Minggu, 11 September 2011

[daarut-tauhiid] Mengapa Kita Lebih Takut Sanksi FIFA? Sedangkan Sanksi Allah Tidak..

Mengapa Kita Lebih Takut Sanksi FIFA? Sedangkan Sanksi Allah Tidak..


<http://www.eramuslim.com/berita/analisa/cetak/mengapa-kita-lebih-takut-sanksi-fifa-sedangkan-sanksi-allah-tidak>

Firman Utina cs boleh jadi sedih, kerja kerasnya untuk membawa Indonesia
memenangi pertandingan melawan Bahrain hanya berbuah kekalahan. Tidak hanya
itu kekalahan Indonesia bertambah parah, setelah FIFA berencana memberikan
sanksi terhadap PSSI. Pasalnya hanya sebuah mercon. Kembang Api yang
dilesakkan para suporter semat membuat jalannya pertandingan terhenti. Wasit
berpendapat ledakan petasan mampu mengganggu konsentrasi pemain.

PSSI pun panik. Penonton panik sampai SBY pun juga panik. Mereka khawatir
ancaman FIFA berbuah kenyataan. Para penonton juga sempat melakukan aksi
lempar botol ke bench pemain. Oleh karena itu, SBY yang juga ikut menonton
pertandingan itu ditengah warga negaranya yang tidak tahu lagi mau makan
pakai apa, langsung menegur kapolri. "Presiden bertanya kepada Kapolri
bagaimana hal itu bisa terjadi," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin
Pasha. "Situasi seperti itu tidak lazim dalam sebuah pertandingan apalagi
kualifikasi Piala Dunia," tambahnya.

Polisi pun bergerak cepat. Mereka berhasil meringkus empat orang yang
merupakan pelaku pelempar petasan. Tidak hanya itu, sambil membawa empat
tersangka, polisi pun mencari tahu siapa yang penjual petasan kepada
supporter, ya ditengah polisi yang emoh mencari tahu dimanakah keberadaaan
para penjual harga diri bangsa, perampok uang rakyat, calo anggaran, makelar
umat, dan perkara besar lainnya yang tidak putus-putus.

Terfikirkah oleh SBY bahwa 100.000 penonton Indonesia saat itupula telah
menjadi kafir dengan meninggalkan shalat. Dari ashar, maghrib, Isya, bisa
jadi dari dzuhur. Sebagai penonton sepakbola saat remaja, saya tahu betul
jika Gelora Bung Karno tidak menyediakan fasilitas air yang memadai. Tidak
jarang para penonton buang air kecil tanpa bersuci. Shalat pun susah.
Mengapa? Karena dalam statuta FIFA, tidak ada syarat bahwa sebuah stadion
internasional harus memiliki tempat ibadah.. Menariknya pembawa acara
televisi dan petinggi PSSI meminta segenap warga Negara berdoa kepada Allah
demi kemenangan Indonesia. Kurang ajar betul!

Masih ingat event Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan? Ketika seorang
penonton dari Slovenia keluar dari tribun meski pertandingan belum juga
usai. Rupanya, ia pergi bukan perkara Slovenia kalah. Sebagai muslim, ia
mencari musholla atau setidaknya tempat yang layak untuk shalat, mengingat
dalam pantauannya waktu sudah bergerak ke waktu ashar. Melihat orang ini
yang tampak kebingungan, penjaga stadion juga ikut bingung. Mereka bergumam
dalam hati, "mana ada tempat shalat dalam sebuah stadion?" Ironisnya
pendukung Slovenia itu shalat tidak jauh dari toilet.

Lantas pernahkah SBY dan Kapolri memikirkan ini. Mereka meringkus para
penonton yang tidak shalat dan memberhentikan pertandingan karena kumandang
azan. Rasanya mustahil, karena para ustadz juga menggelar nonton bersama dan
menunda waktu Isya. Sedangkan Kyai yang kuat menyuarakan penegakkan Syariat
Islam seperti Abu Bakar Ba'asyir justru dijebloskan ke penjara.

Ada-ada saja memang Negara ini. Pertandingan olahraga yang sama sekali tidak
ada hubungannya dengan kemajuan bangsa, lebih-lebih umat dibicarakan
layaknya sebuah fenomena kiamat. Televisi mengundang berbagai macam
pembicara. Profesor ikut campur, Anggota DPR tidak mau kalah, kampus,
sekolah, peramal, bahkan da'i ikutan berbicara.

Di Barat sendiri agama adalah benalu. Sepakbola adalah alat pemotongnya.
Akhirnya, kita bisa saja melihat pertandingan sepakbola lebih ramai dari
Gereja. "*Manchester United is My religion and Old Trafford is my church*,"
kata fans MU. Di Indonesia lebih sadis lagi, "*Walau harus mati di tengah
lapang, Jak Mania selalu berkorban*." Jadi wajar saja stadion lebih semarak
dari masjid. Mesjid dibikin ramai, namun ada asalnya. Asal dibarengi dengan
majelis untuk mencari kekuasaan.

Kini yang ikhwan dan akhwat ikut larut dalam sepakbola. Di FB mereka
mengajak teman-teman sepengajiannya untuk ikut mendukung Timnas. Ketika
ditanya apa dalilnya, mereka enteng menjawab, "Sudah perintah atasan, akh,
ukh..."

Tapi sepakbola memang perekat nasionalisme. Ideologi kufur yang menyatakan
ikatan terkuat antara umat manusia adalah kebangsaan. Piala Dunia sendiri
kali pertama terselenggara, justru pasca enam tahun runtuhnya Khilafah
Islamiyah. Tahun 1930 adalah tonggak pertama FIFA melaksanakan Piala Dunia.
Kala itu Uruguay menjadi tuan rumah sekaligus juaranya.

Di Indonesia, Nasionalisme sendiri menjadi mazhab dan keyakinan untuk
dipertahankan di atas Islam. Zuhairi Misrawi, pada acara provocative
proaktif, jum'at lalu, menyebut bahwa ikatan kebangsaan adalah ikatan
terkuat ketimbang ikatan agama (baca: tauhid). Bahkan kemarin, Setara
Institute, merilis survey mengenai respon masyarakat terhadap Ahmadiyah.
Hasilnya menurut mereka masyarakat Indonesia menganggap penganut Ahmadiyah
tetap sebagai saudara sebangsa meski bukanlah saudara seiman.

"Masyarakat Indonesia mampu memilah yang mana sisi keagamaan dan yang mana
sisi kebangsaan," kata Ismail Hasani dalam jumpa pers kemarin. Disni kita
mesti hati-hati, karena penelitian itu bergantung bagaimana *worldview* yang
dibangun oleh periset dalam membangung kerangka pertanyaan. Apalagi Setara
Institute, yang Tuhannya memang orang putih.

Padahal nasionalisme itu berbeda dengan Iman. Karena bagi Nasionalisme,
benar dan salah bergantung kesepakatan sebuah bangsa. Sedangkan Islam benar
dan salah adalah ketetapan Allah. Dalam Nasionalisme, warganya diharuskan
berdiri jika mendengar lagu kebangsaan. Di Islam ada riwayat ketika
Rasulullah saw. berang melihat para sahabat menyambutnya dengan berdiri.

Sekarang, pasca kekalahan para pemain Timnas mogok main. Mereka merasa
kurang sreg dengan pelatih. PSSI pun meminta agar FIFA tidak menurunkan
sanksi. Itu baru masalah mogok pemain dan sanksi FIFA. Bagaimana jika Allah
mogok mengakui kita sebagai hambanya dan memberikan sanksi mengingat
ajaranNya dikalahkan hanya oleh sebuah nasionalisme dan kulit bundar. Ya
nasionalisme sepakbola yang telah membuat kita sesama muslim bertikai;
Indonesia-Malaysia. Mesir-Al Jazair. Maroko-Tunisia.Jadi mengapa kita lebih
takut sanksi FIFA, sedangkan sanksi Allah tidak? Allahua'lam. (pz)

http://www.eramuslim.com/berita/analisa/mengapa-kita-lebih-takut-sanksi-fifa-sedangkan-sanksi-allah-tidak.htm


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: