by *Akmal Sjafril* ST MPdI
assalaamu'alaikum wr. wb.
Musibah, bagi orang-orang beriman, pastilah mengajak hati untuk tunduk
kepada-Nya. Dalam musibah itu kita dapat memahami posisi kita yang
sebenarnya sebagai makhluk Allah. Akan tetapi, fenomena di Twitter
menunjukkan bahwa dalam menyikapi musibah pun ternyata tidak lepas dari
perang pemikiran. Sementara sebagian orang mengajak untuk mengingat Allah,
sebagian lainnya justru menampik bahwa musibah ini ada sangkut-pautnya
dengan Allah SWT.
Orang-orang sekuler biasanya menolak untuk mengaitkan musibah dengan
maksiat. Sebab, kata mereka, itu tidak rasional. Inilah salah satu wajah
sekularisme yang pernah digarisbawahi oleh Prof. Naquib al-Attas, yaitu
disenchantment of nature. Disenchantment of nature adalah penghilangan
pesona spiritual dari alam, atau pemisahan sepenuhnya aspek-aspek spiritual
dari alam. Pemikiran ini mengikuti Aristoteles yang berpendapat bahwa Tuhan
itu jauh dari alam. Adapun bagi seorang Muslim, alam itu adalah tanda-tanda
kekuasaan Allah. Di sini terlihat jelas perbedaan di antara kedua ideologi.
'Tanda-tanda kekuasaan' ini banyak implikasinya. Di awal Surah An-Naba',
kita 'dibuai' oleh gambaran keteraturan alam yang diceritakan. Akan tetapi,
cerita indah itu kemudian disambung dengan peristiwa Hari Kiamat yang
mencerai-beraikan semua keteraturan itu. Siapa pun yang mempelajari
fenomena alam pasti mengagumi keindahan keteraturan di dalamnya. Jika Allah
SWT mampu menciptakan keteraturan, maka Dia pun pasti mampu
meluluhlantakkannya. Dengan melihat keteraturan di alam, kita bisa memahami
betapa besar kekuasaan Allah. Keteraturan alam juga berimplikasi pada
'respon alam' terhadap kerusakan yang kita buat. Bisa dikatakan, jika kita
berbuat zalim kepada alam, maka alam akan 'bertindak' kepada manusia, salah
satunya dengan menghadirkan keteraturan baru yang seringkali melibatkan
bencana alam. Banjir, misalnya, dianggap sebagai sebuah musibah di kota
seperti Jakarta. Akan tetapi, di alam bebas pun sebenarnya terjadi banjir,
dan ia merupakan bagian dari siklus alami. Semua yang mempelajari Hidrologi
pasti mengetahui hal ini. Akan tetapi, selain banjir yang alami, ada pula
banjir lainnya, misalnya yang diakibatkan oleh penebangan hutan secara
berlebihan atau penyumbatan saluran drainase.
Jika dikaitkan dengan konsep 'adab yang telah dibahas sebelumnya, jelaslah
bahwa setiap Muslim harus memelihara 'adab-nya terhadap alam.
Disenchantment of nature membawa orang-orang sekuler pada pandangan bahwa
alam adalah objek yang tersedia demi kesenangan manusia, sehingga ia dapat
dieksploitasi semaunya. Jelas berbeda dengan orang-orang beriman yang
dibatasi dengan koridor 'khalifah Allah di muka bumi'. Alam ini kita yang
pimpin, namun menjadi pemimpin tak boleh zalim. Oleh karena itu, Islam
melarang segala keburukan terhadap alam, misalnya dengan mengajarkan manusia
untuk selalu menjaga kebersihan. Ini adalah kewajiban setiap Muslim.
Petualang Muslim yang pernah mampir ke Rusia berabad-abad yang lampau
memberikan catatan menarik seputar penduduk asli daerah tersebut. Menurut
mereka, masyarakat asli Rusia sangat jorok, kontras sekali dengan umat Islam
yang terbiasa dengan kebersihan. Ini adalah gambaran betapa peradaban Islam
pernah mencapai kedudukan yang sangat tinggi di tengah-tengah peradaban
lainnya, sedangkan aspek-aspek peradaban yang membanggakan itu sepenuhnya
berasal dari tuntunan wahyu, bukan akal semata.
Hal menarik lainnya dari ajaran Islam adalah bahwa iman tidak hanya
dikaitkan dengan hati, tapi juga pada perbuatan, sehingga ajaran Islam
dipenuhi oleh tuntunan-tuntunan yang sifatnya praktikal. Karena alam adalah
tanda-tanda kekuasaan Allah, maka hidup selaras dengan alam adalah bagian
dari iman juga. Jadi, untuk menghindari musibah, tidak cukup hanya dengan
keyakinan di dalam hati, melainkan juga harus dengan tindakan. Oleh sebab
itu, membersihkan sungai-sungai dan saluran drainase untuk mencegah banjir,
misalnya, juga merupakan bukti keimanan. Sebaliknya, sembarangan membuang
sampah ke sungai dan saluran drainase adalah sebuah kemaksiatan yang
menunjukkan lemahnya iman. Pohon boleh ditebang dan kayunya dimanfaatkan,
asal jangan berlebihan. Ini adalah bagian dari keimanan kita juga.
Di sisi lain, kita juga tidak bisa mengatakan bahwa orang-orang beriman
takkan kena musibah. Dalam Q.S. Al-Baqarah [2]: 155-156, dinyatakan
ciri-ciri orang sabar ketika menghadapi musibah. Karena sabar (shabr)
adalah sebuah konsep yang sudah pasti dikaitkan dengan iman, maka jelas
bahwa orang beriman pun bisa kena musibah.
Beberapa musibah memang di luar jangkauan prediksi manusia. Tsunami atau
ledakan gunung berapi, misalnya, tak bisa diramal dan dicegah, minimal oleh
jangkauan sains terkini. Meski demikian, masih banyak bukti keimanan yang
dapat kita tunjukkan dalam menyikapi musibah-musibah semacam ini. Misalnya
perbaikan sistem untuk menghadapi musibah yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
Pembangunan tempat pengungsian untuk wilayah-wilayah yang rawan bencana dan
persiapan logistik sebagai bagian dari langkah preventif juga bagian dari
tugas kita sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Berbeda dengan paham sekuler yang melakukan disenchantment of nature, Islam
justru melakukan proper disenchantment of nature, yaitu dengan meniadakan
nilai-nilai mistis berlebihan dari alam. Gunung yang meledak bukan karena
gunungnya marah, melainkan karena siklus alaminya. Demikian juga tsunami
menerjang bukan karena 'sang penunggu laut' murka, melainkan ada sebab-sebab
yang bisa dipahami akal, meskipun tak bisa dicegahnya. Di luar dari
sebab-sebab rasional tersebut, alam tetaplah merupakan tanda-tanda kekuasaan
Allah. Sungguh mubadzir waktu yang terbuang jika kita hanya menatap kagum
kepada sebuah tanda yang begitu indah dibuat tanpa menghiraukan ke mana
tanda tersebut menunjuki kita.
Menghadapi berbagai musibah yang menimpa kita, sudah sepantasnya kita
bertanya kepada diri sendiri: kezaliman apa yang telah kita lakukan kepada
alam? Kezaliman apa yang telah kita lakukan kepada diri sendiri? Musibah
yang terjadi akibat tangan-tangan kita sendiri menunjukkan ketidakmengertian
kita dalam memahami tanda-tanda kekuasaan Allah. Artinya, kita belum
menjadi khalifah Allah yang baik. Inilah saatnya menyadari kelemahan kita.
Jangankan melawan Allah, melawan tanda-tanda kekuasaan-Nya pun tak kuat.
Jangankan gunung meletus, angin panasnya pun sudah tak mampu kita bendung.
Jangankan bencana alam yang tak teramal, untuk mencegah bencana yang bisa
dicegah pun seringkali kita masih kecolongan.
Di balik musibah, senantiasa ada kasih sayang Allah. Jika sabar
menghadapinya, maka dosa-dosa (kepada Allah) pun berguguran. Musibah juga
menelanjangi kita dari berbagai kesombongan, sedangkan kesombongan itulah
yang akan menghalangi kita dari kebaikan di akhirat kelak. Musibah adalah
cara lain yang Allah gunakan untuk mendidik manusia, yaitu dengan memberi
peringatan, meskipun terasa berat bagi kita. Di luar itu semua, musibah pun
menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara manusia. Musibah membuat
manusia bersatu dalam menghadapi masalah bersama.
Semoga Allah mengampuni dosa-dosa mereka yang telah dipanggil-Nya dan
menerima amal-amal saleh mereka. Semoga Allah melembutkan hati kita yang
tidak mengalami musibah secara langsung, dan semoga kita diberi petunjuk
agar bisa menarik pelajaran darinya.
wassalaamu'alaikum wr. wb.
https://www.facebook.com/notes.php?id=1193741432¬es_tab=app_2347471856
--
Sesungguhnya, hanya dengan mengingat Allah, hati akan tenang.
now surely by Allah's remembrance are the hearts set at rest.
N'est-ce point par l'évocation d'Allah que se tranquillisent les coeurs.
im Gedenken Allahs ist's, daß Herzen Trost finden können.
>> al-Ra'd [13]: 28
[Non-text portions of this message have been removed]
------------------------------------
====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar
====================================================
website: http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links
<*> To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/
<*> Your email settings:
Individual Email | Traditional
<*> To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
(Yahoo! ID required)
<*> To change settings via email:
daarut-tauhiid-digest@yahoogroups.com
daarut-tauhiid-fullfeatured@yahoogroups.com
<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
daarut-tauhiid-unsubscribe@yahoogroups.com
<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar