Minggu, 04 Mei 2008

File - [Artikel] Nenek Pun Tak Hafal Nama Cucu

Nenek Pun Tak Hafal Nama Cucu
FRANS SARTONO

Simak nama anak kelahiran sepuluh tahun terakhir. Tersebutlah Gilbert
Happyparents Kusuma, Theoravalda Mentari Optivanidya, Azizah
Antoninette Susakha, Lintang Wengi Sasi Ramadhan, Shaquille Avicenna
Verca, Keitaro Jose, Kimiko Lucibelle, Chelsea Radya Alluna Umbara.
Nama-nama itu terdengar "unik", tetapi sering susah dihafal, salah
ditulis, bahkan ada yang dikira sebagai nama perusahaan.

Keluarga pasangan Suwarto-Ina Yustina mengaku bingung mencari nama
untuk kedua anaknya. Sampai tiga hari setelah anaknya lahir, mereka
belum menemukan nama yang pas.

Kesulitan muncul karena orangtua menerapkan sejumlah kriteria. Nama
harus berbeda dengan nama anak yang sudah ada. Harus unik, eksklusif,
dan tidak mirip dengan nama anak tetangga dan lainnya. Selain itu,
pada nama harus melekat doa dan harapan orangtua terhadap si anak.

"Jauh hari sebelum anak lahir, kami blank (kosong) tak ada nama.
Kalau sekadar nama tanpa arti sih tidak sulit. Tapi, nama itu kan doa
dari orangtua," kata Suwarto (40).

Maka, untuk anak keduanya, Suwarto memberinya nama Azizah Antoinette
Susakha. Nama itu terdengar asing untuk keluarga Suwarto yang berasal
dari Purbalingga, Jawa Tengah.

"Waktu saya pulang ke Purbalingga, orang di kampung bingung. Kok
dalam nama anak saya ada unsur Arab, Eropa dan Jepang," kata Suwarto
yang bekerja di perusahaan penerbitan di Jakarta.

Seluruh unsur pembentuk nama tersebut diambil Suwarto dari buku
panduan nama anak. Azizah, berarti perempuan bijak. Antoinette, kata
buku, adalah perempuan cerdas, sedangkan Susakha terbentuk dari unsur
su (baik) dan sakha (dermawan). "Harapan saya anak itu menjadi wanita
bijak, cerdas, dan dermawan," tutur Suwarto.

Tambahan unsur su pada Susakha juga diambil dari Su pada nama Su-
Warto yang artinya berita baik. Nama Azizah Antoinette Susakha memang
bukan "tipikal" nama keluarga Suwarto dan saudara-saudaranya seperti
Suwarti, Suparto, Suparti, Sunarto, Sunarti, dan lainnya.

Mengapa tidak dilekatkan sekalian nama Suwarto pada nama anak?

"Saya sendiri kurang tertarik dengan nama saya. Anak sekarang dengan
nama Suwarto, baru sekolah dasar sudah dikira bapak-bapak ha-ha,"
kata Suwarto.

Filosofi dan penanda

Asas-asas nama yang harus beda dari yang lain juga dianut pasangan
Jose Purnomo-Lusy Rahmawati. Di luar kriteria itu, Jose Purnomo,
sutradara, ingin agar nama anak-anaknya berawal dengan huruf K. Kedua
anak mereka dinamai Keitaro dan Kimiko, keduanya diambil dari bahasa
Jepang. Keiko artinya yang diberkati dan Kimiko berarti berbudi
luhur.

Pilihan huruf K pada awal nama itu, menurut Lusy, mempunyai filosofi
tersendiri. "Huruf K itu berada di antara J dan L yang merupakan
huruf pertama dari nama saya, Lusy, dan Jose. Itu maksudnya agar anak-
anak kami menjadi perekat cinta ayah dan ibunya," tutur Lusy.

Pasangan Andri (28) dan Lilies (29) juga menanamkan makna dalam
setiap unsur pembentuk nama. Riwayat keluarga dan penanda waktu
dilekatkan pada nama anak mereka, Chelsea Radya Alluna Umbara yang
berumur tujuh bulan.

Chelsea diambil dari klub sepak bola Inggris yang dijagoi Andri.
Pasalnya, dalam 50 tahun terakhir Chelsea baru sekali menang dalam
Liga Inggris tahun 2005. Lilies menambahi nama Radya Alluna yang ia
dapat dari buku tentang nama bayi. Radya berarti ridho, ikhlas,
sementara Alluna artinya benar.

"Setelah digabung terasa unik. Tidak rumit, tidak usah pakai hitungan
primbon," kata Lilies yang berasal dari Purwokerto, Jawa Tengah.

Umbara diambil dari nama belakang Andri yang berasal dari Palembang.
Dalam nama Umbara terkandung "hikayat" singkat leluhur sang anak.
Umbara merupakan gabungan asal orangtua Andri yang berasal dari
daerah "U"-gan (kini Ogan), "M"-aninjau, yang sejak kecil sama-sama
mengem-BARA.

Daniel Supriyono, fotografer, juga menghindari nama yang menurut dia
terkesan umum, seperti Edi, Bambang, Joko dan lainnya. Akan tetapi,
ia juga tak ingin nama menjadi terlalu eksklusif dan terkesan asing.
Ia memberi nama anak pertamanya yang berkelamin laki-laki itu sebagai
Lintang Wengi Sasi Ramadhan. Nama itu merupakan penanda waktu
kelahiran, yaitu wengi atau malam hari; Sasi (bulan) Ramadhan tahun
2003.

"Mulanya saya mau kasih nama Bintang, tapi kok seperti merek produk
ha-ha..," kenang Supriyono, lelaki asal Kudus, Jawa Tengah, yang
menggunakan buku Kamus Nama-Nama Jawa dan Sanskerta sebagai acuan
nama anak.

Ini memang bukan zaman primbon. Kini orang menengok buku sebagai
acuan untuk mencari nama anak. Di toko buku kini tersedia beragam
buku tentang nama. Tersebutlah antara lain Ensiklopedi Nama-nama Bayi
Dunia, Buku pintar Nama-nama Bayi Terbaik di Dunia, Nama Bayi Terbaik
Menurut Numerologi, Nama-nama Bayi dalam Bahasa Arab,, Nama-nama Bayi
Rohani, Daftar Marga dan Nama Pilihan Tionghoa, dan 35.000 Nama-nama
Bayi.

Bukan tren baru

Nama "unik" atau yang dianggap kurang lazim, setidaknya untuk orang
lain, muncul dari zaman ke zaman. Tingkat pendidikan dan wawasan
pergaulan akan memengaruhi orang dalam menamai anak. Di Batusangkar,
Sumatera Barat, pada awal era tahun 1960-an terlahir lelaki bernama
Audelta Elviezon.

Nama itu muncul karena ayahnya adalah penggemar raja rock n' roll
Elvis Presley. Sedangkan Audelta direka dari fakta sejarah "Agustus
sudah dalam tahanan." Asal tahu saja, kerabat dari orangtua Elviezon
pernah ditahan karena ikut berdemonstrasi.

Nama yang tergolong "kreatif" itu rupanya juga muncul di kampung
halaman. Tersebutlah nama seperti Romelendri, Oksalendri, Mensten,
Alvafrid, Donabner, atau juga Dikmolai. Adik Elviezon lahir dengan
nama Eldiharpen yang diambil dari singkatan hari pendidikan.

Pada awal era tahun 1900-an sudah muncul nama yang dianggap kurang
lazim untuk ukuran zamannya. Poespodidjojo, seorang wedana di
Purworejo, Jawa Tengah, menamai anaknya dengan Oryza Fatimah.
Poespodidjojo memang mempunyai referensi bacaan luas. Oryza diambil
dari oryza sativa, padi. Anak lainnya ia beri nama Nogi yang diilhami
nama jenderal Jepang yang menjadi pahlawan dalam perang Jepang-Rusia.

"Adik ibu saya yang lain bernama Caroline. Itu mengingatkan mereka
pada Pulau Caroline, tempat pembuangan Napoleon," kata Ratna Sidharta
(83), cucu dari Pak Wedana.

Bermasalah

Nama-nama yang katakanlah "unik" tersebut terkadang juga membawa
masalah. Nama kadang susah diucapkan, dan sering salah ditulis.

Nama Audelta Elviezon tertulis berbeda-beda dalam ijazah SD, SMP, dan
SMA. Pada ijazah SD tertulis Elfizon, sedang di SMP tercantum nama
Andelta. Pada ijazah SMA namanya tertulis salah seperti pada ijazah
SD. Akibatnya, pada ijazah Audelta Elviezon selalu disertakan
lampiran penjelasan dari departemen yang berwenang.

Nama-nama tertentu bahkan bisa mengundang salah sangka dan persepsi
bagi mereka yang baru pertama kali mendengarnya.

Donabner bagi yang belum pernah melihat orangnya, sering
dipersepsikan sebagai orang bule. Audelta Elviezon juga sering dikira
orang Spanyol atau Filipina. Suatu kali ia dengan rombongan masuk ke
Bandara Soekarno-Hatta. "Dengan ramahnya petugas menyambut
saya, 'Welcome to Indonesia,' ha-ha-ha...!"


Nama Audelta Elviezon juga sering dipersepsikan orang sebagai nama
perusahaan. Pernah suatu kali Audelta Elviezon menelepon ke sebuah
perusahaan. Sekretaris direktur yang menerima telepon berkali-kali
menanyakan nama Audelta Elviezon. Berkali-kali pula dia menyebut nama
lengkapnya. Akan tetapi, sang sekretaris tidak yakin akan nama
tersebut.

"Audelta itu kan nama perusahaan Bapak. Lha nama Bapak sendiri
siapa?" tutur Elviezon tentang pengalamannya dianggap nama perusahaan
itu.

Meski berpengalaman dengan nama "bermasalah" Audelta Elviezon tetap
memberi nama anaknya sesuai kreativitas pribadi. Anak pertamanya,
lelaki, ia beri nama Shaquille Avicenna Verca (8), anak kedua Lubna
Azzahra Adelisa (7).

Shaquille diambil dari nama pebasket NBA yang sedang ngetop ketika
anaknya lahir. Avicenna dari pemikir Ibnu Sinna. Lubna adalah pohon
di surga yang getahnya mengalir bagai madu. Azzahra adalah permata
hari, sedangkan Adelisa merupakan gabungan nama orangtua Audelta dan
Nurmalisa.

Muncul masalah yang sama, yaitu salah tulis. Nama Lubna sering
ditulis Lukna. Muncul pula masalah lain lagi. "Hingga kini, mertua
saya tak hafal nama lengkap cucu-cucunya. Saya bilang, makanya sering
diucapkan biar ingat ha-ha...," tutur Elviezon. (CHRIS PUDJIASTUTI/
LASTI KURNIA)

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0604/23/keluarga/2601674.htm

Tidak ada komentar: