Minggu, 09 Juni 2013

[daarut-tauhiid] Meluruskan Sejarah Kapitan Ahmad ‘Pattimura’ Lussy

 

Meluruskan Sejarah Kapitan Ahmad 'Pattimura' Lussy


Redaksi Salam-Online – Senin, 14 Rabiul Akhir 1434 H / 25 Februari 2013 08:39


CATATAN AGUNG PRIBADI
Fort Duurstede, benteng basis perjuangan Pattimura-Ahmad Lussy bersama teman-temannya
SALAM-ONLINE: Tokoh Muslim
ini sebenarnya bernama "Ahmad Lussy", tetapi dia lebih dikenal dengan
"Thomas Mattulessy" yang identik dengan nama Kristen.

Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan pengkhianatan kaum minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku atau Indonesia umumnya.

"Nunu oli Nunu seli Nunu karipatu Patue karinunu"

(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar
dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan
menggantinya(demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa)
saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu
lain akan menggantinya).

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan
Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku.

Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di
lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang
patriot yangberjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh,
memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga
tampak optimis.
Ahmad Lussy Pattimura (1783-1817)
Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh
penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama
kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut
itu dengan "Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak
Pattimura-Pattimura muda akan bangkit".

Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran
Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu
modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu.

Di bagian lain, Sapija menafsirkan, "Selamat tinggal
saudara-saudara", atau "Selamat tinggal tuang-tuang." Ini pun disanggah
Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang
patriotik dan optimis.

Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad
Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi
seorang Kristen. Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat
Kristen itu, karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.

Muslim Taat Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy,
lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam
sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau,
yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman.
Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang
Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama.
Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di
kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.

Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang
pertama kali terbit. M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura
tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah
beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.
Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam
sebuah teluk di Seram Selatan."

Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut
Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan
marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga
Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang
leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.

Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan
dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu
Ahmad Lussy. Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di
dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.

Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa
Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang
bermarga Pattimura sekarang ini adalah Muslim. Orang-orang tersebut
mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.

Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah
kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo.
Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini
dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal
dengan Maluku.

Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini
diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku 'Menemukan Sejarah' (yang
menjadi best seller) ini mengatakan, "Kalau dibilang Ambon itu lebih
banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak Masjid atau
Gereja? Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja."

Sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, dari sudut pandang
antropologi juga kurang meyakinkan. Misalnya dalam melukiskan proses
terjadi atau timbulnya seorang kapitan. Menurut Sapija, gelar kapitan
adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.

Perjuangan Kapitan Ahmad Lussy
Perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintahan kolonial Hindia
Belanda disebabkan beberapa hal. Pertama, adanya kekhawatiran dan
kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah seperti
yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC (Verenigde Oost
Indische Compagnie).

Kedua, Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang dijalankan VOC,
yaitu monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi adalah
polisi laut yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual
kepada Belanda.

Ketiga, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban
kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi. Akibat penderitaan itu
maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817,
perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy.
Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan
residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke
Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.

Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Ahmad Lussy itu terekam
dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi
lisan ini justru lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada data tertulis
dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia.

Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:
 "Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi'a yare uleu uleu `o
Manu yasamma yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
(Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)."
Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan
rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat.
Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta.
Keadaan jadi berbalik. Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku
terdesak.

Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal
16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman
mati di tiang gantungan.
Nama Pattimura sampai saat ini tetap harum. Namun nama Thomas Mattulessy lebih dikenal daripada Ahmad Lussy atau Mat Lussy.

Menurut Mansyur Suryanegara, memang ada upaya-upaya deislamisasi
dalam penulisan sejarah. Ini mirip dengan apa yang terjadi terhadap Wong
Fei Hung di Cina.

Pemerintah nasionalis-komunis Cina berusaha menutupi keislaman Wong
Fei Hung, seorang Muslim yang penuh izzah (harga diri) sehingga tidak
menerima hinaan dari orang Barat. Dalam film Once Upon A Time in China,
tokoh kharismatik ini diperankan aktor ternama Jet Li.

Dalam sejarah Indonesia, seperti halnya Pattimura, Sisingamangaraja
yang orang Batak, sebenarnya juga seorang Muslim, karena mengibarkan
bendera merah putih.

Ada apa dengan bendera merah putih? Mansyur merujuk pada hadits Imam
Muslim dalam Kitab Al-Fitan Jilid X, halaman 340 dari Hamisy Qastalani.
Di situ tertulis, Imam Muslim berkata:

"Zuhair bin Harb bercerita kepadaku,
demikian juga Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Basyyar.
Ishaq bercerita kepada kami. Orang-orang lain berkata: Mu'adz bin
Hisyam bercerita kepada kami, ayah saya bercerita kepadaku, dari Qatadah
dari Abu Qalabah, dari Abu Asma' Ar-Rahabiy, dari Tsauban, Nabi
Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Sesungguhnya Allah
memperlihatkan kepadaku bumi, timur dan baratnya. Dan Allah melimpahkan
dua perbendaharaan kepadaku, yaitu merah dan putih'."
Benteng
Victoria (sekarang menjadi Markas KODIM 733 Batalyon Masariku) sebagai
saksi Sejarah Kegigihan Pattimura dalam mengusir penjajah dari tanah
Maluku. Di depan benteng ini Pattimura dihukum Gantung…
Demikianlah pelurusan sejarah Pattimura yang sebenarnya bernama Kapitan Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Wallahu A'lam bish Shawab. (dari berbagai sumber).
http://salam-online.com

Sent from ad-dunya powered by IMAN & ISLAM®

[Non-text portions of this message have been removed]

__._,_.___
Reply via web post Reply to sender Reply to group Start a New Topic Messages in this topic (1)
Recent Activity:
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================
.

__,_._,___

Tidak ada komentar: