Kamis, 25 April 2013

[daarut-tauhiid] Antara “Sekolah Hati” dan “Sekolah Bergengsi”

Antara "Sekolah Hati" dan "Sekolah Bergengsi"
Yang kita butuhkan nilai yang diajarkan atau karena gengsi nya?

Rabu, 24 April 2013

oleh: *Adi Nurcahyo
*
*ALHAMDULILLAH*, awal Mei ini anak-anak sudah melewati Ujian Nasional
(UNAS/UN), yang diakhiri untuk tingkat Sekolah Dasar. Pada saat yang sama,
orangtua bergeliat mencari sekolah bagi putra-putrinya. Bahkan beberapa
sekolah menyatakan telah menutup pendaftaran, karena kapasitas ruang sudah
terpenuhi, tanpa menyediakan tempat untuk cadangan.

Upaya memburu sekolah pilihan, bukan suatu tindakan reflek tanpa adanya
kesadaran. Ada harapan besar dalam hati setiap orangtua agar putra-putrinya
dapat meraih sukses di masa depan, dan sekolah dianggap sebagai gerbang
awal menuju kesuksesan tersebut.

Pada tataran ini, memilih sekolah ibarat memilih investasi, sekolah adalah
masa depan.
Sayangnya, persepsi orangtua terhadap kesuksesan sering dibatasi pada
prestasi-prestasi yang sifatnya duniawi materialistik. Nilai tertinggi,
juara olimpiade, seragam yang mewah, hingga kelengkapan belajar yang serba
canggih.

Karenanya, keselarasan terhadap suatu sekolah, biasanya terlahir bersamaan
dengan kemegahan fasilitas sekolah, atau deretan piala yang tampak indah.

Lantas, kewaspadaan seperti apa yang harus kita persiapkan dalam memilih
sekolah terbaik bagi anak kita? Jika fasilitas lengkap dan prestasi tidak
selalu pantas menjadi pilihan, bagaimana lagi dengan kondisi kebalikannya,
yang seringkali ditolak akal pikiran yang memang menyukai kemapanan?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu kita pahami, bahwa anak-anak kita
yang akan sekolah, sekarang berada pada masa remaja. Pada usia ini, hasrat
seksual mulai tumbuh, seiring perubahan pada fisik dan mental. Masa remaja
adalah masa yang penuh dengan keinginan akan kebebasan diri, pandangan akan
masa depan, masa pembentukan diri, masa yang dipenuhi dengan semangat,
cinta, harapan, aktivitas, imajinasi, usaha dan rasa ingin tahu.

Dalam periode yang menentukan dan penuh tantangan ini, remaja sangat
membutuhkan seorang pembimbing yang tulus dan penuh kasih, yang dapat
memahami dengan baik segala perasaan dan keinginannya. Kemudian bersedia
menceritakan berbagai hasil pengalamannya, yang menjadi tempat konsultasi
baginya. Di waktu yang lain, bersedia menolong berbagai kesulitan yang
dihadapinya, serta menjauhkannya dari berbagai penyimpangan.

Karenanya, lingkungan sekolah merupakan lingkungan yang benar-benar penting
bagi anak. Dengan memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru dan menyaksikan
perilaku anggota masyarakat barunya, ia mulai mengkaji ulang semua
pelajarannya dan perilaku yang diperolehnya di lingkungan sekolah, untuk
kemudian memilih bentuk yang tepat bagi dirinya.

Nah, jika tempat remaja menyemai kedewasaannya telah roboh dari sendi-sendi
agama, disebabkan dominasi ilmu pengetahuan dengan corak sekuler,
menjadikan pengaruh agama lemah bahkan hilang dalam kehidupan remaja.
Kemudian tergantikan dengan ilmu pengetahuan, sehingga dalam hati remaja,
keselamatan, kesuksesan, kemajuan dan peradaban manusia takkan sempurna
kecuali dengannya.

Adanya pensakralan ilmu pengetahuan, akan terus berlanjut dalam
masalah-masalah perasaan dan kepribadian, yaitu ketika ilmu pengetahuan
telah menguasai pikiran dan tindakan.

Dari sinilah mulai tumbuh sebuah generasi yang banyak kehilangan sisi-sisi
ruhani dan kemanusiaannya. Egoisme dan materialistik Barat telah menggerus
sisi-sisi ruhani dan kemanusiaan. Hingga seorang anak mulai enggan untuk
patuh kepada orangtuanya, berbuat menurut keinginan nafsu semata.

Maka jangan heran, kita sering melihat pemandangan yang menyayat hati.
Orangtua yang mengasihi anaknya sepanjang masa dan telah banyak berkorban,
namun dibalas dengan perilaku durhaka dari anaknya, bahkan berharap agar
orangtuanya sering sakit-sakitan yang berujung tutup usia, karena merasa
jantungan atau terepotkan olehnya.

Siapa mau memiliki anak seperti ini? Tentunya bukan seperti itu tujuan
anak disekolahkan.

Bahkan berbagai ketaatan, adanya pengertian dan perhatian, ditambah rasa
cinta dan kasih sayang, merupakan bentuk prestasi tersendiri, selain
raihan-raihan materi. Sebab, dalam menjalani dinamika kehidupan, hal-hal
seperti inilah yang menjadikan hati kita terasa nyaman.

Layaknya membeli suatu barang, tentunya bukan hadiahnya yang menjadi fokus
perhatian kita, tetapi kualitas barang yang hendak kita beli yang menjadi
perhatian. Maka, prestasi materi adalah sejumput bonus yang Allah titipkan
kepada anak-anak kita, dan Allah berhak mengambilnya kapan saja.

Sedangkan akhlak mulia adalah barang yang sejatinya harus kita bawa. Maka
membiarkannya begitu saja, bahkan sampai lupa tak terbawa, merupakan bentuk
ketidak pekaan orangtua terhadap penjagaan putra putrinya. Pertanda
orangtua telah terbuai oleh angan-angan kosong tentang arti kesuksesan.

Padahal Rasulullah telah bersabda, *"Cukuplah seseorang disebut 'berdosa'
jika dia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya." *(HR.
Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

Inilah kewaspadaan yang harus dimiliki oleh orangtua. Kewaspadaan yang
dibangun dari kesadaran, bahwa anak kita tidak sekedar punya pikiran, tapi
juga perasaan.

Tentunya harus dimulai dari diri kita sendiri, dengan meluruskan niat saat
menyekolahkan sang buah hati. Kita menyekolahkan anak bukan sekedar ada
tawaran beasiswa atau keringanan biaya, atau kebetulan rumah dekat dengan
sekolah. Bukan pula karena panggilan rasa gengsi. Tetapi kita memang
menyengaja membawanya ke sekolah itu dengan harapan agar dia bisa menjadi
anak yang sholih/sholihah.

Langkah selanjutnya adalah, kepedulian terhadap perkembangan jiwa dan
kecerdasan. Jangan biarkan mereka tumbuh dalam pengarahan yang salah
sehingga mereka mengalami kebingungan identitas. Caranya, dengan memilihkan
sekolah yang memberikan penjagaan terhadap akidah dan ke-Islaman, agar ilmu
dan keyakinannnya tetap bersih dan murni.

Orangtua seperti ini, tidak merasa cukup hanya melihat kemegahan gedung dan
fasilitas sekolah. Dia tidak gampang mengekor dengan kebiasaan orang
memilih sekolah, tidak pula latah terhadap trend dan budaya yang tengah
berkembang.

Dalam jangka panjang, inilah harga mahal sebuah proses pembelajaran yang
mendewasakan. Namun ia akan memberikan hasil yang sebanding bernama anak
shalih.

*"Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia
berkata kepada anak-anaknya : "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka
menjawab : "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim,
Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh
kepada-Nya." *(QS: Al Baqarah : 133)

Selamat ujian dan selamat menemukan sekolah yang mendidik hati dan
melahirkan orang-orang yang shalih.*

*Penulis adalah Guru SMP dan SMK Al Furqan Jember*

*
http://hidayatullah.com/read/28273/24/04/2013/antara-%E2%80%9Csekolah-hati%E2%80%9D-dan-%E2%80%9Csekolah-bergengsi%E2%80%9D.html
*


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/

Tidak ada komentar: