Senin, 20 Juni 2011

[daarut-tauhiid] Agar Si Kecil Terhindar Dari Pelecehan

 



Ajarkan tentang pendidikan seks dan latih ia untuk berkata "tidak" kepada orang
yang mencoba menyentuh bagian-bagian tertentu dari tubuhnya.

Baik si Upik maupun Buyung tentulah belum tahu apa itu pelecehan seks, hingga ia
pun tak mengerti apa dampaknya buat dirinya. Malah ia mengira, si om atau tante
meraba-raba bagian tubuhnya karena sayang dan perhatian padanya. Apalagi, si
pelaku biasanya lebih dulu akan merayu, entah dengan iming-iming makanan,
mainan, bahkan diajak jalan-jalan. Tentu ia akan senang, hingga ia pun
senang-senang saja kala diperlakukan demikian, karena ia tak mengerti. Orang tua
pun tak akan tahu kalau anaknya sudah dicabuli karena tak ada keluhan apa pun
darinya.
Lain hal bila anak sampai diperkosa. Karena ada penetrasi, otomatis ia merasa
kesakitan hingga hal itu menjadi sesuatu yang tak menyenangkan untuknya.
Sekalipun ia telah diiming-imingi hadiah. Untuk selanjutnya, bisa dipastikan ia
akan berontak dan tak mau lagi diperlakukan seperti itu kala si pelaku kembali
membujuknya. Bahkan, tak tertutup kemungkinan untuk mudah terdeteksi pula oleh
orang tua karena si kecil pasti akan menunjukkan perilaku "aneh" semisal sering
mengeluh sakit di organ kelaminnya.
Ketidaktahuan anak bahwa dirinya mengalami pelecehan seks, selain disebabkan
keterbatasan kemampuan kognitifnya, menurut Alma Nadhira, Psi., juga lantaran
tak ada masukan di benaknya bahwa hal itu harusnya tak boleh sampai ia alami.
"Di Indonesia, kan, masih banyak yang beranggapan seks itu sesuatu yang tabu
untuk dibicarakan, apalagi kepada anak balita. Bahkan, tak jarang orang tua
menganggap hal seperti itu belum penting untuk diajarkan pada anak prasekolah,"
tutur psikolog di RS Fatmawati, Jakarta ini.
Itulah mengapa, lanjutnya, kerap terjadi pelecehan seks dan perkosaan pada anak
balita yang dilakukan orang dewasa maupun anak tanggung. Sering, kan, kita
mendengar ataupun membaca berita-berita tersebut? Bahkan, pelakunya tak jarang
orang tua si korban sendiri, yang harusnya justru melindungi dan bukan malah
mencelakakan anak. Sungguh tragis memang!

AJARKAN PENDIDIKAN SEKS
Tentu kita tak ingin hal tersebut menimpa si kecil, kan? Terlebih pada si Upik
yang umumnya kerap jadi sasaran empuk si pelaku. Nah, agar si kecil terhindar
dari pelecehan seks, yang pertama-tama harus kita lakukan tentulah menghapus
anggapan kolot bahwa pembicaraan tentang seks kepada anak balita adalah tabu.
Kalau tidak, bagaimana kita bisa mendidik si kecil agar mampu menjaga diri?
Soalnya, untuk menghindari si kecil dari pelecehan seks, mau tak mau, kita harus
mengajarkannya pendidikan seks. Seperti dikatakan Nadhira, "Kita harus
memberikan pada anak, masukan atau pengetahuan mengenai seks sejak dini." Tentu
saja bukan pengetahuan seks mengenai hubungan intim suami-istri, melainkan lebih
pada mengenalkan bagian-bagian tubuhnya yang sensitif seperti paha, dada,
bokong, alat vital, dan bibir.
"Beri tahu anak bahwa bagian-bagian tersebut tak boleh dilihat dan disentuh
orang lain, selain kedua orang tuanya dan tenaga medis. Bahkan, untuk tenaga
medis pun harus seijin dan didampingi orang tua," terang Nadhira. Misal, "Nak,
bagian-bagian tubuhmu yang ini enggak boleh dipegang oleh orang lain, ya. Jika
ada orang lain yang coba-coba, katakan, kata Bunda, itu enggak boleh karena
enggak baik. Kalau orang itu memaksa atau sampai menyakiti, kamu teriak saja dan
langsung bilang sama Bunda atau Ayah, ya."
Selain itu, jelaskan pada si kecil apa yang dimaksud pelecehan seks. Tentu
penyampaiannya harus selalu dengan menggunakan bahasa sederhana dan mudah
dimengerti anak seusianya. Misal, "Nak, jika ada orang lain yang suka
pegang-pegang organ tubuh kamu yang enggak boleh dipegang sama orang lain, itu
namanya kamu telah dilecehkan secara seksual. Begitu juga jika ada yang
mengintip kamu sedang mandi."
Kemudian, tekankan padanya bahwa selain orang asing, bisa juga orang yang dekat
dengannya akan melakukan pelecehan seks tersebut, "Nak, yang bisa melakukan
pelecehan seksual itu bukan hanya orang asing melainkan juga orang-orang yang
ada di dekat kamu, entah guru, teman, ataupun saudara. Jadi, walau mereka kamu
kenal, tetap tak boleh melakukan hal tersebut kepada kamu. Jika ada yang berbuat
begitu, bilang, ya, sama Bunda atau Ayah." Di akhir penjelasan selalu tekankan
agar ia bilang pada orang tua jika mengalami hal tersebut.

LATIHAN MENOLAK
Berikutnya, ajarkan untuk mengatakan "tidak" jika ada orang yang melecehkannya.
"Untuk itu ia harus dilatih refleksnya guna menolak jika ada yang akan
melakukan pelecehan seksual padanya." Misal, "Kalau ada yang ngasih permen
kepada kamu dengan syarat dipegang-pegang, kamu gimana? Bilang, enggak mau,
gitu, ya?" Atau, "Jika ada orang yang pegang-pegang kamu, kamu gimana? Teriak,
ya?"
Tentu saja tak hanya sekadar berkata-kata, tapi harus disertai praktek. "Orang
tua memegang paha atau bagian tubuh sensitif lainnya, lalu bilang padanya, 'Kamu
harus ngapain jika dibeginikan sama orang lain selain Bunda dan Ayah?' Jika anak
mengatakan, 'Aku akan bilang padanya bahwa kata Bunda itu tidak baik dan kalau
memaksa aku akan teriak dan bilang sama Bunda dan Papa.', berarti latihannya
berhasil."
Setelah anak lancar dengan latihan tersebut, kita bisa melakukan hal tersebut
tapi secara mendadak tanpa diketahui anak untuk melihat reaksinya. Jika ia
menunjukkan reaksi penolakan seperti saat latihan pertama, itu pertanda ia sudah
cukup siap dan akan menolak jika dirinya hendak dijadikan korban pelecehan.
Tentunya latihan ini harus dilakukan secara konsisten, kontinyu, dan dalam
suasana yang menyenangkan anak layaknya sedang bermain. "Kalau tidak, bisa-bisa
apa yang kita ajarkan padanya akan percuma saja. Anak akan merasa bosan atau
beralih ke hal yang lain," bilang Nadhira.

DAMPAK PADA ANAK
Orang tua pun harus bisa menjadi contoh bagi anak, yaitu dengan tak melakukan
hal tersebut pada keponakan atau anak teman. Sekalipun kita tak bermaksud
melakukan pelecehan seks, melainkan hanya bergurau, misal. Jika hal ini kita
abaikan, anak pun akan menghujani kita dengan kritik dan pertanyaan, "Pa,
katanya itu enggak baik. Kok, Papa pegang-pegang paha Kakak itu. Kan, dia bukan
anak Papa," misal. Akhirnya, bukan tak mungkin anak akan menganggap jika ada
yang berlaku demikian padanya adalah hal yang wajar dan biasa sebab orang tuanya
pun suka melakukan hal tersebut pada saudaranya atau teman-temannya. Celaka,
kan?
Ingat, lo, dampak dari pelecehan seks yang dialami anak amatlah besar. Meskipun
biasanya anak akan merasakan itu setelah ia besar nanti, entah kala duduk di SMP
atau SMA. Bukankah saat itu biasanya ia akan tahu dari berbagai informasi bahwa
hal tersebut adalah tidak baik? Jika diketahuinya saat itu, jelas Nadhira, bisa
jadi si anak akan merasa syok atau malah trauma, karena ia sadar bahwa apa yang
pernah dialami sewaktu kecil adalah sesuatu hal yang harusnya tak dia alami.
"Ekstremnya, ia bisa saja merasa bahwa dirinya telah ternoda, hina, kotor, dan
sebagainya. Bahkan, ia bisa menyalahkan kebodohan dirinya itu dan akhirnya
merembet ke hal-hal yang lain. Misal, enggak mau menikah, mendendam terhadap
lawan jenis, frigid, atau malah berkembang jadi penyakit mental."

sumber
: http://sambilminumteh.blogspot.com/2011/03/agar-si-kecil-terhindar-dari-pelecehan.html

Salam,
Yuli

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE

Find useful articles and helpful tips on living with Fibromyalgia. Visit the Fibromyalgia Zone today!


Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: