Rabu, 25 Juni 2008

[sekolah-kehidupan] Digest Number 2063

Messages In This Digest (4 Messages)

Messages

1.

[KLiK-PortalInfaq] "Mengelola Gaji, Manfaat Dunia Akhirat"

Posted by: "abdul azis" abdul_azis80@yahoo.com   abdul_azis80

Wed Jun 25, 2008 2:37 am (PDT)

Ikutan Yuuk
Kajian Lintas Perkantoran Juni 2008
http://portalinfaq.org/g02x01_article_view.php?article_id=745

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. Al Hasyr, 59:18)

Bantu menyebarkan ya..
Maaf tuk yg gak berkenan
Info : abdul 021-72786073

Kepada Ykh,

Pengurus & Jamaah Masjid/Mushalla/Rohis/BDI
Perkantoran Jakarta


Assalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh,

Salam sejahtera, semoga Allah berkenan memberikan kesukseskan dalam beraktifitas sehari-hari.

LAZ PortalInfaq kembali menggelar
KLiK-Kajian Lintas Perkantoran Juni 2008, insya Alloh akan diselenggarakan pada :

Hari / Tgl : Jum'at, 27 Juni 2008
Jam : 17.30-21.00 wib
Nara sumber : Ahmad Gozali (Perencana Keuangan Keluarga Safir Senduk dan Rekan)
Tema : "MENGELOLA GAJI, Penghasilan Manfaat Dunia-Akhirat"
Tempat : Masjid Hidayatullah
Jl. Dr. Satrio (Karet Depan), Karet, Jakarta Pusat
(Belakang Sampoerna Strategic Square)

Demikian undangan kami , atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan Jazakumulloh khoiron katsiran.
Wassalamualaikum warahmatullah wabarakaatuh,



Note :
1. Mohon diumumkan ke jamaah kantor melalui mimbar Jum'atan
2. Informasi lebih lanjut hubungi kami : 021-72786073 (Abdul)
3. Acara ini Gratis dan Terbuka Untuk Umum




~ Jangan Mati Sebelum Berarti, Berbuatlah Yang Terbaik, Karena Hidup Hanya Sekali ~

Abdul Azis, S.Pd
Direktur Eksekutif Salman Institute

www.cahayarumah.multiply.com
http://indonetwork.co.id/salmaninstitute/profile/
YM. abdul_azis80
2a.

Re: Antara Agama & Tuhan

Posted by: "setyawan_abe" setyawan_abe@yahoo.com   setyawan_abe

Wed Jun 25, 2008 3:38 am (PDT)

Haa? upss..hehehe, duh..berat...berat.., klo gue simple aja deuh,
soale gue lg 'bunek' nih hate, makanye tadi gue curhat ma Pak Teha. hehehe

Iya, emang gue mah simple aje, kayak umumnya pemuda : muda suka2, bisa
jln2 (plus yg ngasih mampangat, buat gue, buat keluarga gue, buat
nyang gue kasihi deuh :D....Klo bisa...hehehe). Jg kayak umumnya org
tua : hidup damai bahagia, dan kayak umumnya yg pengin masuk surga
sesudah nanti kite mati, percaya kagak klo udah kite mati ntuh bakal
idup lg?, klo tidak ya udeh, ga papa. Jadi klo ada jln yg bisa
meliputi ntuh semua jgn ragu2, ntar kukasih deh no HP gue.

Tp klo kita dah di kamar 2X2 nyang sumpek, gelap, banyak ulet2
menjijikkan sekaligus uler2 nyang nggerogotin niih perut (semoga
tidak). Apa otak kite ini msh tetep utuh ya buat mikir2?, apa mulut
ini msh tetep nempel buat nanya2 ya?

Atau jgn2 kita yg akan ditanya ya?, ga usah yg suseh2 ditanya :
'kemana aje loe, ko' baru nongol di kuburan?', gimana coba ngejawabnye
klo mulut kite dah kagak ade, pegimane coba? hehehe.

Kagak tahu deuh.., sorri klo tidak berkenan, secara gue khan lg
'bunek', dimaklumin yak...

salam

aku arief

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, "ronaspardianto"
<ronaspardianto@...> wrote:
>
>
> "Tidak mungkin ada dua kebenaran, antara yang satu benar dan yang lain
> salah atau yang satu salah dan yang lain benar. Tidak mungkin kedua2nya
> benar"
>
>
>
> Manusia mencari suatu keber-Ada-an yang melampaui semua keber-adan yang
> ada, suatu penggerak utama yang menggerakan semuanya, yang kemudian
> disebut sebagai : Tuhan. Ia menafsirkan existensi tertinggi tersebut
> dengan kemampuan pikirannya, yang dipengaruhi oleh budaya dimana ia
> berada melalui tradisi & latar belakangnya. Ia terus menerus berpikir,
> karena hidup harus terus maju. Ia terus-menerus menafsir, karena itulah
> fitrah manusia. Hingga ia menemukan apa yang menurutnya 'Kebenaran'.
> Kemudian ia memindahkan apa yang telah diketemukan dalam dunia
> pikirannya ke dunia panca-indera, ia masukan ke dalam tradisi untuk
> membentuk budaya baru. Dengan demikian muncullah ... Agama. Pemikiran
> yang terus berjalan, dibakukan menjadi Ideologi. Kesusasteraan yang
> terus mengalir, di-codex-kan menjadi Kitab Suci. Untuk melegalkannya,
> diperlukan manusia yang menyetujuinya, sebanyak mungkin.
>
>
>
> Sehingga, kita dapat mulai mempertanyakan antara agama dengan
> ke-Tuhan-an, adakah hubungannya secara langsung ataupun tidak langsung ?
> Apakah dengan beragama, berarti kita sudah berTuhan ?
>
>
>
> Mari kita refleksikan bersama, untuk menjawab pertanyaan Tuhan saat kita
> semua meninggal : "Apa yang engkau yakini seumur hidupmu ternyata salah
> ?!"

3a.

Re: (Teka-Teki) Bapaknya Dimana?

Posted by: "setyawan_abe" setyawan_abe@yahoo.com   setyawan_abe

Wed Jun 25, 2008 3:47 am (PDT)

hwa...hehehe, kayaknya siih emang soalnya emang jadul, ayoo ada yg
pnya jawaban lain?

Oiya tambah atu lg deuh ...Negara mana yg penduduknya cuman 2 orang?
hehehehe

Salam

arief

--- In sekolah-kehidupan@yahoogroups.com, dyah zakiati <adzdzaki@...>
wrote:
>
> Uaah, ndak dapeet hasilnyaa. Apa matematikaku dudul ya?
> kalau pakai asumsi aja, juga ndak bisa. Misalnya kita anggap umur
anaknya 1 tahun, maka umur sang ibu 21 + 1 = 22. enam tahun kemudian
umur si ibu 22 + 6 = 28, umur si anak 1 + 6 = 7. 28 bagi 7 aja
hasilnya 4. Ndak mungkin kan 6 tahun kemudian umur si ibu lima kali
lipat.
> salah soal apa matematikaku ancur yaaa?
>
> Bapaknya kayaknya lagi pusing mikirin umur deeeh ^_^
>
>
> ----- Original Message ----
> From: setyawan_abe <setyawan_abe@...>
> To: sekolah-kehidupan@yahoogroups.com
> Sent: Wednesday, June 25, 2008 10:58:02 AM
> Subject: [sekolah-kehidupan] (Teka-Teki) Bapaknya Dimana?
>
>
> Jadi kangen ma teka-teki:D. Teka-teki jadul (psssst yg udah tahu jgn
> bilang2).
>
> Jadi begini (sokserius.com) , jika seorang ibu 21 tahun lebih tua dari
> anaknya.
>
> 6 tahun kemudian, umur ibunya 5 kali lipat umur anaknya.
>
> Pertanyaannya:
> Bapaknya sekarang ada di mana?
>
> Eiit, ini celcius ehhh serius lho!
>
> Kalo ada yg mau jawab, hrs ilmiah, matematis. Soale ini murni
> scientific, halah
>
> salam
>
> arief
> iseng2 saat idle
>

4.

[esei] Satu Hari yang Campur Sari

Posted by: "Nursalam AR" nursalam.ar@gmail.com

Wed Jun 25, 2008 4:16 am (PDT)

*Satu Hari yang Campur Sari*

Oleh Nursalam AR

* *

Semua berawal pada satu pagi, Kamis pagi. Pada pukul tujuh lewat pagi itu
aku berangkat dengan gundah di dada. Satu Mei dua ribu delapan. Ada undangan
menghadiri akad nikah di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ingin rasanya
mengajak istri (mungkin ini naluri seorang suami). Istriku juga ingin
datang, karena ia mengenal kedua sahabat yang akan berbahagia itu. Sayang,
sebagai calon *abi* dan *ummi*, kami teramat sayang pada si jabang bayi
(konon ia perempuan, demikian harap istriku) yang masih belum genap tiga
bulan di kandungan. Perjalanan jauh dengan angkutan umum dengan rute yang
tidak familiar rasanya cukup mengkhawatirkan untuk ditempuh. Belum lagi
kondisi istri yang sering pusing-pusing jika keluar rumah. Barangkali itu
paranoia calon orangtua, kata orang. Tapi, jika Anda pasangan muda yang
mendamba momongan, mungkin Anda akan paham gejolak rasa itu.

Alhasil, terpaksalah, sehari saja aku kembali jadi lajang. Berangkat seorang
diri, memenuhi undangan, mengarungi belantara jalan raya Jakarta yang
tumben-tumbennya lengang karena libur nasional. Bersama beberapa kenalan
yang ketemu di jalan dan ternyata satu tujuan, perjalananku terhenti di
sebuah masjid sederhana di tengah sesaknya pasar. Inikah tempat akad nikah
kedua sahabatku itu?

Terlesat pertanyaan keraguan. Ragu yang memakuku di halaman masjid, hingga
seorang pemuda mungil berkacamata dengan senyum ramah berdiri menyilakanku.
Catur namanya. Wajahnya sumringah dengan busana baju koko putih sederhana.
Ya, sederhana, itu kesan pertama yang menyergap. Di ujung ruang masjid,
kutangkap senyum ceria Retno dalam balutan busana Muslimah putih yang
anggun. Di sebelahnya, sang ibu, yang karena kondisinya harus duduk di atas
kursi, sesekali membelai lembut kerudung putrinya. Pancaran kasih dari
matanya menyihirku, membuatku haru. Sekaligus iri. Berbahagialah pasangan
ini yang akan menikah didampingi kedua orang tua. Nikmat terindah yang absen
mendampingiku, yang kerap terbersit kala sunyi, saat pernikahanku lima bulan
lalu.

Tapi siapa gerangan mempelai perempuan berkebaya putih yang satu lagi itu?
Tak jauh dari tempat Retno bersimpuh beserta kerabat, sang mempelai cantik
dengan konde khas Jawa tersenyum-senyum tak kalah bahagia. Apakah sahabatku,
Catur, akan langsung menikahi dua wanita dalam sekali tepuk? Pertanyaan
iseng itu tak urung berkelebat. Tapi, untunglah, pertanyaan sekaligus
kekhawatiran itu terjawab beberapa saat kemudian setelah kuperhatikan arah
senyuman si mempelai cantik tak berjilbab itu. Ia tersenyum ke arah calon
suaminya yang duduk di baris di depan Catur. Ah, aku menarik nafas lega.
Memang tak mengapa jika Catur menikahi dua perempuan sekaligus. Tapi rasanya
tak tega melihat sahabatku yang lain, Retno, harus berbagi suami.
Berbahagialah dengan satu istri, Kawan, bisikku, sedikit mengutip judul buku
karya Ustadz Cahyadi Takariawan.

Rupanya pagi ini ada dua pasangan yang akan menikah: Hastomo Hizbul Wathon
(kakak Retno) dan Desi Iskandar serta, kedua sahabatku, Catur Sukono dan
Retnadi Nur'aini.

Matahari kian panas menyiramkan cahayanya di punggungku. Aku sempat berpikir
untuk membalikkan badan beberapa saat agar paparan sinar mentari merata di
seluruh tubuhku. Jadi nantinya kulit tubuhku tidak hitam sebelah seperti
ikan yang digoreng di satu sisi saja.

Pukul sembilan lebih sekian menit acara dimulai, dan bergulir mulai dari
pembacaan Al Qur'an, sambutan keluarga dan acara puncak: akad nikah. Kedua
mempelai pria mengucapkan lafadz akad nikah dengan lancar. Bahkan Catur
fasih mengucapkannya dengan tanpa jeda. Persis seperti bisikanku
padanya,"Ucapkan dalam satu tarikan nafas, Mas." Hadirin pun menyambut
dengan ucapan,"Sah!" dan lafadz hamdalah berikut doa merubungi ruangan
Masjid. Membumbung tinggi ke langit Jakarta dan berteriak
lantang,"Saksikanlah, wahai Jakarta, Catur dan Retno kini sudah jadi suami
istri!"

Entah mengapa di akad nikah sahabatku ini ada titik basah di ujung mataku.
Titik yang di pernikahanku sendiri luput hadir, mungkin, karena aroma tegang
dari hawa adrenalin saat itu. Ya, aku terharu untukmu, Catur, Retno. Haru
yang sama waktu aku menghadiri pernikahan Dani dan Endah di tahun
sebelumnya. Sebuah haru, di tengah derasnya arus materialisme kiwari, karena
persembahan mas kawin seperangkat alat sholat dari Catur untuk Retno. Aku
yakin bukan karena mereka tidak mampu. Dan aku tidak menangis untuk itu.
Karena jika hanya untuk itu aku menangis lebih baik aku menangisi diri
sendiri. Tidak! Aku haru karena lengkap sudah kesederhanaan acara itu. Pas
betul dengan tema putih yang diusung. Putih. Sederhana. Keduanya adalah
pasangan yang berjodoh. Putih selalu melambangkan kesucian dan
kesederhanaan. Dan mereka berani memilihnya. Seperti beraninya mereka
memilih untuk kontras dengan pasangan mempelai yang dinikahkan sebelumnya,
yang berbusana lebih mentereng dan mas kawin 15 gram emas. Jumlah yang
lumayan besar di saat krisis global saat ini dan meroketnya harga emas
dunia.

Sungkeman kedua mempelai kepada kedua orang tua termasuk orang tua Catur
yang jauh-jauh dari Banjarnegara, Jawa Tengah, adalah momen yang mengetuk
pintu bendungan airmata. Dilanjutkan, sebagai penutup, foto-foto bersama
bersama mempelai yang masih canggung untuk bergandengan tangan. Sekaligus
masih kaku untuk saling menyapa "Mas" dan "Dik" kepada pasangannya. Juga
kerling malu-malu ke sudut wajah pasangan. Ah, sungguh atmosfir yang indah.
Kesederhanaan yang menggugah. Termasuk menggugah urat tawa karena Retno
berkali-kali melontarkan senyum saat berpose – ah, senyum yang kocak untuk
seorang pengantin –dan mengundang gelak tawa yang lain.

Cerita selanjutnya bergulir ke acara tasyakuran (baca: makan-makan) di rumah
kediaman Retno. Tak banyak yang aku kenal selain Citra – sahabat dekat Retno
yang juga kolegaku sesama penulis skenario semasa di *The Coffee Bean
Show*– dan Mas Suhadi yang datang lengkap beserta istri dan ketiga
putera-puterinya. Ah, si bungsu yang menggemaskan! Tak heran pipi montok
Mira – bayi bungsu Mas Suhadi – merah dicubiti ibu-ibu yang gemas.
Lebih-lebih saat ia diajak berfoto bersama kedua mempelai. Mulut mungil
dengan bibir merah ranumnya yang menganga lucu mendulang perhatian seru dari
para undangan dalam pesta sederhana tersebut.

"Ih, bayinya lucu bener!" seru seorang ibu berambut ikal yang menatap si
bayi montok penuh takjub.

"Makanya cepetan punya anak!" sambut seorang ibu yang lain dengan logat khas
Yogyakartanya.

Hmm...ada kedua mempelai yang selalu tersenyum, bayi montok yang pantas
dicubiti saking lucunya dan keceriaan yang mengembang di wajah-wajah para
undangan. Plus kelegaan di dadaku sebagai ketua komunitas Sekolah Kehidupan.
Akhirnya, di antara sekian banyak lajang di komunitas maya ini ada juga yang
berjodoh. Persis seperti bisik Mas Suhadi padaku saat tasyakuran siang itu.
"Wah, Mas, akhirnya harapan Pak Sinang terkabul ya!"

"Maksudnya?" tanyaku tak mengerti. Kunyahan ayam goreng di mulutku terhenti.

"Iya, Pak Sinang kan pernah bilang 'yah,mungkin saja ada yang kelak berjodoh
di SK'. Rupanya terkabul juga," jelas Mas Suhadi dengan antusias.

Nah, jika harapan dikabulkan Tuhan, apalagi yang kurang dari nikmat Tuhan?

Catatan manis itu semula akan kujadikan penutup hari ketika mendadak
ponselku menjerit saat aku melangkah pulang menuju perhentian bis terdekat
dari istana sang raja dan ratu sehari. Bunyi kokok ayam. Pertanda ada pesan
yang masuk. Langkah kuhentikan dan kurogoh benda kecil berwarna biru di saku
baju. Tertegun aku membaca isinya. Sebuah pesan singkat dari Nia, salah
seorang sahabat SK di Bogor. Aku mendengus masygul.

*Suami Mbak Dyah DJ meninggal dunia?*
**
Terlintas dalam kenanganku sosok mungil Mbak Dyah yang energik dan cergas
sebagai EO HUT Pertama SK di Kuningan, Jakarta Selatan. Ia yang *ngocol*,
ramah dan dermawan. Sayang kini ia sendirian karena sang pasangan hidup
meninggal dunia di Medan. Moga Allah terima amal ibadahnya dan terangi kubur
almarhum. *Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fu'anhu. Amin, allahumma
amin!*
**
Langit Tanjung Duren kala itu terasa lebih suram. Meski panasnya terik
menjerang.

Catatan akhir hariku hari itu tak sepenuhnya manis memang. Tapi realistis.
Ada suka, ada duka. Karena hidup tak selamanya berisi pujian dan tawa. Tapi
juga ia sarat lara dan airmata. Karena yang melulu pujian atau keceriaan
niscaya memanjakan dan mengerdilkan kita. Melulu duka juga sebuah sengsara.
Maha Suci Allah yang memberikan keseimbangan hidup di dunia.

Ah, satu hari yang campur sari!

*Jakarta, 25 Juni 2008*

**) ditulis ketika terkenang momen indah yang teramat sayang jika tak
dituliskan.*
***) untuk Retno & Catur : di hari kesekian setelah akad nikah moga
keceriaan dan harapan kalian sama seperti di hari pertama janji ditambatkan.
Barokallahu lakum fi amaanillah...*
****) untuk Mbak Dyah DJ (Bogor): di hari kesekian setelah hari ujian itu
moga selalu tabah!*

* *

* *

--
-"When there's a will there's a way"
Nursalam AR
Translator & Writer
0813-10040723
021-91477730
http://nursalam.multiply.com
YM ID: nursalam_ar
Recent Activity
Visit Your Group
Sitebuilder

Build a web site

quickly & easily

with Sitebuilder.

Autos Group

on Yahoo! Groups

Discuss ways to

fix your car.

Yahoo! Groups

Familyographer Zone

Learn how to take

great pictures.

Need to Reply?

Click one of the "Reply" links to respond to a specific message in the Daily Digest.

Create New Topic | Visit Your Group on the Web

Tidak ada komentar: