Rabu, 14 Desember 2011

[daarut-tauhiid] Ibunda para syuhada', kisah nan pilu (Sebuah kisah nyata dari seorang Ibu dari Iraq tentang Perang Falujjah kedua)

Ibunda para syuhada', kisah nan pilu (Sebuah kisah nyata dari seorang Ibu
dari Iraq tentang Perang Falujjah kedua)

Saif Al Battar

*Selasa, 13 Desember 2011 20:20:15*
<http://static.arrahmah.com/images/stories/2011/12/iraq-ummi.jpg>

Semoga Allah merahmati anak-anakmu wahai ibu..

Ummu Asy-Syuhada dan kenangannya tentang Falujjah…Akhirnya, sekelompok
***** bertemu dengan Hajjah "Z.M" yang telah dikenal sebagai ibunda para
syuhada dikarenakan andilnya di perang Falujjah kedua.

Setelah menempuh waktu dua bulan pencarian… Tidak ada seorang pun yang
tertinggal kecuali pasti kami tanyakan tentang UmmuAsy-Syuhadanamun jawaban
yang kami dapatkan simpang siur. Ada yang mengatakania telah menghilang
atau meninggal. Informasi lain menyebutkan ia telah pergi menuju sebuah
perkampungan dipinggir Falujjah untuk melihat anak perempuannya.

Ummu Asy-Syuhada, umurnya 62 tahun, ibu dari tiga perwira Islam; Ahmed,
Muheeb dan Umar. Putra-putra itu semua telah syahid (Insha Allah) dalam
perang kedua di Falujjah.

Ia tinggal seorang diri di sebuah rumah mungil di Falujjah menghabiskan
umurnya dengan bekerja bercucuran keringat – meskipun di usianya yang senja
– membuat beberapa sapu untuk kemudian dijual di daerah-daerah sekitar. Ia
menolak semua bantuan yang diberikan padanya baik dari pedangan dan orang
kaya di Falujjah. Iajuga dikenal sebagai seorang yang doanya senantiasa
terkabul. Anda akan menemukan orang-orang mengunjunginya untuk memintanya
mendoakan merekasetiap harinya. Banyak dari mereka adalah wanita yang akan
melahirkan atau mereka yang akan pergi bersafar, sakit dan bahkan ada pula
paramujahidin. Para mujahidin itu datang padanya sebelum operasi dilakukan,
memintanya untuk berdoa pada Allah agar menepatkan tembakan dan melindungi
mereka.

Kami menuju rumahnya dan ia sedang memperbaiki beberapa sapu di kebun.
Kebunnya sempit namun asri dengan pohon palm nan hijau menghiasi sertalima
ekor ayam yang setia menemaninya.

"Assalamu'alaikum, wahai amah (bibi)!"

"Walaikumussalam warahmatullaahi wabarakatuh. Ahlan anakku, masuklah!."

Kami masuk kedalam rumah lalu duduk di permadani yang dibuat dari bulu
domba. UmmuAsy-Syuhadamelihat kamera dan buku catatan yang kami bawa,
segeraia meletakkan apa yang ada ditangannya di sisi tubuhnya sembari
berucap ramah: "Selamat datang anakku, apakah ada yang bisa saya bantu"

"Amah, Kami dari *****, kami ingin mendengar tentangkisah Falujjah selama
peperangan yang kedua dari anda jika tidak keberatan"

Disini UmmuAsy-Syuhadamemandang keheranan dan mengatakan : *****?Dari mana
kalian berasal? Aku tidak pernah mendengar tentang nama itu di televisi"

"Oh Ummi, itu adalah sebuah situs Islam di internet yang memperhatikan umat
Muslim di Iraq dan negari-negerimuslim lainnya"

UmmuAsy-Syuhadatertawa dan mengatakan "Wallahi anakku, aku tidak mengerti
apa yang kau katakan. Bagaimanapun, aku persilahkan untuk bertanya dan aku
akan menjawabmu Insha Allah"

"Kami ingin anda bercerita tentang peperangan Falujjah yang kedua"

Secara reflek sang wartawan segera memfokuskan lensa kamera kearah Ummu
Asy-Syuhada, bagaimanapun ia tidak berniat untuk merekam Ummu Asy-Syuhada.

Sejurus Ummu Asy-Syuhadamengatakan "Wallahi anakku, aku tidak suka kamera
ini. haram bagiku dan aku adalah ibumu, seorang wanita yang terjaga. Tidak
peduli setua apapun aku, aku tetap seorang wanita dan aku tidak mengizinkan
apa yang telah Allah larang untuk wanita".

Hajjah Zakia UmmuAsy-Syuhada memulai menceritakan kisahnya:

"Aku adalah seorang wanita tua di Falujjah yang percaya bahwa Allah adalah
benar, sehingga Allah memberi cobaan pada hambanya yang perempuan dan
laki-laki…. dan aku memohon dari-Nya semoga ia menerima agar aku dapat
melewati cobaan melelahkan ini, demi Allah.

Suamiku telah wafat sepuluh tahun yang lalu, ia seorang suami yang sangat
baik, semoga Allah merahmatinya. Aku dikaruniai tiga anak laki-laki dan
seorang anak perempuan. Mereka adalah Ahmad, Muheeb, Umar dan Khulood.
Ahmad yang tertua, usianya tiga puluh lima tahun disusul Khulood, Muheeb
dan si bungsu Umar. Suamiku dan aku mengabdikan diri kami untuk membesarkan
mereka, memperhatikan mereka dan melihat pertumbuhan mereka.

Ayah mereka –semoga Allah menempatkannya di Jannah- turun langsung
mendidiksampai mereka dewasa hingga lulus kuliah. Mereka tetap menjaga
kedekatan pada masjid sejak kecil hingga mereka meninggal. Mereka bergabung
dengan kelompok mujahidin di Falujjah setelah berhenti bekerja.

Kisah ini adalah kisah keluarga yang mengawali kisah Falujjah sehingga
menjadi sebuah cerita yang panjang. Aku akan meringkas kisah ini karena aku
sedang berpuasa dan aku pun memiliki banyak pekerjaan di rumah, terlebih
ada orang-orang yang sudah membayarku untuk memperbaiki sapu-sapu mereka.

Sepekan sebelum pertempuran kedua di Falujjah, aku bercengkrama dengan
anak-anak laki-lakiku Ahmad, Muheeb dan Umar,semoga Allah merahmati
mereka,di rumah tua kami di daerah Al-Shuhda'a (Asy-Syuhada -ed). Ketika
itu sore hari, kami minum teh bersama-sama. Mereka sedang mencoba
membujukku untuk pergi ke rumah saudari perempuan mereka di sebuah kampung
di luar Falujjah. Mereka mengkhawatirkan keselamatanku karena pertempuran
yang akan datang. Amerika, Syiah dan Kurdis, mereka bergabung seperti
serangga mengepung empat gerbang Falujjah.

Aku menolak usulan ini dan mereka,semoga Allah merahmati mereka, merengek
padakuagar mau pergi, terutama Umar, yang terkecil di antara anak
laki-lakiku. Ia mengatakan padaku: "Wahai ummi, tinggalkanlah Falujjah dan
tinggalkan kami untuk bertempur sementara itu hati kami tenang akan dirimu.
Pergilah, atau aku akan memaksamembawamu dengan mobil pickup".

Iama membujukku, semoga Allah merahmatinya. Umar memiliki sifat periang dan
semua teman-temannya mencintainya karena pancaran cahayanya. Bahkan ia
memanggilku hajji bukan hajjah sembari berkata: "Keberaniamu adalah untuk
pria bukan untuk wanita"

Semua bujuk rayu mereka aku tolak mentah, aku katakan : "Aku akan tetap
tinggal dan memasak untuk mu, untuk kelompokmu dan merawat lukamu. Aku
tidak akan meninggalkan Falujjah selama kamu ada di dalamnya. Wallahi, aku
tidak dapat meniggalkan hatiku di Falujjah dan pergi begitu saja"

Melihat ketetapanku, mereka meniggalkan ku seorang diri,semoga Allah
merahmati mereka, dan keputusan terakhir kami adalah kami tetap tinggal di
Falujjah sampai akhir pertempuran, baik memperoleh kemenangan maupun
kesyahidan. Alhamdulillah putera-puteraku mendapatkan salah satu yang kita
harapkan, mencapai kesyahidan.

Ahmad, Muheeb dan Umar, masing-masing mereka berada dalam kelompok yang
berbeda dan mereka mendiskusikan diantara mereka sendiri tentang sebuah
rencana untuk tetap menjaga komunikasi selama pertempuran.

Aku mendengar percakapan mereka dengan sedih sebagaimana aku mengenang
mereka ketika mereka masih kanak-kanak, bagaimana ayah mereka memegang
mereka dan bermain dengan mereka, bagaimana mereka tumbuh, bagaimana mereka
melewati bangku sekolah dan diakhiri bagaimana janggut dan kumis mereka
tumbuh.

Sampai-sampai aku mengenang masing-masing dari mereka bagaimana mereka
merencanakan rencana pertama hidup mereka. Aku juga mengenang kegembiraanku
saat hari pertama mereka melangkah, dan ketika gigi pertama mereka tumbuh
dan aku mentahnikkan jari ku pada mereka untuk di kunyah dan kemudian
tertawa pada mereka. Juga hari pertama mereka di sekolahdengan tas mungil
mereka.

Aku menangis dalam sepi, khawatir bercampur keraguan. Sebelumnya aku yakin
bahwa mereka akan syahid dalam pertempuran. "Beritahu padaku, apa yang anda
pikirkan jika semua anak-anakmu meninggal, maka apa yang akan kau lakukan?"

Dengan kesedihan dan pilu ini, aku tetap berdoa pada Allah bahwa ia akan
mengambil jiwa ku juga sehingga dukaku kan lenyap dan aku tidak merasakan
lagi lara anak-anakku.

Ummu Asy-Syuhada menitikkan air mata yang mengalir jatuh mengikuti keriput
wajahnya, tangisan tanpa suara dan sejujurnya, kami pun menangis bersama.

Tiba-tiba ia berdiri dan berkata lirih: "Permisi, aku mau melihat sup, aku
khawatir gosong."

Kami mengetahui ia tidak pergi ke dapur, kami mendengar tangisnya di sebuah
ruangan dengan jendela yang menghadap kebun. Tangisan- yang berbeda dari
tangisan perempuan yang meraung- doa datang dari wanita renta ini yang
memanjatkan:

"Allahuma yang Maha Merajai dan Mengurusi siapa saja orang yang datang
padanya dan janganlah menolak mereka ataupun tidak mengabulkan permintaan
mereka bahkan jika mereka dihukum untuk mati. Ya Allah dan Engkaulah Raja
dari Segala Raja, aku berdiri disini, di pintumu untuk memohon pada-Mu agar
mengambil jiwaku karena kerinduanku pada putera-puteraku dan suamiku. Tidak
satupun yang akan membuatku bertahan di kehidupan ini. Ya Allah, janganlah
menolakku, seorang janda miskin yang semua puteranya telah tiada. Ya Allah
yang Maha Menyanggupi, janganlah biarkankan aku ternggelam dalam kesedihan."

Beberapa menit kemudian UmmuAsy-Syuhada kembali, matanya memerah karena
tangis. Ia bersandar pada sebuah tongkat yang tidak ia gunakan ketika
pertama kali tadi kami melihatnya dan seakan tubuhnya ambruk karena
tangisan dan kelemahan. Dengan senang ia mengatakan: "Gas yang kami gunakan
untuk kompor itu telah habis dalam satu hari. Aku yakin mereka menipu kita
dan menjualnya kepada kita dengan harga yang tinggi. Semoga Allah memaafkan
mereka".Wanita tua itu tidak mengetahui bahwa kami mendengar tangisan dan
doanya.

Ia melanjutkan kisahnya: "Pada tanggal 11 Juli 2004 terjadi pemboman
sporadis dan intensif sebagai upaya untuk menembus benteng Falujjah dari
utara. Mereka melemparkan bom-bom yang sangat menyala. Saat itu pukul
sebelas malam, aku sedang sendirian dirumah dan aku memulai membaca apa
yang aku hafal dari Al-Qur'an sampai aku menyelesaikan semua surat-surat
pendek yang aku hafal. Kemudian aku bangun untuk berdoa pada Allah, yang
pertama untuk kemenangan dan yang kedua agar ia melindungi putera-puteraku.
Aku tidak tertidur malam itu, hingga waktu fajr.

Aku merasa Umar berdiri di dekat kepalaku saat aku berada di atas sajadah.
ia mengatakan padaku : "Oh ummi, aku melihatmu tidak tidur. Kami semua
baik-baik saja dan aku bersama Muheeb dan Ahmad, mereka semua baik-baik
saja dan mereka ingin engkau membuat cukup makanan dan teh untuk empat
belas Mujahidin. Apa yang engkau pikirkan, tidakkah engkau menginginkan
pahala?"

Wallahi, aku sangat bahagia dengan tamu-tamuku sehingga dengan cepat pergi
kedapur dan menyiapkan makanan yang cukup untuk empat belas pria. Teh dan
roti panas aku siapkan dengan cepat.

Aku keluar dengannya dengan cepat ke pintu dan membantunya untuk membawakan
makanan ke dalam mobil. ia mengatakan: "Oh ummi, makan siang ini atas mu,
saudaraku Muheeb menjadi sukarelawan makan siang bagi Mujahidin Arab."

Aku sholat Fajar dan berdoa pada Allah agar ia melindungi mereka semua.
Sementara itu Falujjah masih tetap menjadi target serangan pesawat dan
rudal Amerika. Setiap terjadi ledakan, atap diatas kepalaku seoalah-olah
akan runtuh. Aku kembalikan kepada Allah dengan Doa dan Al-Qur'an. Aku akan
menyiapkan makan siang untuk mereka.

Muheeb datang dan mencium tanganku sebagaimana yang biasa ia lakukan. ia
meminta padaku jika saudara-saudaranya datang, mereka harus bertemu
dengannya, penting pesannya. Aku bertanya padanya tentang masalah itu dan
ia menjawab "Ummi, hanya soal sederhana. Tak perlulah engkau risaukan."

Segera ia berlalu. Pandangan mataku mengikutinya hingga ia jauh.
Muheebdikaruniai badan yang tinggi dan kekarsemoga Allah merahmatinya.

Hari berikutnya – dan aku telah memanggang lebih dari dua ratus roti sampai
tanganku kelelahan menguleni adonan dan aku pun menyiapkan dua panci besar
nasi dan rebusan – Anak-anakku semua datang dan tinggal denganku hingga jam
satu malam. Aku menciumi mereka seolah-olah mereka masih kecil dan aku
terus memandang mereka dengan erat seolah aku tahu bahwa aku tidak akan
melihat mereka lagi setelah hari itu.

Wallahi, aku tidak akan melupakan ciumanku atas mereka selama aku hidup.
Ayah mereka wafat dan tidak ada satupun didunia ini yang menggantikannya
kecuali anak-anak ini. Wallahi, aku mengenal satu persatu wangi mereka.
Setelah satu jam mereka pergi bersama-sama sembari membawa makanan, mereka
mencium kening dan tanganku dan mengatakan padaku :

"Wahai ummi, berdoalah untuk kami karena Allah"

Aku katakan pada mereka: "Mengapa engkau bersumpah atas nama Allah, aku
selalu berdoa untukmu siang dan malam"

Mereka menjawab: "Bukan untuk kami, tetapi untuk seluruh Falujjah"

Mereka pergi dan aku tidak pernah melihat mereka kembali, selamanya…

Falujjah melalui banyak malam dengan pertempuran sengit yang dapat membuat
seseorang gila. Aku tidak mendengarkan apa-apa melainkan tangisan "Allahu
Akbar", doa dari masjid, serangan dari mujahidin dan tembakan dari
penjajah. Setiap hari aku duduk di ambang pintu rumah, jam demi jam melihat
kearah jalan berharap kedatangan putera-puteraku. Aku akan bertanya kepada
siapapun yang datang di jalan dan berlari kearah mereka: "Hei, Oh salah
satu dari kalian, apakah anda melihat Ahmad, apakah anda melihat Muheeb,
dan apakah anda melihat anakku Umar?"

Ummu Asy-Syuhada kembali menangis.

"Beberapa dari mereka mengatakan padaku bahwa mereka tidak mengenal
anak-anakku dan yang lain mengatakanbahwa mereka tidak melihat. Hanya ada
satu orang yang mengabarkan padaku "Ya ummi, Ahmad dan Umar mereka berada
di daerah Al-Jumhooriya dan Muheeb berada di daerah An-Nizaal dan mereka
dalam keadaan baik."

Dia segera bergegas berlalu, aku berlari mengikutinya hingga tersandung dan
terjatuh. Hidungku terantuk hingga berdarah. Aku memohon padanya untuk
menghentikan langkah agar berbicara lebih banyak padaku. Akhirnya ia
berhenti dan berkata: "Ibuku, aku telah mengatakan bahwa mereka baik-baik
saja dan tidak ada yang salah dengan mereka alhamdulillah, tetapi jangan
membuatku terlambat. Aku memiliki pekerjaan yang sangat penting untuk
dilakukan. Jika aku melihat mereka lagi aku akan menyampaikan salam anda".

Ia memberiku ghutrah dan menghiburku: "Hapuslah darahmu Oh Ibu", kemudian
ia pergi.

Kondisi seperti ini terus berlanjut hingga tanggal 12 Desember.Bagaimanapun
aku telah memutuskan setelah ini bahwa aku akan menguatkan hatiku, percaya
pada Allah dan melakukan sesuatu untuk Mujahidin. Aku mulai menyibukkan
diri untuk memasak makanan dan membagi-bagikan minuman diantara para
mujahidin Arab. Aku juga membuat perban dari tirai rumah, potongan bahan
dari sekitar rumah dan mengambil kapas bantal. Kemudian aku merawat
mujahidin yang terluka di peperangan. Dan alhamdulillah semua yang telah
aku rawat kembali ke pertempuran. Jumlah mereka lebih dari dua puluh orang.

Sebelum datang tanggal 12Desember, yakni pada tanggal 9Desember- saya
yakin, sebagaimana aku menghitung hari-hari semenjak aku dipisahkan dari
anak-anakku- hari ini yahudi menyebar bahan kimia yang sangat kuat di
sekitar Falujjah, khususnyadipusat kota. Banyak orang syahid sampai senjata
kimia itu pun membakar pepohonan dan hewan-hewan. Hal ini menambah
kesibukan di pusat kota, dalam beberapa jam puluhan mujahidin mati syahid.
Kemudian sebuah isu menyebar diantara Mujahidin dari sumber yang mana
sampai sekarang masih belum diketahui. Tapi aku meyakini bahwa hal itu
berasal dari seorang agenintel penjajah.

Isu itu mengabarkan bahwa Umar Hadid dan Abdullah Al-Janaabi syahid dalam
serangan senjata kimia. Kepanikan diantara kelompok-kelompok menyebar di
Falujjah, hanya Allah yang maha mengetahui. Aku mendengar hal ini dari
seorang yang sedangku rawat.

Namun Umar Hadid dan Abdullah Al-Janaabi menampik rumor itu ketika mereka
tiba-tiba muncul ditengah-tengahmujahidin di hari itu. Peristiwa ini
meningkatkan semangat mujahidin dan memberikan kerugian yang besar atas
pekerjaan penjajah, hanya Allah yang Maha Tahu.

Pertempuran dahsyat terus berlangsung antara mujahidin dan rakyatnya
melawan aliansi penjajah.Aku mendengar berita ada puluhan syuhada diantara
mujahidin. Aku memohon pada Allah untuk menyenangkan mata saya suatu hari
nanti dengan melihat tiga putra saya.

Kemudian, saat pukul 11 malam tangga 12 Desember 2004 hari ahad, disana
terjadi pertempuran sengit antara mujahidin dan Amerika yang mencoba untuk
merebut daerah Al-Shuhda'a. Pertempuran terjadi sangat dekat dengan rumahku
dan aku dapat melihat langit menyala memenuhi api, sebuah pemandangan yang
tidak akan aku lupakan di sisa hidupku.

Betapa banyak syuhada yang gugur selama pertempuran ini dan aku mendengar
rintihan mereka dekat dengan rumahku. Situasi seperti itu berlangsung
kira-kira selama 4 jam, semenjak pukul 11 sampai pukul 3dini hari, atau
kurang sedikit. Selama ini serangan Amerika atas daerah ini gagal. Aku
keluar menuju pintu rumah dan aku mendengar raungan datang dari seorang
mujahidin yang terluka. ia mengingat Allah dan ia tidak berhenti menyebut
laa illaha illaa allah muhammad rasoolulullah.

Aku bergegas mendekatinya, ternyata dia masih hidup sehingga aku
menyeretnya dengan segala kekuatan kedalam rumah. Dia terluka di dada dan
wajahnya. Aku bergegas membawakan air dan membersihkan wajahnya dan
membalut luka-lukanya sampai pendarahan berhenti. Ia menangis dan aku pikir
ia menangis karena rasa sakitnya. Setiap kali ia menatapku dia akan
menangis, sehingga aku katakan padanya:

"Percayalah pada Allah, lukamu tidak parah Insha Allah, dapat disembuhkan.
Menyadari bahwa anda baik-baik saja adalah hal yang penting.Subuh semakin
dekat, kelompok anda akan segera datang kemari, mereka akan membawa mu dan
merawatmu. Bagaimanapun biarkan aku pergi dan melihat jika kelompokmu masih
ada yang hidup atau tidak."

Kali ini ia mulai menangis lebih keras, seolah-olah ia tidak ingin
ditinggalkan seorang diri, sehingga aku berfikir mungkin ia merasa bahwa
kematiannya sudah dekat dan ia tidak ingin mati sendirian. Aku mengatakan
bahwa teman-teman yang lain mungkin membutuhkan bantuan, aku akan pergi dan
kembali secepat mungkin.

Aku pergi kejalan raya- setelah menyentakkan abayaku dan mengikatnya di
pinggang-. Aku memutuskan bahwa aku akan menolong yang terluka terlebih
dahulu. Benar aku kemudian menemukan seorang korban berikutnya, orang arab.
Aku menyeretnya kedalam rumah dan memulai untuk melakukan apa yang harus
dilakukan dengannya. Aku heran ketika ia menyebutku dengan sebutan "Oh
Amah, Ummu Muheeb". Seolah-olah ia mengenal ku padahal biasanya orang-orang
memanggil ku dengan Ummu Ahmad.

Aku menduga ia teman putraku dan mengetahui rumah kami. Dia terluka dari
bawah pusarnya, semoga Allah merahmatinya dan ususnya keluar menjulur. Dia
mengatakan kepadaku bahwa semua yang ia inginkan hanya beberapa lumpur dari
kebun, garam dan perban. Aku memberinya apa yang ia inginkan dan kemudian
aku kembali keluar kejalan.

Disana aku menemukan dua mayat, terpisah dua rumah dariku. Aku menyeret
yang pertama dengan sekuat tenaga ke rumah dan meletakkannya di kebun. Lalu
aku mengambil sekop berniat untuk menggali kuburan untuknya. Dan sungguh
aku menggali dengan rentang kedalaman seadanya sepanjang dua meter kemudian
aku menimbunnya. Aku hanya ingin ia terkubur secara darurat sampai
keluarganya atau temannya datang untuk memindahkan tubuhnya agar dapat
menguburkannya lebih tepat sesuai dengan syariah.

Setelah aku menguburkan yang pertama aku sangat kelelahan karena aku
terlalu tua untuk menyeret orang yang terluka dan satu jenazah puluhan
meter. Namun aku bertawakal kepada Allah dan mengatakan pada diriku
sendiri. Semoga Allah akan melindungi anak-anakku dari kematian, sebagai
imbalan atas apa yang telah saya lakukan.

Aku keluar menuju jalan lagi dan menemukan satu lagi syuhada yang berbadan
besar dan tinggi. Aku mulai perlahan-lahan menariknya dari kakinya. Setelah
beberapa menit sampailah akudi kebun rumahku. Disini aku mulai curigajika
aku mengenali syuhada ini – dan kemejanya robek dibagian belakang – juga
baunya sangat aku kenali. Saat itu malam hari dan sangat gelap, bahkan aku
tidak dapat melihat telapak tanganku. Aku berlari menuju rumah dan
menyalakan sebuah lentera, walaupun sesuatu yang membahayakan untuk
memancarkan cahaya dari rumah. Hal ini karena pesawat penjajah dapat membom
setiap menit.

Ketika aku mendekatkan lentera semakin dekat ke wajah sang syahid yang
berlumuran darah dan pasir, aku membeku di tempatku seperti tersambar
petir. Aku tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Syuhada yang aku seret
kali ini tidak lain adalah Muheeb anakku yang kedua!"

Ummu Asy-Syuhada diam dan tangisnya meledak. Iaberucap: "Wallahi Oh Muheeb
kau mematahkan kekuatanku, kau dan saudara-saudaramu meniggalkanku dan
pergi begitu saja". Kemudian ia tersadar; "inna lillahi wa innaa ilayhi
raaji'oon" aku telah merencanakan untuk tidak menangis atas mereka dan kali
ini adalah ketiga kalinya saya menangisi mereka hari ini".

Kemudian wanita yang terhentak itu melanjutkan kisahnya: "Aku mengangkat
kepalanya dan dan memeluknya, aku menangisinya dan berbicara dengannya
selama sekitar setengah jam seakan-akan ia masih hidup. Aku mengingatnya
atas tutur katanya yang baik denganku, kenangan ketika ia masih kecil dan
ia tertidur di pangkuanku. Aku membelai lembut rambutnya yang indah sebagai
mana yang selalu kulakukan. Aku mengatakan padanya: "Oh Muheeb, aku adalah
ibumu….tidurlah oh cahaya mataku, tidur dan beristirahatlah dari dunia ini.
Engkau telah menang!"

Wallahi!Aku tidak ingin melepaskannya dari pangkuanku. Aku menguburkannya
dibawah pohon zaitun yang ia cintai dan tempatnya belajar ketika ia masih
kecil. Aku membuat lubang yang dalam, aku memutuskan bahwa rumahnya akan
menjadi makamnya.

Di pagi hari sekelompok Mujahidin tiba dan aku masih berada di makam
Muheeb. Menjaga anakku yang syahid seakan-akan ada orang yang hendak
menculiknya. Aku menangisinya dari malam sampai pagi hingga aku menyadari
kedatangan mereka setelah mendengar suara mereka di jalan. Aku pergi
menemui mereka dan mengenalku. Aku mengetahui bahwa mereka adalah
teman-teman Ahmad dan Umar.

Aku bertanya kepada mereka:"Katakan padaku, dimana anak-anakku Ahmad dan
Umar?"

Mereka membungkukkan kepala kebawah dan mengatakan: "Oh bibi, ingatlah
mereka dengan Allah. Tadi malam Ahmad dan Umar wafat di daerah Nizaal dan
kami menguburkan mereka di halaman rumah Hajji Khaleel Al-Fiyaad"

Aku tidak tahu mengapa aku tidak menangis pada saat berita itu sampai.
Mungkin karena aku telah sangat letih menangisi Muheeb atau karena saat itu
aku tersentak. Aku bertanya pada mereka: "Apakah mereka wafat dalam
keadaanmaju atau mundurdimedan peperangan?"

Salah satu dari mereka menjawab:"Wallahi, mereka wafat saat maju dan mereka
menerima pembalasan dendam atas mereka sebelum mereka wafat".

Aku memuji pada Allah dan kemudian aku mengatakan kepada mereka untuk
memasuki rumah agar mengambil dua orang yang terlukan dengan mereka. Ketika
mereka memasukinya mereka menemukan satu dari mereka, yaitu yang arab sudah
tidak bernyawa. Sedangkan yang lainnya masih hidup dan mereka membawanya.
Mereka menguburkan yang wafat di kebun rumahku.

Mereka terkesan bahwa aku mampu menggali dua buah kuburan dalam satu jam.
Aku mengatakan bahwa kuburan dibawah pohon zaitun itu milik anakku Muheeb
dan yang lain, adalah seorang syuhada yang tidak aku kenali dan ia tidak di
kuburkan dengan selayaknya. Sehingga aku meminta salah satu dari mereka
untuk menguburkannya kembali dan membuatkan kuburan yang lebih layak.

Setelah selesai, mereka memohon kepadaku untuk ikut dengan mereka mencoba
keluar meninggalkan Fallujah. Aku menolak. Salah satu dari mereka,
tampaknya bukan orang Iraq berkata: "Oh Ibu engkau telah kehilangan tiga
putera dan kami semua adalah anak-anakmu. Insha Allah Ahmad, Umar dan
Muheeb berada di dalam Jannah"

Kemudian mereka pergi tergesa-gesa dan aku kembali kedalam rumah untuk
sholat Dhuha. Tiga pertempuran kembali pecah dalam tiga malam berikutnya.
Selama waktu itu aku mampu menarik empat syuhada lainnya dan menguburkan
mereka di kebun rumahku. Hingga kini kebun rumah itu terdapat tujuh kuburan
parasyuhada. Seluruh kebun dan rumah dipenuhi dengan aroma misk yang belum
pernah aku cium sebelumnya. Aroma ini membuat aku merasa senang dan
memberikanku kesabaran.

Aku tidur selama empat malam disamping makam Muheeb dan aku mendapatkan
aroma itu di kuburnya. Aku tidur dengannya seperti ibu yang menimanganaknya
ketika ia sedang tertidur. Aku tetap tertahan dirumah dengan para syuhada
selam tujuh hari hingga tanggal 13 Januari 2005, ketika bulan sabit merah
masuk dari arah utara atas izin dari penjajah.

Mereka memaksaku untuk pergi dengan mereka ke sebuah kamp pengungsian di
As-Saqlaawiya. Disana aku mengetahui bahwa setelah peperangan para pekerja
sukarela dari Fallujah menggali kuburan Muheeb dan teman-temannya dan
mengambil mereka untuk dikuburkan kembali dengan saudara-saudaranya di
pekuburan khusus para syuhada.

Ini adalah kisahku dan aku berusaha menceritakannya meskipun sakit dan
pedih. Pula, aku berharap bahwa aku memiliki tiga putra yang akan mati demi
Allah meskipun betapa berat kesedihanku atas mereka. Sebagai ibumu adalah
kebanggaan karena ia adalah ibu dari para syuhada.

Umm Asy-Syuhadamengakhiri ceritanya dengan beberapa bait syairbadui yang
mampu kami tulis. Dia berkata: "Syair untuk para ulama yang selalu memakai
surban di kepala mereka. Untuk mereka aku mendedikasikan dua syair ini. Aku
bertanya kepada mereka. Apa yang akan Anda katakan pada hari Anda berdiri
di antara penuntut balas dan Maha Kuat?

Bunyi syair beliau seperti ini:

Kami berharap dengan anda dan berpikir anda akan menyelamatkan kami

Kami tidak berharap, anda berlalu mencampakkan kami setelah melihat
penderitaan ini

Kami berharap dengan anda (……………….)

Oh ketidakadilan, harapan telah sirna dan pendusta telah muncul

Demi Allah, Anda telah mematahkan hati kami dan membuat kami berurai air
mata. Oh ibu para syuhada. Semoga Allah menerima anak-anakmu sebagai
syuhada dan mengumpulkan kamu dengan mereka di surga tertinggi, Al-Firdaus.
Amin.

Garis rapuh tergores dikeningnya

Hanya waktu berpihak

Jemari mulai kaku menuntut untuk hidup

Apa daya hanya sisa raja dinanti

Garis rapuh terlukis di dahinya

Sang tua berjalan tanpa tandu

Tiada naung peristirahatannya

Berlaku sehari setetes semadu

Garis tua itu Nampak hanyut

Kusut bertabur peluh

Setengah perjalanan penguasa pencari buntut

Acuh setengah hati

Garis tua itu berontak

Garis tua itu saksi tirani

Garis tua itu berteriak

Mencari upa terselip di ketiak-ketiak sumbi

Dawlah kini harapan

Penjajah asa bermuram kelam

Secercah suria kemenangan

Menutup lembaran Fallujah dalam temaram

::: TAMAT :::

(saif al battar/al malhamah/arrahmah.com)


[Non-text portions of this message have been removed]

------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: