
Anda nilai artikel ini bermanfaat. Dan tetaplah mengingat bahwa; Anda tidak
perlu mengklaim sesuatu yang bukan karya tulis Anda sendiri. Meskipun Anda
sudah berbuat baik, namun Tuhan; belum tentu suka tindakan itu (Natin & The
Cubicle).
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
www.dadangkadarusman.com
Dare to invite Dadang to speak for your company? 
Call him @ 0812 19899 737 or Ms. Vivi @ 0812 1040 3327

Tue May 14, 2013 8:39 pm (PDT) . Posted by:

"sin thionk" ukhtihazimah

Mas Salam & Mbak Ugik:: Iya, berharapnya Miza punya jiwa wirausaha
nantinya, biar dia mau jadi pekerja kantoran tapi tetep punya usaha sendiri

2013/5/14 Sugeanti Madyoningrum <ugikmadyo@gmail.com>

> Ini namanya warung inspirasi hihi. Keren banget cara Sinta jualan
> dengan melibatkan Miza. Jagoan kecil gak terasa tuh kalau lagi
> digembleng ummi-nya jadi calon konglomerat.
>
> On 5/14/13, Nursalam AR <nursalam.ar@gmail.com> wrote:
> > Mantabb!
> >
> > Ini mirip cerita beberapa kawan Tionghoa yang sedari kecil dibiasakan
> orang
> > tua mereka untuk berdagang. Salah satunya dengan membuka warung kelontong
> > kecil-kecilan di depan rumah. Ahasil, saat dewasa, jiwa wirausaha mereka
> > sangat kuat. Jadi, jika pun mereka bekerja kantoran, mereka tetap nyambi
> > berdagang atau punya bisnis sampingan.
> >
> > Terima kasih sudah menginspirasi ya!
> >
> > 2013/5/13 sin thionk <sinthionk@gmail.com>
> >
> >> **
> >>
> >>
> >> *republish tulisan di blog*
> >>
> >> Sudah hampir sebulan, kami membuka warung jajanan kecil-kecilan di depan
> >> rumah. Sebenarnya membuka warung sudah terbersit sejak lama, tapi
> >> eksekusinya belum juga terlaksanakan *sepertinya terlalu banyak
> berpikir*
> >> lamaaa� sampai kami sendiri lupa. Suatu hari, pas kami sedang menikmati
> >> mie
> >> ayam di deket Pasar Klender, di bagian depannya ada toko jajanan grosir.
> >> Kembali terbersit di kepala kami, tentang rencana membuka warung cilik
> di
> >> depan rumah. Tanpa berpikir lagi, setelah selesai menuntaskan isi
> mangkuk
> >> mie ayam, kami segera menyeberang dan masuk ke toko grosiran tersebut,
> >> dan
> >> pulang membaca sekardus makanan kecil.
> >>
> >> Memang, dagangan kami sebagian besar adalah jajanan anak-anak karena
> >> posisi rumah yang cukup strategis, berada di dekat area tempat anak-anak
> >> bermain dan warga berkumpul. Jujur, untung dari warung tidak terlalu
> >> besar,
> >> bahkan kecil sekali, tapi tetap menyenangkan. Apalagi, saat melibatkan
> >> Miza
> >> setiap kali ada yang membeli. Ada aura antusias di wajah Miza setiap
> kali
> >> diajak untuk melayani pembeli. Aktivitas menerima uang dan memasukkan
> >> uang
> >> ke kotak penyimpanan, atau memberikan uang kembalian, menjadi salah satu
> >> hal menyenangkan dan dianggapnya sebagai �area� bermain.
> >>
> >> Lucunya, tak jarang ketika ada temannya yang memanggil Miza melalui
> >> tempat
> >> berjualan, akan disodorinya makanan jualan. Saat diterima, senyum/tawa
> >> merekah di bibir Miza. Hasilnya, si teman menganggapnya pemberian, dan
> >> jualan pun berkurang tanpa pemasukan uang hehehehe� Alhamdulillah, meski
> >> begitu, kami tidak terlalu mengejar keuntungan melalui warung kecil ini,
> >> bahkan seringkali jualan berkurang karena kita cemilin sendiri. Tapi,
> >> minimal melalui dibukanya warung kecil ini, rumah kami menjadi lebih
> >> ramai
> >> dan Miza bisa berkenalan dengan aktivitas jual-beli. Alhamdulillah ^_^
> >>
> >> --
> >> *Sinta,
> >> http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com*
> >> *http://bacaanreligiku.blogspot.com*
> >>
> >>
> >>
> >
> >
> >
> > --
> > Twitter : @pekerjakata
> > Blog : www.nursalam.wordpress.com
> > "Either you run the day or the day runs you."
> > (Jim Rohn)
> >
>
>
> ------------------------------------
>
> Yahoo! Groups Links
>
>
>
>

--
*Sinta,
http://saatnyabercerita.wordpress.com/
http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com*
*http://bacaanreligiku.blogspot.com*

Tue May 14, 2013 11:33 pm (PDT) . Posted by:

"Muhammad Nahar Rasjidi" muh_nahar

Menarik mbak,

btw sekarang ini kita saksikan banyak sekali konflik dan benturan antara jamaah dan organisasi Islam seperti PKS vs HTI tentang masalah pro dan kontra demokrasi, antara NU dengan Salafi soal bid'ah dan khilafiah, Salafi dengan Jihadi dalam hal ketaatan pada pemerintah dan masalah taghut dan terorisme dan masih banyak lagi yang lainnya

Apakah semua konflik di atas bisa juga diartikan sebagai "pembuktian hubungan" spt yang ditulis oleh mbak Sinta?

M. Nahar
www.pindahanmultiply.wordpress.com

________________________________
From: sin thionk <sinthionk@gmail.com>
To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
Sent: Monday, May 13, 2013 1:58 PM
Subject: [sekolah-kehidupan] Konflik, Pembuktian Sebuah Hubungan


 
*republish tulisan di blog*

    …tidak mungkin menghindari konflik, karena konflik adalah suatu 'pembuktian' dalam sebuah hubungan. [h.100, Amazing Parenting ~ Rani Razak Noe'man]

Sebenarnya kalimat di atas ditujukan untuk hubungan orangtua dan anak, sesuai dengan tema yang diangkat buku Amazing Parenting, terbitan NouraBooks itu. Tapi, setelah dipikir-pikir, kalimat tersebut bisa diterapkan ke segala hubungan. Well, hubungan tidak mungkin dihindari karena manusia adalah makhluk sosial. Sedangkan dalam berhubungan, tidak akan mungkin bertemu dengan orang yang benar-benar bisa mengerti segala yang kita lakukan dan inginkan. Pasti akan muncul masalah atau konflik dalam kebersamaan hubungan tersebut. Jadi, seperti halnya hubungan yang tak mungkin dihindari, maka konflik pun tak mungkin 'ditendang' begitu saja dari kehidupan kita.

Semisal, dalam kehidupan rumah tangga. Konflik hadir menjadi tambahan cerita dalam suka duka pasangan suami-istri. Dari situlah kemudian 'pembuktian' akan menjadi penentu arah jalan. Konflik yang kemudian membesar, akan berakhir pada keputusan untuk tetap mempertahankan rumah tangga, atau malah berujung dengan mengeluarkan 3 kali kalimat talak. Dan, dari situlah 'pembuktian' sebuah hubungan terjadi.

Bagaimana dengan terjemahan surat Al-Ankabut ayat 2,

    Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka belum diuji?

Seseorang belum bisa dikatakan beriman, jika dia belum melewati ujian dari-Nya. Berdasarkan sudut pandang saya, ujian  bisa dikatakan 'konflik' dalam diri seorang hamba terhadap Sang Pencipta. Apakah jalan hidupnya akan menjadi pembuktian keimanannya, atau malah kemurtadannya? *sink! menohok diri sendiri*

Ya, sebuah hubungan pasti berkonflik, maka tak ayal, selalu membutuhkan 'pembuktian'.

Wallahu'alam bisshawab

--
Sinta,
http://jendelakumenatapdunia.blogspot.com
http://bacaanreligiku.blogspot.com

Tue May 14, 2013 11:34 pm (PDT) . Posted by:

"Dadang Kadarusman" dkadarusman



L#43: Kapan Saat Yang Tepat Untuk Mundur?
 
Hore!
Hari
Baru, Teman-teman.
 
Menduduki posisi atau jabatan tinggi itu memang
menyenangkan sekali ya. Sampai-sampai kita sering lupa untuk lengser. Kita juga
lupa, bahwa cepat atau lambat; kursi empuk itu mesti ditinggalkan juga. Entah
kita suka, atau tidak. Malahan ada juga orang-orang yang ngeyel untuk terus
berada pada kedudukan tinggi itu meskipun sebenarnya sudah tidak mampu lagi
menjalankannya. Makanya, beraaaat sekali jika harus meletakkan jabatan. Nanti
deh, nunggu saat yang tepat. Menurut pendapat Anda; "kapan sih saat paling
tepat untuk mundur dari jabatan tinggi?" Kalau sudah bosan? Kalau sudah masuk usia
pensiun 65 tahun? Kapan?
 
Awal bulan Mei ini dunia sepakbola digegerkan oleh
keputusan Alex Ferguson untuk mundur dari posisinya yang sedemikian bergengsi
sebagai pelatih sekaligus manager Manchaster United. Andai saja kita membuat
kuisioner dengan pertanyaan terbuka tentang pendapat orang-orang atas mundurnya
Fergie, kira-kira respon mereka apa ya? Jawabannya mungkin saja bisa
bermacam-macam. Namun, hampir bisa dipastikan jika publik akan merespon secara
positif dengan menunjukkan penghormatan yang tinggi kepada Fergie. Saya
meyakini jika tidak seorang pun pecinta sepakbola yang tidak menghormatinya.
Kawan sudah pasti. Lawan pun demikian. Benar, bahwa Fergie pernah melakukan
beberapa kesalahan. Namun, orang tetap saja respek kepada dirinya. Kenapa ya
kira-kira?
 
Ada seorang teman di dunia kerja. Jabatannya
tinggi. Sejauh yang saya ketahui, ada masa ketika menduduki jabatan yang tinggi
itu nyaris tidak berhenti orang menggunjingkan dirinya. Dan ketika teman kita
itu memutuskan untuk mundur, orang-orang pada bersorak kegirangan meski hanya
dilakukan didalam hati. "Nape nggak dari dulu-dulu…." Begitu kira-kira kalimat
bernada ejekan dialam olok-olok.
 
Ada juga teman yang memutuskan untuk mengundurkan
dirinya. Teman kita yang lainnya. Ketika berita mundurnya itu 'bocor',
orang-orang mulai sibuk bertanya;"Yaaaah, sayang baaanget….?" Ada juga yang
bilang "Ada apa sih…?" Mungkin tidak seperti tanggapan kepada Alex Ferguson.
Tapi pengunduran diri teman kita itu, disambut dengan rasa hormat dari
orang-orang disekitarnya.
 
Jika suatu saat kelak, Anda harus meletakkan
jabatan Anda; apakah Anda ingin seperti orang pertama atau kedua? Ingin seperti
orang pertama? Ya nggak mungkinlah ya… Anda pastinya ingin pergi diiringi rasa
hormat dari teman-teman Anda. Dari anak buah Anda. Dari atasan Anda. Dari
sebanyak mungkin orang dikantor Anda kan? Mengapa? Iya dong. Kita kan ingin
dihargai melebihi materi. Tapi, kenapa ya ada orang yang hari kepergiannya
dihargai. Dan ada juga orang yang hari terakhirnya itu diiringi dengan cibiran
dan lecehan. Nggak ada respek sama sekali. Anda tahu kenapa?
 
Sebenarnya kan klub sepakbola yang keren itu bukan
hanya MU. Klub lainnya juga banyak yang tidak kalah hebatnya. Artinya pelatih
atau manager klub yang hebat itu bukan cuma Fergie. Tapi, kepergian Fergie
mungkin menjadi sejarah tersendiri. Anda yang mengikuti perkembangan sampai
pertandingan terakhirnya – semacam tribute gitulah – tentu mafhum; betapa orang
sangat menghormatinya. Nah, sekarang saya ingin berandai-andai nih. Seandainya
saja Fergie mundur ketika MU sedang terpuruk; kira-kira dia akan mendapatkan
penghormatan yang sedemikian gegap gempitanya atau tidak ya? Coba renungkan
dulu jawaban Anda, sampai Anda temukan isyaratnya.
 
Anda sudah menemukan isyaratnya? Betul. Saat yang
tepat untuk mundur itu, ternyata bukan usia 65 tahun ketika masa pensiun tiba.
Bukan juga ketika perusahaan sedang melakukan pengurangan tenaga kerja. Bukan ketika
ada merger. Melainkan ketika kita sedang berada di puncak prestasi. Persis
seperti bocoran alasan mundurnya Fergie dari MU. Memang ada spekulasi merebak
tentang alasan kemundurannya berkaitan dengan masalah kesehatan, sudah lelah,
atau pun banyak tekanan yang diterimanya. Namun, putera Fergie memberikan
bocoran tentang alasan ayahnya mengundurkan diri.
 
"Pada dasarnya dia merasa pergi disaat yang tepat."
Demikian Darren Ferguson mengatakan. "Dia meninggalkan klub ini dalam
posisi yang fantastis, sangat sehat, dan telah merekrut manajer yang sangat
bagus untuk menggantikan dirinya," lanjutnya.
 
Menyimak penjelasan putera Fergie itu, saya jadi
kembali teringat dengan kedua teman kita itu. Teman kita yang pertama tadi itu
juga bukan pemimpin ecek-ecek loh. Beliau itu mempunyai track record yang
sangat cemerlang. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini ada sesuatu yang
mengganjal bagi dirinya terkait kebijakan perusahaan. Sehingga akhirnya kinerja
beliau merosot drastis. Moral anak buahnya berantakan. Dan akhirnya, tidak lagi
jelas antara ada dan tidak adanya kepemimpinan disana. Walhasil, ikatan
emosional dengan teamnya pun luntur. Semuanya jadi memburuk. Sedangkan teman
yang kedua itu, mundur justru ketika beliau sedang berada di puncak
prestasinya.
 
Kita sering keliru mengira bahwa cara melanggengkan
jabatan itu adalah dengan terus menerus menggenggamnya. Dari Fergie dan kedua
teman kita itu saya belajar memahami bahwa bukan begitu caranya. Bukan. Bukan
dengan menggenggam tanpa mau melepaskan jabatan itu. Melainkan, justru
melepaskannya disaat yang tepat. Yaitu, saat dimana team yang kita pimpin itu
berada pada puncak prestasinya yang paling tinggi. Oleh karenanya sahabatku,
mulai sekarang mari berusaha sungguh-sungguh untuk membawa team kita ke puncak
prestasi tertingginya. Setelah itu, relakanlah. Seperti Fergie yang mundur
ketika MU berada dipuncak kemasyhurannya. Seperti teman kita yang kedua itu
melepaskan team yang dipimpinnya dalam kecemerlangan pencapaiannya.
 
Lho, memangnya apa salahnya mundur tepat pasa saat
masuk masa pensiun? Tidak ada salahnya kok. Karena boleh jadi, pada masa menjelang
pensiun itu justru prestasi kita ada di puncak tertingginginya. Dan jika sampai
masa pensiun adalah yang Anda inginkan, berarti tugas Anda adalah memastikan
bahwa sejak saat ini, semua pencapaian dan kualitas kepemimpinan Anda akan
teruuus dan teruuuuuus membaik sehingga ketika pensiun kelak, Anda berada di
puncaknya. Jika tidak berhasil melakukan itu, maka pencapaian cemerlang Anda
sekarang akan terkubur oleh keadaan paling akhir, ketika Anda harus
melepaskannya. Jadi, kapan saat yang tepat bagi Anda untuk mundur. Saya yakin jawaban
kita sama. Yaitu; Ketika pencapaian kita sedang berada di puncak tertingginya.
Bisa? Insya Allah.
 
Salam hormat,
Mari Berbagi
Semangat!
DEKA – Dadang
Kadarusman – 13 Mei 2013
Author, Trainer, and
Professional Public Speaker
0812 19899 737 or Ms. Vivi
at 0812 1040 3327
PIN BB DeKa : 2A495F1D
 
Catatan
Kaki:
Banyak orang yang sedemikian terikatnya dengan jabatan
yang disandangnya. Hingga mereka lupa, bahwa jabatan itu hanyalah titipan
semata. Bukan milik kita, karena kita mesti mengembalikannya. Dan mempertanggungjawabkannya
didunia. Dan diakhirat.
 
Ingin
mendapatkan kiriman "L (= Leaderism)" secara rutin langsung dari Dadang Kadarusman?  Kunjungi dan bergabung di http://finance.groups.yahoo.com/group/NatIn/
 
Silakan teruskan kepada orang lain jika
Anda nilai artikel ini bermanfaat. Dan tetaplah mengingat bahwa; Anda tidak
perlu mengklaim sesuatu yang bukan karya tulis Anda sendiri. Meskipun Anda
sudah berbuat baik, namun Tuhan; belum tentu suka tindakan itu (Natin & The
Cubicle).
 
Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!
DEKA - Dadang Kadarusman
www.dadangkadarusman.com
Dare to invite Dadang to speak for your company? 
Call him @ 0812 19899 737 or Ms. Vivi @ 0812 1040 3327

Tidak ada komentar: