Kamis, 29 Mei 2008

[daarut-tauhiid] Wahai Pemimpin, Punya Nuranikah Engkau?

Wahai Pemimpin, Punya Nuranikah Engkau?

25 Mei 08 14:22 WIB

Oleh Eko Prasetyo

Bila berjanji, harus ditepati. Sebab, janji itu akan
terus ditagih sampai akhirat nanti. Karena itu, jangan
mudah membuat janji. Mudah terucap di bibir, tapi
aplikasinya tak tentu rimbanya. Tampaknya, menjelang
masa kampanye pilkada dan pilpres, menjanjikan sesuatu
kepada rakyat menjadi tren di kalangan calon pemimpin.
Janji tinggal janji. Janji tidak menaikkan harga BBM
dulu menjadi wacana bagaikan asap mengepul lalu tak
tampak lagi.

Di kawasan Keputran, jam belum menunjukkan pukul dua
pagi. Sepulang kerja dini hari, kawasan tersebut biasa
saya lewati. Di emperan masuk Pasar Keputran,
menjelang pagi buta sudah berjejer pedagang dengan
gelaran tikar sebagai stan. Mereka rata-rata wanita
yang sudah sepuh. Di antara mereka, ada yang menjual
tomat, cabai, sayuran, bawang merah, dan bawang putih.

Namun, jangan mengira bahwa itu mereka dapat dari
membeli di tengkulak atau agen sayur yang masuk di
pasar tersebut. Sebab, barang yang mereka jual adalah
hasil dari mengais di sekitar pasar. Bila ada truk
pengangkut sayur dari luar kota Surabaya masuk pasar,
atau jika terdapat sayur yang dinilai kurang bagus,
sayur atau tomat, cabai, dan lain-lain itu dibuang.
Nah, sayur dan kebutuhan masak sehari-hari itulah yang
dikais lalu dibersihkan dan dijual kembali oleh
mereka.

Suatu ketika, saat berbelanja di Pasar Keputran, saya
membeli cabai seharga seribu rupiah di seorang ibu tua
langganan saya. Hari itu tidak seperti biasanya, saya
hanya mendapat sedikit sekali. Tapi, saya pun mafhum
karena harga cabai tengah melonjak. Dalam bahasa Jawa
halus, saya bertanya kepada beliau, "Kenapa
dagangannya sepi (sedikit) hari ini, Bu?" Beliau
menjawab bahwa hari itu dirinya tak mendapat hasil
dari mengais, sedangkan untuk membelinya ia tak
sanggup karena mahal.

Sering tatapan melas ibu tersebut membuat saya tak
tega untuk tidak membeli sesuatu di stannya yang hanya
gelaran tikar. Dan pedagang yang seperti ibu itu
jumlahnya banyak di pasar tersebut. Meski hanya
pedagang yang mencari barang jualannya dari hasil
mengais, saya tak menutup mata bahwa mereka seperti
itu agar dapat bertahan hidup.

Hal mana yang yang membuat hati ini terenyuh adalah
ketika menatap sepiring nasi dengan lauk tempe dan
sambal kecap di samping sayur dan kebutuhan dapur yang
dia jual. Bagi dia, bagi rakyat kecil sekalipun, tempe
mungkin makanan mewah karena makin mahalnya harga
kedelai.

Di tengah situasi ekonomi yang makin tak menguntungkan
rakyat kecil dan duafa, kenaikan harga BBM mungkin
menjadi impitan yang mencekik. Hidup di negara yang
kekayaan alamnya melimpah, tapi utangnya pun merajai
dunia. Pemberantasan buta huruf dan mengurangi angka
kemiskinan faktanya hanya sebatas wacana. Justru, para
pengusaha dan investor asing mendapat tempat
teristimewa ketimbang pemenuhan pemerataan pangan bagi
rakyat miskin dan duafa.

Selain ibu pedagang yang juga pengais tadi, banyak
warga miskin yang makan hanya dengan nasi kucing atau
nasi aking. Subhanallah, betapa sulitnya keadaan
mereka, para duafa. Apalagi dengan naiknya harga BBM
yang tentu saja akan berimbas pada naiknya harga
kebutuhan pokok sehari-hari.

Suatu pemandangan menyesakkan kerap terjadi di tengah
kita. Bahwa seorang pencuri yang benar-benar mencuri
karena tuntutan perut lapar bisa dihakimi massa sampai
mati. Sementara, para koruptor negara hanya divonis
beberpa tahun bahkan bisa bebas dengan jaminan
sejumlah uang. Astaghfirullah.

Wahai pemimpin, usahlah berjanji atas nama rakyat
apabila janji itu tak sanggup engkau tepati! Bayi gizi
buruk terjadi di mana-mana. Sementara, di waktu yang
sama, kampanye pilkada meriah dengan panggung hiburan
dan bumbu janji-janji pemimpin. Masya Allah. Jangan
lagi korbankan masyarakat miskin, wahai pemimpin!
Inilah jeritan kaum papa yang tak lagi mampu membeli
beras dan susu untuk bayi-bayi mereka. Mati karena
gizi buruk dan lapar selalu menghantui warga miskin
dan kaum duafa.

Tataplah wajah-wajah murung di rumah dengan dinding
triplek di dusun dan desa-desa. Lihatlah, bayi-bayi
yang disusui dengan air tajin karena ibunya tak lagi
mengeluarkan air susu akibat sering menahan lapar.
Mereka bukan momok, mereka saudara-saudara kita.
Subhanallah, apakah wajah lesu darah dan lapar itu
harus terus menanggung beban naiknya harga BBM? Apakah
rakyat yang tak mengerti apa-apa itu harus menanggung
dosa para koruptor negara yang mengakibatkan utang
luar negeri bangsa ini menjadi nomor wahid di dunia?

Air mata mereka, air mata kaum duafa adalah kepedihan
bangsa. Entah kapan bisa hidup di negara yang
benar-benar merdeka. Merdeka hati dan segenap jiwa.
Berbagi tali kasih dengan sesama yang kekurangan.

Rabbana zhalamna anfusanaa, wainlam taghfirlanaa,
watarhamnaa lanakunannaa minal khasiriin..

prasetyo_pirates@yahoo.co.id

http://www.eramuslim.com/atk/oim/8524181524-wahai-pemimpin-punya-nuranikah-engkau.htm?other

Yahoo! Toolbar kini dilengkapi dengan Search Assist. Download sekarang juga.
http://id.toolbar.yahoo.com/

__._,_.___
===================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
===================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
===================================================
Ads on Yahoo!

Learn more now.

Reach customers

searching for you.

Yahoo! Groups

Wellness Spot

A resource for living

the Curves lifestyle.

Yahoo! Groups

Find balance

between nutrition,

activity & well-being.

.

__,_._,___

Tidak ada komentar: