Senin, 12 September 2011

[daarut-tauhiid] menikah karena Alloh

 



Menikah karena Alloh

Oleh Teuku Zulkhairi


===============
Aku memutuskan menikah meski dengan sedikit mengorbankan
perasaanku secara pribadi. Bahwa wanita yang akan kunikahi itu bukan
pilihanku. Dia adalah pilihan Allah. Bukan pilihanku disini bukan
berarti dia tidak cantik.

Hanya rasa cinta saja yang belum hadir karena memang pernikahan itu
tak kujalani dengan 'ta'arruf' ala remaja masa kini. Ta'arruf itu hanya
kujalani lewat selembar foto dan secarik biodata diri masing-masing.

Dengan tiga kali pertemuan sebelum hari akad bersejarah itu.
Pertemuan pertama saat seorang Ustazah mengatur pertemuan kami. Pertemua
kedua untuk berbicara tentang segala sesuatu untuk mencari kata sepakat
tentang jalannya akad nikah. Dan pertemuan ketiga berlangsung
dirumahnya saat proses khitbah.

Hatiku mantap ketika itu, bahwa pernikahan yang akan kujalani adalah
karena Allah. Yang kuyakini saat itu, jika sesuatu dilakukan karena
Allah, dijalan dakwah, maka niscaya akan mendatangkan kebahagiaan
syurgawi.

Segenap perasaan ku serahkan pada Tuhan. Dialah yang akan menentukan
kapan sebuah hati bisa mencintai segenap jiwa. Dialah yang mengatur
perasaan manusia. Dialah yang memberi cinta. Dialah yang memberi rahasia
pada mata untuk melihat keindahan pada alam ciptaanNya yang fana.

Perjalanan hidup kemudian memberiku kesadaran, bahwa benar Allah itu
maha pemberi kebahagiaan. Dia maha bisa memberikan keindahan pada
pandangan manusia. Dia bisa membolak-balekkan hati manusia kapan saja.
Ada saja alasan jika ia ingin memberi kebahagiaan pada hambaNya.

Memang tidak mudah untuk melihat dan merasakan semua pemberian Allah
itu. Apalagi jika itu hanya dilihat dengan mata nafsu manusia. Dengan
pandangan duniawi. Dengan pandangan materi. Dengan pandangan kacamata
dunia yang menipu. Anugrah Allah itu niscaya bisa dilihat dengan nurani.
Dengan kacamata Iman. Dengan proses berfikir yang panjang.

Dia memang sering kali bertanya: Tidakkah Abang mencintaiku?.
Istriku, demi Allah, sesungguhnya aku sedang berjuang mencintaimu.
Kumohon, Bersabarlah!. Sesungguhnya aku menikahimu dulu adalah karena
Allah.

Sabarlah hingga Allah menanamkan sedikit demi sedikit cinta itu dalam
jiwaku. Jawaban ini memang tidak jarang menyakitinya. Tapi apalah daya,
bagiku, akan sakit juga jika harus berbohong pada seorang wanita yang
jujur dan tulus.

Dengan komunikasi yang kami bangun, proses itu berlangsung begitu
saja tak terasa. Aku lebih menyibukkan diri dengan tugas-tugasku di
kampus dan organisasi. Memang ada sesuatu yang hilang dari diriku, yaitu
semangat yang biasa begitu membara.

Tapi semua itu tertutupi oleh berbagai agenda dan aktifitas yang
memang sengaja kurekasa untuk menyuntik semangat dalam hidup yang sedang
kujalani.

Hingga beberapa bulan pasca pernikahan itu, aku memang merasakan
hampanya hidup dalam jalinan keluarga tak berkasih. Hidupku seolah tiada
lagi luapan semangat yang biasanya selalu menggebu-gebu.

Ucapan cinta tak jarang begitu kupaksa. Batinku merintih sedih saat
berkali-kali kudengar pengakuan cinta dan sayangnya yang nampaknya
begitu tulus. Dalam hati, kupanjatkan sebait do'a; 'ya Allah, aku telah
menikah karena Engkau. Kini, berilah aku cinta sehingga aku bisa
membahagiakannya'.

Hari-hari yang kujalani terus berlanjut. Tanpa kusadari, tugas-tugas
kerja, kuliah dan organisasi yang begitu banyak telah menjadikanku
sebagai seorang yang membutuhkan suntikan semangat untuk
menyelesaikannya. Disini, dia selalu berperang sebagai motivator. Dia
selalu mendengar setiap keluh kesah yang kubawa ke rumah. Aku menjadi
manja untuk selalu bercerita kepadanya.

Kadangkala ia juga bercerita dengan sangat luar biasa. Mengingatkanku
untuk selalu menunaikan tugasku sebagai seorang hamba kepada Sang
Khaliq. Kadangkala ia juga membantu menyelesaikan tugasku.

Tiada terasa, akhirnya kemudian aku mengenalnya bahwa dia adalah
seorang istri yang luar biasa. Tak sanggup kuucapkan dengan kata-kata
untuk menceritakan bagaiamana kebaikan dan kelebihannya.

Perlahan-lahan muncul cinta tak bertepi dari jiwaku. Cinta itu terus
mengalir deras bagaikan air terjun. Sulit dihentikan. Muncul rindu yang
begitu mendalam saat kadangkala beberapa waktu kami harus berpisah untuk
urusan kerja.

Kadang akupun takut dengan perasaan itu jika itu akan mengalahkan
cintaku kepadaNya. Tapi kuyakini, cinta itu adalah anugrah Allah. DIA
telah memberi apa yang kuminta dalam do'aku.

Akupun tidak ragu, bahwa cintaku kepada istriku adalah wujud sebagai
cinta kepadaNya. Sebagaimana Rasulullah juga begitu mencintai para
istrinya.

Beberapa bulan setelah itu istriku hamil. Sembilan bulan kemudian dia
melahirkan putra pertama kami. Seorang bayi yang melengkapi kebahagiaan
kami.

Dia lahir 5 hari setelah meninggalnya tokoh perubahan dalam jagad perpolitkan di Turki, yaitu Najmuddin Erbakan.

Tokoh yang begitu kukagumi karena keberahasilannya melakukan
Islamisasi di Turki.
Merontokkan simbol-simbol sekulerisme di Turki
meski kemudian kekuatan-kekuatan kebatilan saat itu menang beberapa saat
hingga Najmuddin Erbakan dilarang eksis di dunia politik Turki dan
partainya pun dibubarkan.

Kekagumanku pada sosok Najmuddin Erbakan ini kemudian kuabadikan pada nama ana kami, ia kami beri nama: Teuku Muhammad Erbakan.

Dengan 'Teuku', kami berharap ia bisa semilitan pahlawan Aceh, Teuku
Umar yang berperang melawan penjajah Belanda. Dengan 'Muhammad', kami
berharap ia menjadi pribadi yang meneladani semua suri teladan Nabi
Muhammad SAW serta mengikuti semua perintah Allah dan RasulNya dan
meninggalkan larangan Allah dan RasulNya.

Dengan 'Erbakan', tentu saja kami berharap ia menjadi pahlawan Islam
masa depan yang siap berjuang keras untuk menegakkan Kalimatullah di
seluruh penjuru bumi sehingga
Kalimatullah menjadi yang tinggi dan yang
lain menjadi rendah.

Bayi kami ini begitu lucu. Pernah foto lucunya kami upload di
Facebook, muncul komentar yang menyebutnya sangat 'ganteng'. Kami yakin,
pujian itu bukan karena dan untuk kami. Itu adalah pujian tentang
sempurnyanya ciptaan Allah.

Kami yakin bahwa sibuah hati kami adalah bentuk lain dari balasan
Allah setelah kami berjuang untuk tetap dijalanNya. Setelah aku
'berjihad' untuk bisa mencintai istriku. Dan setelah istriku berjuang
keras untuk tetap tulus dan tegar menungu cinta itu mengalir untuknya
dari bibir dan jiwaku.

Trimakasih ya Allah atas anugrah cinta yang Engkau berikan kepada kami…

Penulis adalah seorang Kepala Rumah Tangga. Tinggal di asrama PHB Lamprit, Kuta Alam, Banda Aceh.

=====> sumber:eramuslim.com

===============

**SURYATI**
Gd. Pascasarjana FEUI
Pascasarjana Ilmu Ekonomi Lt. 2
Kampus UI
Depok

Telp : 78849152-53
Fax : 78849154
Pin BB : 27782D20
Email : y4t12002@yahoo.com, suryati06@ui.ac.id

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
MARKETPLACE
A bad score is 598. A bad idea is not checking yours, at freecreditscore.com.

Stay on top of your group activity without leaving the page you're on - Get the Yahoo! Toolbar now.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: