Selasa, 24 Februari 2009

[daarut-tauhiid] Industri Rokok: antara fakta dan mitos

Selasa, 24/02/2009 13:46 WIB
Tidak Tepat Pemerintah Lindungi Industri Rokok
*Novia Chandra Dewi* - detikNews

[image: Text Box: FOTO TERKAIT Razia Rokok di Grogol]*Jakarta* - Upaya
pemerintah melindungi sektor industri rokok dinilai tidak tepat oleh
sejumlah kalangan. Sebab, kontribusi industri rokok justru turun.

"Itu tidak tepat karena industri rokok sendiri juga turun," kata Peneliti
Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan.

Hal ini disampaikan dia dalam Diskusi Kesehatan bertajuk "Rokok Haram :
Bagaimana dengan petani dan pekerja tembakau?" di Hotel Millenium, Jalan
Fachrudi 3, Kebon Sirih, Jakarta, Selasa (24/2/2009).

Meski konsumsi rokok meningkat setiap tahunnya sebesar 5,7 kali lipat, kata
dia, tapi kontribusi industri rokok justru turun.

Abdillah mengatakan, berdasarkan fakta di lapangan, banyak petani tembakau
yang belum memiliki kesejahteraan yang baik. Bahkan, upah mereka justru
lebih rendah dibanding petani tanaman lain. "Sedangkan modal justru lebih
besar," ujarnya.

Jika pemerintah ingin membantu buruh tani tembakau, menurut dia, pemerintah
harus memfasilitasi petani untuk beralih usaha.

"Pemerintah lebih baik memfasilitasi petani tembakau untuk beralih ke
komoditas pertanian lain untuk meningkatkan taraf hidup," cetusnya.

Ditambahkan dia, fluktuasi jumlah hasil panen petani tembakau tidak
semata-mata dipengaruhi oleh konsumsi rokok. "Ada unsur-unsur lainnya
seperti faktor iklim dan hama. Ditambah dengan ketidakstabilan harga dan
alasan kelebihan stok pabrik rokok sehingga petani tidak memiliki kepastian
usaha," beber dia.

Lebih lanjut, Abdillah menilai, fatwa haram merokok MUI justru
dipertanyakan. Sejauhmana kebijakan ini akan efektif mengingat fatwa yang
diberlakukan sejak akhir Januari 2009 ini belum menyeluruh.

Anggota perlindungan konsumen YLKI Tulus Abadi menambahkan fatwa MUI harus
dibarengi dengan kebijakan cukai, penyuluhan kesehatan dan pengendalian
iklan rokok.

"Yang penting MUI harus punya keberanian secara general dan mutlak, meski
fatwa ini merupakan tahap awal untuk diberlakukan sistem ini sehingga bisaa
benar-benar terlaksana di 5-10 tahun nanti," imbuhnya.* (nov/aan)*

http://www.detiknews.com/read/2009/02/24/134624/1089690/10/tidak-tepat-pemerintah-lindungi-industri-rokok

Selasa, 24/02/2009 15:41 WIB
Industri Rokok Serap Tenaga Kerja Hanya Mitos
*Novia Chandra Dewi* -
detikNews<http://openx.detik.com/delivery/ck.php?n=a59ecd1b&cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE>

*Jakarta* - Selama ini, industri rokok disebut-sebut sebagai lapangan
pekerjaan yang menyerap hingga puluhan juta tenaga kerja. Namun anggapan itu
ternyata hanya mitos.

"Meski dikatakan ada 10 juta tenaga kerja yang terlibat industri ini,
faktanya hanya 250 ribu tenaga kerja yang bekerja di pabrik dan 684 ribu
petani tembakau," kata Peneliti Lembaga Demografi FEUI Abdillah Ahsan.

Hal itu disampaikan dia dalam diskusi kesehatan bertema "Rokok haram:
Bagiamana dengan Petani dan Pekerja Tembakau', di Jalan Fachrudi 3, Kebon
Sirih, Jakarta, Selasa (24/2/2009).

Abdillah mengatakan, seharusnya pemerintah tidak perlu khawatir dengan
peningkatan cukai rokok karena tidak berarti akan menurunkan pendapatan.
Menurutnya, peningkatan harga rokok tidak akan mempengaruhi tingkat
penjualannya.

"Kalau pun ada, hanya kecil dampaknya, karena rokok itu kan barang yang
adiksi. Sehigga semahal apapun akan tetap dicari," jelasnya.

Abdillah mengatakan, pemerintah dapat meningkatkan cukai bukan dengan
meningkatkan produksi rokok melainkan dengan meningkatkan pajak rokok.
Peningkatan cukai tembakau justru akan memberikan keuntungan bagi semua
pihak.

"Kekhawatiran itu tidak beralasan, karena peningkatan cukai justru membawa
dampak positif bagi perekonomian nasional," tukasnya.

Ditambahkan dia, rendahnya cukai rokok justru meningkatkan akses masyarakat
untuk merokok dan menyebabkan buruknya status kesehatan dan ekonomi. Selain
itu, salah satu anggota komisi perlindungan konsumen YLKI Tulus Abadi,
industri rokok justru melanggar hak-hak buruh. Hal ini dikarenakan pekerja
buruh masih banyak yang berstatus kontrak.

"Selain itu banyak buruh anak dan banyak demo buruh menuntut hak-haknya,"
jelas Tulus.

Hal ini menurutnya, Asosiasi tembakau yang tidak menyetujui RUU pengendalian
Tembakau harusnya menuntut Industri rokok itu sendiri. "Petani tembakau
sendiri belum menikmati tingkat kesejahteraan yang setara dengan melonjaknya
produksi rokok dengan upah rata-rata Rp 413 ribu per bulan,"
pungkasnya.*(nov/ken)
*

http://www.detiknews.com/read/2009/02/24/154156/1089796/10/industri-rokok-serap-tenaga-kerja-hanya-mitos

--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest
>> al-Ra'd [13]: 28

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
Recent Activity
Visit Your Group
Y! Messenger

PC-to-PC calls

Call your friends

worldwide - free!

Need traffic?

Drive customers

With search ads

on Yahoo!

Group Charity

Food Bank

Feeding America

in tough times

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: